Disusun Oleh:
Eka Puspita
NIM: 11194692110098
Menyetujui,
RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)
f. Plastisitas Otak
Otak bukan organ yag statis, tetapi dinamis yang senantiasa
tumbuh dan berkembang membentuk nerve cell connections
( jaringan antar sel ) yang baru. Pertumbuhan jaringan antar sel ini
dipengaruhi oleh rangsangan atau stimulasi dari dunia luar
(environment) Otak beradaptasi terhadap stimulasi lingkungan
untuk menimbulkan “dendritic sprouting”. Makin banyak dan sering
anak diberikan stimulasi lingkungan, makin banyak terjadi
pertumbuhan jaringan antar sel (dendritic sprouting). Atau dengan
kata lain “makin cerdas” anak itu (Wróbel, 2018).
B. Pengertian
Kraniotomi (craniotomy) berasal dari kata cranium yang artinya
tulang kepala / tengkorak, dan -tomia yang artinya memotong.
Kraniotomi adalah suatu prosedur pembedahan yang dilakukan
dengan membuka sebagian tulang kepala, untuk mendapatkan akses
ke rongga kepala. Kraniotomi dilakukan oleh seorang dokter spesialis
bedah saraf, sebagai prosedur penanganan penyakit atau gangguan
yang berada di dalam kepala / otak (RSUD Tugurejo, 2019).
Kraniotomi adalah sebuah prosedur operasi umum divisi bedah
saraf yang melibatkan pembuatan lubang yang cukup pada tempurung
kepala atau tengkorak (cranium) untuk akses optimal ke intrakranial.
Kraniotomi dinamakan sesuai dengan area tempurung kepala
(cranium) yang dibuka, dapat dilakukan secara intratentorial maupun
supratentorial, atau kombinasi dari keduanya. Tindakan ini dilakukan
sebagai terapi pada tumor otak, hematoma, aneurisma, maupun
infeksi otak. Ukuran lebar kraniotomi bervariasi dari beberapa
milimeter (burr holes) sampai beberapa sentimeter (keyhole),
bergantung pada masalah dan terapi yang dibutuhkan. Kraniotomi
dilakukan menggunakan pisau khusus, bagian cranium yang telah
dipotong (bone flap) dibuka agar pelindung otak (dura) terlihat, dura
kemudian juga dibuka untuk mengekspos bagian otak. Di akhir
prosedur, bone flap diletakkan kembali dan ‘direkatkan’ pada cranium
menggunakan alat khusus (Pratama., dkk. 2020).
Gambar 2. Kraniotomi
C. Etiologi
D. Klasifikasi
Klasifikasi kraniotomi antara lain (Setiawan, 2018):
1. Kraniektomi Dekompresi, yaitu operasi mengangkat sebagian
tulang kepala.
2. Kranioplasti, yaitu operasi untuk memperbaiki defek pada tulang
kranium dengan menginduksi jaringan granulasi seperti bone graft,
xenograft dan sebagainya. Kranioplasti dilakukan pada pasien yang
telah dilakukan kraniektomi.
3. Bedah kraniofasial adalah bedah plastik yang berfokus pada tulang
kepala dan tulang wajah. Bedah ini biasanya dilakukan untuk
memperbaiki cacat bawaan.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari post op Kraniotomi adalah (A'la., dkk. 2019):
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada kraniotomi antara lain (Lalenoh., dkk.
2012):
1. Anastesi
2. Terapi Steroid untuk pengurangan edema disekitar otak
3. Obat opioid untuk penghilang rasa sakit
4. Terapi cairan
5. Oksigen
6. Obat diuretik digunakan untuk membuang kelebihan garam dan air
dari dalam tubuh melalui urine.
I. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang: biasanya pasien dengan post
op craniotomy mengalami penurunan kesadaran atau masih
d bawah pengaruh obat (GCS <15), lemah, terdapat luka di
daerah kepala, terdapat secret pada saluran pernafasan
kadang juga kejang.
2) Riwayat kesehatan dahulu harus diketahui baik
berhubungan dengan sistem persarafan maupun riwayat
penyakit sistemik lainnya. Biasanya pasien mempunyai
riwayat penyakit seperti kepala terbentur atau jatuh, riwayat
hipertensi, riwayat stroke.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga: pasien dengan post op
craniotomy mempunyai riwayat keturunan seperti penyakit
hipertensi dan stroke.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala, pasien dengan post op craniotomy tampak luka
bekas operasi pada kepala klien dan terpasang drain, tidak
terdapat pembengkakan pada kepala
2) Mata, pasien dengan post op craniotomy akan terjadi
pengeluaran darah yang berlebih jadi conjuntiva pucat,
ukuran pupil (2 mm). Reaksi terhadap cahaya ada, tidak ada
edema pada palpebra, palpebra tertutup, sklera tidak ikterik.
