PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
5. Thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana produksi
satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu.
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defesiensi
) pada haemoglobin. (Suryadi, 2001) atau (produksi rantai.
6. Thalasemia merupakan penyakit anemia hemofilia dimana terjadi kerusakan sel
darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit pendek (kurang
dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997).
Jadi Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari
100 hari), yang disebabkan danoleh defesiensi produksi satu atau lebih dari satu
jenis rantai , yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara
resesif.
3
1. Sel darah merah
Sel darah merah (eritrosit) membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi. Sel ini
berbentuk lempengan bikonkaf dan dibentuk di sum-sum tulang. Leukosit berada
di dalam sirkulasi selama kurang lebih 120 hari. Hitung rata-rata normal sel darah
merah adalah 5,4 juta /ml pada pria dan 4,8 juta/ml pada wanita. Setiap sel darah
merah manusia memiliki diameter m.m dan tebal 2 sekitar 7,5. Pembentukan
sel darah merah (eritro poresis) mengalami kendali umpan balik.
Pembentukan ini dihambat oleh meningkatnya kadar sel darah merah dalam
sirkulasi yang berada di atas nilai normal dan dirangsang oleh keadaan anemia.
Pembentukan sel darah merah juga dirangsang oleh hipoksia.
2. Haemoglobin
Haemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel
darah merah, suatu protein yang mempunyai berat molekul 64.450.
Sintesis haemoglobin dimulai dalam pro eritroblas dan kemudian dilanjutkan
sedikit dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum
tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit tetap membentuk sedikit
mungkin haemoglobin selama beberapa hari berikutnya.
Tahap dasar kimiawi pembentukan haemoglobin. Pertama, suksinil KoA,
yang dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk
molekul pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protopor firin
IX yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme.
Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yang
disebut globin, yang disintetis oleh ribosom, membentuk suatu sub unit
hemoglobulin yang disebut rantai hemoglobin.Terdapat beberapa variasi kecil
pada rantai sub unit hemoglobin yang berbeda, bergantung pada susunan asam
amino di bagian polipeptida.
Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan rantai
delta. Bentuk hemoglobin yang paling umum pada orang dewasam, yaitu
hemoglobin A, merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.
a. 2 Suksinil-KoA + 2 glisin protoporfirin Ixo 4 pirol
Hemeo protoporfirin IX + Fe++ ) atau Rantai hemoglobin (o Heme
+ Polipeptida hemoglobin A + 2 rantai o 2 rantai
4
3. Katabolisme hemoglobin
Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan
segera difagosit oleh sel-sel makrofag di hampir seluruh tubuh, terutama di hati
(sel-sel kupffer), limpa dan sumsum tulang. Selama beberapa jam atau beberapa
hari sesudahnya, makrofag akan melepaskan besi yang didapat dari hemoglobin,
yang masuk kembali ke dalam darah dan diangkut oleh transferin menuju sumsum
tulang untuk membentu sel darah merah baru, atau menuju hati dari jaringan lain
untuk disimpan dalam bentuk faritin. Bagian porfirin dari molekul hemoglobin
diubah oleh sel-sel makrofag menjadi bilirubin yang disekresikan hati ke dalam
empedu. (Guyton & Hall, 1997).
5
Thalasemia dapat menyebabkan penurunan suplai darah ke jaringan sehingga
suplai O2 dan nutrisi ke jaringan menurun, mengakibatkan menurunnya metabolisme
dalam sel. Dan terjadilah perubahan pembentukan ATP, sehingga energi yang
dihasilkan menurun dan terjadilah kelemahan fisik, sehingga pasien mengalami defisit
perawatan diri dan intoleransi aktivitas.
Selain menyebabkan penurunan suplai O2 dan nutrisi, penurunan suplai darah
ke jaringan juga membuat tubuh merespin dengan pembentukan eritroporetin yang
dapat merangsang eritroporesis, sehingga eritrosit imatur dan mudah lisis, maka
terjadilah penurunan HB, maka memerlukan transfusi.
