Anda di halaman 1dari 105

i

Ketentuan Hukum Pidana Pasal 113 Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000
(seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

ii
Ai Saadah, S.Pd.I. • Erma Rohimah, S.Si. • Fransisca Kumalasari
Helangerg • Heni Nuraeni, S.Ag. • Sa’idah • May Bramantyo
Nuraini Wahyudin • Rizky Amallia Eshi • Tatik Farhah
Tsaqifa Aisyah Rosyidah • Isworo Pudji Astuti • Tuti Alawiyah
Tuti Rohita • Usela Dian Dwiyasari • Vionadya Trixie Ramadhina
Zuni • Else Diana S.

iii
Copyright © Dandelion Publisher

Cetakan Pertama: Oktober 2021


Editor:
Tata Letak Sampul dan Isi: Tim Redaksi
Ilustrator: Tim Redaksi

ISBN:
vii + 97 halaman: 14 x 20 cm

Diterbitkan Oleh:
CV. Dandelion Publisher
Anggota IKAPI No. 350/JBA/2020
Taman Kenari Jagorawi
Citeureup, Bogor, Jawa Barat
0812 6111 765
dandelionpublisher@gmail.com
www.dandelionpublisher.com

iv
KATA PENGANTAR
Pertama-tama, kami ucapkan puji dan syukur ke hadirat
Tuhan karena atas limpahan cinta dan kasih sayang-Nya buku
antologi kumpulan cerita anak Aku Anak Bestari ini dapat
diselesaikan.
Buku kumpulan cerita anak Aku Anak Bestari ini berisi 18
kisah penuh inspirasi dalam membentuk karakter baik pada
anak. Ada kisah tentang perjuangan menghadapi pandemi di
negeri ini, persaudaraan, bakti kepada orang tua, dan terselip
juga sebuah cerita misteri.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Mbak Ika Fajar
Listianti yang telah memberikan materi dan membimbing para
penulis hingga selesai menjadi sebuah antologi. Terima kasih
juga kami ucapkan pada Mbak Dini W. Tamam selaku founder
Dandelion Publisher yang telah membantu menerbitkan buku
ini.
Kami berharap buku Aku Anak Bestari ini bermanfaat bagi
seluruh anak di pelosok negeri ini. Sebuah jejak literasi yang
menjadi salah satu tonggak dalam membentuk karakter baik
pada anak.

Salam,

Anzar

v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................V

SANDAL JEPIT UNTUK ABAH


Ai Saadah, S.Pd.I. ...........................................................................................................................1
SAEFULLOH, ANAK LAKI-LAKI MELAMBANGKAN
KUALITAS PRIBADINYA
Erma Rohimah, S.Si. ...................................................................................................................6
TEH SPESIAL MELODI
Fransisca Kumalasari ...............................................................................................................14
RAYA, ROSY, DAN KUE BOLU
Helangerg .............................................................................................................................................19
MISTERI KAIN MERAH
Heni Nuraeni, S.Ag........................................................................................................................24
BELAJAR BERPUASA RAMADHAN
Sa’idah ....................................................................................................................................................32
PEJUANG MERAH PUTIH
May Bramantyo.............................................................................................................................37
PULANG SEKOLAH
Nuraini Wahyudin ..........................................................................................................................42
JANGAN LUPA PAKAI MASKER, ZIA!
Rizky Amallia Eshi ........................................................................................................................48
BERHARGANYA SEBUAH KESEMPATAN
Tatik Farhah......................................................................................................................................53
TEMAN BARU AZIFA
Tsaqifa Aisyah Rosyidah......................................................................................................58
SATU KOSONG
Isworo Pudji Astuti.....................................................................................................................64
ES KRIM COKELAT MELON
Tuti Alawiyah....................................................................................................................................69
ZIDNI DAN PCR
Tuti Rohita..........................................................................................................................................73
ULANG TAHUN NINA
Usela Dian Dwiyasari .................................................................................................................78

vi
AW, PANAS SEKALI!
Vionadya Trixie Ramadhina ............................................................................................. 83
UANG JAJAN
Zuni ........................................................................................................................................................... 89
TAMASYA KE WAY KAMBAS
Else Diana S. ...................................................................................................................................... 94

vii
SANDAL JEPIT
UNTUK ABAH
Ai Saadah, S.Pd.I.

Cuaca cerah di hari ini. Arina sudah berseragam rapi. Ia


duduk di teras menunggu Ibun yang sedang bersiap-siap
bekerja. Tiba-tiba terdengar suara.
‚Berangkat ke sekolah, Cu?‛ Ternyata itu suara Abah
yang sedang sibuk menggerak-gerakkan tangan dan
melangkahkan kakinya berkeliling di halaman rumah.
‚Iya, Abah. Arina mau berangkat ke sekolah. Abah
sedang apa? Kenapa enggak pakai alas kaki? Sandal Abah
ke mana?‛ Serangan pertanyaan dari Arina.
‚Ayo, salam ke Abah! Ibun mau berangkat sekarang,
takut kesiangan!‛ Ibun menyela ketika Abah hendak
menjawab. Ibun tergesa-gesa sambil menyodorkan tas
merah muda pada Arina. Akhirnya, mereka berangkat,
setelah mencium tangan dan berpamitan kepada Abah.
Ibun mengendarai Beat hitamnya, dan Arina memegang
erat pinggang Ibun.
Arina adalah siswa kelas satu SD yang lincah dan berani.
Setelah ayah Arina meninggal, ia tinggal bersama ibu dan
kakeknya. Ibun dan Abah adalah panggilan kesayangan
Arina. Setelah Abah sakit-sakitan, Ibun menjadi tulang
punggung keluarga dengan bekerja sebagai kasir di
supermarket.
Sesampainya di sekolah, terlihat gerbang sekolah sudah
terbuka. Ibun mengantarkan Arina masuk kelas dan pamit
untuk pergi bekerja. Ibun berpesan pada Arina untuk tetap
di sekolah sampai beliau menjemput dan jangan keluar
gerbang sekolah sendirian tanpa diketahui guru. Arina

Aku Anak Bestari | 1


pergi ke kelas dan berharap sudah ada seseorang di kelas.
Ternyata sudah ada Dinda.
‚Hai, Arin,‛ sapa Dinda.
‚Hai juga, Dinda, kamu datang pagi juga?‛ tanya Arina.
‚Iya, soalnya ibuku kebagian piket pagi di Puskesmas,‛
jawab Dinda.
‚Kamu sudah mewarnai gambarnya belum? Itu tuh,
gambar yang kita buat kemarin. Ibu guru menyuruh kita
mewarnainya dan membawanya hari ini,‛ lanjut Dinda.
‚Ya, ampun! Aku lupa bawa, sepertinya aku mau pulang
sekarang. Kamu mau ikut?‛ ajak Arina.
‚Jangan, Arin! Nanti kita harus menyeberang jalan yang
banyak motor dan mobilnya,‛ cegah Dinda.
‚Ya sudah, kalau kamu takut. Aku mau pergi sendiri
saja,‛ ucap Arina sambil bergegas pergi. Arina melupakan
pesan Ibu untuk tidak keluar sekolah sendirian.
Tanpa berpikir lama, Arina pergi menuju rumahnya.
Ketika akan menyeberang, Arina menengok ke kanan dan
ke kiri kemudian berlari. Namun, tiba-tiba Arina dikejutkan
dengan suara klakson. Tit… tit… tit …. Terlihat sepeda
motor melaju dengan kecepatan tinggi hampir menabrak
Arina. Untung saja Arina dapat menghindarinya. Ia merasa
jantungnya berdetak kencang, wajahnya pucat dan tanpa
disadarinya, dia sudah sampai di rumahnya. Ketika Arina
keluar kamar sambil membawa gambar, Abah mendekati
Arina sambil terlihat kaget
‚Kenapa pulang sendiri, Cu? Ibu guru tahu tidak kamu
ke rumah?‛
Arina tidak menjawab hanya menggelengkan kepala.
Abah semakin khawatir pada Arina yang langsung
berangkat tanpa berkata-kata. Abah mengejar Arina
dengan terburu-buru.

2 | Aku Anak Bestari


‚Yuk, Abah antar ke sekolah!‛ ajak Abah. Arina pun
menganggukkan kepala.
Abah yang tidak memakai alas kaki tiba-tiba menginjak
pecahan kaca di pinggir jalan. Arina pun berteriak, ‚Abah
jangan mati! Abah! Arina janji jadi anak yang penurut.
Tidak akan membuat Abah dan Ibun khawatir lagi.‛ Tangis
Arina sambil memegang tangan Abah.
‚Abah tidak akan mati, Cu. Ini hanya luka kecil.‛ Abah
berusaha menenangkan Arina. Abah pun meminta sapu
tangan Arina yang sering dibawanya dan membalut luka
tersebut. Abah dan Arina kembali ke rumah. Sesampainya
di rumah Arina langsung ke warung membeli sandal jepit
untuk Abah. Abah pun berterima kasih pada Arina dan
menceritakan bahwa sandal Abah satu-satunya hilang di
masjid setelah melaksanakan shalat Subuh. Tidak lama
kemudian Ibun datang dan kaget melihat kaki Abah
terbalut kain. Arina yang merasa bersalah langsung
meminta maaf pada Ibun. Ibun memahami situasinya.
‚Syukurlah Arin dan Abah baik-baik saja.‛ Ibun memeluk
Abah dan Arina dengan erat.
Arina sangat bersyukur memiliki Ibun dan Abah yang
menyayanginya. Sejak saat itu, Arina menjadi anak yang
baik yang selalu mendengarkan perkataan Ibun dan Abah.
***

Aku Anak Bestari | 3


4 | Aku Anak Bestari
PROFIL PENULIS

Ai Saadah akrab disapa Aisha. Lahir di Cianjur, Jawa


Barat. Bergelar Sarjana Pendidikan Islam dari UIN SGD
Bandung 2011. Aisha merupakan Ibu rumah tangga yang
merangkap sebagai Kepala Sekolah di PAUD Hidayatul
Falah Cijujung, Kec. Mande, Kab. Cianjur. Cerita anak
adalah metode pembelajaran di PAUD dan menjadi
motivasi untuk mengembangkan kemampuannya dalam
menulis.

Aku Anak Bestari | 5


SAEFULLOH,
ANAK LAKI-LAKI
MELAMBANGKAN KUALITAS
PRIBADINYA
Erma Rohimah, S.Si.

Namaku Saefulloh melambangkan kualitas pribadinya.


Orang tuaku memberikan nama bagus supaya aku
membantu seseorang menjadi lebih percaya diri, dan lebih
bersemangat untuk menjadi pribadi yang positif, serta
selalu berusaha agar hidupku dapat bermanfaat untuk
banyak orang. Aku anak laki-laki berumur 13 tahun.
Rambutku lurus, warna kulitku kuning langsat. Aku sekolah
di Sekolah Menengah Pertama 6 Negeri Garut. Aku tinggal
bersama kakek, Ibu, dan kedua adikku.
‚Assalamu’alaikum! Tok! Tok! Tok! Bu, Ibu! Saefulloh
datang, Bu.‛
‚Wa'alaikum salam, anakku. Alhamdulillah, kamu sudah
datang, Nak.‛
Aku pun langsung meletakkan sepatu dan tas pada
tempatnya. Tak lupa ganti pakaian, lalu cuci tangan dan
kaki. Ibu mengajarkanku agar cuci tangan dan kaki setiap
pulang sekolah agar debu-debu dan kuman yang
menempel bersih dari anggota tubuh. Seperti biasa, Ibu
langsung mengajakku makan di meja makan.
‚Ayo, Nak! Kita makan dulu. Ibu masak sayur asam dan
goreng ikan kesukaanmu.‛
‚Iya, Bu! Terima kasih, ya, Bu. Ibu memasak setiap hari
untukku, kakek dan adik-adikku. Semoga Ibu selalu sehat.
Amin.‛

6 | Aku Anak Bestari


Ibu mengingatkan agar aku mengikuti Nabi
Muhammad saw. Bersyukur atas rezeki yang diberikan
Allah Swt. Makan menggunakan tangan kanan dan minum
dengan duduk, supaya makanan jadi berkah, badan
menjadi sehat, dan kuat. Aku berdoa kepada Allah sesudah
shalat Zuhur bersama Ibu. Aku pun istirahat sebentar
ditemani Ibu. Aku bercerita pada beliau tentang betapa
senangnya belajar dan bermain di sekolah. Guru-guru
sangat sayang padaku. Teman-temanku banyak, pintar,
lucu dan hebat. Tapi sayang, minggu depan sekolah mulai
diliburkan dan belajar di rumah karena pandemi. Aku dan
adik-adikku harus menggunakan handphone dan internet
sebagai alat pembelajarannya.
Ibu hanya tersenyum dan mengajakku bercerita. Kali ini
Ibu bercerita tentang seekor binatang yang bernama
Momo. Ceritanya begini.
‚Ibu, Aku ingin minum ASI,‛ rengek Momo kepada
ibunya.
‚Anakku sayang, hari ini umurmu dua tahun. Kamu
harus belajar mandiri, ya!‛ kata Ibu.
‚Tapi, Bu, Momo tadi melihat si Embek minum ASI,‛
rengeknya.
Si ayah sapi, Mumi, menghampiri dan berkata, ‛Coba
dulu. Kamu pasti bisa. Kami akan selalu membantumu
untuk mandiri, berhentilah minum ASI.‛
‚Nak, ingatlah, air putih sama enaknya dengan ASI. Jadi,
setiap kamu ingin minum ASI, ambillah air putih.
Minumlah sambil berkata, ini juga enak,‛ tambah Ibu.
Momo yang mendengar kalimat Ayah dan ibunya
menjadi bersemangat kembali untuk berhenti minum ASI.
Ia bertekad mengikuti nasihat sang ibu. Ia akan selalu
berpikir bahwa air putih sama enaknya dengan ASI.