3) Hidung, pasien akan terpasang NGT untuk pemenuhan
nutrisi, hidung bersih, tidak ada perdahan pada hidung.
Tidak ada pembengkakan pada daerah hidung
4) Mulut, Mukosa bibir tampak kering, pasien akan terpasang
ETT dan OPA, mulut. Tidak ada pembengkakan di sekitar
mulut
5) Leher Pasien dengan post op craniotomy tidak mengalami
kelainan pada leher.
6) Dada, I : Dada tampak simetris, gerkan sama kiri dan kanan,
tidak ada tampak luka atau lesi, tampak terpasang elektroda
kardiogram. P : Tidak ada pembengkakan P : Sonor
diseluruh lapang paru Auskultasi : Suara nafas ronchi karena
penumpukan secret pada jalan nafas, irama tidak teratur
7) Kardiovaskuler, I : Arteri carotis normal , tidak terdapat
ditensi vena jungularis, ictus cordis tidak terlihat P : Ictus
cordis teraba di SIC V 2 cm medial lateral mid clavicula
sinistra P : Letak jantung normal yaitu batas atas jantung :
ICS II parasternal sinistra, batas kanan jantung: linea
parasternal dextra, batas kiri jantung : midclavicula sinistra A
: tidak mengalami kelainan pada suara jantung: S1 dan S2
normal reguler, tidak ada suara jantung tambahan seperti
gallop kecuali pasien mengalami riwayat penyakit jantung.
8) Abdomen Inspeksi : Perut datar, tidak ada lesi pada
abdomen Auskultasi: Bising usus normal 12 x/I Palpasi:
Tidak ada pembengkakan pada abdomen Perkusi : Timpani
9) Genitalia: terdapat penggunaan kateter karena telah
dilakukan operasi dan klien harus bedrest total.
10)Ekstremitas: Tidak terdapat edema pada ekstremitas. Klien
bedrest total. Akral dingin.
11)Kulit: Kulit kering, temperatur dingin, tidak terdapat cyanosis.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Diagnosa 1
D.0077. Nyeri Akut
Definisi:
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Batasan karakteristik:
b. Diagnosa 2
D. 0142. Resiko Infeksi
Definisi:
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
Batasan karakteristik:
Faktor Risiko
1. Penyakit Kronis
2. Efek prosedur Infasif
3. Malnutrisi
4. Peningkatan paparan organisme patogen
lingkungn
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh perifer :
a. Gangguan peristltik
b. Kerusakan integritas kulit
c. Perubahan sekresi PH
d. Penurunan kerja siliaris
e. Ketuban pecah lama
f. Ketuban pecah sebelum waktunya
g. Merokok
h. Statis cairan tubuh
6. Ketidakadekuatan pertahan tubuh sekunder
a. Penuruna Hemoglobin
b. Imunosupresi
c. Leukopenia
d. Supresi Respon Inflamasi
e. Vaksinasi tidak adekuat
3. Perencanaan
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Risiko Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi (I.14539)
Insfeksi (l. 14137) Observasi
Setelah - Identifikasi riwayat kesehatan
dilakukan dan riwayat alergi
tindakan - Identifikasi kontraindikasi
keperawatan pemberian imunisasi
diharapkan - Identifikasi status imunisasi
resiko insfeksi setiap kunjungan ke
tidak terjadi pelayanan kesehatan
dengan kriteria
hasil: Terapeutik
Demam skala - Berikan suntikan pada pada
5 (menurun) bayi dibagian paha
Nyeri skala 5 anterolateral
(menurun) - Dokumentasikan informasi
Bengkak vaksinasi
skala 5 - Jadwalkan imunisasi pada
(menurun) interval waktu yang tepat
Kadar sel
darah putih Edukasi
skala 5 - Jelaskan tujuan, manfaat,
(menbaik) resiko yang terjadi, jadwal dan
Kedalaman efek samping
napas skala 5 - Informasikan imunisasi yang
(membaik) diwajibkan pemerintah
- Informasikan imunisasi yang
melindungiterhadap penyakit
namun saat ini tidak
diwajibkan pemerintah
- Informasikan vaksinasi untuk
kejadian khusus
- Informasikan penundaan
pemberian imunisasi tidak
berarti mengulang jadwal
imunisasi kembali
- Informasikan penyedia
layanan pekan imunisasi
nasional yang menyediakan
vaksin gratis
DAFTAR PUSTAKA
Abessa, T. G., Worku, B. N., Kibebew, M. W., Valy, J., Lemmens, J., Thijs,
H., … Granitzer, M. (2016). Adaptation and standardization of a
Western tool for assessing child development in non-Western low-
income context. BMC Public Health, 1–13. doi.org/10.1186/s12889-
016-3288-2
Patel, D. R., Neelakantan, M., Pandher, K., & Merrick, J. (2020). Cerebral
palsy in children: A clinical overview. Translational Pediatrics, 9(1),
S125–S135. doi.org/10.21037/tp.2020.01.01