Anda di halaman 1dari 13

DISKRESI PEMERINTAHAN

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum


Administrasi Negara
Dosen Pengampu: Pery Rahendra Sucipta S.H.,M.H.

DISUSUN OLEH:
URIP HARDIYANTO (190574201002)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2021
PERWAKO TANJUNGPINANG NO. 29 TAHUN 2020

BISA DIKATAKAN SEBAGAI DISKRESI?

Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state) dimana tujuan negara

adalah untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dinyatakan dalam

pembukaan UUD RI 1945, menimbulkan beberapa konsekuensi terhadap

penyelenggaraan pemerintahan yaitu pemerintah harus berperan aktif mencampuri

kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Untuk itu kepada pemerintah dilimpahkan

besrtuurzorg atau public service. Agar servis publik dapat dilaksanakan dan mencapai

hasil maksimal, kepada administrasi negara diberikan suatu kemerdekaan tertentu

untuk bertindak atas inisiatif sendiri menyelesaikan berbagai permasalahan yang

rumit dan membutuhkan penanganan secara cepat, sementara terhadap permasalahan

itu tidak ada, atau masih belum dibentuk suatu dasar hukum penyelesaiannya oleh

lembaga legislatif yang kemudian dalam hukum administrasi negara diberikan

kewenangan bebas berupa diskresi. Dengan diberikan kebebasan bertindak kepada

administrasi dalam melaksanakan tugasnya mewujudkan welfare state diharapkan

kesejahteraan masyarakat benar-benar tercipta. Karena pada prinsipnya badan/pejabat

administrasi pemerintahan tidak boleh menolak untuk memberikan pelayanan kepada

masyarakat dengan alasan hukumnya tidak ada ataupun hukumnya ada tetapi tidak

jelas, sepanjang hal tersebut masih menjadi kewenangannya.

Pengertian diskresi menurut kamus hukum, diskresi berarti kebebasan

mengambil keputusan dalam setiap situasi yang dihadapi menurut pendapatnya


sendiri. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang

administrasi pemerintahan mengartikan diskresi sebagai Dalam konsepsi negara

hukum modern, diskresi mutlak dibutuhkan oleh pemerintah dan kepadanya melekat

wewenang itu, sejalan dengan meningkatnya tuntutan pelayanan publik yang harus

diberikan pemerintah terhadap kehidupan sosial ekonomi para warga yang kian

komplek. Dewasa ini, hampir di seluruh belahan dunia terkena dampak yang sangat

signifikan yang diakibatkan oleh pandemi covid-19. Berbagai macam sektor

kehidupan kita sehari-hari yang sifatnya sangat vital, bisa dikatakan tersendat dengan

adanya pandemi covid-19 ini, contohnya saja dalam hal kesehatan,kegiatan

perekonomian,ibadah,sekolah, dan sebagainya itu sangat sulit untuk dilaksanakan

secara sempurna seperti yang biasa kita lakukan sebelum adanya pandemi ini. Di sisi

lain kita dituntut untuk selalu memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan kegiatan yang

akan kita lakukan. Tentunya hal tersebut tidaklah mudah karena ketika kita

beraktivitas di luar rumah sangat beresiko karena kita akan dihadapkan dengan

pandemi yang kian merajalela dari hari ke hari, akibat kita tidak mempunyai pilihan

lain yaitu terpaksa menjalani kehidupan berdampingan dengan pandemi covid ini. Hal

tersebut agar kita tetap dalam kondisi yang kita harus mematuhi protokol kesehatan

yang sudah menjadi himbauan dari pemerintah kita, seperti memakai masker,menjaga

jarak, mencuci tangan pakai sabun, dan sebagainya.

Dengan seiring berubahnya kebiasaan baru yang diakibatkan oleh pandemic

covid sendiri membuat berbagai kepala daerah beramai-ramai membuat kebijakan

guna untuk menekan lajunya penyebaran covid agar tidak semakin meluas, tak

terkecuali untuk wilayah Kota Tanjungpinang. “Plt Wali Kota Tanjungpinang,


Rahma, menerbitkan Peraturan Walikota (Perwako) Nomor 29 Tahun 2020. Perwako

tersebut mengatur tentang Pedoman Perilaku Hidup Baru Masyarakat Produktif dan

Aman Dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 di Kota

Tanjungpinang. Dalam perwako itu, ada sembilan poin protokol kesehatan yang harus

diterapkan dalam aktivitas sehari-hari. Pertama, mengatur protokol kesehatan di

layanan kesehatan, kedua diatur mengenai kegiatan di luar rumah. Ketiga, kegiatan