Aku Anak Bestari | 7


Sejak hari itu, setiap teringat ASI, Momo akan
mengambil air putih dan berkata, ‚Ini juga enak.‛ Lalu ia
meminumnya.
Akhirnya, Momo si Anak Sapi bisa melewati kesulitan
untuk mandiri. Ia berhasil berhenti minum ASI di usia dua
tahun. Kini, ia mulai mandiri.
Dari jauh nampaklah orang naik becak memakai kopiah
haji. Tapi wajahnya tidak kelihatan jelas. Mungkin karena
hujan deras. Aku penasaran, siapa dia. Semakin dekat
rumah, tambah penasaran, tapi aku yakin, itu kakek.
Selesai cerita, Kakek datang dari pengajian. Kakek
sayang padaku. Aku juga sayang kepada kakek. Kakek
sangat mandiri setelah nenek meninggal dunia. Kakek
mengajarkanku tetap semangat. Ayahku sudah meninggal.
Waktu dia masih hidup, ayah seorang pekerja di bidang
teknologi yang ulet. Ayahku meninggal karena sakit
diabetes melitus. Walau demikian, aku tetap bersyukur
karena masih ada Kakek, Ibu, dan kedua adikku.
Aku teringat saat Ibu memberikan uang jajan setiap hari
dan meminta untuk berhemat. Aku juga teringat saat Ibu
memintaku menjaga adik-adik supaya tidak mengganggu
tidur siangnya karena beliau merasa kecapaian. Aku
berserta adik-adikku melanjutkan belajar daring.
Saat adik-adikku mengeluarkan suara karena mereka
berdua mau berantem, aku mengingatkannya. ‚Sst, jangan
berantem, Dek, Ibu lagi bobo, kecapaian.‛
Setelah beberapa lama, kuota internet belajar habis.
Aku meminta kedua adikku untuk bermain di rumah dan
mengingatkan mereka untuk tidak berantem. Akhirnya,
aku pergi keluar untuk membeli kuota internet. Tiba-tiba,
sesampainya di rumah aku mendengar suara Ibu yang
sudah bangun dari tidur siangnya.
‚Kenapa nggak bangunin Ibu?‛ tanya Ibu.

8 | Aku Anak Bestari


‚Kan Ibu lagi bobo, takut mengganggu, kakak bilang
Ibu kecapaian,‛ kata adikku yang pertama.
‚Ya, ampun, Nak,‛ kata Ibu.
‚Lalu kakak ke mana?‛ tanya Ibu.
‚Kakak lagi keluar, membeli kuota internet,‛ jawab
adikku yang kecil.
Lalu aku datang menghampiri mereka. Terlihat kedua
adikku basah kuyup. Pantesan, Ibu terbangun karena
mendengar suara kedua adikku bermain air. Adikku yang
bungsu buang air kecil dan membersihkannya dibantu
sama adikku yang pertama. Akhirnya, mereka bermain air
dan bajunya basah kuyup.
‚Assalamu’alaikum,‛ sapaku.
‚Wa’alaikum salam,‛ jawab Ibu.
‚Maaf, Bu, aku tidak meminta izin dulu kalau keluar
karena takut mengganggu Ibu yang sedang istirahat,‛
kataku.
‚Ga apa-apa,‛ jawab Ibu.
‚Alhamdulillah, syukurlah, kalau Ibu ga marah,‛ sahutku.
‚Lho, kamu beli kuota internet uang dari siapa?‛ tanya
Ibu.
‚Iya, dari uang jajan yang biasa dikasih Ibu. Karena
selama pandemi ini, uang jajan yang dikasihkan Ibu
padaku aku simpan,‛ jawabku.
‚Masyaallah, Nak. Maafkan Ibu karena belum bisa beli
handphone baru. Jadi, terpaksa handphone yang lama
harus berbagi dengan adik-adikmu untuk belajar daring,‛
ungkap Ibu.
‚Ga apa-apa, Bu,‛ jawabku memahami kesulitan Ibu.
‚Handphone yang dipake Ibu ini untuk berjualan online.
Sedangkan yang satunya lagi untuk belajar daring kalian,
maafkan Ibu, kalian terpaksa kalian harus bergiliran belajar

Aku Anak Bestari | 9


daringnya,‛ ungkap Ibu kembali dengan wajah terlihat
sendu.
‚Ga apa-apa, sebentar lagi aku bisa beli handphone
baru dari uang jajan yang kusimpan,‛ ungkapku
menenangkan Ibu.
‚Masyaallah, Nak,‛ sahut Ibu.
‚Ini uang tabunganku sudah terkumpul, kayanya bisa
beli handphone baru,‛ jelasku.
‚Masyaallah, Nak.‛ Ibu tampak berkaca-kaca
mendengar kata-kataku.
‚Bukankah kata Ibu kita harus belajar mandiri dan
bersyukur?‛ sahutku.
‚Ya Allah, Nak. Kamu memang anak yang hebat.
Seandainya ayahmu masih ada, beliau pasti bangga punya
anak sepertimu,‛ kata Ibu sambil membelai kepalaku.
‚Ayooo, Bu. Kita beli handphone baru,‛ pintaku.
‚Baiklah, Nak. Ibu antar beli handphone baru,‛ jawab
Ibu.
‚Alhamdulillah, terima kasih, Bu,‛ jawabku.
‚Tapi ingat, karena pandemi, kita keluar harus pakai
masker, selalu bawa hand sanitizer buat cuci tangan, dan
jaga jarak dengan orang,‛ nasihat Ibu.
‚Baiklah, Bu, kita akan mengikut aturan sesuai protokol
kesehatan,‛ jawabku.
‚Alhamdulillah, Ibu bangga padamu, Nak,‛ kata Ibu.
Akhirnya, aku bisa membeli handphone baru untuk
memperlancar kegiatan belajar daring bersama adik-
adikku.
Aku teringat cerita Ibu tentang Momo mulai mandiri.
Aku terinspirasi untuk lebih mandiri dan bisa membantu
Ibu supaya kami bisa belajar daring lebih lancar. Walaupun
dalam keadaan pandemi, ibuku bekerja keras dan tidak
mengeluh untuk mengurus kami. Tapi aku bersyukur

10 | Aku Anak Bestari


masih tidak kekurangan, terutama kebutuhan primer.
Namun, akibat masa pandemi dan diharuskan belajar
daring, aku dan kedua adikku membutuhkan fasilitas
handphone dan internet agar belajar tetap berjalan.

Aku Anak Bestari | 11


12 | Aku Anak Bestari
PROFIL PENULIS

Erma Rohimah, asli Garut Jawa Barat, lahir 10 Agustus


1979, Pengurus Aisyiyah Garut kota dan Wirausaha,
pendidikan sarjana farmasi yang menggemari Literasi.
Beberapa event Quotes, Puisi, dan Cerpen pernah
diikutinya. 21 buku antologi pernah diikutinya. WA:
082119726823, FB:@ErmaRohimaah, Ig: ermarohimaah,
telegram: Erma Rohimah

Aku Anak Bestari | 13


TEH SPESIAL MELODI
Fransisca Kumalasari

Hufff…. Melodi mengembuskan napas panjang saat Kak


Tirsa berjalan melewatinya dengan wajah muram. Sudah
tiga hari ini Kak Tirsa jadi lebih diam, tidak lagi usil atau
terdengar suara tawanya seperi biasanya. Kakak
perempuan satu-satunya Melodi biasanya sangat ceria,
suka menggoda, mengajak bercanda, dan bawel. Selalu
ada saja permintaan ini dan itu pada Melodi. Hampir tiap
sore Kak Tirsa minta dibuatkan teh hangat buatan Melodi.
Tiga hari lalu, Kak Tirsa mendapat pengumuman belum
lolos Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN). Sejak itulah Kak Tirsa mulai menunjukkan
perubahan sikap. Dalam satu hari hanya keluar kamar
untuk makan dan bersih diri, setelah itu masuk kamar lagi.
Bunda tiba-tiba duduk di samping Melodi.
‚Melodi, ngapain kamu, kaya lagi mikir sesuatu yang
berat?‛ tanya Bunda.
‚Oh, nggak ada apa-apa, Bun,‛ jawab Melodi lemah
sambil menggigit biskuit di tangan kanannya.
‚Kamu boleh cerita atau tanya apa pun ke Bunda,‛
lanjut Bunda sambil tersenyum.
‚Melodi bingung, Bunda, sama Kak Tirsa. Apa yang bisa
Melodi lakukan agar Kak Tirsa semangat seperti dulu lagi
ya?‛ tanya Melodi bingung.
Bunda tersenyum lembut, sambil menatap mata Melodi.
‚Kak Tirsa memang sedang merasa kecewa, dan butuh
waktu untuk menyendiri sementara waktu. Jangan
khawatir, kakakmu sedang belajar menghadapi kegagalan.
Lakukan apa yang kamu bisa, apa yang biasa kamu
lakukan. Tidak perlu sesuatu yang luar biasa.‛

14 | Aku Anak Bestari


Melodi makin bingung dengan jawaban Bunda. ‚Lalu
aku bisa apa, Bun?‛
‚Hmm, apa yang paling kamu suka?‛ Bunda bertanya
balik ke Melodi.
‚Menyanyi, Bun. Tapi masa aku nyanyi buat Kak Tirsa,
norak, ah!‛ seru Melodi sambil memajukan bibir
mungilnya.
Bunda tersenyum lebar melihat reaksi wajah Melodi.
‚Kalau itu yang kamu suka, kamu bisa, why not? Ga perlu
berpikir terlalu keras mencari ide yang luar biasa, kamu itu
sudah cukup luar biasa!‛ Bunda membelai kepala Melodi
dan menciumnya.
Setelah Bunda meninggalkan ruang keluarga, Melodi
mulai mendapat ide.
Saat Kak Tirsa mandi, Melodi membuat secangkir teh
hangat dan meletakkan secarik kertas yang dilipat di meja
belajar Kak Tirsa. Selesai mandi, Kak Tirsa melihat
secangkir teh hangat sambil tersenyum saat membaca
tulisan adiknya.
Melodi yang sedari tadi melihat dari ambang pintu
memberanikan diri masuk dan duduk di ujung kasur.
‚Kak….‛
Kak Tirsa menoleh sambil menyeruput teh hangat
dalam cangkir yang dipegangnya. ‚Makasih ya, dasar
mellow Melodi,‛ ujarnya sambil mengacak-acak rambut
Melodi.
‚Ih, Kak Tirsa!‛ seru Melodi jengkel. Namun ia lega
melihat Kak Tirsa bisa kembali usil.
‚Ini bagus banget puisinya, bisa jadi pujangga kamu!‛
puji Kak Tirsa sambil menunjuk deretan kata yang ditulis
Melodi.
‚Ih, itu lagu terkenal, Kak! Masa nggak tahu, sih?
Makanya jangan belajar terus,‛ balas Melodi.

Aku Anak Bestari | 15


Tak ada satu pun manusia yang tak pernah disinggahi
masalah
Mungkin inilah cara Yang Kuasa ‘tuk jadikanmu lebih
dari dewasa
Senyumlah, syukuri hidupmu. Tunjukkan pada dunia
bahwa kau mampu
Masih banyak yang lebih susah hidupnya. Senyumlah
syukuri hidupmu.
Kak Tirsa tersenyum lebar sambil menarik napas dalam-
dalam setelah mendengar nyanyian Melodi. Kak Tirsa
memeluk Melodi sambil berbisik, ‚Makasih, ya, buat teh
spesial hari ini.‛
‚Semangat ya, Kak!‛ balas Melodi sambil menepuk
punggung kakaknya.
Kakak beradik itu berpelukan sambil saling tersenyum.

16 | Aku Anak Bestari


Aku Anak Bestari | 17
PROFIL PENULIS

Fransisca Kumalasari, akrab dipanggil Kak Sisca, adalah


seorang psikolog yang jatuh cinta pada dunia anak-anak
dan pendidikan, khususnya literasi. Kak Sisca menjalankan
sebuah wadah belajar untuk anak usia dini di Mojokerto,
serta mengampu berbagai kelas pengembangan diri
melalui Satu Langkah dan School Of Parenting. Informasi
lebih lanjut melalui IG @fransisca_kumalasari.

18 | Aku Anak Bestari


RAYA, ROSY,
DAN KUE BOLU
Helangerg

Raya adalah seorang gadis kecil berumur 8 tahun. Dia


tinggal bersama ayah, ibu, dan adik perempuannya
bernama Rosy yang berumur 5 tahun. Ayah Raya bekerja
di sebuah perusahaan minyak sawit. Setiap sore, sambil
menunggu ayahnya pulang, Raya dan Rosy bermain di
halaman sambil bersenda gurau.
Hari itu ayah pulang terlambat. Hari sudah menjelang
malam saat terdengar motor Ayah memasuki halaman,
Rosy bergegas berlari ke teras.
‚Kenapa Ayah pulang terlambat? Ayah banyak kerjaan,
ya?‛ tanya Rosy mendekati ayahnya.
‚Iya, Ayah banyak kerjaan di kantor. Hari ini Rosy
membantu Ibu?‛ tanya Ayah.
‚Iya, dong! Aku mengemas mainanku sendiri. Aku
hebat, kan, Yah?‛
‚Anak Ayah sudah pasti hebat,‛ jawab ayah sambil
mengelus rambut cokelat Rosy.
‚Apa itu, Yah?‛ Dilihatnya ada bungkusan tergantung di
motor ayah. Matanya yang bulat langsung berbinar-binar.
‚Ayah beli kue, ya? Asyik!‛
Segera dicarinya sang kakak. ‚Kak…. Kak Raya…. Ayah
beli kue buat kita! Hore…, hore!‛ Rosy melompat-lompat
kegirangan. Kuncir rambutnya bergoyang ke kanan dan ke
kiri.
Raya bergegas keluar kamar mendengar teriakan
adiknya. ‚Oh, aku tahu. Ayah pasti membelikan kue untuk
bekal sekolahku besok,‛ kata Raya senang.

Aku Anak Bestari | 19


‚Tidak!‛ sahut Rosy cepat. Kuenya untuk kita makan
sekarang. Aku mau makan kuenya sekarang, tak boleh
untuk bekal Kakak.‛ Rosy nampak mulai marah. Untunglah
Ibu segera datang menengahi.
‚Kita makan kuenya sambil minum teh, yuk,‛ kata Ibu
lembut. Raya dan Rosy menurut. Mereka tak jadi
bertengkar. Tanpa banyak bicara mereka mengikuti Ibu ke
meja makan. Di atas meja makan tampak kue-kue yang
menggugah selera. Raya dan Rosy tak sabar ingin segera
mencicipi.
‚Kalian boleh mengambil dua kue yang kalian sukai,‛
kata Ibu lalu pergi ke dapur.
‚Hmmm…. Aku mau roti isi cokelat dan kue bolu!‛ kata
Raya bersemangat, ‚aku mau simpan kue cokelatnya untuk
bekal sekolah besok.‛
‚Aku juga mau kue bolunya, Kak. Aku suka kue bolu,‛
pinta Rosy.
‚Tidak! Aku yang lebih dulu memilih bolu. Itu ada kue
pisang kesukaanmu, juga roti keju.‛ Raya tak mau
mengalah.
‚Aku mau kue pisang dan kue bolu, Kak. Kakak ambil
roti kejunya, ya,‛ pinta Rosy memaksa.
‚Tidak! Aku bosan roti keju. Kalau kamu tak mau roti
keju, itu ada roti kacang.‛ Raya bersikeras.
‚Aku tak suka roti kacang. Aku mau kue bolu.‛ Suara
Rosy meninggi. Matanya mulai berkaca-kaca.
‚Tidak!‛ kata Raya keras.
‚Ibu…, aku mau kue bolu! Kakak pelit!‛ tangis Rosy
pecah.
Mendengar tangis Rosy, Ibu segera datang. ‚Ada apa
ini? Kalian berebut apa?‛ tanya Ibu.
‚Aku mau kue bolu, Bu,‛ kata Rosy sambil terisak.

