Disusun Oleh:
Eka Puspita, S. Kep
11194692110098
Menyetujui,
3) Lobus Parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di
gyrus post sentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran
4) Lobus Oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini
dengan informasi saraf lain dan memori
d. Vaskularisasi otak
Pengaliran darah ke otak dilakukan oleh dua pembuluh
arteri utama yaitu oleh sepasang arteri karotis interna dan sepasang
arteri vertebralis. Keempat arteri ini terletak didalam ruang
subarkhonoid dan cabangcabangnya ber anastomosis pada
permukaan inferior otak untuk membentuk circulus willisi. Arteri
carotis interna, arteri basilaris, arteri cerebri anterior, arteri
communicans anterior, arteri cerebri posterior da communicans
posterior dan arteria basilaris ikut membentuk sirkulus ini (Snell,
2007).
2. Fisiologi Otak
Otak Diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges.
Selaput meninges terdiri dari 3 lapisan :
a. Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari
otak dan bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan
tulang tengkorak. Berfungsi untuk melindungi jaringan-jaringan yang
halus dari otak dan medula spinalis.
b. Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan
terdiri dari lapisan yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam
lapisan ini disebut dengan ruang subaraknoid dan memiliki cairan
yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk
melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan.
c. Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak
dan melekat langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki
pembuluh darah. Berfungsi untuk melindungi otak secara langsung.
Otak dibagi menjadi beberapa bagian :
a. Cerebrum (otak besar)
1) Merupakan bagian otak yang memenuhi sebagian besar dari otak
kita yaitu 7/8 dari otak.
2) Mempunyai 2 bagian belahan otak yaitu otak besar belahan kiri
yang berfungsi mengatur kegaiatan organ tubuh bagian kanan.
Kemudian otak besar belahan kanan yang berfungsi mengatur
kegiatan organ tubuh bagian kiri.
3) Bagian kortex cerebrum berwarna kelabu yang banyak
mengandung badan sel saraf. Sedangkan bagian medulla
berwarna putih yang bayak mengandung dendrite dan neurit.
Bagian kortex dibagi menjadi 3 area yaitu area sensorik yang
menerjemahkan impuls menjadi sensasi. Kedua adalah area
motorik yang berfungsi mengendalikan koordinasi kegiatan otot
rangka. Ketiga adalah area asosiasi yang berkaitasn dengan
ingatan, memori, kecedasan, nalar/logika, kemauan. Mempunyai 4
macam lobus yaitu :
4) Lobus frontal berfungsi sebagai pusat penciuman, indera peraba.
5) Lobus temporal berungsi sebagai pusat pendengaran
6) Lobus oksipetal berfungsi sebagai pusat penglihatan.
7) Lobus parietal berfungsi sebagai pusat ingatan, kecerdasan,
memori, kemauan, nalar, sikap.
c. Medula oblongata
Medula oblongata Berfungsi sebagai pusat pengaturan ritme respirasi,
denyut jantung, penyempitan dan pelebaran pembuluh darah, tekanan
darah, gerak alat pencernaan, menelan, batuk, bersin dan
bersendawa. Medula spinalis berfungsi sebagai pusat gerak refleks
dan menghantarkan impuls dari organ ke otak dan dari otak ke organ
tubuh.
B. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Stroke hemoragik artinya stroke karena pendarahan, terjadi akibat
pembuluh darah di otak pecah. Pecahnya pembuluh darah di otak
menyebabkan aliran darah ke jaringan otak berkurang dan sel-sel otak
dapat mengalami kerusakan bahkan kematian karena kekurangan
oksigen dan nutrisi. Darah yang keluar dari pembuluh darah yang pecah
juga dapat merusak sel-sel otak yang ada disekitarnya (Indrawati., dkk.
2016)
2. Etiologi
a. Penyebab stroke hemoragik, yaitu (Indrawati., dkk. 2016):
1) Hipertensi
Hipertensi merupakan penyebab tersering stroke hemoragik.
Hipertensi yang menahun dapat menyebabkan kelemahan dinding
pembuluh darah sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah.