bekerja di tempat kerja, keempat layanan pendidikan dan sekolah, kelima, mengatur

kegiatan perjalanan dinas/bisnis, keenam, mengatur penyelenggaraan acara sosial

budaya, hiburan dan olahraga. Selanjutnya pada poin ketujuh, mengatur kegiatan di

pusat keramaian. Kedelapan, mengatur transportasi publik dan

perseorangan.Sedangkan di poin kesembilan mengatur kegiatan keagamaan di rumah

ibadah. Rahma mengatakan, menerbitkan perwako ini sebagai pedoman perilaku

hidup baru dimana dalam perwako tersebut berisikan protokol-protokol kesehatan di

semua lapisan masyarakat. Dalam Perwako itu juga terdapat sanksi tegas yang

diterapkan bagi masyarakat yang melanggar. Sanksi tersebut berupa saksi

administrasi, mulai dari teguran lisan dan teguran tertulis. Selain itu, terdapat sanksi

pidana bagi setiap orang yang tidak mematuhi protokol kesehatan dan pedoman

tatanan perilaku hidup baru dapat dikenakan sanksi pidana yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Untuk

memastikan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap perwako ini. Disebutkan,

pelaksanaan sanksi administrasi dilakukan Satpol-PP didampingi TNI dan Polri.

Sedangkan, untuk sanksi pencabutan izin usaha atau operasional dilakukan Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tanjungpinang.” Dilansir

dari Tribun Batam.

Dalam pembahasan kali ini, penulis akan meguraikan apakah perwako

Tanjungpinang ini dapat digolongkan sebagai sebuah diskresi

pemerintahan/peraturankebijakan (freies ermessen)? Simak penjelasan berikut!

Meskipun pemberian freies ermessen kepada pemerintah atau administrasi

negara merupakan konsekuensi logis dari konsepsi welfare state, akan tetapi dalam

kerangka negara hukum, freies ermessen ini tidak dapat digunakan tanpa batas. Atas

dasar ini, Sjachran Bachsan mengemukakan unsur-unsur diskresi dalam suatu negara

hukum yaitu sebagai berikut:

1. Ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas servis publik,

2. Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara,

3. Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum,

4. Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri,

5. Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan

penting yang timbul secara tiba-tiba,

6. Sikap tindak itu dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral kepada

Tuhan Yang Maha Esa maupun secara hukum.

Freies ermessen ini muncul sebagai alternative untuk mengisi kekurangan dan

kelemahan di dalam penerapan asas legalitas. Di dalam praktik penyelenggaraan

pemerintahan, freies ermessen dilakukan oleh administrasi negara dalam hal-hal

sebagai berikut:
a. Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

penyelesaian in kinkrito terhadap suatu masalah tertentu, padahal masalah

tersebut menuntut penyelesaian yang segera. Misalnya dalam menghadapi

suatu bencana alam ataupun wabah penyakit menular, maka aparat pemerintah

harus segera mengambil tindakan yang menguntungkan bagi negara maupun

bagi rakyat, tindakan mana semata-mata timbul atas prakarsa sendiri.

b. Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat pemerintah

memberikan kebebasan sepenuhnya.

c. Adanya delegasi peraturan perundang-undangan, maksudnya aparat

pemerintah diberi kekuasaan untuk mengatur sendiri yang sebenarnya

kekuasaan itu merupakan kekuasaan aparat yang lebih tinggi tingkatannya.

Sedangkan menurut Bagir Manan menyebutkan peraturan kebijakan sebagai

berikut:

 Peraturan kebijakan bukan merupakan peraturan perundang-undangan;

 Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap perundang-undangan tidak

dapat diberlakukan pada peraturan kebijakan;

 Peraturan kebijakan tidak dapat diuji secara wetmatigheid karena memang

tidak ada dasar peraturan perundang-undangan untuk membuat keputusan

peraturan kebijakan tersebut.

 Peraturan kebijakan dibuat berdasarkan freies ermessen dan ketiadaan

wewenang administrasi membuat peraturan perundang-undangan.


 Pengujian terhadap peraturan kebijakan lebih diserahkan pada doelmatigheid

dan karena itu batuu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan yang baik.

 Dalam praktik diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan, yakni

keputusan,imstruksi,surat edaran,pengumuman, dan lain-lain, bahkan dapat

dijumpai dalam bentuk peraturan.