20 | Aku Anak Bestari


‚Tidak! Aku yang lebih dulu memilih kue bolu!‛ balas
Raya ketus sambil membuang muka.
‚Sssttt…, tidak baik bertengkar.‛ Ibu mengelus
punggung Raya dan Rosy.
‚Kalian sama-sama mau kue bolu? Ibu bisa potong kue
bolunya menjadi dua, satu untuk Raya, satu untuk Rosy.
Kalian bisa sama-sama merasakan kue bolu yang lezat ini.
Mau?‛
Raya dan Rosy terdiam, Mereka saling memandang.
Akhirnya, Raya menjawab, ‚Ya, Bu, aku mau kuenya
dibagi.‛
Ibu menoleh pada Rosy. ‚Rosy mau membagi kuenya
dengan Kak Raya?‛ Rosy mengangguk. Malam itu Raya
dan Rosy bisa bersama-sama menikmati kue bolu yang
lembut.
***

Aku Anak Bestari | 21


22 | Aku Anak Bestari
PROFIL PENULIS

Helangerg, berdomisili di Ketapang, Kalimantan Barat,


bekerja sebagai guru SMP.

Aku Anak Bestari | 23


MISTERI KAIN MERAH
Heni Nuraeni, S.Ag.

Hari ini dua Elsyd dan Elfira datang kesiangan ke


tempat biasa mereka berkumpul. Di sana sudah ada
Nazila, Faro, dan Siti. Mereka telah lama menunggu ‚duo
El’ karena akan memecahkan masalah yang sedang
mereka hadapi.
‚Hai, Zila, Faro, juga Siti,. Maaf, ya, kami datang
terlambat!‛ kata duo El yang disambut muka cemberut
kedua temannya.
‚Aduuuh, kamu, El dan kamu, Fir, kenapa sih selalu saja
datang terlambat? Sampai kami kesal menunggu kalian,‛
kata Nazila.
‚Maaf, Teman-teman, aku menunggu Fira yang sedang
menyapu halaman belakang rumah. Jadi, aku
membantunya dulu agar diberikan izin oleh mamahnya,‛
sahut Elsyd.
‚Ya, maaf, Teman-teman semua, kalian menunggu kami
lama,‛ sambung Elfira dengan muka memelas.
‚Sudah-sudah, karena kita sudah berkumpul di sini, mari
kita membahas misteri kali ini.‛ Siti menengahi teman-
temannya.
Mereka pun duduk di tempat yang teduh dan melingkar
sambil tetap melihat sekeliling.
‚Aku curiga orang itu menyembunyikan hasil curiannya
di sekitar kebun sawit pamanku,‛ bisik Elsyd hampir tak
kedengaran.
Elfira menambahkan. ‚Betul sekali, Teman-teman, orang
itu pasti jahat atau pencuri karena membawa barang-
barang di semak-semak belukar, sangat mencurigakan.
Ketika ketahuan oleh orang itu, aku pun lari.‛

24 | Aku Anak Bestari


‚Lalu apa barang yang disembunyikannya itu?‛ tanya
Faro.
‚Entahlah, aku tidak sempat melihat dengan jelas
barang apa yang dibawa orang itu.‛ Elfira menyahut.
Waktu terus bergulir, tak terasa sudah hampir Magrib,
mereka dengan segera pulang ke rumah masing-masing.
Elsyd dan Elfira adalah dua sahabat yang bersebelahan
tempat tinggalnya, Elsyd seorang anak yang jago bermain
boxing dan pernah menjuarai final boxing di kota tempat
dia tinggal. Sedangkan Elfira adalah adik kelasnya yang
juga sama-sama hobi boxing. Mereka sering latihan
bersama, bersepeda bersama, bermain dan belajar
bersama. Badan mereka kekar karena setiap hari Minggu
rutin latihan boxing, ditambah pola makan dan tidur yang
dijaga, serta disiplin dalam berbagai hal. Orang tuanya pun
sangat disiplin dalam memberikan asupan makanan yang
bergizi, tidur yang cukup, dan tentu saja olahraga rutin.
Pagi ini Nazila bersama Siti dan Faro akan ke rumah
Elsyd. Mereka berjalan di sepanjang gang dan melewati
beberapa jalan yang sepi dan sejuk. Tak sengaja kaki
Nazila tersangkut akar mati.
‚Aduh, kakiku patah! Kakiku patah, tolong… tolong!‛
Nazila berteriak sambil menangis, sakitnya luar biasa.
Kakinya seperti copot dari tubuh. Teman-temannya segera
memapah Nazila ke pinggir jalan sambil mengusap dan
meniup Nazila untuk mengurangi rasa sakitnya.
‚Kenapa, Nak? Sepertinya kakimu terkilir.‛ Seorang
bapak membawa buntalan merah menghampiri dan
melihat kaki Nazila.
‚Iya, Pak. Teman saya jatuh, sepertinya kakinya terkilir,‛
kata Siti masih memegang tangan Nazila.

Aku Anak Bestari | 25


‚Mari Bapak bantu, Nak. Kebetulan Bapak adalah
tukang urut,‛ kata bapak yang baik hati itu sambil
mengurut kaki Nazila.
‚Aw! Aw! Toloooong, sakiiiit…, sakiiiit!‛ teriak Nazila.
Faro segera memberi air minum pada Nazila. Bapak itu
dengan sabar dan telaten mengurut kaki Nazila.
‛Untung segera diurut, Nak. Kalau didiamkan, bisa jadi
jalanmu akan pincang. Sudah-sudah, kakimu tak akan
terjadi apa-apa. Sekarang jangan banyak bergerak,‛
nasihat bapak itu.
‚Pak, terima kasih, ya, sudah baik menolong teman
kami. Bapak siapa dan mau ke mana?‛ tanya Siti.
Kemudian bapak itu bercerita kalau dia menyenggol
seorang anak kecil dan menyebabkannya jatuh pingsan.
Karena takut dikeroyok, bapak ini menghindar dari orang-
orang yang datang. Padahal bapak itu mau
bertanggungjawab dan menolong anak kecil tersebut.
Mendengar cerita bapak itu, ketiga anak tersebut merasa
iba dan ingin membantunya.
‚Bapak jangan takut karena itu tidak disengaja. Bapak
juga mau bertanggung jawab,‛ kata Siti sangat bijaksana.
‚Iya, Nak, Bapak juga sudah melihat kondisi anak itu
dan sekarang mau nengok ke rumah sakit,‛ sahut bapak
itu sambil permisi.
Di lain tempat, Elsyd dan Elfira datang ke suatu tempat
yang dicurigai sebagai persembunyian sang penjahat.
Nampaknya orang yang dicari tidak berada di tempat. Dua
sahabat itu masuk dan melihat sekelilingnya yang sangat
kotor, sampah di mana-mana, dan bau pengap dari
ruangan yang tidak terkena sinar matahari.
‛Hei, Fira, aku melihat bungkusan yang mencurigakan di
sudut sana!‛ seru Elsyd sambil menunjuk buntalan kain
warna merah.

26 | Aku Anak Bestari


‚Oh ya, kita periksa apa isi bungkusan itu. Aku makin
penasaran ingin segera melihatnya,‛ kata Elfira. Mereka
segera membuka bungkusan dari kain tersebut dan betapa
kagetnya setelah melihat apa isinya. Ada sepasang sepatu,
selimut, kabel, obat-obatan, sandal, pakaian, mainan,
makanan, dan buah-buahan. Mereka berpikir keras, barang
siapakah ini? Untuk apa barang ini? Siapa pemilik barang
ini? Kenapa orang itu menyembunyikannya?
Berbagai kemungkinan terus bergejolak dalam benak
keduanya, hingga tak sadar ada tangan kekar
mencengkeram keduanya dari arah belakang. Keduanya
tidak bisa bergerak dan tak dapat menghindar lagi.
‚Hai, Bocah, sedang apa kalian berada di tempat ini?‛
tanya seseorang dengan suara parau dan bergetar.
Elsyd berusaha tenang, namun Elfira sudah kelihatan
pucat dan meringis. Belum sempat keduanya berbicara,
seseorang datang lagi dengan terburu-buru.
‚Bang, cepat, Bang, kita bawa barang-barang ini, Bang!
Sudah tak ada waktu lagi, cepat, Bang! Ayo, Bang!
Cepaaaat, Bang!‛ Dengan nada yang gusar orang itu
mengambil buntalan barang dan menarik orang yang
sedang mencengkeram duo El tersebut.
Secepat kilat mereka berlari dan sudah tak nampak lagi.
Elsyd dan Elfira baru sadar setelah di sekeliling mereka
sudah ada teman-temannya yang sedari tadi
memperhatikan orang misterius itu. Teman-temannya pun
akhirnya membantu Elsyd dan Elfira untuk berjalan
menjauhi tempat yang membuat penasaran. Tapi belum
jauh melangkah, Siti melihat secarik kertas dan sebuah
foto anak kecil yang sedang berbaring dengan tangan
diinfus. Di sana tertera ruang rawat inap sebuah rumah
sakit. Diperhatikannya kertas tersebut dan tertera nama
dan alamat rumah sakit tersebut.

Aku Anak Bestari | 27


‚Ah! Aku tahu sekarang. Orang itu pasti orang jahat dan
anak yang ada di foto itu …. Apa ya?‛ kata Elsyd.
‚Betul sekali, Teman-teman, kita harus mencari anak itu
dan tentu saja harus menolongnya.‛ Nazila menimpali.
Dengan berbekal foto dan kertas tersebut, mereka segera
mencari tahu keberadaan anak tersebut.
Elsyd segera menemui tantenya yang bekerja sebagai
perawat di rumah sakit. Dia ingin menanyakan perihal anak
kecil yang sakit sesuai petunjuk kertas itu.
‚Tante, aku mau minta tolong pada Tante untuk
menengok anak ini dong! Please, deh, ya, Tante, ya….‛
Elsyd memasang muka memelas agar diperhatikan
tantenya dan langsung menyerahkan foto serta data anak
yang terbaring itu.
‚Oh, kenapa temannya?‛ tanya tantenya.
‚Ya, tengoklah. Lihat dulu, terus tanya langsung ke
anak itu atau keluarganya yang sedang menunggu,‛ sahut
Elsyd.
‚Baiklah, Anak baik, Tante besok kerja sekalian nengok
temanmu itu.‛
Setelah mendapatkan keterangan dari tantenya, barulah
Elsyd dan keempat kawannya dapat menyimpulkan bahwa
anak yang terbaring sakit itu adalah anak korban tabrak
lari. Sopir yang menabrak itu sebenarnya mau
bertanggung jawab, tetapi karena massa yang banyak
menyebabkan sopir ketakutan dan memilih pergi dari
kerumunan. Setelah dianggap aman, sopir itu kembali ke
anak yang tertabrak itu dan mau bertanggungjawab
dengan mediasi kepolisian. Keluarga si anak pun tidak
menuntut apa-apa kepada bapak penabrak.
Minggu pagi nan cerah, kelima sahabat itu datang ke
rumah sakit bersama tante Elsyd, mereka membawa
makanan. Ketika datang ke kamar tempat anak kecil itu

28 | Aku Anak Bestari


dirawat, semua terkejut karena ada bapak pemilik buntalan
kain merah yang dilihat duo El.
‚Pencuriiii!‛ teriak Elfira dan Elsyd.
‚Bukan. Bapak itu orang baik, pernah menolong Nazila.
Kami sangat mengenalnya!‛ teriak Nazila dan diiyakan
oleh Siti juga Faro. Semua terdiam tak mengerti. Baru
setelah bapak itu meminta izin pada semua untuk
menjelaskan perkaranya, mereka pun faham. Buntalan
yang isinya barang-barang itu adalah keperluan anak kecil
tersebut. Bapak itu sangat baik dan tiap hari selalu datang
menengok. Akhirnya, semua jelas, orang yang dikira
penjahat itu adalah bapak penolong, dan sangat sayang
pada anak kecil yang terbaring.
‚Maafkan saya, Pak. Saya salah, mengira Bapak orang
jahat,‛ kata Elsyd dan Elfira.
‚Tak apa, Nak. Bapak juga salah belum menjelaskan
perihal saya sebenarnya.‛ Akhirnya, mereka saling
bermaafan dan anak kecil yang terbaring itu pun sudah
kelihatan membaik. Alhamdulilah….
Berpikir cerdas, berprasangka baik, Tidak sembarang
berbuat dan menolong orang lain merupakan perbuatan
baik, hal ini dilakukan oleh tokoh dalam cerita anak kali ini.
Elsyd, Elfira, Nazila, Siti, dan Faro adalah 5 sekawan yang
memecahkan misteri kain merah. Kesetiakawanan mereka
jelas terlihat ketika salah satunya ada yang sakit, serta rasa
empati kepada siapa pun. Perbuatan baik harus
ditanamkan sejak kecil, di rumah dan di mana pun..

