Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
KELOMPOK 1
PEMBAHASAN
Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, menjelasakan bahwa APS adalah lembaga penyelesaian
sengketa atau pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di
luar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.
Sehubungan denga istilah itu, APS perlu dicari padanannya di Indonesia. Dewasa ini dikenal
dengan beberapa istilah untuk Alternatif Penyelesaian Sengketa ( Alternatif Dispute Resolution )
antara lain :2
Selain beradasarkan pengertian formiil yang terdapat di dalam undang-undang, ada juga
pendapat ahli hukum mengenai pengertian Alternatif Penyelesaian Sengketa diantaranya
sebagai berikut :
1
Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata Kepailitan dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2012), hal. 288
2
Ibid
- Menurut Priyatna Abdurrasyid Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah sekumpulan
prosedur atau mekanisme yang berfungsi memberi alternative atau pilihan suatu tata cara
penyelesaian sengketa melalui bentuk APS/ Arbitrase (negosiasi dan mediasi) agar
memperoleh putusan akhir dan mengikat para pihak secara umum, tidak selalu dengan
melibatkan intervensi dan bantuan pihak ketiga yang independen yang diminta membantu
memudahkan penyelesaian sengketa tersebut.
- Menurut Jimmy Joses Sembiring bahwa Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan
suatu cara penyelesaian sengketa yang dilakikan diluar pengadilan dan pelaksanaannya
diserahkan sepenuhnya kepada para pihak dan para pihak dapat memilih penyelesaian
sengkrta yang akan ditempuh yakni melalui konsultasi, atau meminta penilaian dari ahli3
Definisi yang lebih sempit dan akademis dikemukakan oleh Philip D. Bostwick yang
menyatakan bahwa APS merupakan serangkaian praktik dan teknik-teknik hokum yang diajukan
untuk :
Dengan demikian, APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) atau ADR (Alternatif Dispute
Resolution) merupakan kehendak sukarela dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk
menyelesaikan sengketa mereka di luar pengadilan, dalam arti luar mekanisme ajudikasi standar
konvensional.4
3
Jimmy Joses Sembiring, “ Cara Menyelesaikan Sengketa Diluar Pengadilan (Negoisasi, Mediasi, Konsultasi, &
Arbitrase)”, Jakarta, Visimedia, 2011, hal. 11
4
Ibid, hal. 289
Alternatif Penyelesaian Sengketa Mengenai Alternatif Penyelesaian Sengketa (“APS”),
Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (“UU Arbitrase dan APS”) memberikan pengertian sebagai berikut:
3) Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat
diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang
mediator.
4) Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan
bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil
mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka
para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian
sengketa untuk menunjuk seorang mediator.
5) Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif
penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah dapat
dimulai.
6) Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana
dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh
semua pihak yang terkait.
7) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final
dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di
Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.
9) Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan
ayat (6) tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat
mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad–hoc.
Berdasarkan ketentuan di atas, kembali lagi pada pertanyaan Anda terkait peluang
mengenai penyelesaian sengketa secara online di Indonesia, khususnya penyelesaian sengketa
dengan cara arbitrase online. Apakah Online Dispute Resolution (“ODR”) dapat dilakukan di
Indonesia? Bagaimana dengan hukum positif yang berlaku saat ini, apakah sudah cukup untuk
mendukung pelaksanaan ODR tersebut?
UU Arbitrase dan APS memberi ruang bagi masyarakat untuk menyepakati sebuah APS
di luar Lembaga penyelesaian sengketa yang ada selama ini yakni Pengadilan, dengan prosedur
yang disepakati dan dengan cara yang sudah ditentukan yakni dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Namun demikian, sesuai Pasal 6 ayat (2) UU Arbitrase
dan APS, penyelesaian sengketa diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam
waktu paling lama 14 hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.
Perkembangan APS antara satu negara dengan negara lain berbeda-beda, namun selalu
ada kaitannya dengan kondisi sosial, politik, ekonomi, hukum, ekonomi dan kelengkapan
infrastruktur (teknologi dan transportasi) dari negara yang bersangkutan. Selain perbedaan
kondisi, tetap ada kesamaan mengenai faktor pendorongnya, yakni sebagai akibat kebutuhan
pelaku usaha mengenai penyelesaian yang efisien dari segi waktu dan biaya, dan sebagai akibat
dari keterbatasan pengadilan dan demokratisasi hukum, serta sinergi dari kedua faktor pendorong
tersebut.
Amerika serikat (AS) dianggap sebagai negara tempat awal berkembangnya ADR yang
kemudian berkembang ke berbagai Negara termasuk asia tenggara dan kemudian
berkembang di Indonesia, di Indonesia istilah ADR ( Alternatif Dispute Resolution ) atau APS
( Alternatif Penyelesaian Sengketa ) relative baru dikenal tetapi penyelesaian-penyelesaian
sengketa secara consensus sudah lama dilakukan oleh masyarakat, yang intinya menekankan
pada upaya musyawarah mufakat kekeluargaan, perdamaian, dan sebagainya. APS ( Alternatif
Penyelesaian Sengketa ) mempunyai daya tarik khusus di Indonesia karena keserasiannya
dengan system social budaya tradisional berdasarkan musyawarah mufakat. 5
Adapun latar belakang berkembangnya ADR atau APS adalah atas dasar kebutuhan yaitu :
Pengembangan Penyelesaian Sengketa Alternatif (ADR) di Indonesia sendir bukanlah hal baru,
ADR sesuai dengan sistem sosial budaya tradisional penyelesaian dengan musyawarah
masyarakat indonesia yang mengedepankan mufakat. Alasan pengembangan APS di Indonesia :
Pada perkembangan terakhir, APS semakin berkembang tidak hanya karena secara
konsep mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pengadilan, tidak hanya karena secara
praktek sudah terbukti menjadi solusi yang dapat diterima, dan tidak hanya karena pengadilan
serta keadilan semakin susah dijangkau. Perkembangan APS ikut didorong dengan
meningkatnya perhatian terhadap isu-isu demokratisasi, reformasi hukum, masyarakat
lemah/kecil, kepentingan publik, keadilan, kepastian hukum, pertanggungjawaban publik,
partisipasi masyarakat, dan tanggungjawab korporasi.
BAB III
PENUTUP
6
Rahardjo, Satjipto. “ilmu Hukum”, PT. Citra aditya Bakti, cet. Ke 6, Bandung 2006 Hal 15
7
Riska Fitriani, “Alternatif penyelesaian sengketa lahan hutan melalui proses mediasi dikabupaten siak” Jurnal ilmu
hukum, Vol 3 No 1 Hal 30
A. KESIMPULAN
Di Indonesia, istilah ADR ( Alternatif Dispute Resolution ) atau APS ( Alternatif
Penyelesaian Sengketa ) relative baru dikenal tetapi penyelesaian-penyelesaian sengketa
secara consensus sudah lama dilakukan oleh masyarakat, yang intinya menekankan pada
upaya musyawarah mufakat kekeluargaan, perdamaian, dan sebagainya. APS ( Alternatif
Penyelesaian Sengketa ) mempunyai daya tarik khusus di Indonesia karena keserasiannya
dengan system social budaya tradisional berdasarkan musyawarah mufakat.
Sehubungan denga istilah itu, APS perlu dicari padanannya di Indonesia. Dewasa ini
dikenal dengan beberapa istilah untuk Alternatif Penyelesaian Sengketa ( Alternatif
Dispute Resolution ) antara lain :
• Pilihan Penyelesaian Sengketa (PPS)
• Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (MAPS)
• Penyelesaian Sengketa Di luar Pengadilan
DAFTAR PUSTAKA