Di samping terdapat kesamaan, adapula beberapa perbedaan antara peraturan

perundang-undangan dengan peraturan kebijakan, A. Hamid S, menyebutkan

perbedaan-perbedaannya sebagai berikut:

a.Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan fungsi negara

Pembentukan hukum melalui peraturan perundang-undangan dilakukan oleh

rakyat sendiri,oleh wakil-wakil rakyat,atau sekurang-kurangnya dengan persetujuan

wakil-wakil rakyat. Kekuasaan di bidang peraturan perundang-undangan atau

kekuasaan legislative hanya diberikan kepada lembaga yang khusus untuk itu, yaitu

lembaga legislatif (sebagai organ kenegaraan, yang bertindak untuk dan atas nama

negara).

b.Fungsi pembentukan peraturan kebijakan yang ada pada pemerintah dalam arti

sempit (eksekutif)

kewenangan pemerintahan dalam arti sempit atau ketataprajaan (kewenangan

eksekutif) mengandung juga kewenangan pembentukan peraturan-peraturan dalam

rangka penyelenggaraan fungsinya. Oleh karena itu, kewenangan pembentukan

peraturan kebijakan yang bertujuan mengatur lebih lanjut penyelenggaraan


pemerintahan senantiasa dapat dilakukan oleh setiap lembaga pemerintah yang

mempunyai kewenangan penyelenggaraan pemerintah.

c.Materi muatan peraturan perundan-undangan berbeda dengan materi muatan

peraturan kebijakan

Peraturan kebijakan mengandung materi muatan yang berhubungan dengan

kewenangan membentuk keputusan-keputusan dalam arti beshcikkingen, kewenangan

bertindak dalam bidang hukum privat, dan kewenangan membuat rencana-rencana

yang memang ada pada lembaga pemerintahan. Sedangkan materi muatan peraturan

perundang-undangan mengatur tata kehidupan masyarakat yang jauh lebih mendasar,

seperti mengadakan suruhan dan larangan untuk berbuat atau tidak berbuat, yang

apabila perlu disertai dengan sanksi pidana dan sanksi pemaksa.

d.Sanksi dalam peraturan perundang-undangan dan pada peraturan kebijakan

Sanksi pidana dan sanksi pemaksa yang jelas mengurangi dan membatasi hak-

hak asasi warga negara dan penduduk hanya dapat dituangkan dalam undang-undang

yang pembentukannya harus dilakukan dengan persetujuan rakyat atau dengan

persetujuan wakil-wakilnya. Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah

lainnya hanya dapat mencantumkan sanksi pidana oleh undang-undang. Peraturan

kebijakan hanya dapat mencantumkan sanksi administratif bagi pelanggaran

ketentuan-ketentuannya.

Sedangkan dalam pasal 22 ayat 2 UU No. 30 tahun 2014 tentang administrasi

pemerintahan, menyebutkan bahwa pejabat pemerintahan menggunakan diskresi

bertujuan untuk:

a. Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan


b. Mengisi kekosongan hukum

c. Memberikan kepastian hukum

d. Dan mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna

kemanfaatan dan kepentingan hukum

Sedangkan syarat-syarat dalam melakukan diskresi pemerintahan diatur dalam

pasal 24 UU No. 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan,yakni:

1. Sesuai dengan tujuan diskresi sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 2,

2. Tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,

3. Sesuai dengan AUPB,

4. Berdasarkan alasan-alasan yang ojektif,

5. Tidak menimbulkan konflik,

6. Dilakukan dengan iktikad baik.

Untuk mengetahui apa saja yang menjadi lingkup diskresi pemerintahan

disebutkan juga di dalam pasal 23 UU No. 30 tahun 2014 tentang administrasi

pemerintahan di sana disebutkan bahwa:

a. Pengambilan keputusan dan/atau tindakan berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan keputusan dan/atau

tindakan.

b. Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan perundang-

undangan tidak mengatur.

c. Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan perundangan-

undangan tidak lengkap atau tidak jelas.


d. Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena adanya stagnasi

pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.

Berkaca dari penjelasan di atas kali ini penulis berkesimpulan bahwa Perwako

Tanjungpinang No 29 tahun 2020 tentang pengaturan protokol kesehatan Covid-19

tidak dapat dikatakan sebagai sebuah diskresi pemerintahan atau peraturan kebjakan.

Unsur-unsur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.Tidak adanya kekosongan hukum

Idealnya diskresi pemerintahan itu diartikan dalam hukum poistif kita ialah

keputusan atau tindakan yang ditetapkan atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan

untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan

pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan

tidak mengatur,tidak lengkap, atau tidak jelas, atau adanya stagnasi pemerintahan.

Dilihat dari pengertian tersebut, kekosongan hukum tidak terjadi dalam pengaturan

protokol kesehatan covid-19, hal ini dikarenakan sebelum dikeluarkan Perwako

Tanjungpinang No. 29 tahun 2020 itu sudah terlebih dahulu diatu di dalam Inpres No.