Aku Anak Bestari | 29


30 | Aku Anak Bestari
PROFIL PENULIS

Penulis bernama Heni Nuraeni, yang lahir di daerah


Majalengka. Lahir dari pasangan bapak H. Ahud Samsudin
dan ibu Hj. Siti Aliyah (almrh) Tumbuh dan besar di daerah
Sukabumi. Lulusan PAI Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati
tahun 1997. Selain sebagai ibu rumah tangga, juga sebagai
guru di sebuah Madrasah Ibtidaiyyah Negeri, tepatnya di
MIN 3 Sukabumi. Mengajar di sekolah awal seperti SD/MI
mempunyai tantangan tersendiri karena harus merangkap
sebagai ibu, teman, dan guru. Baru belajar menulis pada
masa pandemi sekarang dan hasilnya berupa antologi:
1. Guru Madrasah Bagja dan Berkah Jilid 2 (Merangkai
kisah Perjalanan Jarak Jauh Di Masa Pandemi Covid-19),
April 2021: Haura Publishing.
2. Jejak Kisah Para Pencerah (Ketika Guru Menjadi
Profesiku), Mei 2021: Dandelion Publisher

Aku Anak Bestari | 31


BELAJAR
BERPUASA RAMADHAN
Sa’idah

Malam itu menyambut awal bulan Ramadhan. Sarah


sudah berusia tujuh tahun sehingga ayahnya mewajibkan
puasa satu hari penuh dalam satu bulan. Sebelumnya,
setiap bulan Ramadhan puasa satu hari penuh, tetapi tidak
full satu bulan. Jika satu bulan puasa penuh akan diberikan
hadiah. Ada percakapan antara Sarah dan ayahnya.
‚Sarah, sekarang usiamu sudah tujuh tahun. Jadi, besok
harus ikut puasa satu bulan penuh. Nanti tiap hari akan
Ayah hitung hadiahnya jika penuh satu bulan. Ditambah
ada bonusnya,‛ ucap ayahnya sambil memeluk Sarah yang
tampak mendengarkan dengan serius.
‚Baik, Ayah. Aku akan berusaha untuk ikut puasa penuh
tahun ini. Sebelumnya kan puasanya hanya sampai Asar.
Misalnya sampai Magrib baru berbuka hanya beberapa
kali. Belum penuh satu bulan,‛ kata Sarah meyakinkan
ayahnya bahwa tahun ini akan berusaha mewujudkan
harapan sang ayah untuk satu bulan penuh berpuasa.
Jam tiga pagi Sarah sahur bersama keluarganya. Hari
pertama puasa cuaca sangat panas sehingga Sarah
mengalami sakit kepala. Siang itu dia tidur. Ayahnya tidak
tega melihat kondisinya yang tampak lesu menahan lapar.
Ditambah juga sakit kepala.
‚Sarah, jika hari ini mau buka puasa waktu Zuhur tidak
apa-apa. Kepalanya kan pusing?‛ kata Ayah memberikan
pilihan boleh berbuka.
‚Tidak apa-apa kok. Mau aku pake tidur aja. Nanti kalau
berbuka aku tidak dapat hadiah. Ini kan baru hari pertama

32 | Aku Anak Bestari


kok sudah kalah,‛ kata Sarah menjelaskan kepada ayahnya.
Dia tidak akan berbuka di waktu Zuhur. Akan tetapi, tetap
nanti kalau sudah Magrib.
Setiap hari Sarah berpuasa dengan keadaan yang
terkadang kepala pusing karena menahan lapar. Maklum,
namanya juga masih anak-anak. Untuk menyemangati
mereka terkadang dengan menggunakan iming-iming
hadiah agar ada tekad kuat. Awalnya dipaksa, kemudian
baru terbiasa.
Tak terasa, tiga puluh hari telah berlalu dengan begitu
cepat. Hari itu tiba-tiba Sarah pusing berat, keluar keringat
dingin, dan langkahnya sempoyongan. Tampak akan
pingsan.
‚Loh kamu tampak pucat. Apa sebaiknya untuk hari ini
tidak sampai Magrib tidak apa-apa. Kalau dihitung,
hadiahnya kan sudah banyak jumlahnya. Tahun ini
kebetulan puasanya sampai tiga puluh hari,‛ ucap Ibu
yang tidak tega berusaha merayu Sarah agar mau
membatalkan puasa.
Akan tetapi, Sarah menolak meski dengan keadaan
yang begitu payah. Dia berusaha memenuhi janjinya
kepada ayahnya. Hari itu dia tidak peduli tentang hadiah
yang akan diberikan. Baginya, bisa puasa satu bulan penuh
merupakan sesuatu yang membahagiakan. Dia teringat
akan apa yang disampaikan oleh gurunya. Tentang
kewajiban umat Islam untuk menjalankan ibadah puasa.
Jika tidak mendapatkan hadiah pun tidak apa-apa, yang
terpenting bisa puasa penuh.
Akhirnya, Sarah dapat menyelesaikan puasanya dan
mendapatkan hadiah sejumlah uang. Ayahnya juga
memberikan sebuah sajadah agar dia rajin shalat.
Sementara, adiknya yang masih berumur dua tahun tidak
mengikuti ibadah puasa. Malam Idulfitri disambut dengan

Aku Anak Bestari | 33


kebahagiaan dan suka cita. Pagi di hari kemenangan
disambut dengan suka cita untuk melaksanakan shalat Id.
Pembiasaan penanaman nilai-nilai agama memang
harus ditanamkan sejak dini agar nantinya terbiasa. Selain
itu, muncul kesadaran secara otomatis. Tidak perlu
dipaksa. Memberikan hadiah merupakan bagian dari
strategi agar anak bersemangat.
Hari itu Sarah tersenyum lebar. Dia berterima kasih
kepada ayahnya yang telah memberikan hadiah.
Sebenarnya bisa memenuhi harapan ayahnya sudah
merupakan sebuah kebahagiaan. Tidak diberi hadiah
bukan lagi masalah.
***

34 | Aku Anak Bestari


Aku Anak Bestari | 35
PROFIL PENULIS

Sa’idah dari Lasem Rembang Jawa Tengah. Pendidikan


terakhir S2 MPI IAIN Kudus. Tertarik menulis sastra sejak
duduk di bangku MTS, berlanjut Madrasah Aliyah.
Kemudian berhenti menulis. Aktif kembali kegiatan
menulis sastra mulai tahun 2021. Karya pena yang dibuat
sebanyak 25 berupa KTI, esai, antologi cerpen, kisah
inspiratif, quote, pantun dan puisi. Jejak digital dapat
dilihat pada IG: ilmas_saidah8, FB: Ilmas Saidah, Email:
Ilmassaidah@gmail.com, WA/Telegram: 085647979066

36 | Aku Anak Bestari


PEJUANG MERAH PUTIH
May Bramantyo

Aisyah merapikan mukena dan sajadah yang baru


dipakainya. Perlahan ia meraih buku gambar dan pensil
warna yang batangnya sudah pendek, hampir seukuran
jari. Ia tersenyum. Sebentar lagi, pensil-pensil warna itu tak
dapat lagi dipergunakan. Sudah harus diganti yang baru.
"Iya, nanti Ibu belikan yang baru. Selagi belum ada,
pakai yang lama. Atau pinjam dulu punya adikmu,
Yasmin."
Kalau sudah begini, Aisyah lebih baik kembali ke kamar
dan membolak-balik buku gambarnya. Memandang hasil
karyanya yang sejak kelas satu SD tak pernah dibuang.
Bakat melukis Aisyah diturunkan dari mendiang
ayahnya. Demikian pula dengan leukemia yang sudah
bertahun-tahun bersarang di tubuh mungilnya. Dulu,
Aisyah tidak mengerti, mengapa setiap kali ia terluka dan
berdarah karena bermain, Ibu selalu marah padanya.
Aisyah pun tak dapat memahami, mengapa ia mudah
sekali kelelahan. Bahkan, pelajaran olahraga di sekolah,
gurunya selalu memberi kelonggaran. Ia lebih banyak
duduk di pinggir lapangan hanya menonton temannya
melakukan berbagai gerakan. Kalau ia mengikuti, Bu Guru
selalu menyuruh untuk istirahat.
Ibunya juga sering memarahi. Semuanya serba dibatasi.
Sampai-sampai Aisyah berpikir ibunya memperlakukan
dirinya tidak adil. Kalau dulu mereka mendapat perhatian
satu dari Ayah dan satu dari Ibu, kali ini Aisyah terpaksa
harus berbagi dengan Yasmin. Ia tidak menyalahkan,
hanya merasa sedih dan ditinggalkan.

Aku Anak Bestari | 37


Aisyah kemudian lebih banyak menyibukkan dirinya
dengan melukis. Kadang ia melukis teman-temannya,
guru, pak satpam yang sering menemani saat belum
dijemput Ibu, bahkan kucing liar yang sering terlihat
berkeliaran di sekolah, juga digambarnya.
Sampai suatu ketika, Bu Rennie, guru kelas Aisyah,
menyadari bakat yang luar biasa itu. Bu Rennie
membiarkan Aisyah terus menggambar apa pun yang
disukainya. Bahkan, Bu Rennie selalu memberikan buku
gambar yang baru setiap kali Aisyah kehabisan kertas
gambar.
Dengan rajin, Bu Rennie terus mendorong Aisyah
menyalurkan bakatnya. Aisyah seringkali mengikuti lomba
melukis yang disarankan gurunya. Dan tak jarang pula
Aisyah meraih juara dalam beberapa lomba yang
diikutinya. Pernah suatu kali Aisyah tidak mendapatkan
juara, kemudian ia menangis.
‚Hei, jangan bersedih, Aisyah cantik. Kekalahan hari ini,
bukan berarti kamu berhenti melukis. Justru harusnya
tambah semangat, dong, supaya lukisan Aisyah semakin
bagus nantinya,‛ ujar Bu Rennie memberi semangat.
Kemudian Bu Rennie mentraktir Aisyah dengan sepotong
es krim dan roti burger, yang menurut Aisyah adalah
burger terenak yang pernah dimakannya.
Sejak saat itu, Aisyah terus belajar dan selalu
bersemangat. Karyanya semakin bagus seperti seorang
pelukis andal tanpa mengikuti kursus apa pun. Goresan
pensil warna dan krayon yang dipakainya bergerak lincah
mengikuti imajinasi seorang Aisyah.
‚Aisyah ingin dikenang banyak orang. Aisyah ingin Ibu
bangga sama Aisyah, dan tidak marah lagi.‛ Demikian
penuturan tulus Aisyah pada gurunya. Bu Rennie

38 | Aku Anak Bestari


tersenyum memberikan kedua ibu jarinya sebagai apresiasi
kehebatan Aisyah.
Hal ini bukannya tidak diketahui oleh Halimah, ibu yang
melahirkan Aisyah. Dalam hati kecilnya, Halimah ingin
berontak. Setelah kepergian sang suami, penyakit itu tak
jua meninggalkan keluarganya. Halimah sedih, kecewa,
dan juga marah pada Tuhan. Kenapa penyakit itu juga
dilimpahkan kepada Aisyah yang masih berusia sembilan
tahun? Dengan kepolosan dan ketidaktahuannya, Aisyah
menjalani semuanya dengan ceria. Kekecewaannya inilah
yang seringkali justru dilampiaskan pada Aisyah.
Suatu hari di sekolah, Aisyah merasa pusing. Ia ingin
pulang, tetapi takut ibunya marah. Akhirnya, Bu Rennie
mengizinkan Aisyah untuk beristirahat di ruang UKS.
Aisyah bukannya membaringkan tubuhnya, tetapi ia malah
meminta selembar kertas dan pensil warna kepada Bu
Rennie.
"Aisyah kangen ingin main sama Yasmin, Bu. Pasti dia
kesepian di rumah. Ibu sudah pasti sibuk berjualan. Aisyah
ingin menggambar saja." Bu Rennie tak dapat menolak. Ia
pun mengabulkan apa yang diminta Aisyah.
Satu jam kemudian, Aisyah menyerahkan kertas.
"Titip untuk Ibu dan Yasmin, ya, Bu. Aisyah mau tidur
dulu." Bu Rennie memperhatikan gambar Aisyah. Seorang
gadis kecil yang seolah hendak terbang bersama puluhan
kupu-kupu. Bu Rennie tersentak dan memandang wajah
Aisyah yang telah tertidur. Hatinya trenyuh.
Dalam diri Aisyah yang masih mengenakan seragam
merah putihnya, Bu Rennie menitikkan air matanya. Betapa
besar ketabahanmu yang berjuang melawan sakit. Tak
pernah mengeluh. Bahkan, kau tunjukkan prestasi yang
luar biasa tanpa menyalahkan siapa pun. Ya, kamulah
pejuang merah putih kebanggaan kami.

Aku Anak Bestari | 39


40 | Aku Anak Bestari
PROFIL PENULIS

May Bramantyo, tercatat sebagai manusia di bumi ini


pada 31 Mei. Menikah di usia 28 tahun kemudian mulai
fokus mendampingi suami dan membesarkan putra
putrinya dengan mendirikan usaha kecil berbasis produk
dalam negeri dengan nama ‚Kadoku Souvenir Indonesia‛.
Di tengah masa pandemi dengan tekad ingin terus
berkarya, akhirnya mendeklarasikan dirinya menjadi
seorang penulis. Karya yang telah terbit adalah Novel
Kasih Dua Masa, 2021, dan beberapa antologi cerpen
bersama komunitas penulis.

Aku Anak Bestari | 41


PULANG SEKOLAH
Nuraini Wahyudin

Pada suatu pagi, Raka, seorang siswa kelas dua Sekolah


Dasar, sedang memasukkan buku pelajaran ke dalam
tasnya. Jam dinding di kamarnya sudah menunjukkan
pukul enam kurang sepuluh menit.
‚Sayang, sarapan sudah siap,‛ ucap Ibu yang memasuki
kamar Raka dan segera membereskan tempat tidurnya.
‚Raka belum lapar, Bu,‛ jawab Raka sambil menutup tas
ranselnya.
‚Setiap pagi, sebelum sekolah atau melakukan aktivitas
lainnya itu, wajib sarapan dulu, sayangku,‛ ujar Ibu sambil
mengajak Raka menuju ruang makan.
Muka Raka merengut karena dipaksa sarapan oleh Ibu.
Raka hanya makan tiga kali suapan, bahkan susu yang
sudah dibuatkan ibunya pun hanya diminum seteguk.
‚Raka pergi sekolah dulu, ya, Bu.‛ Raka pamit dengan
menghampiri Ibu yang berada di dapur sambil mencium
tangan ibunya tersebut.
‚Belajar yang rajin, ya, Sayang, dengarkan apa yang
guru Raka ajarkan, bermain yang akur dengan teman-
teman di sekolah,‛ pesan Ibu sambil tersenyum dan
mencium lembut dahi Raka.
Teng! Teng! Teng!
Lonceng sekolah berbunyi pertanda berakhirnya
pelajaran. Anak-anak bergegas membereskan peralatan
tulisnya, mengucapkan doa selesai belajar dan salam
kepada guru di kelas.
Raka duduk di kursi dekat pos satpam yang berada di
dekat gerbang sekolah, menunggu Ayah menjemputnya.

