Anda di halaman 1dari 8

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Penggunaan Alat

Pelindung Diri (APD) Pada Petugas Laundry Dalam Melakukan Proses Pengelolaan
Linen

di Rumah Sakit PHC Surabaya

The Relationship between Knowledge Levels and Attitudes Against the Behavior of Using Personal Protective

Equipment (PPE) on Laundry Officers in Performing the Linen Management Process at PHC Hospital Surabaya
Penulis :
Sutrisno Sudirjo*, Siti Nurjanah**
Institusi Penulis:
Rumah Sakit PHC Surabaya
Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
Email Korespondensi : sutrisnosudirjo002.ns19@student.unusa.ac.id

ABSTRAK

Salah satu tempat kerja di rumah sakit yang berpotensi memiliki risiko bahaya

tinggi yaitu pekerja pada Instalasi Laundry. Tingginya angka kejadian sakit akibat

kecelakaan kerja pada petugas laundry dalam pengelolaan linen dikarenakan tidak

menggunakan APD yang baik dan benar. Berdasarkan hasil observasi bulan september

tahun 2020 di RS PHC SURABAYA terdapat 70% dari 17 pekerja yang ada di

instalasi laundry tidak patuh dalam menggunakan APD sewaktu melakukan proses

pengelolaan linen. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap terhadap perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD) pada

petugas laundry dalam melakukan proses pengelolaan linen di Rumah Sakit PHC

Surabaya.

Metode penelitian menggunakan cross sectional, teknik sampling menggunakan

total sampling dan sampel yaitu 17 orang dengan variable tingkat pengetahuan, sikap, dan

perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD). Analisis data menggunakan uji Chi

Square dengan derajat kemaknaan α < 0.05.

Hasil penelitian sebanyak 14 responden (82.3%) memiliki tingkat pengetahuan

baik, 15 responden (88,2%) memiliki sikap positif, 16 responden (94.1%) memiliki

perilaku positif dalam penggunaan APD. Terdapat hubungan yang signifikan antara

pengetahuan dan perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD) (ρ=0.000), dan terdapat
hubungan yang signifkan antara sikap dan perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD)

(ρ=0.005).

Simpulan penelitian ini adalah adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dan

sikap terhadap perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD) pada petugas laundry

dalam melakukan proses pengelolaan linen di RS PHC Surabaya. Penelitian ini

merekomendasikan institusi kesehatan dan institusi pendidikan, untuk rutin melakukan

pelatihan setiap 6 bulan sekali dalam menggunakan APD khusus pengelolaan linen.

Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan, Sikap, Perilaku Penggunaan APD,


Pengelolaan Linen, Laundry Rumah Sakit PHC Surabaya.
ABSTRACT

One of the workplaces in the hospital that has the potential to have a high risk of
danger, namely workers at the Laundry Installation. The high incidence of illness due to
work accidents in laundry officers in linen management is due to not using proper and
correct PPE. Based on the results of observations in September 2020 at the PHC
SURABAYA Hospital, 70% of the 17 workers in the laundry installation did not comply
with using PPE when carrying out the linen management process. The purpose of this
study was to determine the relationship between the level of knowledge and attitudes
towards the behavior of using personal protective equipment (PPE) on laundry officers in
carrying out the linen management process at PHC Hospital Surabaya.

The research method used cross sectional, the sampling technique used total
sampling and a sample of 17 people with variable levels of knowledge, attitudes, and
behavior of using personal protective equipment (PPE). Data analysis used the Chi
Square test with a significance degree of α <0.05.

The results of the study were 14 respondents (82.3%) had a good level of
knowledge, 15 respondents (88.2%) had a positive attitude, 16 respondents (94.1%) had
positive behavior in using PPE. There is a significant relationship between knowledge
and behavior of using personal protective equipment (PPE) (ρ = 0.000), and there is a
significant relationship between attitudes and behavior of using personal protective
equipment (PPE) (ρ = 0.005).

The conclusion of this study is that there is a relationship between the level of
knowledge and attitudes towards the behavior of using personal protective equipment
(PPE) on laundry officers in carrying out the linen management process at PHC Hospital
Surabaya. This study recommends health and educational institutions to routinely
conduct training every 6 months in using PPE specifically for linen management.