2) Kelainan pembuluh darah
Pendarahan juga bisa terjadi pada seseorang yang mengalami
kelainan pembuluh darah seperti aneurisma dan malformasi
arteriovena. Malformasi arteriovena adalah kelainan bawaan sejak
lahir berupa dinding pembuluh darah tipis dan kusut akibat gangguan
pada saat pembentukan.
3) Kelainan komponen darah
Penyakit seperti hemophilia ataupun thalassemia juga dapat
menyebabkan stroke hemoragik.
b. Faktor risiko stroke
1) Faktor risiko stroke yang dapat dikontrol atau dimodifikasi antara lain
pernah terserang stroke, hipertensi, diabetes mellitus,
hiperkolestrolemia, merokok, gaya hidup tidak sehat dan penyakit
jantung seperti aritmia. Menurut dr. Rakhmad Hidayat, Sp.S(K),
MARS selaku Dokter Spesialis Saraf RSUI menjelaskan bagaimana
hubungan antara aritmia dan stroke. Hal ini diawali dari adanya
gangguan kontraksi jantung, sehingga membuat aliran darah
tertahan. Aliran darah yang tertahan akan membentuk gumpalan
(tromboemboli), yang dapat terbawa ke otak. Hal ini dapat
menyumbat pembuluh darah di otak, yang akhirnya menyebabkan
stroke.
2) Faktor risiko stroke yang tidak dapat dikontrol atau dimodifikasi antara
lain faktor usia, jenis kelamin, ras dan genetik/keturunan (Indrawati.,
dkk. 2016).
3. Klasifikasi
Menurut letaknya stroke hemoragik dibedakan atas 2 kelompok yaitu
pendarahan intraserebral dan pendarahan subaracnoid.
a. Pendarahan intraserebral
Pada jenis ini pembuluh darah otak pecah dan darah membasahi jaringan
otak. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak sehingga menyebabkan
spasme atau menyempitnya arteri disekitar pendarahan. Sel-sel otak
yang berada jauh dari tempat pendarahan juga akan mengalami
kerusakan karena aliran darah terganggu. Selain itu jika volume darah
yang keluar lebih dari 50 ml maka dapat terjadi proses desak ruang yakni
rongga kepala yang luasnya tetap ‘diperebutkan’ oleh darah (pendatang
baru) dan jaringan otak sebagai (penghuni lama). Biasanya pada proses
desak ruang ini, jaringan otak yang relatif lunak mengalami kerusakan
akibat penekanan oleh jandalan darah (Indrawati., dkk. 2016).
b. Pendarahan subarachnoid
Pendarahan yang terjadi dipembuluh darah yang terdapat pada selaput
pembungkus otak. Selanjutnya, darah mengalir keluar mengisi rongga
antara tulang tengkorak dan otak. Sama seperti pendarahan intraserebral,
darah yang keluar dapat menyebabkan spasme arteri sekitar tempat
pendarahan, mengiritasi jaringan sekitar, serta menyebakan proses desak
ruang (Indrawati., dkk. 2016).
4. Manifestasi
Gejala dan tanda stroke sering muncul antara lain (Indrawati., dkk. 2016):
a. Nyeri kepala hebat secara tiba-tiba
b. Pusing (seperti berputar)
c. Bingung
d. Penglihatan kabur atau ketajaman penglihatan menurun
e. Kesulitan bicara secara tiba-tiba dan mulut tertarik ke satu sisi atau perot
f. Kehilangan keseimbangan
g. Rasa kebas pada satu sisi tubuh
h. Kelemahan otot-otot pada satu sisi
5. Patofisiologi
Kedua jenis stroke hemoragik cukup berbeda dalam hal patofisiologi.
Pendarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan
perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih
20% adalah stroke hemoragik dan masing-masing 10% untuk perdarahan
subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Yueniwati, 2016).
Pada ICH, perdarahan terjadi di dalam parenkim otak. Hal ini
diperkirakan terjadi akibat bocornya darah dari pembuluh yang rusak akibat
hipertensi kronis. Tempat predileksi antara lain thalamus, putamen,
serebellum, dan batang otak. Selain hipoperfusi, parenkim otak juga terkena
kerusakan akibat tekanan yang disebabkan oleh efek massa hematoma atau
kenaikan tekanan intrakranial (TIK) secara keseluruhan. ICH memiliki tiga
fase, yaitu perdarahan awal, ekspansi hematoma, dan edema peri-
hematoma. Pendarahan awal disebabkan oleh faktor-faktor risiko di atas.