42 | Aku Anak Bestari


Namun, Ayah belum datang juga padahal sudah cukup
lama Raka menunggu.
Ayah ke mana, ya? Kok belum datang juga, batin Raka
yang sudah tidak sabar menunggu. ‚Aku pulang sendiri aja
ah.‛
Raka mulai berjalan untuk menaiki angkutan umum
yang berada satu blok jaraknya dari sekolah. Namun,
ternyata dia sadar bahwa uang sakunya telah habis
digunakan untuk jajan di kantin saat istirahat tadi.
Aduh, uangku sudah habis karena tadi waktu istirahat
lapar banget dan jajan macam-macam. Kalau saja tadi aku
menghabiskan sarapan yang sudah dibuatkan Ibu..., sesal
Raka dalam hati.
Raka tetap berniat untuk pulang ke rumah dengan
berjalan kaki, padahal jarak rumahnya sekitar 3,5 kilometer
dari sekolah.
Ketika dalam perjalanan pulang ke rumah, saat Raka
melewati rel kereta api, ada seekor anak kucing kecil yang
terjebak di rel. Raka segera membawa kucing tersebut
menjauh dari rel kereta. Tak jauh dari sana, ternyata induk
kucing tersebut sedang menyusui anak-anaknya di bawah
pepohonan. Raka segera menaruh anak kucing di tempat
induknya berada.
‚Kucing kecil, jangan bermain terlalu jauh, bahaya!‛
perintah Raka pada kucing kecil sambil mengelusnya
lembut dan kemudian beranjak pergi.
Raka melewati pasar dan melihat ada seorang nenek
yang kesulitan membawa barang belanjaannya. Raka
segera menghampiri nenek tersebut.
‚Raka bantu, ya, Nek,‛ ucap Raka sambil memegang
dua kantong belanjaan nenek tersebut.

Aku Anak Bestari | 43


‚Terima kasih, Nak,‛ ucap Nenek sambil tersenyum,
‚tolong bantu Nenek bawa belanjaan ini ke becak yang
ada di sana, ya.‛
Dengan sigap Raka segera membantu Nenek membawa
barang belanjaannya dan meletakkannya di becak
tersebut.
‚Terima kasih banyak, ya, Nak, mana ibumu?‛ tanya
Nenek sambil melihat ke kanan dan kiri mencari ibu Raka.
‚Ibuku di rumah, Nek. Aku pulang sekolah sendirian
jalan kaki,‛ ucap Raka sambil membuka botol minumnya.
Nenek kaget mendengar hal tersebut. ‚Kamu masih
kecil, berani pulang sendiri? Rumahmu di mana, Nak?‛
‚Di Kompleks Permata, Nek,‛ jawab Raka sambil
menyimpan kembali botol minumnya ke dalam tas.
‚Ya, ampun, lumayan masih jauh itu, Nak, kamu naik
becak saja, ya?‛ Nenek itu menawari Raka.
‚Tapi aku enggak punya uang, Nek,‛ ucap Raka.
‚Enggak apa-apa, biar nanti anak Nenek yang
antarkan,‛ ucap Nenek yang kemudian berbicara dengan
seorang pemuda.
‚Yuk, Dik, naik, Kompleks Permata, ya?‛ Pemuda
tersebut ternyata adalah tukang becak, ‚makasih, ya, tadi
Adik sudah membantu ibuku.‛
Akhirnya, Raka sampai di depan rumahnya. Saat turun,
Ibu yang sedari tadi berdiri di halaman rumah bergegas
menghampiri Raka.
‚Raka, kok naik becak? Ayah tadi pergi menjemput ke
sekolah, loh.‛ Ibu terlihat kaget dan segera memeluk Raka.
‚Raka tadi lama menunggu Ayah, tapi tidak datang juga.
Mau naik angkot, uang Raka sudah habis untuk jajan.
Untung diantarkan abang becak yang baik ini sampai
pulang ke rumah,‛ ucap Raka menjelaskan.

44 | Aku Anak Bestari


Dengan segera Ibu memberikan uang kepada abang
becak tersebut dan mengucapkan terima kasih karena
telah mengantar Raka pulang dengan selamat.
‚Ayo masuk, Sayang. Raka pasti capek, kan?‛ ucap Ibu
yang terlihat khawatir dengan Raka.
Tidak lama, Ayah datang dengan mengendarai motor
dinasnya dan segera memarkirnya di halaman rumah
kemudian bergegas menghampiri Raka.
‚Ya ampun, Raka, kamu pulang sendiri, Nak?‛ tanya
Ayah dengan khawatir sambil memeluk Raka.
‚Maafkan, Raka, ya, sudah membuat Ibu dan Ayah
khawatir. Kalau saja tadi pagi Raka sarapan sampai habis
dan meminum susu yang sudah dibuatkan Ibu, uang Raka
enggak akan habis untuk jajan dan bisa pulang lebih cepat
dengan angkot,‛ ucap Raka penuh penyesalan.
‚Alhamdulillah, Raka sudah pulang dengan selamat,
maafkan Ayah sudah telat menjemput Raka, ya,‛ ucap
Ayah.
Raka mengangguk dan memeluk Ayah dan ibunya.
‚Anak Ibu dan Ayah memang hebat dan pemberani, ya,
ditambah suka menolong orang,‛ ucap Ibu bangga,
‚abang becak tadi cerita sama Ibu, kalau Raka sudah
membantu ibunya tadi di pasar.‛
Wajah Raka yang terhalang topi sekolah, mendadak
malu dan merona saat dipuji oleh ibunya.
***

Aku Anak Bestari | 45


46 | Aku Anak Bestari
PROFIL PENULIS

Nuraini Wahyudin, lahir di Bandung pada bulan


Januari 1986. Lulusan sarjana Bahasa Jepang angkatan
2005 di perguruan tinggi swasta di Bandung.
Kesibukannya saat ini menjadi ibu rumah tangga, bisnis
online, dan belajar menjadi seorang penulis. Keinginan
terbesarnya adalah bisa menjadi madrasah terbaik anak-
anaknya dan bermanfaat untuk orang banyak. Karya yang
sudah ditulis, di antaranya :
- Traumatically (Antologi, Dandelion Publisher)
- Tentang Dia yang Kusebut Ayah (Antologi, KMO
Indonesia)

Aku Anak Bestari | 47


JANGAN LUPA
PAKAI MASKER, ZIA!
Rizky Amallia Eshi

‚Zia, sudah waktunya mulai belajar daring,‛ tegur


ibunya dari balik pintu kamar.
Sudah dua hari ini, Zia harus menikmati masa awal
perkenalan sekolah melalui tatap muka daring akibat
pandemi.
Pagi ini, Zia diajak bertemu dengan sepuluh orang
temannya yang kebetulan anak perempuan.
‚Ibu Guru, apakah boleh di pertemuan kali ini, kami
mendengarkan penjelasan Ibu sambil meminum teh?‛
tanya Zia pada Ibu Yanti, wali kelasnya.
‚Seperti minum teh ala bangsawan gitu ya?‛ celetuk
Sekar, salah satu teman barunya.
Zia menganggukkan kepalanya.
‚Aku dan boneka-bonekaku sering kali bermain pesta
minum teh,‛ sambung Linda, teman Zia yang lain.
‚Aku juga,‛ ujar Vivi.
Wah, senangnya hati Zia karena ternyata kebanyakan
temannya memiliki permainan dan kegiatan yang sama
dengannya.
‚Baiklah, kalau begitu,‛ jawab Ibu Yanti.
Zia bergegas berlari menuju ibunya.
‚Ma, kata Ibu Guru, Zia disuruh bawa teh manis,‛ pinta
Zia pada ibunya.
Sang ibu yang tidak paham dengan permintaan
anaknya itu segera membuat teh manis lalu
membawakannya ke ruangan tempat Zia belajar daring.

48 | Aku Anak Bestari


‚Jadi, hari ini kita sudah belajar, kalau ingin keluar
rumah harus selalu memakai masker, ya. Itu salah satu dari
protokol kesehatan. Besok kita akan belajar lagi dua hal
lainnya, yaitu mencuci tangan dan menjaga jarak,‛ ujar Ibu
Yanti menutup pertemuan.
‚Senang, Nak?‛ tanya ibunya.
Zia menganggukkan kepalanya.
‚Iya, Ma. Zia senang sekali. Walaupun belum bisa
bertemu dengan teman-teman dan Ibu Yanti secara
langsung, tapi bisa berkenalan dan belajar bersama seperti
ini juga menyenangkan,‛ ujar Zia.
Zia bergegas lari masuk ke kamar, melanjutkan bermain
dengan boneka-bonekanya.
Selang satu jam kemudian, jarum pendek jam dinding
menunjukkan angka dua belas sedangkan jarum
panjangnya menunjuk ke angka enam. Sudah jam
setengah satu siang.
‚Zia, waktunya makan siang,‛ panggil ibunya sambil
mengetuk pintu kamar Zia.
‚Ya ampun,‛ pekik ibunya melihat isi kamar Zia yang
berantakan.
Betapa terkejutnya sang ibu melihat kamar Zia yang
begitu kacau. Baju-baju bertebaran di mana-mana
sepertinya dikeluarkan begitu saja oleh Zia.
Sambil mengeluh, sang ibu terus memungut baju-baju
Zia yang tergeletak tak berdaya di atas lantai. Ibunya
semakin terkejut saat melihat hanya salah satu pojok
ruangan saja yang rapi. Ternyata tempat itu adalah tempat
boneka-boneka Zia duduk.
‚Silakan, Nona. Ini minumannya,‛ ujar Zia sebagai
pelayan menyuguhkan minuman di hadapan boneka Anna.
‚Ah, terima kasih. Ini enak sekali,‛ ujar boneka Anna
yang suaranya diubah dan ditirukan oleh Zia.

Aku Anak Bestari | 49


‚Zia, kok kamarnya berantakan, sih?‛ tanya ibunya
sambil duduk di samping tempat tidur dan melipat baju
Zia.
‚Iya, tadi Zia mencari sesuatu,‛ jawab Zia.
‚Memang Zia mencari apa?‛ tanya ibunya.
‚Kain.‛
‚Buat apa?‛
‚Buat masker,‛ jawab Zia.
Ibunya yang terkejut mendengar jawaban Zia
mengangkat wajahnya dan semakin terkejut dengan apa
yang terjadi pada boneka-boneka Zia.
‚Zia, ini bonekanya kenapa?‛ tanya ibunya heran.
‚Iya, habis belajar tadi kan, Ibu guru bilang supaya
selalu masker. Nah, karena boneka-boneka Zia lagi minum
teh di halaman rumah Jiro, jadi mereka harus pakai
masker. Makanya Zia tadi nyari kain buat nutupin hidung
sama mulut mereka,‛ jelas Zia polos.
***

50 | Aku Anak Bestari


Aku Anak Bestari | 51
PROFIL PENULIS

Rizky Amallia Eshi, seorang ibu dari 3 orang anak yang


masih menyempatkan waktu untuk tetap menulis, di sela
kesibukannya sebagai seorang guru. Beberapa karyanya
telah diterbitkan oleh Rumedia, Leguty Media, dan
Indiscript. Untuk bertaut dengan penulis, bisa melalui akun
media sosialnya, IG: @rizukisensei.

52 | Aku Anak Bestari


BERHARGANYA
SEBUAH KESEMPATAN
Tatik Farhah

Hari ini adalah hari Minggu, hujan turun dari semalam.


Suasana ini membuat Alya menarik selimut dan
memejamkan mata kembali. Padahal, waktu sudah
menunjukkan pukul 5 pagi. Alya adalah seorang anak
tunggal yang sekarang duduk di kelas 4 Sekolah Dasar.
Ayah dan ibunya sangat memperhatikan Alya.
Tok tok tok. Terdengar Ibu mengetuk pintu kamar.
Karena tak mendengar sautan dari Alya, Ibu langsung
membuka pintu.
‚Alya, ayo bangun, Nak," bujuk Ibu sambil mengelus
badan Alya dengan lembut. Ibu mengantar Alya ke kamar
mandi agar ia tak kembali tertidur.
‚Alya, jangan lupa sikat gigi dan segeralah wudu, Ayah
sudah menunggumu dari tadi untuk hafalan.‛ Ibu
mengingatkan sambil membuatkan kopi untuk Ayah di
dapur.
Apa? Hari libur begini aku harus mengulang hafalan?
Bosan rasanya. Setiap hari aku harus bangun pagi dan
dilanjutkan dengan hafalan, kata Alya dalam hati.
Setelah selesai shalat, Alya menghampiri Ayah yang
sudah menunggu di ruang tengah.
‚Yah, Bukankah besok masih ada waktu untuk hafalan?‛
gerutu Alya.
‚Bagus kan, Alya memanfaatkan waktu libur untuk
hafalan. Di luar juga hujan, memangnya Alya mau ke
mana?‛ bujuk Ayah.

Aku Anak Bestari | 53


‚Please, Yah, libur, ya? Please...!‛ Alya memohon kepada
Ayah dengan wajah hampir menangis.
‚Baiklah kalau itu mau Alya, hafalannya libur hari ini,‛
jawab Ayah.
Matahari enggan muncul seharian ini, membuat Alya
hanya beraktivitas di dalam rumah.
Pukul 9 malam Alya bersiap-siap tidur.
Astagfirullah, aku baru ingat bahwa besok ada ujian
tahfiz. Ah, besok pagi saja aku meminta Ayah menemaniku
muraja’ah, pikir Alya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi, Alya kaget
bukan kepalang. Dia langsung keluar kamar mencari Ibu.
Dan ternyata yang dilihat adalah Tante Dita.
‚Lho, kok ada Tante Dita di sini? Ayah dan Ibu ke
mana?‛ Alya panik.
‚Ayah dan Ibu sudah pergi dari sebelum Subuh. Katanya
ada urusan mendadak di luar kota. Ayo, siap-siap ke
sekolah!‛ jawab Tante Dita santai.
Alya datang terlambat ke sekolah, dan entah apa yang
ada di benak Alya. Keringat dingin bercucuran saat nama
Alya dipanggil untuk memulai ujian. Benar saja, saat ujian
berlangsung, Alya harus dibantu Pak Guru untuk
melanjutkan beberapa ayat dari surat Ar-Rahman. Wajah
Alya nampak lesu, Pak Guru meminta Alya mengulang
kembali minggu depan. Pasti namanya juga akan ada di
mading sekolah dengan predikat mengulang.
Sore ini Ayah dan Ibu pulang dengan membawa oleh-
oleh donat kesukaan Alya. Tapi kali ini ia tak
menghiraukan donat itu. Ia langsung memeluk Ayah
dengan sedikit meneteskan air mata.
‚Lho, kenapa dengan anak Ayah?‛ tanya Ayah
penasaran.
‚Alya kenapa?‛ tanya Ibu mengulang pertanyaan Ayah.