Transfusi jangka panjang dapat mengakibatkan penumpukan Fe di organ
(hemokromotosis), penumpukan Fe terjadi di limpa dan hati. Di limpa penumpukan
Fe ini dapat mengakibatkan spleno megali maka harus dilakukan splenoktomi
sehingga beresiko terjadi infeksi. Di hati penumpukan Fe mengakibatkan
hepatomegali / sirohepatis yang menyebabkan anoreksia sehingga pasien mengalami
gangguan pemenuan nutrisi kurang dari kebutuhan.
Selain akibat tersebut penumpukan Fe juga dapat mengakibatkan perubahan
sirkulasi sehingga kulit rusak dan mengalami resiko kerusakan intregritas kulit.
Thalasemia juga dapat mengakibatkan menurunnya pengikatan O2 oleh
eritrosit sehingga aliran darah ke organ vital dan seluruh jaringan menurun, sehingga
O2 dan nutrisi tidak ditransport secara adekuat yang mengakibatkan perfusi jaringan
terganggu maka terjadilah perubahan perfusi jaringan.
6
mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi
pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual.
3. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan kerusakan
sel resultan yang mengakibatkan :
a. Splenomegall
b. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala,
tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan.
c. Komplikasi jantung, seperti aritmaia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat otot
jantung.
d. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
e. Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
f. Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi.
g. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
7
3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan
fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah.
Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat
menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila.
Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembanga fisik tidak sesuai
umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat
transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi
dalam jaringan kulit.
5. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor,
anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl) Gejala deformitas tulang, hepatomegali
dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi
nampak pada masa dewasa.
6. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin,
bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
a. Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
b. Thalasemia intermedia
c. Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
7. Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,
polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
8. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC)
menjadi rendah dan dapat mencapai nol
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang
ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia
juga mempunyai HbE maupun HbS.
9. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena
kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
10. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan
peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai
beta.
8
2.6 Komplikasi Thalasemia
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi
darah yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam
darah tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa,
kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat
tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang
ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak. Pada
orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif
kolelikiasis sering dijumpai, komplikasi lain :
1. Infark tulang
2. Nekrosis
3. Aseptic kapur femoralis
4. Asteomilitis (terutama salmonella)
5. Hematuria sering berulang-ulang
9
c. Pemeriksaan lebih maju adalah analisa DNA,
DNA drobing, geneblotting, dan pemeriksaan PCR (Poly merase
Chain Reaction).
d. Gambaran radiologis,
Tulang akan memperlihatkan medulanya. Tipsi dan trabekula kasar.
Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak usia bermain kadang-
kadang terlihat bruch apperance (menyerupai rambut berdiri potongan
pendek). Fraktur kompresi vertebra dapat terjadi. Tulang iga melebar,
terutama pada bagian artikulasi dengan prosesis transversus.
Pemeriksaan Diagnostik yang lain:
Darah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit dalam
batas normal
Hapusan darah tepi : hipokrom mikrositer,anisofolkilositosis,
polikromasia sel target, normoblas.pregmentosit
Fungsi sum sum tulang : hyperplasia normoblastik
Kadar besi serum meningkat
Bilirubin indirect meningkat
Kadar Hb Fe meningkat pada thalassemia mayor
Kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia minor.
Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang labor,
korteks tipis dan trabekula kasar.
Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-on-end” yang disebabkan
perluasan sumsum tulang ke dalam tulang korteks.
Transfusi darah berupa sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb 11 g/dl.
Jumlah SDM yang diberikan sebaiknya 10 – 20 ml/kg BB.
Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari), jika diit buruk
Pemberian cheleting agents (desferal) secara teratur membentuk
mengurangi hemosiderosis. Obat diberikan secara intravena atau subkutan,
dengan bantuan pompa kecil, 2 g dengan setiap unit darah transfusi.
Vitamin C, 200 mg setiap, meningkatan ekskresi besi dihasilkan oleh
Desferioksamin.
Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan darah. Ini
ditunda sampai pasien berumur di atas 6 tahun karena resiko infeksi.
10
Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk
merangsang hipofise jika pubertas terlambat.
Pada sedikit kasus transplantsi sumsum tulang telah dilaksanakan pada
umur 1 atau 2 tahun dari saudara kandung dengan HlA cocok (HlA –
Matched Sibling). Pada saat ini keberhasilan hanya mencapai 30% kasus.
(Soeparman, dkk 1996 dan Hoffbrand, 1996)
11
Transpusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%)
atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan
bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat
perdarahan cukup besar.
Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu
membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus
dianjurkan minum teh.
Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah
berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan
karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.
3. Penatalaksanaan Pengobatan
a. Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu membutuhkan
transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan terjadi kompensasi
tubuh untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja lebih keras
sehingga terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limpa, pembesaran hati,
penipisian tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat mengakibakan gagal
jantung, perut membuncit, dan bentuk tulang wajah berubah dan sering
disertai patah tulang disertai trauma ringan.
b. Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada organ-
organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman , sementara
penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada jantung, kelenjar
endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung, pubertas terlambat,
tidak menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak dapat mempunyai
keturunan.
c. Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis B,
hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak
thalassemia menjadi rendah diri.
d. Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang
pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25%
anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25%
anak sakit thalassemia mayor.
12
2.9 Pencegahan Thalasemia
1. Pencegahan primar
penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah
perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang
homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25
% Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan
sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus
homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan
50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan
suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin
sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk,
1996).
13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN THALASEMIA PADA ANAK
3.1 Pengkajian
1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup
banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling
banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia
minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
3. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau
infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat
transport.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik
anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak
juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah
dan tidak sesuai usia.
6. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah
orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena
talasemia mayor.
14
8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu
diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas,
yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal
hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada : Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut : Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali).
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah
normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak
tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis
bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya
anemia kronik.
i. Kulit : Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat
transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena
adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
15
4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan
neurologis.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat,
penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
16
2. Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara
suplai O2 dan kebutuhan.
Kriteria hasil :
1. Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi,
pernapasan dan Tb masih dalam rentang normal pasien.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan
kesulitan dalam beraktivitas.
2. Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
3. Catat respin terhadap tingkat aktivitas.
4. Berikan lingkungan yang tenang.
5. Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
6. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
7. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.
8. Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
9. Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
10. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai
toleransi.
11. Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.
17
7. Kolaborasi dengan ahli gizi.
8. Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin, Protein,
dll.
9. Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe
tidak dianjurkan.
18
1. Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostika rencana
pengobatan.
2. Mengidentifikasi faktor penyebab.
3. Melakukan tindakan yang perlu/ perubahan pola hidup.
Intervensi :
1. Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik.
2. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya
thalasemia.
3. Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat dukungan secara psikologis.
4. Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi dini keadaan
janin melalui air ketuban dan konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak
menikah dengan sesama penderita thalasemia, baik mayor maupun minor.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Prevalensi pembawa sifat thalassemia di Indonesia sekitar 3 – 8%. Artinya 3
sampai 8 dari 100 orang Indonesia membawa sifat thalassemia. Di RSCM saja pada
tahun 2006 tercatat 1300 pasien thalassemia, dengan kisaran usia 6 bulan hingga 40
tahun.
Thalassemia adalah suatu penyakit kelainan darah bawaan yang menyebabkan
sel darah merah pecah (hemolisis). Kelainan gen ini akan mengakibatkan berkurang/
tidak terbentuknya rantai globin pembentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak
terbentuk sempurna. Akibatnya, tubuh tidak bisa membentuk sel darah yang normal,
sehingga sel darah merah mudah pecah dan terjadilah anemia.
Secara klinis, terdapat tiga jenis thalassemia, yakni :
1. thalassemia mayor
2. thalassemia intermedia
3. thalassemia minor/ pembawa sifat
20
DAFTAR PUSTAKA
21