Keywords: Knowledge Level, Attitude, PPE Use Behavior, Linen Management, Laundry
in PHC Hospital surabaya.

i
iii
Pendahuluan Dr. Soedarso Pontianak sudah melaksanakan
komunikasi terapeutik dan kepuasan klien tentang
Kualitas rumah sakit sebagai institusi yang pelayanan keperawatan adalah puas, ada hubungan
menghasilkan produk teknologi jasa kesehatan sudah yang bermakna antara pelaksanaan komunikasi
tentu tergantung juga pada kualitas pelayanan medis terapeutik dengan tingkat kepuasan klien tentang
dan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pelayanan keperawatan. Hasil wawancara dilakukan
pasien sehingga tumbuhnya persaingan antar rumah pada 10 orang pasien di RS Islam A. Yani Surabaya,
sakit yang semakin ketat dan tajam, maka setiap 3 orang pasien mengatakan puas, 7 pasien
rumah sakit dituntut untuk mempertinggi daya saing mengatakan kurang puas dengan komunikasi
dengan berusaha memberikan kepuasan kepada terapeutik perawat. Pasien mengatakan mereka
pasiennya (Lestari, 2017). Pasien akan selalu merasa lebih dekat pada perawat-perawat yang
mencari pelayanan kesehatan yang sesuai dengan menggunakan komunikasi dengan baik dan bersikap
harapannya namun jika tidak sesuai harapan pasien ramah. Ada beberapa pasien yang kurang puas
akan mencari fasilitas layanan kesehatan yang lebih dengan pelayanan karena perawat tidak
baik atau tidak mengecewakan. Sejak memperkenalkan diri terlebih dahulu.
diberlakukannya ruang rawat inap dewasa di gedung Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
lama Rumah Sakit Islam Surabaya sebagai ruang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
isolasi yang diperuntukkan bagi pasien Covid-19, kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien
pelayanan keperawatan pada pasien Covid-19 di (Mundakir, 2016). Perawat penting menggunakan
ruang isolasi ditemukan keluhan dari pasien dan komunikasi terapeutik berguna dalam pelaksanaan
keluarga, terutama mengenai penjelasan perawat keperawatan, sehingga dapat mengetahui apa yang
yang membingungkan, bila pasien memanggil, sedang dirasakan dan yang dibutuhkan oleh pasien.
perawat tidak langsung datang, dan perawat hanya Dan dengan komunikasi terapeutik yang ditunjukkan
berbicara sepatah dua kata, sehingga menimbulkan dengan sikap yang hangat, tulus, dan penuh
kekecewaan dan ketidakpuasan. Berdasar hasil perhatian dapat menimbulkan saling percaya, saling
rekapitulasi Humas RSI Surabaya, (2020) angka menghargai dan saling menghormati sehingga pasien
kepuasan pasien di Ruang Isolasi pada bulan dapat menerima tingkat mutu pelayanan kesehatan
September 77, 63 %, Oktober 75, 85 %, November dengan penuh pengertian dan kekecewaan pasien
82, 45 %. Hal ini masih dibawah angka standart tidak timbul atau dapat dihindarkan. Komunikasi
yang ditargetkan oleh rumah sakit yakni minimal 85 yang buruk adalah salah satu yang mendorong
%. banyaknya keluhan tentang asuhan professional.
Menurut Kemenkes RI (2017), masih ditemukan Perawat harus belajar untuk berkomunikasi secara
adanya keluhan tentang ketidakpuasan pasien lebih efektif dengan cara meningkatkan sikap yang
terhadap komunikasi perawat. Rata-rata hasil data baik, senyum yang ramah, empati yang tinggi dan
yang didapatkan dari beberapa Rumah sakit di penuh perhatian. Komunikasi merupakan proses
Indonesia menunjukan 67% pasien yang mengeluh pertukaran informasi atau proses yang menimbulkan
adanya ketidakpuasan dalam penerimaan pelayanan dan meneruskan makna atau arti (Taylor, 2013).
kesehatan. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan Namun sebaliknya pasienjarang untuk mencoba
peneliti pada bulan Agustus 2018 di RSI Sultan mempertimbangkan apakah pelayanan yang
Agung Semarang, melalui wawancara dan kuesioner diberikanitu merupakan upaya yang efektif dan
pada pasien rawat inap ruang Baitussalam 1, efisien dilihat dari segi waktu, tenagadan sumber
Baitussalam 2, Baitul Izzah 1, Baitul Izzah 2 di RSI daya yang digunakan (Mundakir, 2016).
Sultan Agung Semarang adalah pasien rawat inap Solusi untuk mengatasi ketidakpuasan pasien
mengeluhkan ada yang belum puas terhadap Covid-19 yang berada di ruang isolasi dan keluarga
pelayanan yang ada di RSI Sultan Agung Semarang, pasien yaitu perawat harus mampu memberikan
sebanyak 3 dari 20 (15%) pasien mengatakan edukasi secara efektif dengan komunikasi
bangunan RS terlihat indah dan bersih, sebanyak 5 teraupeutik selain itu di setiap kamar isolasi harus
dari 20 (25%) pasien mengatakan perawat tersedia cctv guna mengontrol kondisi pasien serta
memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan lebih mudah dalam berkomunikasi dalam
memahami kebutuhan pasien, sebanyak 7 dari 20 memberikan edukasi terhadap pasien yang dapat
(35%) pasien mengatakan puas terhadap komunikasi mempengaruhi tingkat kepuasan pasien dalam
terapeutik perawat, sebanyak 3 dari 20 (15%) pasien pelayanan yang di berikan.
mengatakan kurang puas dengan komunikasi
terapeutik perawat, sebanyak 2 dari 20 (10%) pasien Metode
mengatakan tidak puas dengan komunikasi
terapeutik perawat. Hasil penelitian (Darmawan, penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik
2009) menyatakan bahwa sebagian besar perawat di korelasi yang bertujuan untuk menganalisis antar
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah variabel yaitu ‘’Hubungan Komunikasi Terapeutik
Perawat Dengan Kepuasan Pasien Covid -19 Di
Ruang Isolasi Rumah Sakit Islam Surabaya’’. Jenis Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 44 responden
penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan didapatkan hamper setengah (45,45%)
pendekatan cross sectional, yaitu variabel berpendidikan Perguruan tinggi (PT).
independen dan variabel dependen yang menjadi
objek penelitian, diukur atau dikumpulkan secara d. Karakteristik Responden Berdasarkan
simultan atau dalam waktu yang bersamaan. Besar Pekerjaan
sampel dalam penelitian ini sebanyak 50 pasien
dengan teknik teknik sampling non probability Tabel 4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan
sampling dengan proportionate stratified pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
random sampling. Alat ukur menggunakan
Tidak Bekerja 4 09,10
kuesioner.
Swasta 36 81,80
PNS 4 09,10
Hasil Penelitian
Jumlah 44 100,00
Data Umum Sumber: Data Primer 2021