54 | Aku Anak Bestari


‚Ayah, hari ini ternyata Alya ujian tahfiz dan Alya harus
mengulang minggu depan. Alya kemarin menolak
kesempatan baik dari Ayah untuk muraja’ah. Padahal Ayah
sudah menyempatkan waktu untuk Alya,‛ sesal Alya.
Ayah dan Ibu tersenyum tipis mendengar penyesalan
Alya.
‚Nak, itulah, waktu yang tak bisa terulang kembali. Jadi,
kita harus selalu memanfaatkan waktu dan kesempatan
dengan sebaik-baiknya.‛ Ibu menasihati sambil menatap
lembut Alya.
Alya benar-benar menyesal. Sejak hari itu, Alya selalu
semangat bangun pagi dilanjutkan hafalan. Karena ia tak
mau lagi menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang
diberikan oleh Tuhan.
***

Aku Anak Bestari | 55


56 | Aku Anak Bestari
PROFIL PENULIS

Tatik Farhah, terlahir di Cilacap tahun 1991. Aktivitas


sehari-hari adalah menjadi ibu rumah tangga dan sebagai
staf pengajar di MI Wathoniyah Islamiyah Kebarongan.
Saat ini bertempat tinggal di desa Alasmalang, salah satu
desa di Kabupaten Banyumas yang merupakan sentra bibit
buah durian. Teman-teman bisa mengubungi penulis
melalui email: tatikfarhah1@gmail.com.

Aku Anak Bestari | 57


TEMAN BARU AZIFA
Tsaqifa Aisyah Rosyidah

Azan Subuh berkumandang. Azifa yang masih terlelap


dalam mimpi dibangunkan oleh bundanya. Bunda
membangunkan Azifa dengan lembut.
"Azifa.... Ayo, bangun, kita shalat Subuh berjamaah,"
ucap Bunda sambil membelai rambut Azifa.
"Iya, Bunda," jawab Azifa sambil membuka matanya
perlahan. Azifa adalah anak semata wayang berusia 12
tahun. Sejak kecil sudah dibiasakan bangun pagi dan
shalat berjamaah. Sehabis shalat Subuh, Azifa mengambil
Al-Qur'an dan murojaah bersama Ayah dan Ibu di ruang
tamu.
Pagi ini, seperti biasa, bunda Azifa sudah menyiapkan
sarapan sebelum berangkat bekerja, selebihkan dibantu
oleh Bik Sum. Bik Sum adalah wanita paruh baya yang
selama ini selalu membantu bunda Azifa mengurus rumah,
termasuk Azifa. Namun, sudah sepekan Bik Sum tidak
berangkat karena merawat bapaknya yang sedang sakit
keras di kampung halaman. Kata Bunda, hari ini akan
datang pengganti Bik Sum.
"Assalamu’alaikum...." Tok Tok Tok. Terdengar suara
ketukan pintu dari ruang tamu.
"Wa’alaikumussalam," jawab Azifa sambil bergegas
membuka pintu ruang tamu.
"Maaf, cari siapa?" tanya Azifa pada orang yang sudah
berdiri di depan pintu.
"Ini Neng Azifa, ya, saya Saudah. Neng Azifa bisa
panggil Bik Saudah. Pesannya Bunda, Bibik hari ini sudah
mulai bekerja membantu membereskan pekerjaan rumah,"
jawab ibu-ibu paruh baya yang nampak lebih muda dari

58 | Aku Anak Bestari


Bik Sum. Tanpa menunggu komando, Azifa mempersilakan
Bik Saudah masuk dan mendampingi menuju kamarnya.
Azifa menarik kursi berwarna putih, melipat kedua
tangannya di atas meja, dan memperhatikan Bik Saudah
yang sedang menyiapkan makan siang untuknya. Setelah
menghabiskan makan siangnya, ia tak lupa mengucapkan
terima kasih pada Bik Saudah yang telah memasak
untuknya. Azifa pamit berangkat ke sekolah. Siang ini Azifa
ada les mata pelajaran Ujian Nasional. Saat itu sudah
memakai sepatu, tiba tiba terdengar suara klakson. Suara
klakson teramat familier terdengar olehnya. Ya, itu adalah
mobil antar jemput dari sekolah.
"Bik, Azifa berangkat, ya...,"pamit Azifa pada Bik Saudah
sambil bergegas naik ke mobil.
Di dalam mobil, Azifa duduk berdampingan dengan Via.
Via adalah sahabatnya semenjak duduk di bangku Taman
Kanak-Kanak (TK). Sepanjang perjalanan mereka asyik
mengobrol, hingga tak terasa sudah sampai di sekolah.
Mereka langsung bergegas masuk ke ruang kelas. Ibu guru
memulai pelajaran tepat jam 2 siang. Bel sekolah
berdering pertanda kegiatan les hari ini telah usai dan
mobil yang sama mengantarkan mereka pulang ke rumah
masing-masing.
"Assalamu’alaikum," ucap Azifa sebelum masuk rumah.
"Wa’alaikumussalam." Didengarnya jawaban dari dalam
rumah. Dilihatnya anak perempuan seumurannya yang
tidak Azifa kenali berdiri membukakan pintu untuknya.
"Emm, kamu siapa?" tanya Azifa.
"Namaku Adinda," jawabnya.
"Ini anak Bibik, Neng. Bibik ajak ke sini biar bisa
mbantuin di sini." Bik Saudah menambahkan penjelasan
tentang Adinda. Mereka menjulurkan tangan dan saling
berjabatan.

Aku Anak Bestari | 59


Sebelum mandi sore, Azifa bertanya pada Bik Saudah
yang sedang membersihkan halaman belakang. Tanpa
meninggalkan pekerjaannya, Bik Saudah menceritakan
tentang Adinda. Cukup banyak yang Azifa dengar tentang
Adinda dari cerita Bik Saudah. Ia langsung bergegas ke
kamar mandi dan segera mandi sebelum azan Magrib
berkumandang.
Di saat santai sambil menikmati tayangan televisi yang
masih wajar, Azifa menceritakan perihal Adinda pada ayah
bundanya.
"Azifa, bagaimana hari ini?" Seperti biasa, bundanya
bertanya tentang kegiatan hariannya.
"Alhamdulillah, Bunda. Azifa punya teman baru,"
jawabnya.
"Oh ya, Ayah dan Bunda sudah kenal Adinda?" lanjut
Azifa kepada kedua orang tuanya.
"Adinda siapa?" tanya Ayah.
"Anaknya Bik Saudah yang datang tadi sore bukan?"
jawab Bunda seraya bertanya.
"Iya, Bunda," jawab Azifa yang langsung menceritakan
tentang Adinda pada ayah bundanya. Adinda sudah tamat
Sekolah Dasar 1 tahun yang lalu. Namun, dia tidak
melanjutkan ke jenjang selanjutnya karena Bik Saudah
tidak mampu membiayai sekolahnya.Ayahnya meninggal
saat dia kelas 4 SD. Kini Bik Saudah bekerja sendiri untuk
Adinda dan kedua adiknya yang masih kelas 4 SD dan
kelas 1 SD. Kedua adiknya di kampung bersama kakek dan
neneknya.
"Ayah, besok kalau Azifa masuk MTs, bisakah Adinda
bersekolah juga bareng Azifa?" Tiba-tiba Azifa
melontarkan pertanyaan sekaligus permintaan pada
ayahnya yang sekuat tenaga ia sampaikan dengan
perasaan dag dig dug. Azifa mendengar langsung dari

60 | Aku Anak Bestari


Adinda kalau sebenarnya ia pengin sekali melanjutkan
sekolah, tapi Bik Saudah tidak mampu membiayainya.
"Oh gitu, ya, insyaallah besok Ayah dan Bunda
berbincang sama Bik Saudah, ya," timpal Ayah sambil
melirik Bunda.
Ujian telah usai, kegiatan perpisahan sudah
terselenggara sempurna.
"Ini berkas-berkas yang diperlukan untuk mendaftar ke
MTs. Untuk ijazah, insyaaallah 2 bulanan lagi kami akan
menghubungi Bapak atau santri yang bersangkutan." Pak
guru berkata sambil menyodorkan map berwarna pink
pada ayah Azifa.
"Terima kasih, Pak!" jawab ayah Azifa sekaligus
berpamitan meninggalkan tempat acara perpisahan.
"Kok belok sini, Yah?" Azifa tak mengira ayahnya
langsung menyambangi MTs tempat sekolah Azifa
selanjutnya. Ayahnya hanya tersenyum melihat putri
semata wayangnya keheranan. Ayah Azifa memegang 2
map. Azifa bertanya-tanya dalam hatinya. Kenapa Ayah
membawa 2 map ke ruang pendaftaran. Tak lama
kemudian, 2 kwitansi pendaftaran Ayah berikan pada Azifa.
Ia pun membacanya dengan suara nyaring.
"Azifa Zhafiera Zuhry! Adinda Nuraeni! Terima kasih
kasih, Ayah!" ucap Azifa sambil memeluk ayahnya.
***

Aku Anak Bestari | 61


62 | Aku Anak Bestari
PROFIL PENULIS

Tsaqifa Aisyah Rosyidah, terlahir di Malang pada 16


Oktober 2008. Kesibukan saat ini adalah belajar secara
online karena sudah resmi menjadi siswi kelas 7 dan
belajar menjadi seorang penulis.

Aku Anak Bestari | 63


SATU KOSONG
Isworo Pudji Astuti

Suasana pagi yang cerah di PAUD Tunas Melati. Tampak


Bu Guru sudah tiba di sekolah. Albi dan Fatan datang
pagi-pagi .
"Selamat pagi, Bu Guru!" Suara Albi dan Fatan
bersamaan.
"Selamat pagi, Albi, Fatan. Diantar siapa kalian?‛ tanya
Bu Guru. Tiba-tiba Bu Guru dikejutkan oleh suara knalpot
motor yang bising di telinga.
"Aduh pagi-pagi kok sudah mainan motor, ya," gumam
Bu Guru. Ketika diperhatikan, ternyata itu suara motor
ayah Bimo yang rusak sehingga memekakkan telinga.
Bimo merasa tidak enak dengan teman-teman lainnya.
"Ayah, motornya bawa ke bengkel aja, berisik
suaranya!" Ayah menyadari hal itu. Akhirnya, ayah Bimo
menuntun motornya menjauh dari sekolahan.
Tak lama, teman-teman yang lain berdatangan. Ada
yang diantar dan jalan sendiri ke sekolah tanpa orang
tuanya. Terlihat Albi dan Fatan asyik main sepakbola
berdua. Selain itu, ada yang main kejar-kejaran, bermain
ayunan, dan prosotan. Bimo asyik bermain prosotan
dengan teman lain.
Albi dan Fatan terlihat serius bermain bolanya. Tak
lama terdengar suara teriakan Fatan.
"Satu kosong!" katanya sambil melompat kegirangan.
Selanjutnya terdengar suara Albi menangis. Ia menangis
sambil menendang bola ke segala arah, membenturkan
bola ke arah lainnya sehingga menimbulkan suara gaduh.
Melihat Albi seperti itu Fatan berteriak keras.
"Satu kosong .... Satu kosong!" sambil tertawa.

64 | Aku Anak Bestari


Bu Guru menghampiri Albi, tetapi dia tidak
menyadarinya. Albi menendang bola kuat-kuat hingga
mengenai lengan Bu Guru. Albi terkejut karena bola
mengenai Bu Guru. Ia tampak merasa bersalah dan
menyesal. Dia pun mulai meredam amarahnya.
Kemudian Bu Guru menghampiri Albi dan Fatan.
"Albi, kalau bermain sepak bola, bolanya harus masuk
gawang biar ada yang menang dan kalah. Jadi, kalau Fatan
sudah memasukan bola ke gawang, sekarang tugas Albi
untuk memasukan bola ke gawang Fatan biar sama satu-
satu." Bu Guru memberi penjelasan pada Albi.
"Jika kalah tidak boleh sedih, dan sebaliknya, yang
menang tidak boleh sombong." Bu guru memberi
semangat pada Albi agar dapat memasukan bola ke
gawang Fatan. Albi tidak menangis lagi setelah
mendengarkan penjelasan Bu Guru. Albi dan Fatan saling
meminta maaf, lalu bermain bola kembali. Mereka lebih
bersemangat lagi karena Alvaro, David, dan Key ikut main
bersama. Albi berulang-ulang teriak satu kosong sambil
meloncat-loncat. Alvaro tak kalah lantangnya.
‚Gol! Gol!‛ teriak Alvaro dan diikuti yang lainnya.
Teriakan kemenangan David terdengar setiap kali
menendang bola. Ia berteriak, ‛Menang…, menang.‛
Walaupun bola tidak masuk gawang. Mereka meneriakkan
kata-kata kesukaannya dengan gembira. Albi memberi
tahu pada teman-temannya kalau bel sudah berbunyi.
Fatan mengajak teman-temannya untuk bermain kembali
besok pagi.
"Besok datangnya lebih pagi agar kita bisa main bola
lebih lama."
"Iya. Alvaro, kamu kalau datang kesiangan terus sih jadi
mainnya sebentar," ucap Albi bersemangat. Bu Guru
tersenyum mendengar percakapan mereka.

Aku Anak Bestari | 65


"Bu Guru berharap anak-anak datang ke sekolah lebih
pagi, ya, agar bisa bermain sepak bola kembali." Albi
senyum penuh harap bahwa besok pagi dapat main sepak
bola lagi di sekolah.

