LATAR BELAKANG
Dengan adanya konsep manajemen modern yang berkembang, orientasi perusahaan
dalam mencapai laba maksimum perlu dikaitkan dengan tanggung jawab sosial perusahaan
yang seimbang antara tuntutan pemilik perusahaan, kebutuhan para pegawai, pelanggan,
pemasok, lingkungan dan juga masyarakat umum. Hal ini karena berdasarkan sudut pandang
manajemen modern, dalam menjalankan segala aktivitas operasionalnya, perusahaan harus
senantiasa berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dan juga sumber-sumber ekonomi yang
digunakan. Maka dari itu, perusahaan harus mampu melihat apa saja yang diinginkan oleh
lingkungan sosialnya, sehingga entitas bisnis dan entitas sosial dapat saling berinteraksi dan
berkomunikasi demi kepentingan dan kesejahteraan bersama.
Selain itu, dengan terus berkembangnya konsep manajemen tersebut, para akuntan
juga membicarakan tentang pengadaptasian masalah tanggung jawab sosial ini ke dalam
ruang lingkup akuntansi, agar tujuan utama pelaporan keuangan yang dapat memberikan
infromasi kepada para pemegang saham dan kreditur menjadi ikut bergeser pula kearah
kecenderungan bahwa perlunya pelaporan yang bersifat dari luar organisasi perusahaan
(externality) dalam rangka memberikan infromasi kepada beberapa kelompok orang luar yang
berkepentingan terhadap perusahaan. Maka, dapat dipahami bahwa diperlukannya akuntansi
social ini dilandasi dari tuntutan tanggung jawab perusahaan yang semakin meluas.
Sudah sejak lama masalah externality ini terus menjadi isu penting dikalangan profesi
akuntan. Beberapa penulis telah menggambarkan beberapa contoh hal yang dapat dianggap
sebagai externality, antara lain seperti melaporkan jumlah karyawan, jaminan kesehatan,
informasi tentang upaya pencegahan pencemaran lingkungan, standar kualitas, pengepakan
produk ramah lingkungan, penyaluran beasiswa pendidikan, kesempatan magang, pelatihan
kerja bagi mahasiswa, dan kepedulian sosial kepada masyarakat sekitar industri. Dari
beberapa contoh tersebut, perusahaan dapat menerapkan akuntansi sosial ini dalam
menjalankan aktivitasnya agar mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berkepentingan
demi terciptanya kehidupan bersama yang sejahtera.
2. AKUNTANSI SOSIAL, LINGKUNGAN DAN AUDIT SOSIAL
A. Akuntansi Sosial
Menurut Elkington (1997, hal. 87) dalam Deegan ”Akuntansi sosial bertujuan untuk
menilai dampak suatu organisasi atau perusahaan pada masyarakat baik dari dalam maupun
dari luar. Isu yang kerap kali tercakup adalah hubungan komunitas, keamanan produk, inisiatif
pendidikan dan pelatihan, sponsorship, lembaga amal, dan pekerjaan untuk kelompok yang
kurang beruntung”. Sedangkan Ramanathan menyatakan bahwa tujuan akuntansi sosial
adalah untuk membantu mengevaluasi seberapa baik sebuah Perusahaan memenuhi kontrak
sosialnya.
Akuntansi sosial merupakan pengidentifikasian, pengukuran, dan analisis konsekuensi
ekonomi dan sosial antara perusahaan dengan lingkungannya (Freedman, 1989). Menurut
Mathew dan Perrera (1996), akuntansi sosial digunakan untuk menggambarkan bentuk
komprehensif akuntansi yang memasukkan externalities ke dalam rekening perusahaan
seperti informasi tentang tenaga kerja, produk dan pencegahan atau pengurangan polusi.
Masalah utama akuntansi sosial adalah mengenai bagaimana externalities (social benefit dan
social cost) dapat diukur dan dilaporkan dalam laporan keuangan agar dapat dikomunikasikan
kepada pemakai laporan. Sementara tujuan akuntansi sosial menurut Ramanathan
(Yudiani,1998) adalah: (1) mengidentifikasikan dan mengukur kontribusi sosial perusahaan; (2)
membantu perusahaan untuk menentukan apakah strategi dan praktek perusahaan sesuai
dengan kepentingan sosial; dan (3) membuat informasi yang relevan mengenai sasaran,
kebijakan, program, kinerja dan kontribusi perusahaan kepada masyarakat.
Dengan melihat definisi dan tujuannya, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik
akuntansi sosial meliputi:
(1) identifikasi dan pengukuran dampak sosial yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan;
(2) pelaporan atas tanggung jawab sosial yang dibebankan pada perusahaan;
(3) mengevaluasi prestasi sosial perusahaan; dan
(4) menyediakan informasi yang memungkinkan penilaian komprehensif atas seluruh sumber
daya dan akibat-akibat sosial-ekonomi.
Bila dilihat karakteristik akuntansi sosial, maka tidak mudah bagi perusahaan untuk
melakukan pengukuran maupun pelaporan terhadap dampak yang ditimbulkan dari aktivitas
yang telah dilakukan (externalities). Akuntansi konvensional tidak mampu menampung
masalah externalities, karena segala sesuatunya diukur dengan nilai ekonomi perusahaan dan
bukan nilai ekonomi masyarakat. Untuk itu diperlukan suatu standar akuntansi yang dapat
digunakan untuk membantu memecahkan masalah tersebut. Paling tidak harus ada tindakan
untuk mengembangkan konsep dan standar oleh penyusun standar akuntansi dan para ahli
akuntansi untuk dapat menampung masalah akuntansi sosial. Sehingga akuntansi dapat
dimanfaatkan untuk menyusun kebijakan yang berhubungan dengan pertanggungjawaban
sosial yang diemban oleh perusahaan.