a. Karakterisitik Responden Berdasarkan Usia Tabel 4. menunjukkan bahwa dari 44 responden


di dapatkan hampir seluruhnya (81,80%) berkerja
Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan sebagai swasta.
usia
Usia/tahun Frekuensi Persentase (%) Data Khusus
18-40 19 43,18
41-60 24 54,55 a. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
>60 1 2,27 Komunikasi Terapeutik Perawat
Jumlah 44 100,00 Tabel 5. Distribusi frekuensi penilaian
responden tentang komunikasi
Sumber: Data Primer 2021
perawat
Komunikasi Frekuensi Persentase (%)
Tabel 1. menunjukkan bahwa dari 44
Baik 31 70,50
responden di dapatkan sebagian besar (54,5%)
Cukup 11 25,00
berusia 41-60 tahun.
Kurang 2 04,50
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Jumlah 44 100,00
Kelamin Sumber: Data Primer 2021

Tabel 2. Distribusi frekuensi responden Berdasarkan Tabel 5. menunjukkan bahwa dari


berdasarkan jenis kelamin 44 responden di dapatkan sebagian besar (70,5%)
Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%) memilih bahwa komunikasi terapeutik perawat baik,
Laki-Laki 14 31,8 sebagian kecil (25%) memilih bahwa komunikasi
Perempuan 30 68,2 terapeutik perawat cukup dan sebagian kecil (4,5)
Total 44 100,0 memilih bahwa komunikasi terapeutik perawat
Sumber: Data Primer 2021 kurang.