66 | Aku Anak Bestari


Aku Anak Bestari | 67
PROFIL PENULIS
Nama Isworo lahir di Jakarta 1961. Pendidikan SMA.
Aktivitas guru PAUD tinggal di Jakarta Timur Kec Makasar.
Komunitas Himpaudi dan PKK. Belajar Menulis awal Januari
2021. mengikuti kelas menulis di Aksara Pedia dan Wanita
Menulis.
Alhamdulilah sudah punya beberapa karya antologi
yang dibuat bersama teman-teman. Saat ini sedang
mengemari menulis dan literasi serta berkeinginan
mempunyai sebuah karya yang baik dan dapat memotivasi
yang lain. FB Isworo

68 | Aku Anak Bestari


ES KRIM COKELAT MELON
Tuti Alawiyah

Namaku Fahda. Aku anak ke-3 dari 3 bersaudara. Usiaku


10 tahun, kelas 4 SD. Hari ini udara panas sekali. Jam
menunjukkan 12.25.
‚Fahda....‛ Terdengar suara Bunda memanggil.
‚Ayo, Fahda! Bunda sudah buat jus alpukat, jusnya enak
sekali.‛ Lagi-lagi Bunda menawarkan jus, padahal kan
Bunda tahu kalo aku nggak suka makan buah apa pun,
gerutuku dalam hati. Aku pun mendekati Bunda.
‚Fahda, coba dulu, jusnya,‛ tawar Bunda. Kulihat kedua
kakakku sedang menikmati jus buatan Bunda. Aku
menggelengkan kepala.
‚Maaf, Bunda.‛
Selama ini, Bunda selalu menasihatiku, makan buah itu
sangat baik untuk tubuh karena banyak mengandung
vitamin.
***
Ayah, Bunda, Kakak, dan aku sedang berada di kebun
belakang rumah. Hari libur kami sekeluarga memanfaatkan
waktu untuk bersih-bersih kebun
‚Lihat buah pepayanya sudah matang!‛ teriak Ayah.
‚Alhamdulillah. Kita bisa menikmati panen pertama.‛
Senyum Bunda merekah.
Ayah dengan sigap memetik buah pepaya, dan Bunda
sudah siap untuk memotong buah pepaya. Bunda terlihat
asyik memotong pepaya lalu diletakkan di atas piring.
‚Ayo! Pepaya sudah siap untuk disantap,‛ panggil
Bunda.
‚Masyaallah. Manis sekali buah pepayanya,‛ celetuk
kedua kakakku.

Aku Anak Bestari | 69


‚Fahda, Kamu nggak mau mencoba?‛ Aku
menggelengkan kepala.
‚Fahda, buah pepaya kaya akan vitamin C dan mineral
yang penting bagi tubuh. Selain itu, manfaat buah pepaya
adalah meningkatkan kesehatan jantung,‛ nasihat Bunda.
***
Sehabis shalat Zuhur, aku tertidur. Jam telah
menunjukkan 14.30. Terik matahari menembus jendela
kamarku, kerongkonganku terasa kering. Bangun tidur,
aku langsung menuju dapur. Biasanya di frezer, Bunda
sering menyimpan es krim. Wow, ternyata benar! Ada 10
potong es krim cokelat. Aku menikmati es krim sambil
duduk di kursi makan. Nikmat sekali. Kuambil satu lagi.
Dan satu lagi.
Nikmatnya.... Ternyata sudah 3 potong es krim cokelat
kusantap. Tiba- tiba muncul Bunda dari balik pintu dapur.
‚Bunda, maaf, ya, Fahda sudah menghabiskan 3 potong
es krim cokelatnya.‛
‚Alhamdulillah.... Fahda, itu es krim cokelat melon yang
tadi malam Bunda buat.‛ Bunda tersenyum bahagia sekali.
‚Mulai sekarang, Fahda harus belajar menyukai dan
makan buah,‛ nasihat Bunda.
Aku tersenyum malu. Aku janji untuk belajar menyukai
dan makan buah, janjiku dalam hati. Kupeluk Bunda penuh
sayang.
‚Terima kasih, Bunda untuk es krim cokelat melonnya.‛
***

70 | Aku Anak Bestari


Aku Anak Bestari | 71
PROFIL PENULIS
Tuti Alawiyah, ibu dari dua orang anak dan suka
membaca.

72 | Aku Anak Bestari


ZIDNI DAN PCR
Tuti Rohita

‚Zidni, bangun, Sayang. Kita akan ke klinik untuk PCR.‛


Ibu membangunkan Zidni dengan suara lembut dan
ciuman sayang di wajah anak bungsunya.
Zidni segera bangun, mandi, dan sarapan pagi. Dia tidak
sabar untuk mengikuti keluarga pergi ke klinik. Sabtu pagi
mereka sekeluarga pergi ke klinik untuk melakukan swab
PCR Sars Cov-2.
Hari Selasa lalu, Izzah, kakak pertama Zidni melakukan
swab PCR (Polymerase Chain Reaction) di rumah sakit.
Ternyata Kak Izzah mendapatkan hasil bahwa dirinya
positif Covid. Wajah Kak Izzah murung, ada tetesan air
mata mengalir di pipinya.
Kak Izzah masuk dan menutup pintu kamarnya.
‚Dik, jangan masuk kamar Kakak! Jauhi Kakak!‛ Kak
Izzah berteriak dari dalam kamar.
‚Ibu, Kak Izzah kenapa bicara seperti itu?‛ Zidni
bertanya dengan suara pelan.
‚Kak Izzah terkena Covid. Kita akan swab PCR hari
Sabtu.‛ Ibu menjawab dengan suara pelan dan wajah
sedih. Zidni sedih, seharian ini tak terdengar lagi suara
tawa Kak Izzah yang ceria.
Sabtu pagi, dengan mengendarai motor, Zidni pergi ke
klinik bersama Abang Zikri dan Abi. Sementara Ibu, Kak
Iffah, dan Nenek naik mobil. Setelah tiba di klinik, Abi
mendaftar untuk paket keluarga.
Kami berbaris sesuai urutan. Pertama, Abang Zikri
masuk. Kemudian ia keluar dengan wajah meringis dan
matanya berkaca-kaca seperti habis menangis.

Aku Anak Bestari | 73


‚Abang kenapa?‛ Zidni bertanya sambil menatap wajah
Abang Zikri.
Abang Zikri hanya menggelengkan kepala saja. Zidni
terdiam, hatinya deg-degan. Dia memegang jaket erat,
matanya mengikuti langkah Abang Zikri yang menunggu
di luar klinik. Kemudian Nenek masuk. Setelah selesai, Ibu
di urutan berikutnya.
Keringat mengalir di dahi Zidni karena setelah itu dia
harus masuk ke dalam ruangan. Ada seorang perawat
perempuan yang memakai masker seperti dirinya. Perawat
itu berdiri di ruangan tertutup plastik dan mengambil
nomor urut.
‚Adik, tolong buka dulu maskernya!‛ Terdengar suara
perawat itu.
Zidni membuka masker dan berdiri tepat di depan
perawat. Dia melihat perawat itu mengeluarkan benda
seperti kapas lidi khusus, lalu memasukkan alat tersebut ke
dalam hidung sampai dalam dan memutar perlahan pada
lubang hidung kanan dan kiri. Zidni meneteskan air mata
karena tidak nyaman dan sakit.
Setelah itu, perawat mengambil kapas lidi khusus yang
lain dan dimasukkan ke dalam mulut Zidni sampai ke
ujung tenggorokan. Zidni lega, akhirnya PCR selesai.
Segera dipakai maskernya dan cepat-cepat keluar dari
ruangan tersebut.
‚Abang, hidung dan tenggorokanku sakit. Aku tidak
mau di PCR lagi!‛ Zidni menghampiri Abang Zikri yang
sedang tersenyum melihat dirinya meringis kesakitan.
‚Sabar, ya, Dik. Semoga hasil PCR keluarga kita negatif.‛
‚Amin.‛ Zidni mengikuti Zikri mengusapkan tangan ke
wajah.
‚Ayo kita pulang!‛ Abi keluar dari mengajak kami
bersiap.

74 | Aku Anak Bestari


Sampai di rumah kami segera mencuci tangan, melepas
masker, dan segera mandi. Baju dikumpulkan terpisah dan
langsung dicuci. Keesokan harinya, hasil PCR keluarga
Zidni keluar. Alhamdulillah, semua negatif. Keluarga Zidni
bersyukur, tetapi masih bersedih karena ada Kak Izzah
yang sedang sakit.
Pengalaman PCR membuat Zidni semakin rajin
melakukan 3M, yaitu memakai masker dua lapis, menjaga
jarak, dan mencuci tangan memakai sabun, serta
membasuh dengan air mengalir. Zidni ingin selalu sehat
agar tidak terkena Corona dan tidak PCR lagi.
***

Aku Anak Bestari | 75


76 | Aku Anak Bestari
PROFIL PENULIS

Tuti Rohita, biasa dipanggil Tuti adalah ibu rumah


tangga. Selain itu, Tuti juga bekerja sebagai guru di SDN
Pejaten Timur 11. Tulisan yang baik akan menjadi amal
jariyah yang tidak pernah terputus menjadi motivasi
utamanya untuk menulis. Tuti bisa dikontak di Facebook:
Tuti Rohita.

Aku Anak Bestari | 77


ULANG TAHUN NINA
Usela Dian Dwiyasari

Nina duduk di kursi dengan tangan menyilang. Bibirnya


membentuk lengkungan ke bawah. Ia menatap ibu
dengan marah.
"Kata Ibu, tahun ini ulang tahunku akan diadakan di
mal," katanya sambil bersungut-sungut.
Tanggal 17 Januari minggu depan adalah ulang
tahunnya. Ibu sudah berjanji bahwa ulang tahunnya yang
ke-10 akan dirayakan di mal bersama teman-temannya. Ia
ingin merayakan ulang tahunnya di mal seperti teman-
temannya, Dena, Meri, dan Sasa. Nina sudah bercerita
pada mereka bahwa ia akan merayakan di mal juga. Tapi
ternyata Ibu bilang tahun ini ulang tahunnya dirayakan di
rumah saja bersama keluarga.
"Maafkan Ibu, Nak, tapi sekarang ada virus Corona di
luar sana. Lebih baik kita di rumah saja untuk menjaga diri
kita dari virus itu," kata Ibu pada Nina.
"Tapi Ibu sudah janji!"
Nina berlari melewati Ibu dan pergi ke kamarnya. Ibu
menghela napas. Anak bungsunya itu memang keras
kepala. Apa yang dia inginkan harus selalu dipenuhi.
Mungkin karena ia dimanjakan oleh ayah, ibu dan
kakaknya.
Nina menangis di kamarnya. Ia kesal pada Ibu yang
ingkar janji. Ia juga kesal pada virus Corona yang membuat
rencana ulang tahunnya gagal.
Sejak ada virus Corona, semuanya berubah. Ia tidak
boleh bermain keluar rumah. Ia pun harus sekolah daring.
Awalnya ia senang saja, namun lama-lama ia jadi bosan. Ia
ingin bertemu dengan teman-temannya.

78 | Aku Anak Bestari


Drrrrrtttt.... Drrrrrttt…. Ponsel Nina bergetar. Ia melihat
ponselnya. Ternyata ada pesan dari Lala.
"Nin, hari ini aku mau pinjam buku matematika ke
rumahmu ya"
Nina menghapus air matanya.
Ia segera mencari buku yang diminta Lala. Lala sudah
biasa meminjam buku pada Nina. Biasanya Lala mengirim
pesan terlebih dahulu dengan ponsel bapaknya. Setelah
itu baru ia diantar bapaknya naik motor ke rumah Nina.
Tidak lama kemudian, ponsel Nina berdering kembali.
Ternyata Lala yang menelepon. Nina cepat-cepat memakai
maskernya dan keluar. Sudah ada Lala melambaikan
tangannya sambil tersenyum.
"Ini bukunya, La," kata Nina sambil menyerahkan buku
pada Lala.
"Makasih, ya, Nin. Besok aku kembalikan setelah
mengerjakan tugas dari Bu Tuti," kata Lala.
Lala memasukkan buku itu ke dalam tasnya. Nina
memandang tas Lala, sudah lusuh dan pada bagian talinya
terdapat bekas jahitan. Nina pernah bertanya pada Lala
kenapa tasnya tidak diganti. Lala berkata bahwa sayang
uangnya, lebih baik untuk membeli susu adiknya. Jadi,
selama masih bisa dipakai, ia akan memakai tas itu. Nina
merenung. Setiap naik kelas ia selalu diberikan tas baru
oleh orangtuanya.
"Nin, aku pulang dulu, ya," Lala melambaikan
tangannya.
"Oh iya, La," Nina membalas lambaian Lala. Ia
memandangi Lala yang pergi bersama bapaknya. Nina
tersenyum. Ia kembali masuk ke dalam rumah menemui
ibunya.
"Bu, Nina tidak apa-apa merayakan ulang tahun di
rumah," kata Nina pada ibunya.

Aku Anak Bestari | 79


"Alhamdulillah, makasih, ya, Nak," kata Ibu dengan
merasa gembira.
"Tapi Nina ingin meminta hadiah."
"Hadiah? Hadiah apa, Nak?" Ibu memandang Nina
dengan pandangan bertanya.
"Nina ingin membeli tas," sahutnya pelan.
"Bukankah Nina sudah dibelikan tas semester kemarin?"
tanya Ibu keheranan.
"Tas ini bukan untuk Nina, Bu. Nina ingin
memberikannya pada Lala, teman Nina. Kasihan tasnya
sudah perlu diganti," jelas Nina pada ibunya. Ibu
memandangi anak bungsunya itu dengan takjub.
"Iya, Nak, Ibu akan belikan tas untuk temanmu." Ibu
tersenyum lembut ke arah Nina.
"Terima kasih, Bu."
***

80 | Aku Anak Bestari


Aku Anak Bestari | 81
PROFIL PENULIS

Usela Dian Dwiyasari. Lahir di Tarakan dan saat ini


tinggal di Samarinda. Saat ini sedang menikmati masa-
masa menjadi ibu rumah tangga, mendampingi suami dan
satu orang anak. Suka membaca, menulis, dan
mendengarkan musik. Bisa dihubungi melalui Facebook:
Usela Dwiyasari dan Instagram: Usela.Dwiyasari.