C. Audit Sosial
Audit Sosial Salah satu bagian dari akuntansi sosial adalah audit sosial. Tujuan audit
sosial adalah untuk menilai kinerja perusahaan dalam hubungannya dengan harapan dan
kebutuhan masyarakat (Deegan, 2004:322). Hasil audit sosial digunakan sebagai bahan
pertimbangan perusahaan untuk mengungkapkan kegiatan sosial perusahan dan sebagai
dasar untuk kegiatan dialog dengan masyarakat.
3. EXTERNALITIES
Ekternalities merupakan dampak kegiatan perusahaan pada masyarakat atau dampak
luar perusahaan (Harahap, 1999). Externalitie terdiri dari external economies dan exernal
diseconomies. Exernal economies terjadi bila aktivitas-aktivitas perusahaan menyebabkan
kenaikan sumber daya sosial dan dianggap sebagai exernal benefit atau social benefit yang
merupakan kontribusi perusahaan kepada masyarakat. Sedangkan exernal diseconomies
terjadi bila aktivitas perusahaan menyebabkan penurunan sumber daya sosial dan dianggap
sebagai exernal cost atau social cost yang merupakan kerusakan yang diakibatkan oleh
perusahaan. Ekternalities inilah yang membedakan akuntansi konvensional dengan akuntansi
sosial.
Selama ini perusahaan dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan banyak
keuntungan bagi masyarakat. Ia bisa memberikan kesempatan kerja, menyediakan barang
yang dibutuhkan masyarakat untuk dikonsumsi, ia membayar pajak, memberikan sumbangan,
dan lain-lain. Karenanya perusahaan mendapat legitimasi bergerak leluasa melaksanakan
kegiatannya. Namun, lama kelamaan karena akhirnya semakin disadari bahwa dampak yang
dilakukannya terhadap masyarakat juga cukup besar dan semakin lama semakin besar yang
sukar dikendalikan seperti polusi, keracunan, kebisingan, diskriminasi, pemaksaan,
kesewenang-wenangan, dan produksi makanan haram. Dampak luar ini disebut Externalities.
Karena besarnya dampak externalities terhadap kehidupan masyarakat, masyarakat pun
menginginkan agar dampak ini dikontrol sehingga dampak negatif Externalities atau social cost
yang ditimbulkannya tidak semakin besar. Dari sini berkembanglah ilmu akuntansi yang
selama ini dikenal hanya memberikan informasi tentang kegiatan perusahaan dengan pihak
ketiga, maka dengan adanya tuntutan ini maka akuntansi bukan hanya merangkum informasi
tentang hubungan perusahaan dengan pihak ketiga, tetapi juga dengan lingkungannya.
Hubungan perusahaan dengan lingkungannya bersifat non-reciprocal artinya transaksi itu tidak
menimbulkan prestasi timbal-balik dari pihak yang berhubungan. Ilmu akuntansi yang
mencatat, mengukur, melaporkan, externalities ini disebut dengan Societal Accounting.
Externalities terjadi bila aktivitas-aktivitas perusahaan menyebabkan kenaikan sumber
daya sosial dan dianggap sebagai external benefit atau social benefit yang merupakan
kontribusi perusahaan kepada masyarakat. Sedangkan exernal diseconomies terjadi bila
aktivitas perusahaan menyebabkan penurunan sumber daya sosial dan dianggap sebagai
exernal cost atau social cost yang merupakan kerusakan yang diakibatkan oleh perusahaan.
Ekternalities inilah yang membedakan akuntansi konvensional dengan akuntansi sosial.
Masalahnya, ekternalities mempunyai sifat-sifat yang menyebabkan keberadaanya menjadi
kurang diperhatikan, yaitu :
Sejalan dengan itu ,Freedman (1989) mengusulkan langkah- langkah untuk mengakui
dan mengukur transaksi akuntansi sosial adalah dengan cara: (1) menentukan social benefit
dan social cost ; (2) mengukur item-item yang relevan; dan (3) mengukur dalam satuan uang
(nilai moneter). Karena prosesnya tidak melalui pasar, maka tidak ada harga yang pasti
untuk menggambarkan nilai pertukaran tersebut. Sehingga, transaksi akuntansi sosial tersebut
sangat sulit untuk diidentifikasi dan diukur. Kesulitan ini mungkin juga merupakan salah satu
sebab mengapa perusahaan mengabaikan masalah akuntansi sosial (selain masalah biaya).
Kesulitan pengukuran social benefit dan social cost yang merupakan externalities,
terjadi karena interaksi antara perusahaan dengan lingkungan sosialnya tidak melalui pasar.
Sehingga penetapan jumlah uang sulit dilakukan. Untuk mengatasi kesulitan mengenai
pengukuran social benefit dan social cost (externalities), maka ada beberapa pendekatan
pengukuran yang dapat digunakan yaitu sebagai berikut :
a) Menggunakan nilai pengganti
Nilai pengganti ini digunakan karena externalities tidak dapat ditentukan secara
langsung. Nilai pengganti adalah nilai dari sesuatu yang diperkirakan mempunyai manfaat
sama atau pengorbanan sama dengan sesuatu yang diukur, yaitu dengan cara menghitung
perubahan yang terjadi dalam produktivitas karena adanya perubahan kualitas kehidupan.
Misalnya: Pencemaran air dapat menimbulkan penurunan produktifitas manusia karena
terganggu kesehatannya. Penurunan produktivitas akan menurunkan tingkat produksi, maka
akan menjadi social cost. Tetapi jika perusahaan dapat melakukan tindakan pencegahan
pencemaran, maka akan menjadi social benefit.