Tabel 2. menunjukkan bahwa dari 44 b. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepuasan


responden di dapatkan sebagian besar (68,2%) Pasien
berjenis kelamin Perempuan.
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Berdasarkan Kepuasan
Kepuasan Frekuensi Persentase (%)
Pendidikan
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Tinggi 28 63,7
Berdasarkan Pendidikan Sedang 12 27,3
Pendidikan Frekuensi Persentase (%) Rendah 4 9,0
SD 4 9,09 Jumlah 44 100,0
SMP 6 13,64 Sumber: Data Primer 2021
SMA 14 31,82
PT 20 45,45 Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa dari
Jumlah 44 100,00 44 responden di dapatkan sebagian besar (66,7%)
menunjukkan bahwa pasien memiliki kepuasan
Sumber: Data Primer 2021
tinggi, hampir setengah (28%) menunjukkan bahwa berbicara jelas, menghadapi manipulasi dari pihak
pasien memiliki kepuasan sedang dan sebagian kecil lain tanpa menyakiti hatinya
(4,4%) menunjukkan bahwa pasien memiliki Hasil pengisian kuesioner pertanyaan ke1, 2, 3,
kepuasan rendah. 4 dan 7 didapatkan bahwa hampir seluruhnya (88%)
perawat menjelaskan peralatan, jumlah petugas dan
c. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat sarana yang ada di Ruang Isolasi. Hal ini sesuai
Dengan Kepuasan Pasien Covid-19 dengan teori tahap komunikasi pada fase Orientasi
(Damaiyanti, 2014) dimana perkenalan merupakan
Tabel 7. Tabulasi silang Komunikasi Terapeutik kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu
Perawat Dengan Kepuasan Pasien Covid-19 dengan pasien, hal yang harus dilakukan adalah
memperkenalkan diri perawat, memulai percakapan
awal dingan memberitahu sarana dan prasarana yang
ada di ruang isolasi.
Hasil pengisian kuesioner pertanyaan no 12, 13,
dan 14 didapatkan bahwa seluruh (100%) perawat di
Tabel 7. menunjukkan bahwa dari 44 Ruang Isolasi Rumah Sakit Islam Surabaya
responden sebesar 31 responden yang memilih menjelaskan kepada pasien dengan ramah alasan
komunikasi terapeutik baik, sebagian besar (61,3%) keluarga tidak boleh menunggu di Ruang Isolasi,
responden memiliki kepuasan pelayanan yang perawat bersedia mendengar keluh kesah pasien, dan
tinggi, dari 11 responden yang memilih komunikasi akan memenuhi kebutuhan pasien selama di Ruang
terapeutik cukup, sebagian kecil (18,2%) responden Isolasi. Hal ini sesuai dengan teori teknik teknik
memiliki kepuasan pelayanan sedang dan dari 2 komunikasi terapeutik menurut Aisah (2015).dimana
responden yang memilih komunikasi terapeutik perawat mendengarkan dengan penuh perhatian,
kurang, tidak satupun (0,00%) responden memiliki menawarkan diri. Hal ini sesuai dengan tujuan
kepuasan pelayanan tinngi. pelaksanaan komunikasi terapeutik menurut
Setelah dilakukan uji Chi-Square dengan Damaiyanti (2014) dimana komunikasi terapeutik
tingkat kemaknaan α = 0,05 dengan bantuan SPSS diharapkan dapat mengurangi keraguan serta
for windows 23. Didapatkan ρ = 0,04< α = 0,05 membantu dilakukannya tindakan efektif,
yang menunjukkan bahwa H0 ditolak bila ρ < α mempererat interaksi kedua belah pihak, yakni
yang artinya ada hubungan antara komunikasi pasien dan perawat secara professional, dan
terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di Ruang porposional dalam rangka membantu penyelesaian
Isolasi Rumah Sakit Islam Surabaya. masalah pasien.
Hasil pengisian kuesioner no 5, menyatakan
Pembahasan bahwa sebagian kecil (24%) perawat tidak
menjelaskan dan menyarankan pasien untuk
1. Komunikasi Terapeutik melakukan senam nafas. Hal ini berarti hamper
Berdasarkan Tabel 5. menunjukkan bahwa seluruhnya (76%) perawat di Ruang Isolasi Rumah
komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat Sakit Islam Surabaya kurang membangun
Ruang Isolasi Rumah Sakit Islam Surabaya sebagian komunikasi terapeutik dengan baik, yang secara
besar (70,5%) adalah baik. Hal ini karena perawat di tidak langsung mempengaruhi kepuasan pasien. Hal
Ruang Isolasi Rumah Sakit Islam Surabaya saat ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
berkomunikasi dengan pasien, menggunakan bahasa Tamsuri (2005) dalam melakukan komunikasi
yang mudah dipahami oleh pasien, misalnya perawat terapeutik dapat dipengaruhi oleh lingkungan.
tidak menggunakan bahasa medis. Hal ini dibuktikan Kondisi lingkungan bisa berupa fisik, atau mental
dengan hasil pengisian kuesioner tentang psikologi. Pemakaian alat pelindung diri level 3
komunikasi perawat di pertanyaan ke 6, dari 44 membuat perawat kurang nyaman, sehingga
responden hampir seluruhnya (96%) menyatakan menghambat komunikasi terapeutik.
dalam berkomunikasi, perawat menggunakan bahasa Komunikasi yang baik akan mempengaruhi
yang jelas dan mudah dipahami pasien. Hal ini kenyamanan pada pasien yang hhubungan saling
sesuai dengan teori prinsip prinsip komunikasi percaya antara perawat dan pasien yang dapat
terapeutik dalam keperawatan, perawat mampu mempermudah dalam memberikan asuhan
mengungkapkan perasaan dan menyatakan sikap keperawatan karena dengan adanya komunikasi
yang jelas (Rika Sarfika, 2018). Hal tersebut juga yang baik pasien akan lebih mudah dalam
sesuai dengan teori (Aisah, 2015) tentang teknik menyampaikan keluhan yang di rasakan. Sebaliknya
teknik komunikasi terapeutik antara lain assertive komunikasi yang kurang baik akan mempengaruhi
adalah kemampuan dalam meyakinkan, psikologis pasien yang dapat memperburuk
mengekspresikan pikiran dan kepercayaan diri kesehatan pasien baik secara psikologis maupun
dengan tetap menghargai orang lain, dengan cara fisik karena komunikasi yang kurang baik dapat
menimbulkan ketidaknyamanan terhadap penerima
asuhan keperawatan karena hilangnya hubungan
saling percaya antara perawat dan pasien sehingga kepuasan pelayanan sedang dan dari 2 responden
pasien akan merasa kesulitan dalam menyampaikan yang memilih komunikasi terapeutik kurang, tidak
keluhan yang di rasakan yang menyebabkan ada (0,00%) responden memiliki kepuasan
ketidakpuasan dalam diri pasien karena tidak sesuai pelayanan tinggi. Setelah dilakukan uji Chi-Square
dengan tujuan yang di harapkan. dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 dengan bantuan
SPSS for windows 23. Didapatkan ρ = 0,04< α =
2. Kepuasan Pasien 0,05 yang menunjukkan bahwa H0 ditolak bila ρ < α
Berdasarkan tabel 6. menunjukkan bahwa dari yang artinya ada hubungan antara komunikasi
44 responden di dapatkan sebagian besar (63,7%) terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di Ruang
menunjukkan bahwa pasien memiliki kepuasan Isolasi Rumah Sakit Islam Surabaya..
tinggi. Berdasar teori tersebut, dapat dilihat bahwa
Hal ini dibuktikan dengan pengisian kuesioner komunikasi perawat di Ruang Isolasi Rumah Sakit
kepuasan pasien pada pertanyaan no 6, menyatakan Islam Surabaya sudah memenuhi harapan pasien,
bahwa pasien, sebagian besar (52%) menyatakan yang pada akhirnya akan menimbulkan kepuasan