82 | Aku Anak Bestari


AW, PANAS SEKALI!
Vionadya Trixie Ramadhina

Hari ini, Yena bangun lebih pagi. Yena mengucek-


ngucek matanya, lalu turun dari kasur tingkatnya. Ia
langsung beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan
diri. Tak lama kemudian, Yena sudah keluar dari kamar
mandi lengkap dengan baju santainya. Hari ini adalah hari
Sabtu, yang berarti Yena libur sekolah.
Saat keluar kamar, Yena tampak kebingungan melihat
bundanya sedang terburu-buru sambil menelepon
seseorang. Yena berpikir hari ini bundanya akan bermain
seharian bersamanya. Namun, Bunda tampak memakai jas
kantornya.
‚Bunda, ini kan hari Sabtu. Kok Bunda pakai jas kantor?‛
tanya Yena penasaran.
‚Yena lupa, ya? Kan kemarin Bunda sudah bilang, hari
Sabtu ini bakal ada seminar,‛ jelas Bunda.
‚Oooh, iya, Bunda. Yena baru ingat, hehehe,‛ jawab
Yena.
Tiba-tiba telepon Bunda berdering kembali. Yena pikir
Bunda sangat sibuk saat ini, Yena pun tak berani
mengganggu Bunda.
Yena kembali ke kamarnya dan duduk di meja belajar
berwarna kuning cerah miliknya. Yena ingin membuat
scrapbook dari kertas-kertas yang telah ia kumpulkan. Kali
ini, Yena ingin membuat scrapbook dengan tema cita-
citanya, yaitu menjadi seorang koki yang hebat.
Yena memang ingin sekali menjadi koki. Ia sering
menonton video memasak di televisi ataupun dari
gawainya. Sayangnya, Yena belum diperbolehkan

Aku Anak Bestari | 83


memasak sendiri oleh bundanya. Bunda sangat khawatir
dengan putri semata wayangnya itu.
Sedang asyik Yena membuat scrapbook, tiba-tiba
Bunda memanggil. Yena segera keluar dari kamarnya dan
menghampiri Bunda yang tengah berada di teras rumah.
‚Yena, mungkin nanti Bunda baru selesainya agak sore.
Yena ikut Bunda aja, ya. Nanti kamu di mes saja selama
Bunda seminar,‛ kata Bunda.
‚Oke, Bunda,‛ jawab Yena.
Setelah itu, Bunda dan Yena langsung berangkat ke
lokasi seminar. Bunda juga mengantar Yena hingga mes.
‚Yena, nanti makan siangnya pesan lewat aplikasi saja,
ya. Kan kemarin Bunda sudah transfer uangnya. Jangan
masak sendiri, ya,‛ pesan Bunda.
Yena mengangguk dan tersenyum. Bunda pun langsung
berpamitan kepada Yena karena seminar akan segera
dimulai.
***
Hari semakin siang, perut Yena sudah keroncongan. Ia
juga baru saja menyelesaikan scrapbook-nya. Yena
langsung mengambil gawainya dan membuka aplikasi
untuk memesan makanan.
Yena memilih untuk memesan mi udon. Saat Yena
hendak membayar makanannya, ia kaget karena uangnya
habis. Yena juga baru ingat kalau kemarin ia telah
menghabiskannya untuk membeli boba bersama sahabat-
sahabatnya.
Yena pun mencoba menelepon bundanya. Tampaknya
Bunda masih seminar dan membisukan gawainya. Di situ
juga tertulis bahwa Bunda terakhir membuka aplikasi
pesan tadi pagi.
Yena memutuskan untuk berbaring sebentar sambil
memikirkan solusinya. Yena menyesal telah menghabiskan

84 | Aku Anak Bestari


uangnya dalam jangka waktu sehari. Ia berjanji akan
membiasakan hidup hemat sejak saat ini.
Sekarang Yena benar-benar kehabisan solusi. Ia
bingung sekali apa yang harus ia lakukan sekarang. Yena
duduk di kursi mes sambil memakan kue kering terakhir
yang ia bawa.
Yena akhirnya menemukan ide cemerlang, namun ini
ide yang buruk. Ya, Yena akan mencoba memasak.
Memang Bunda sudah melarang Yena berkali-kali, tetapi ia
tak memiliki ide lain.
Yena pergi ke dapur dan mengambil satu butir telur. Ia
mengambil wajan dan menyalakan kompor. Saat wajan
sudah panas, Yena memecahkan telurnya dan berhasil.
Yena menunggu telurnya matang, ia mencoba membalik
telurnya.
‚Aduh, aku lupa kasih margarin!‛ panik Yena.
Telurnya sudah menempel di wajan, tidak bisa dibalik.
Yena panik dan dia juga tidak memiliki pengalaman akan
hal ini. Yaa, nasi sudah menjadi bubur, telur buatan Yena
sudah terlanjur gosong. Yena berusaha membuang telur
itu. Namun, wajannya malah mengenai tangan Yena dan
membuat luka bakar.
Yena sudah tak berselera lagi untuk makan. Rasanya, ia
ingin menangis dan tidur saja menunggu Bunda kembali
***
Bunda kembali sekitar pukul setengah 5 sore. Bunda
berjalan menuju dapur dan kaget karena terdapat telur
gosong di atas wajan. Bunda panik dan langsung menuju
kamar mes. Dilihatnya tangan anak semata wayangnya
terdapat luka bakar. Bunda menduga bahwa Yena belum
makan siang.

Aku Anak Bestari | 85


‚Yena, Sayang. Bangun, yuk! Kita makan makanan
kesukaanmu sekarang, ya. Sekalian Bunda obati luka
kamu,‛ ujar Bunda membangunkan Yena.
Yena bangun dari tidurnya dan langsung memeluk
Bunda. Ia tak kuasa menahan tangisnya. Perutnya sangat
lapar, tangannya perih rasanya, dan matanya sembab
akibat menangis. Bunda mengelus kepala Yena sambil
memeluknya. Bunda menyesal karena tidak menyiapkan
makan siang untuk Yena. Yena juga menyesal tidak
mendengarkan nasihat Bunda.
Lain kali Yena akan selalu menaati nasihat Bunda, juga
belajar lebih hemat dalam kehidupan sehari-hari. Yena
sangat menyesal dan tak ingin kejadian ini terulang
kembali.
***

86 | Aku Anak Bestari


Aku Anak Bestari | 87
PROFIL PENULIS

Halo, namaku Vionadya Trixie Ramadhina. Aku biasa


dipanggil Trixie. Saat menulis cerita ini, aku berumur 12
tahun. Aku sudah memiliki lebih dari 10 buku antologi.
Aku memiliki hobi yang cukup banyak, yaitu menulis
cerita, membaca nyaring, melukis, bertualang, menjadi
public speakers, bermain bulu tangkis dan masih banyak
lagi. Saat ini, aku sedang menjadi penanggung jawab (PJ)
cilik dalam beberapa event di berbagai komunitas atau
penerbit. Kalau mau berkenalan denganku, silakan kirim
pesan lewat vionadya.trixie@gmail.com atau follow
Instagram-ku @vi_trix598, dadaaah sampai jumpa lagiiiii.

88 | Aku Anak Bestari


UANG JAJAN
Zuni

Setiap hari Ahad, seperti biasa, keluarga Bu Ratna


bersama-sama membersihkan rumah. Pak Hamid, suami
Bu Ratna membersihkan halaman dan sekitar rumah. Bu
Ratna membersihkan ruang di dalam rumah. Sedangkan
Tono, putra Bu Ratna yang berumur sepuluh tahun,
membantu ibunya menyapu lantai. Setelah membersihkan
rumah, Bu Ratna memasak di dapur. Hari itu Bu Ratna
akan memasak sayur sop. Namun, ada salah satu sayuran
yang ternyata habis. Dia kemudian menemui putranya.
‚Tono, tolong belikan wortel di warung Bu Sofiyah,‛
pinta Bu Ratna pagi itu.
Tono saat itu sedang menonton TV. Anak laki-laki itu
pura-pura tidak mendengar permintaan ibunya. Dia malah
tiduran di karpet yang dihamparkan di depan TV.
Tangannya memegang remote control, sambil rebahan.
Mata Tono serius sekali memperhatikan acara TV pagi itu.
Sekali lagi Bu Ratna meminta Tono untuk membelikan
wortel di warung.
‚Ayolah, Ton, tolong Ibu belikan wortel di warung.‛
Anak laki-laki itu malah marah karena merasa terusik
aktivitasnya.
‚Huh, kenapa, sih, Bu mengganggu keasyikanku saja.
Tono kan sedang menonton film yang bagus. Nanti jadi
nggak tahu kelanjutannya,‛ elak Tono dengan ketus.
‚Sayang, Ibu baru repot, jadi minta tolong sebentar,
ya?‛
Tono bangkit dari tidurnya, dengan muka masih
ditekuk. Dia sangat kecewa dengan sikap ibunya.

Aku Anak Bestari | 89


‚Tono sudah capai, Bu. Kan tadi sudah bantu-bantu
membersihkan lantai,‛ jawab Tono dengan suara cukup
keras.
Bu Ratna akhirnya kembali ke dapur karena takut
masakannya gosong. Dia hanya terdiam dan berlalu.
Tampak wajah perempuan itu sedikit kecewa. Namun,
akhirnya Tono mau memenuhi permintaan Bu Ratna,
meski tetap bersungut-sungut.
‚Mana, Bu, uangnya?‛ tanya Tono dengan suara keras.
‚Oh, ya, sebentar Ibu ambilkan di dompet.‛ Bu Ratna
masuk ke kamar dan mengambilkan uang untuk membeli
wortel. Diberikannya satu lembar uang dua puluh ribuan
pada Tono.
‚Wortel seperempat kilo, ya.‛
Tanpa banyak bertanya, anak lelaki itu segera berlari
menuju warung terdekat. Lima menit kemudian, tangan
kanan Tono sudah membawa seplastik wortel. Sedang di
tangan kirinya ada plastik kresek berisi es krim, dan
makanan ringan. Segera diberikan bungkusan wortel pada
ibunya, dan melanjutkan menonton TV. Bu Ratna
menerima wortel tersebut dan diletakkan di meja dapur.
Wajahnya tampak kebingungan, karena tidak ada uang
kembalian dari Tono.
‚Lho, Ton, kok nggak ada uang kembaliannya? Memang
wortel harganya berapa?‛ Tono hanya tertawa melihat
ibunya tampak kebingungan.
‚Tono beli es krim dan makanan kecil, Bu. Masa gitu
saja nggak boleh?‛ Bu Ratna hanya menggeleng melihat
kelakuan putranya.
‚Boleh jajan, Ton, tetapi kan harus minta izin dulu. Uang
itu akan Ibu gunakan untuk keperluan lain. Besok lain kali
kamu nggak boleh begitu, ya.‛

90 | Aku Anak Bestari


‚Ya, Ibu, sekarang nggak ada yang gratis. Apa-apa
mbayar, Bu,‛ jawab Tono tanpa rasa bersalah.
Percakapan Tono dan Bu Ratna ternyata didengarkan
Pak Hamid sejak membersihkan rumah. Pak Hamid pun
mendekati Tono. Dielusnya kepala anak itu.
‚Benar, kamu bersikap begitu, pada Ibu?‛
Wajah Tono menjadi merah matanya menatap Pak
Hamid dalam-dalam saat mendengar pertanyaan
bapaknya. Tono salah tingkah dibuatnya. Remote segera
diletakkan dan anak lelaki itu terdiam beberapa saat.
‚Pak, maafkan Tono, sudah salah menggunakan uang,‛
kata Tono terbata-bata sambil memegang kedua tangan
Pak Hamid.
***

Aku Anak Bestari | 91


92 | Aku Anak Bestari
PROFIL PENULIS

Zuni adalah seorang guru tunanetra yang sedang


belajar merangkai kata. Penulis dapat dihubungi pada
kontak ig@zunisukandar, FB Zuni Awe, surel
zuniawe@gmail.com

Aku Anak Bestari | 93


TAMASYA KE WAY KAMBAS
Else Diana S.

Pagi yang sangat cerah ini mewarnai kebahagiaan


seorang putri kecil bernama Karen. Di hari Sabtu, ia
biasanya bangun siang karena libur sekolah. Akan tetapi,
pagi-pagi sekali Karen sudah mandi. Karen akan pergi
tamasya ke Way Kambas bersama ayah bundanya. Karen
mengenakan baju yang terbuat dari bahan kaus berwarna
merah jambu yang dipadukan dengan overal. Rambut
dikepang dua. Serasi, terlihat cantik molek.
‚Bunda, aku sudah enggak sabar sampai ke tempatnya,‛
ujar Karen.
‚Iya, Sayang … sebentar lagi kita sampai,‛ jawab Bunda.
Ayah Karen memarkir mobil pada tempatnya. Karen dan
bundanya bergegas keluar. Mereka menuju loket untuk
membeli karcis terusan.
‚Ayah, banyak sekali gajahnya. Ada yang besar, ada
anaknya, ada kakaknya …!‛ Ayah dan Bunda berpandangan
dan tertawa. Karen anak yang baik, pemberani, cerdas, dan
lucu sifatnya. Banyak yang suka bermain dengannya.
‚Ayah, kenapa pemburu menembaki gajah?‛ tanya
Karen.
‚Para pemburu mau ambil gading mereka. Gading
banyak kegunaannya bagi manusia, untuk obat, hiasan,
sebagai koleksi, dan masih banyak lagi. Gajah makin
punah keberadaannya.‛
‚Jadi kita harus melindungi gajah dan tidak boleh
menembaki, Ayah?‛ tanya Karen.
‚Iya, di sini menjadi tempat pelestarian mereka supaya
terhindar dari ancaman pembunuhan oleh manusia. Karen

94 | Aku Anak Bestari


boleh menembak gajah dengan ini!‛ Ayah sambil
memperlihatkan kamera ke arah Karen.
‚Menembak pakai ini juga boleh!‛ Sambil
memperlihatkan handphone Bunda.
Mereka tersenyum bahagia, Bunda langsung memotret
gajah yang sedang bermain sepak bola. Karen sangat
tertarik dan menikmati pemandangan yang sangat
menyenangkan. Dia sangat takjub melihat gajah-gajah itu.
Gajah-gajah di Way Kambas sudah sangat terlatih dan
terdidik. Gajah sudah jinak. Mereka tidak terlihat seperti
binatang liar yang menakutkan. Mereka setiap hari belajar
dari pawang gajah. Gajah sudah piawai melakukan atraksi,
seperti melompat, duduk, bermain sepak bola, dan menari.
Menjelang matahari tenggelam ke ufuk barat, Karen
dan ayah bundanya pulang. Karen merasa puas tamasya
ke Way Kambas. Sekarang dia mengerti gajah pun bisa
tampil seperti manusia. Karen sangat bersyukur telah
berkunjung ke Taman Nasional Way Kambas yang terkenal
sebagai "sekolah sepak bola gajah".

Aku Anak Bestari | 95


96 | Aku Anak Bestari
PROFIL PENULIS

Else Diana S, seorang ibu dari tiga orang anak.


Berdomisili di DKI Jakarta. Bekerja sebagai ASN di SDN
Pinang Ranti 01 Jakarta. Hobi menulis puisi dan cerpen.
Sudah memiliki lebih dari selusin buku antologi. Alamat
email: else.diana19@gmail.com. Media sosial FB: Else Dana
Eenk, IG: yuntadinsie.

Aku Anak Bestari | 97

Anda mungkin juga menyukai