Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Dosen Pengampu :

Suyikno, S.Ag, MH.

Disusun oleh :

KELOMPOK 1

Asiyah Khoirun Nisak (C95217034)


Fathur Rosi (C95217035)
Yusron Aminullah (C95217042).

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2020
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Di Indonesia, istilah ADR ( Alternatif Dispute Resolution ) atau APS ( Alternatif


Penyelesaian Sengketa ) relative baru dikenal tetapi penyelesaian-penyelesaian sengketa secara
consensus sudah lama dilakukan oleh masyarakat, yang intinya menekankan pada upaya
musyawarah mufakat kekeluargaan, perdamaian, dan sebagainya. APS ( Alternatif Penyelesaian
Sengketa ) mempunyai daya tarik khusus di Indonesia karena keserasiannya dengan system
social budaya tradisional berdasarkan musyawarah mufakat.1

Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, menjelasakan bahwa APS adalah lembaga penyelesaian
sengketa atau pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di
luar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.

Sehubungan denga istilah itu, APS perlu dicari padanannya di Indonesia. Dewasa ini dikenal
dengan beberapa istilah untuk Alternatif Penyelesaian Sengketa ( Alternatif Dispute Resolution )
antara lain :2

 Pilihan Penyelesaian Sengketa (PPS)


 Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (MAPS)
 Penyelesaian Sengketa Di luar Pengadilan.

Selain beradasarkan pengertian formiil yang terdapat di dalam undang-undang, ada juga
pendapat ahli hukum mengenai pengertian Alternatif Penyelesaian Sengketa diantaranya
sebagai berikut :

1
Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata Kepailitan dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2012), hal. 288

2
Ibid
- Menurut Priyatna Abdurrasyid Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah sekumpulan
prosedur atau mekanisme yang berfungsi memberi alternative atau pilihan suatu tata cara
penyelesaian sengketa melalui bentuk APS/ Arbitrase (negosiasi dan mediasi) agar
memperoleh putusan akhir dan mengikat para pihak secara umum, tidak selalu dengan
melibatkan intervensi dan bantuan pihak ketiga yang independen yang diminta membantu
memudahkan penyelesaian sengketa tersebut.
- Menurut Jimmy Joses Sembiring bahwa Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan
suatu cara penyelesaian sengketa yang dilakikan diluar pengadilan dan pelaksanaannya
diserahkan sepenuhnya kepada para pihak dan para pihak dapat memilih penyelesaian
sengkrta yang akan ditempuh yakni melalui konsultasi, atau meminta penilaian dari ahli3

Definisi yang lebih sempit dan akademis dikemukakan oleh Philip D. Bostwick yang
menyatakan bahwa APS merupakan serangkaian praktik dan teknik-teknik hokum yang diajukan
untuk :

 Memungkinkan sengketa-sengketa hokum tidak dibawa ke pengadilan.


 Mengurangi biaya atau keterlambatan kalau sengketa tersebut diselesaikan melalui
litigasi konvensional
 Mencegah agar sengketa-sengketa hokum tidak dibawa ke pengadilan.

Dengan demikian, APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) atau ADR (Alternatif Dispute
Resolution) merupakan kehendak sukarela dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk
menyelesaikan sengketa mereka di luar pengadilan, dalam arti luar mekanisme ajudikasi standar
konvensional.4

B. DASAR HUKUM PENGATURAN APS


Alternatif Penyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolution) merupakan mekanisme
penyelesaiansengketa diluar pengadilan dengan mempertimbangkan segala bentuk efisiensiyadan
untuk tujuan yang akan datang sekaligus menguntungkan bagi para pihak

3
Jimmy Joses Sembiring, “ Cara Menyelesaikan Sengketa Diluar Pengadilan (Negoisasi, Mediasi, Konsultasi, &
Arbitrase)”, Jakarta, Visimedia, 2011, hal. 11
4
Ibid, hal. 289
Alternatif Penyelesaian Sengketa Mengenai Alternatif Penyelesaian Sengketa (“APS”),
Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (“UU Arbitrase dan APS”) memberikan pengertian sebagai berikut:

Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda


pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan
dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Lebih lanjut, Pasal 6 UU Arbitrase dan APS berbunyi:


1) Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui
alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan
penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.

2) Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak
dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan
tertulis.

3) Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat
diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang
mediator.

4) Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan
bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil
mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka
para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian
sengketa untuk menunjuk seorang mediator.
5) Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif
penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah dapat
dimulai.
6) Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana
dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh
semua pihak yang terkait.

7) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final
dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di
Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.

8) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud


dalam ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
pendaftaran.

9) Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan
ayat (6) tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat
mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad–hoc.

Berdasarkan ketentuan di atas, kembali lagi pada pertanyaan Anda terkait peluang
mengenai penyelesaian sengketa secara online di Indonesia, khususnya penyelesaian sengketa
dengan cara arbitrase online. Apakah Online Dispute Resolution (“ODR”) dapat dilakukan di
Indonesia? Bagaimana dengan hukum positif yang berlaku saat ini, apakah sudah cukup untuk
mendukung pelaksanaan ODR tersebut?

UU Arbitrase dan APS memberi ruang bagi masyarakat untuk menyepakati sebuah APS
di luar Lembaga penyelesaian sengketa yang ada selama ini yakni Pengadilan, dengan prosedur
yang disepakati dan dengan cara yang sudah ditentukan yakni dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Namun demikian, sesuai Pasal 6 ayat (2) UU Arbitrase
dan APS, penyelesaian sengketa diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam
waktu paling lama 14 hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.

C. PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN APS DI INDONESIA

Penyelesaian Sengketa Alternatif (ADR) merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar


pengadilan dengan mempertimbangkan segala bentuk efisiensiya dan menekankan pada upaya
musyawarah mufakat kekeluargaan, perdamaian, sekaligus menguntungkan bagi para pihak
yang bersengketa.

Perkembangan APS antara satu negara dengan negara lain berbeda-beda, namun selalu
ada kaitannya dengan kondisi sosial, politik, ekonomi, hukum, ekonomi dan kelengkapan
infrastruktur (teknologi dan transportasi) dari negara yang bersangkutan. Selain perbedaan
kondisi, tetap ada kesamaan mengenai faktor pendorongnya, yakni sebagai akibat kebutuhan
pelaku usaha mengenai penyelesaian yang efisien dari segi waktu dan biaya, dan sebagai akibat
dari keterbatasan pengadilan dan demokratisasi hukum, serta sinergi dari kedua faktor pendorong
tersebut.

Amerika serikat (AS) dianggap sebagai negara tempat awal berkembangnya ADR yang
kemudian berkembang ke berbagai Negara termasuk asia tenggara dan kemudian
berkembang di Indonesia, di Indonesia istilah ADR ( Alternatif Dispute Resolution ) atau APS
( Alternatif Penyelesaian Sengketa ) relative baru dikenal tetapi penyelesaian-penyelesaian
sengketa secara consensus sudah lama dilakukan oleh masyarakat, yang intinya menekankan
pada upaya musyawarah mufakat kekeluargaan, perdamaian, dan sebagainya. APS ( Alternatif
Penyelesaian Sengketa ) mempunyai daya tarik khusus di Indonesia karena keserasiannya
dengan system social budaya tradisional berdasarkan musyawarah mufakat. 5

Adapun latar belakang berkembangnya ADR atau APS adalah atas dasar kebutuhan yaitu :

1) Untuk mengurangi kemacetan penyelesaian perkara di pengadilan, sering


berkepanjangan, lama biaya tinggi dan hasilnya sering tidak memuaskan.
2) Untuk meningkatkan ketertiban masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa.
3) Untuk memperlancar serta memperluas akses ke pengadilan.
5
Widjaja,Gunawan.,“ Alternatif Penyelesaian Sengketa ” Radja Grafindo persada” Jakarta. 2002 Hal 12
4) Untuk memberi kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang
menghasilkan keputusan yang dapat diterima semua pihak (memuaskan).

Pengembangan Penyelesaian Sengketa Alternatif (ADR) di Indonesia sendir bukanlah hal baru,
ADR sesuai dengan sistem sosial budaya tradisional penyelesaian dengan musyawarah
masyarakat indonesia yang mengedepankan mufakat. Alasan pengembangan APS di Indonesia :

1) Faktor ekonomis, biaya dan waktu yang sedikit


2) Faktor ruang lingkup yang dibahas luas (sesuai kebutuhan)
3) Faktor pembinaan hubungan baik antar manusia 6.

Pada perkembangan terakhir, APS semakin berkembang tidak hanya karena secara
konsep mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pengadilan, tidak hanya karena secara
praktek sudah terbukti menjadi solusi yang dapat diterima, dan tidak hanya karena pengadilan
serta keadilan semakin susah dijangkau. Perkembangan APS ikut didorong dengan
meningkatnya perhatian terhadap isu-isu demokratisasi, reformasi hukum, masyarakat
lemah/kecil, kepentingan publik, keadilan, kepastian hukum, pertanggungjawaban publik,
partisipasi masyarakat, dan tanggungjawab korporasi.