puas terhadap cara berkomunikasi perawat saat pasien. Sesuai dengan teori, komunikasi terapeutik
berinteraksi dengan pasien. Hal ini sesuai dengan merupakan hal penting dalam kelancaran pelayanan
teori Sangaji dan Sopiah (2013) tentang faktor- kesehatan yang dilakukan terapis untuk mengetahui
faktor yang mempengaruhi kepuasan salah satunya apa yang dirasakan pasien Mubarak, (2012) Jika
adalah komunikasi. pasien merasa puas, maka akan memperlihatkan
Menurut Muninjaya (2011), kepuasan pasien kecenderungan untuk mengikuti prosedur prosedur
adalah tingkat kepuasan pelayanan pasien dari yang ada, dan akan memiliki kecenderungan yang
persepsi pasien atau keluarga pasien. Kepuasan besar untuk menggunakan kembali jasa yang
pasien merupakan pengukuran serta harapan pasien ditawarkan di masa mendatang. Kepuasan pelanggan
dengan kenyataan yang mereka terima atau rasakan. adalah tanggapan pelanggan terhadap kesesuaian
Kepuasan pelanggan adalah tanggapan pelanggan tingkat kepentingan atau harapan penggan sebelum
terhadap kesesuaian tingkat kepentingan atau mereka menerima jasa pelayanan dengan sesudah
harapan penggan sebelum mereka menerima jasa pelayanan yang mereka terima Jika pelayanan yang
pelayanan dengan sesudah pelayanan yang mereka diterima sesuai dengan harapan atau melebihi
terima (Muninjaya, 2011). Kepuasan pasien akan harapan, maka pasien akan merasa puas, bahkan bisa
tercipta karena adanya rasa peduli terhadap keluhan sangat puas. Namun jika pelayanan tidak sesuai
yang di rasakan pasien di samping itu fasilitas yang harapan, maka pasien akan merasa kurang puas atau
di berikan dapat memberikan rasa nayaman terhadap bahkan tidak puas. (Muninjaya, 2011).Jika pasien
pasien. sebagaimana Menurut (Sangaji & Sopiah, merasa kurang puas, aia akan menceritakan
2013), adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengalamannya kepada 8 sampai 10 orang seperti
kepuasan pasien antara lain : Karakteristik produk, keluarga dan temannya.
Pasien akan merasa puas jika hasil evaluasi mereka Adanya hubungan antara komunikasi terapeutik
menunjukkan bahwa produk atau jasa yang perawat dengan kepuasan tidak semata di tentukan
digunakan berkualitas. oleh fasilitas kesehatan yang memadai melainkan
Kepuasan pasien yang menjalani perawatan di juga sangat di tentukan oleh kualitas pelayanan
Rumah Sakit Islam Surabaya yang di rawat di ruang memalui cara komnuikasi terapeutik yang baik
isolasi rumah sakit islam Surabaya memiliki tingkat terutuma pasien yang sedang di rawat terpisah di
kepuasan yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan ruang isolasi sehingga tidak mendapatkan dukungan
tabel 5.6 tentang distribusi frekuensi responden dari keluarga secara langsung karena penyakit
berdasar kepuasan pasien didapatkan sebagian besar tertentu.(Sopiah,2013)
(66, 7 %) pasien memilki kepuasan tinggi. Tabulasi silang antara komunikasi terapeutik
sebagaimana yang kita tahu bahwa kepuasan dapat perawat dengan kepuasan pasen, menggambarkan 2
berpengaruh baik terhadap kenyamanan pasien dari 31 responden yang mendapat komunikasi
sehingga pelayanan yang di berikan dapat membantu terapeutik baik, masih menyatakan rendah atas
proses kesembuhan pada penyakit yang di derita dan kepuasan terhadap perawat. Hal ini dikarenakan
dapat meningkatkan mutu pelayanan yang adanya emosi, atau perasaan subyektif seseorang
berdampak baik bagi rumah sakit. tentang kejadian, bagaimana dia berhubungan
dengan orang lain. Dalam diri setiap orang
3. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat mengandung sisi internal latar belakang social
dengan Kepuasan Pasien budaya, nilai, pengalaman dan pendidikan.
Tabel 7. menunjukkan bahwa dari 44 responden Kesimpulan
sebesar 31 responden yang memilih komunikasi
terapeutik baik, sebagian besar (61,3%) responden 1. Perawat di Ruang Isolasi Rumah Sakit Islam
memiliki kepuasan pelayanan yang tinggi dari 11 Surabaya sebagian besar (70,5%) berkomunikasi
responden yang memilih komunikasi terapeutik terapeutik dengan baik.
cukup, sebagian kecil (18,2%) responden memiliki
2. Pasien di Ruang Isolasi Rumah Sakit Islam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Surabaya menyatakan sebagian besar (63,7%) Pawitri. (2020). Pedoman Teknis Bangunan dan
puas terhadap komunikasi terapeutik perawat. Prasarana Ruang Isolasi Penyakit Infeksi.
3. Ada hubungan antara komunikasi terapeutik Rika Sarfika. (2018). Buku Ajar Keperawatan Dasar
perawat dengan kepuasan pasien di Ruang Isolasi 2 Komunikasi Terapeutik Dalam keperawatan.
Rumah Sakit Islam Surabaya Padang: Andalas Press.
Sangaji & Sopiah. (2013). Perilaku Konsumen.
Daftar Pustaka Yogyakarta: ANDI.
Saryono. (2011). Metodologi Penelitian
Aisah. (2015). Komunikasi Dengan Empati, Keperawatan. Purwokerto: UPT. Penerbitan
Informasi dan Edukasi. UNSOED.
Arikunto. (2007). Prosedur Penelitian Suatu Soeparmanto & Astuti 2006. (2006). Komunikasi
Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI. Jakarta: Terapeutik.
Rineka Cipta. Tamsuri. (2005). Komunikasi Dalam Keperawatan.
Astutik. (2018). Komunikasi Terapeutik Dengan Jakarta: EGC.
Tingkat Kepuasan Pasien. Taylor. (2013). The Development or Interpersonal
Damaiyanti. (2014). Komunikasi Terapeutik Dalam Relationship. New York: Holt Winston.
Praktek Keperawatan. Bandung: PT Refika Yubiliana. (2017). Komunikasi Terapeutik:
Aditama. Pematalaksanaan Komunikasi Efektif dan
Darmawan. (2009). Komunikasi Terapeutik, Terapeutik Pasien. Bandung: UNPAD Press.
Kepuasan Klien, Hubungan Pelaksanaan
Komunikasi Terapeutik Dengan Kepuasan
Klien Dalam Menjalani Pelayanan
Keperawatan.
Haryati. (2000). Analisis Persepsi Mutu Pelayanan
Terhadap Kepuasan Pasien.
Hidayat. (2011). Metode Penelitian Kebidanan dan
Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba
Medika.
Humas RSI Surabaya. (2020). Data Pelayanan
Pasien Rumah Sakit Islam Surabaya. Surabaya.
Irawan. (2008). 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan.
Jakarta: Elex Media.
Ivony. (2017). Unsur Komunikasi dan Penjelasan
Lengkap. Retrieved from https://pakar-
komunilaso.com
Kemenkes RI. (2017). Pelayanan Pasien Di Rumah
Sakit.
Kotler. (2007). Manajemen Kepuasan Pasien.
Jakarta: Indeks.
Lestari. (2017). Tingkat Kepuasan Pasien Rawat
Inap Terhadap Pelayanan Keperawatan. Jurnal
Ilmiah Kesehatan, 1(2).
Mubarak. (2012). Ilmu Keperawatan Komunitas
pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba
Medika.
Mundakir. (2016). Komunikasi Keperawatan:
Aplikasi Dalam Pelayanan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Muninjaya. (2011). Manajemen Mutu Pelayanan
Kesehatan. Jakarta: EGC.
Nareza. (2020). Fungsi Ruang Isolasi di Rumah
Sakit dan Kondisi Yang Memerlukannya.
Retrieved from
https://www.aldodokter.com/fungsi-ruang-
isolasi-di-rumah-sakit-dan-kondisi-yang-
memerlukannya
Notoadmodjo. (2010). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2020). Buku Metodoloi Penelitian Ilmu

Anda mungkin juga menyukai