Prognosis sangat dipengaruhi oleh kedua fase berikutnya. Ekspansi
hematoma, yang terjadi dalam beberapa jam setelah fase perdarahan awal
terjadi, akan meningkatkan TIK pada gilirannya akan merusak BBB (Blood
Brain Barrier). Peningkatan TIK berpotensi menyebabkan herniasi.
kerusakan BBB ini menyebabkan fase berikutnya yaitu pembentukan edema
peri-hematoma. Fase terakhir ini dapat dalam beberapa hari setelah fase
pertama terjadi dan merupakan penyebab utama perburukan neurologis,
akibat penekanan bagian otak normal (Yueniwati, 2016).
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100-
400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh
darah tersebut yaitu lipohialinosis, nekrosis fibrinoid, serta timbulnya
aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan
darah yang tiba-tiba menyebabkan pecahnya penetrating arteri yang kecil.
Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada
arteriola dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah
juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Yueniwati,
2016).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemia
akibat menurunnya tekana n perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah
yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologi timbul
karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis
(Yueniwati, 2016).
Pendarahan subarachnoid terjadi akibat pembuluh darah di sekitar
permukaan otak pecah sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang
subarachnoid. Pendarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh
rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous
malformation (AVM). SAH mengakibatkan banyak hal. Selain peningkatan
TIK, SAH mengakibatkan vasokonstriksi akut, agregasi platelet dan
kerusakan mikrovaskular. Hal ini mengakibatkan penurunan bermakna
perfusi otak dan iskemia (Yueniwati, 2016).
Pecahnya pembuluh
darah otak
Perfusi serebral
tidak efektif
Disfungsi N. II
(optikus) Kerusakan N. I Kerusakan Disfungsi N.XI
(olfaktorius), N. II neurocerebrospinal (assesorius)
(optikus), N. XII N. VII (fasialis), N. XI
Penurunan aliran
(Hipoglosus) (glossofaringeus)
darah keretina
Kelemahan pada
Perubahan satu/keempat
kontrol otot anggota gerak
Penurunan ketajaman sensori,
facial/oral mrnjadi
kemampuan retina penghidu,
lemah
untuk menangkap penglihatan dan
obyek/bayangan pengecap
Hemiparase/plegi
Ketidakmampuan kanan & kiri
Kebutaan Ketidakmampuan bicara
penghidu, melihat dan
mengacap
Kerusakan
artikular, tidak
Gangguan perubahan dapat berbicara
persepsi sensori (disatria)
Resiko jatuh
Penurunan fungsi N. Kerusakan
X (glosofaringeus) komunikasi
verbal
Proses menelan
tidak efektif
Gangguan
menelan Reflux
Kerusakan Tirah baring
komunikasi fisik lama
Disfagia
Luka dekubitus
Anoreksia
Defisit nutrisi
Gangguan
integritas kulit
Bila terlambat penanganannya atau sudah lebih dari 4,5 jam maka Stroke
akan menjadi parah bahan berisiko kematian atau kecacatan permanen
(p2ptm.kemkes.go.id. 2020).
8. Penatalaksanaan medis
Terapi umum:
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma > 30
mL, pendarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus dan keadaan klinis
cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan
darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik > 80 mmHg, diastolic >
120 mmHg, MAP > 30 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila
terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan
labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian
dalam 10 menit) maksimum 300 mg, enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam,
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan
intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi kepala dan dada
disatu bidang, pemberian manitol dan hiperventilasi (pCO 2 20-35 mmHg).
Penalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung
diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat atau inhibitor pompa
proton, komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan obati
dengan antibiotic spectrum luas (Nurarif & kusuma, 2016).