Perkembangan itu memunculkan urgensi untuk mengoptimalkan APS sebagai alternatif


selain menyelesaikan sengketa ke pengadilan yang dapat lebih melindungi kepentingan
masyarakat sehingga akses masyarakat kepada keadilan tetap dapat terjamin - telah kami uraikan
sebelumnya bahwa Mediasi, misalnya, semakin sering dimanfaatkan untuk menyelesaikan
persengketaan yang tidak atau kurang seimbang posisi tawarnya. Perkembangan APS di negara-
negara lain juga sama dengan di Indonesia, yang membedakannya adalah latar belakang sosial,
politik, budaya dan hukum serta kemajuan pendidikan dan ekonomi dari negara yang
bersangkutan. 7

BAB III

PENUTUP
6
Rahardjo, Satjipto. “ilmu Hukum”, PT. Citra aditya Bakti, cet. Ke 6, Bandung 2006 Hal 15
7
Riska Fitriani, “Alternatif penyelesaian sengketa lahan hutan melalui proses mediasi dikabupaten siak” Jurnal ilmu
hukum, Vol 3 No 1 Hal 30
A. KESIMPULAN
Di Indonesia, istilah ADR ( Alternatif Dispute Resolution ) atau APS ( Alternatif
Penyelesaian Sengketa ) relative baru dikenal tetapi penyelesaian-penyelesaian sengketa
secara consensus sudah lama dilakukan oleh masyarakat, yang intinya menekankan pada
upaya musyawarah mufakat kekeluargaan, perdamaian, dan sebagainya. APS ( Alternatif
Penyelesaian Sengketa ) mempunyai daya tarik khusus di Indonesia karena keserasiannya
dengan system social budaya tradisional berdasarkan musyawarah mufakat.
Sehubungan denga istilah itu, APS perlu dicari padanannya di Indonesia. Dewasa ini
dikenal dengan beberapa istilah untuk Alternatif Penyelesaian Sengketa ( Alternatif
Dispute Resolution ) antara lain :
• Pilihan Penyelesaian Sengketa (PPS)
• Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (MAPS)
• Penyelesaian Sengketa Di luar Pengadilan

Alternatif Penyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolution) merupakan


mekanisme penyelesaiansengketa diluar pengadilan dengan mempertimbangkan segala
bentuk efisiensiyadan untuk tujuan yang akan datang sekaligus menguntungkan bagi para
pihak
Alternatif Penyelesaian Sengketa Mengenai Alternatif Penyelesaian Sengketa
(“APS”), Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU Arbitrase dan APS”) memberikan pengertian
sebagai berikut:
Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Pengembangan Penyelesaian Sengketa Alternatif (ADR) di Indonesia sendir
bukanlah hal baru, ADR sesuai dengan sistem sosial budaya tradisional penyelesaian
dengan musyawarah masyarakat indonesia yang mengedepankan mufakat. Alasan
pengembangan APS di Indonesia :
1) Faktor ekonomis, biaya dan waktu yang sedikit
2) Faktor ruang lingkup yang dibahas luas (sesuai kebutuhan)
3) Faktor pembinaan hubungan baik antar manusia .
Pada perkembangan terakhir, APS semakin berkembang tidak hanya karena
secara konsep mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pengadilan, tidak hanya
karena secara praktek sudah terbukti menjadi solusi yang dapat diterima, dan tidak hanya
karena pengadilan serta keadilan semakin susah dijangkau. Perkembangan APS ikut
didorong dengan meningkatnya perhatian terhadap isu-isu demokratisasi, reformasi
hukum, masyarakat lemah/kecil, kepentingan publik, keadilan, kepastian hukum,
pertanggungjawaban publik, partisipasi masyarakat, dan tanggungjawab korporasi.

DAFTAR PUSTAKA

 Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata Kepailitan dan Alternatif


Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012),
 Jimmy Joses Sembiring, “ Cara Menyelesaikan Sengketa Diluar Pengadilan
(Negoisasi, Mediasi, Konsultasi, & Arbitrase)”, Jakarta, Visimedia, 2011
 Widjaja,Gunawan.,“ Alternatif Penyelesaian Sengketa ” Radja Grafindo persada”
Jakarta. 2002
 Rahardjo, Satjipto. “ilmu Hukum”, PT. Citra aditya Bakti, cet. Ke 6, Bandung
2006
 Riska Fitriani, “Alternatif penyelesaian sengketa lahan hutan melalui proses
mediasi dikabupaten siak” Jurnal ilmu hukum, Vol 3 No 1

Anda mungkin juga menyukai