6 tahun 2020, dalam Inpres tersebut, presiden menginstruksikan seluruh menteri

cabinet Indonesia Maju,Polri,TNI, dan pemerintah daerah untuk mengambil langkah-

langkah yang diperlukan. Hal itu disesuaikan dengan tugas dan fungsi masing-masing

instansi dalam menjamin kepastian hukum,memperkuat upaya dan meningkatkan

efektivitas penanganan covid-19 di seluruh dari daerah Indonesia. Inpres ini sekaligus

menjadi dasar hukum bagi pemda untuk memasifkan sosialisasi penerapan protokol

kesehatan dan menetapkan kewajiban masyarakat untuk memenuhi protokol

kesehatan.hal dapat dikatakan bahwa kekosongan hukum tidak terjadi dalam


pemberlakuan Perwako Tanjungpinang ini, karena terlebih dulu protokol kesehatan

diatur dalam Inpres No 6 tahun 2020. Jadi, Perwako ini sifatnya hanya turunan saja.

2.Perwako Tanjungpinang No 29 tahun 2020 tidak ditujukan untuk menjalankan

tugas-tugas servis publik

Menurut Sjachran Bachsan, salah satu unsur freies ermessen di antaranya

ialah ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas pelayanan publik. Menurut ketentuan

pasal 1 ayat 1 UU No.25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, pelayanan publik ini

didefinisikan sebagai kegiatan dan rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan

kebutuhan pelayana sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga

negara dan penduduk atas barang,jasa, dan pelayanan administrative yang disediakan

oleh penyelenggara pelayanan publik. Sedangkan ruang lingkup dalam pelayanan

publik yang tercantum dalam pasal 5 ayat 2 UU No. 25 tahun 2009 disebutkan bahwa

ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi

pendidikan,pengajaran,pekerjaan, dan usaha,tempat tinggal,komunikasi dan

informasi,lingkungan hidup,kesehatan,jaminan

sosial,energy,perbankan,perhubungan,sumber daya alam,pariwisata, dan sektor

strategis lainnya. Di sini penulis beranggapan bahwa Perwako ini dibuat bukan untuk

menjalankan fungsi pelayanan publik tapi sedangkan menjalankan fungsi sebagai

pembuat peraturan perundang-undangan.


3.Perwako Tanjungpinang tersebut tidak atas inisiatif sendiri

Menurut Sjachran Bachsan, salah satu unsur diskresi itu ialah atas inisiatif

sendiri dari pejabat pemerintahan tersebut. Nah, di dalam Perwako ini substansinya

bukan atas inisiatif sendiri dari Walikota Tanjungpinang, namun Perwako ini hanya

menjalankan instruksi yang sudah tercantum di dalam Inpres No. 6 tahun 2020.

Dalam Inpres tersebut ada beberapa poin yang isinya menginstruksikan Para Kepala

daerah untuk meningkatkan sosialisasi secara massif penerapan protokol

kesehatan,menyusun dan menetapkan peraturan kepala daerah yabg berisi tentang

kewajiban mematuhi protokol kesehatan.

4.Materi muatan Perwako Tanjungpinang itu sifatnya peraturan perundang-undangan

bukan peraturan kebijakan.

Peraturan kebijakan mengandung materi muatan yang berhubungan dengan

kewenangan membentuk keputusan-keputusan dalam arti beshcikkingen, kewenangan

bertindak dalam bidang hukum privat, dan kewenangan membuat rencana-rencana

yang memang ada pada lembaga pemerintahan. Sedangkan materi muatan peraturan

perundang-undangan mengatur tata kehidupan masyarakat yang jauh lebih mendasar,

seperti mengadakan suruhan dan larangan untuk berbuat atau tidak berbuat, yang

apabila perlu disertai dengan sanksi pidana dan sanksi pemaksa.


5.Sanksi yang termuat dalam Perwako bukan sanksi yang bersifat dalam peraturan

kebijakan.

Sanksi pidana dan sanksi pemaksa yang jelas mengurangi dan membatasi hak-

hak asasi warga negara dan penduduk hanya dapat dituangkan dalam undang-undang

yang pembentukannya harus dilakukan dengan persetujuan rakyat atau dengan

persetujuan wakil-wakilnya. Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah

lainnya hanya dapat mencantumkan sanksi pidana oleh undang-undang. Peraturan

kebijakan hanya dapat mencantumkan sanksi administratif bagi pelanggaran

ketentuan-ketentuannya

Anda mungkin juga menyukai