Terapi khusus:
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan
bedah mempertimbangkan usia dan letak pendarahan yaitu pada pasien
yang kondisinya kian memburuk dengan pendarahan serebelum berdiameter
> 3 cm3, hidrosefalus akut akibat pendarahan intraventrikuler atau serebelum,
dilakukan VP-Shunting dan pendarahan lobar > 60mL dengan tanda
peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada
pendarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis kalsium (nimodipin)
atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika
penyebabnya adalah aneurima atau malformasi arteriovena (AVM) (Nurarif &
kusuma, 2016).
Pemerisaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain (Nurarif & kusuma, 2016):
a) Pemeriksaan darah lengkap, untuk memeriksa seberapa cepat
pembekuan darah bisa terjadi
b) Angiografi serebri, yakni pemeriksaan dengan menggunakan sinar-X
untuk menemukan pembuluh darah yang pecah dan mendeteksi kelainan
bentuk pembuluh darah
c) Lumbal pungsi, untuk memastikan apakah cairan serebrospinal
bercampur dengan darah (tanda positif stroke hemoragik subaraknoid)
d) CT-scan dan Magnetic Imaging Resnance (MRI) untuk mengetahui lokasi
pendarahan, seberapa besar kerusakan jaringan pada otak, dan untuk
melihat apakah ada kelainan lain pada jaringan otak seperti tumor.
e) Usg Droppler untuk mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah arteri
karotis)
f) EEG (elektroensefalogram) melihat daerah kerusakan yang spesifik.
Triase Stroke:
9. Penatalaksanaan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala,mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat
kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsif, dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat – obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat –
obat adiktif, kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang
sering digunakan klien, seperti pemakaian antihipertensi,
antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat
merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat
penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
2. Pemeriksaan Fisik head to toe
Dengan melakukan pemeriksaan inspeksi,palpasi,perkusi, auskultasi
(IPPA)
3. Pengkajian lainnya
a. Pengkajian saraf kranial
1) Nervus I (Olfaktorius)
2) Nervus II (Optikus)
3) Nervus III, IV, dan VI (Oculomotorius)
4) Nervus V (Trigeminus)
5) Nervus VII (Facialis)
6) Nervus VIII (vestibulokokhlearis)
7) Nervus IX (glosofaringeal) dan Nervus X (vagus)
8) Nervus XI (Accessorius)
9) Nervus XII (hipoglosus)
b. Pengkajian Status Neurologis (NIHSS)
c. Pengkajian Risiko Luka Dekubitus (Skala Norton)
d. Pengkajian Tingkat Kesadaran (Glasgow Coma Scale)
4. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d disfungsi neurologis
b. perfusi serebral tidak efektif
c. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuro muskular
d. Gangguan integritas kulit b.d penurunan mobilitas
e. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
2. Perfusi serebral Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Manajemen Peningkatan Tekana Intrkranial
tidak efektif 1x24 jam diharapkan perfusi serebral meningkat Observasi
dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
1. Tingkat kesadaran dari skala 3 sedang ke 2. Monitor MAP (Mean arterial pressure)
skala 5 meningkat 3. Monitor CVP(Central Venous Pressure)
2. Kognitif dari skala 3 sedang ke skala 5 4. Monitor status pernapasan
meningkat 5. Monitor intake dan output cairan
3. Tekanan intra kranial dari skala 3 sedang 6. Monitor cairan serebrospinal
ke skala 5 menurun
Terapeutik
4. Sakit kepala dari skala 3 sedang ke skala
1. Minimalkan stimulus dengan lingkungan yang
5 menurun
tenang
5. Ttv dalam dari skala 3 sedang ke skala 5
2. Berikan posisi semi fowler
membaik
3. Hindari manuver valsave
6. Reflek saraf dari skala 3 sedang ke skala 5
4. Cegah terjadinya kejang\hindari penggunaan
membaik
peep
5. Hindari pemberian cairan hipotonik
6. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
7. Pertahankan suhu tubuh
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
konvulsan
2. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis
Kolaborasi pemberian pelunak tinja
Indrawati, Lilis., Wening Sari., Catur Setia Dewi. (2016). Care Yourself Stroke
Cegah Dan Obati Sendiri. Jakarta: Penebar Plus (Penebar Swadaya
Grup)
PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI