Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN 

SARS
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
SARS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus corona SARS (SAR-CoV).
Penderita yang terkena SARS mengalami gangguan pernafasan yang akut (terjadi dalam
waktu tepat) dan dapat menyebabkan kematian. SARS merupakan penyakit menular dan
dapat mengenai siapa saja, terutama orang tua.

Badan kesehatan dunia (WHO) mengeluarkan suatu peringatan keseluruh dunia tentang
adanya suatu penyakit yang disebutnya sebagai syndrome pernafasan akut parah (SARS).
Penyakit ini digambarkan sebagai radang paru (Pneumonia) yang berkembang secara
sangat cepat, progresif dan sering kali bersifat fatal, dan diduga berawal dari suatu
provinsi di China utara.

SARS secara klinis lebih banyak melihatkan bagian bawah. Dibandingkan dengan
saluran napas bagian atas. Pada saluran napas bawah, sel-sel asinus adalah sasaran yang
lebih banyak terkena dari pada trakea ataupun bronkus. Menurut hasil pemeriksaan post
mortem yang dilakukan, diketahui bahwa SARS memiliki 2fase di dalam
patogenesisnya.

Pengobatan terhadap pasien SARS dilakukan pada rumah sakit khusus dan pasien SARS
dikarantina/isolasi hingga dinyatakan sembuh/tidak infeksus. Obat yang diberikan
tergantung dari kondisi pasien tersebut. Pencegahannya adalah dengan menghindari
kontak dengan penderita SARS, cuci tangan dengan sabun antiseptik, dan memakai
masker jika bepergian (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 229). Tujuan

2. Tujuan Umum
Mengetahui secara umum mengenai asuhan keperawatan pasien dengan  SARS.

3. Tujuan Khusus
Memahami definisi SARS
Memahami etiologi SARS
Mengetahui tanda dan gejala SARS
Mengetahui patofisiologi SARS
Mengetahui klasifikasi SARS
Mengetahui komplikasi SARS
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien SARS

4. Definisi

Severe acute respiratory syndrome (SARS) merupakan suatu penyakit yang serius dan
disebabkan oleh infeksi  virus pada paru yang bersifat mendadak dan menunjukkkan
gejala gangguan pernafasan pada pasien yang mempunyai riwayat kontak dengan pasien
SARS (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 226)

Sindrom pernafasan akut parah (severe acute respiratory syndrome/SARS) merupakan


kumpulan gejala (sindrom) pada saluran nafas (seperti batuk,flu, bersin, dan sesak nafas)
dan terjadinya infeksi paru-paru / pneumonia yang timbul secara akut (tiba-tiba/dalam
hitungan  (Suprapto, 2013)
Jadi, SARS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus corona SARS (SARS-
COV). Penderita yang terkena SARS mengalami gangguan pernapasan yang akut (terjadi
dalam waktu cepat) dan dapat menyebabkan kematian.

5. Etiologi

Dua virus yang pertama kali dicurigai sebagai penyebab SARS adalah Paramyxovirus
dan Coronavirus. Dan terakhir hanya Coronavirus yang diduga sebagai penyebab SARS.
Proses penularan SARS adalah berdasarkan droplet dan kontak. Penularan fecal-oral juga
mungkin terjadi melalui diare.

SARS juga bisa menyebar jika seseorang menyentuh secret atau permukaan / objek yang
terifeksius dan kemudian secara langsung menyentuh mata, hidung atau mulut, juga
melalui batuk atau bersin dari pasien SARS. Setelah masuk ketubuh manusia
Coronavirus ini dapat menimbulkan infeksi saluran pernafasan atas dan juga bawah
sehingga mengakibatkan system imunitas pernafasan menjadi turun dan berakibat batuk
yang lama dan akan mengakibatkan kerusakan epitel dan gerakan silla berkurang jika
diteruskan akan mengakibatkan infeksi bertambah berat (Nurarif & Kusuma, 2016, p.
226).

6. Tanda dan gejala

Gejala umum seperti flu.


Terperatur diatas 38°C selama lebih dari 24 jam.
Adanya batuk ringan sampai berat (batuk yang diasosiasikan dengan SARS
cenderung batuk kering).
Satu/lebih gejala saluran pernafasan bagian bawah yaitu batuk , nafas pendek,
kesulitan bernafas.
Sakit kepala, kaku otot, anureksia, lemah, bercak merah pada kulit, bingun dan diare.
Gejala khas seperti gejala diatas menjadi semakin berat dan cepat dan dapat menjadi
peradangan paru (pneumonia), jika terlambat dapat meninggal. Masa inkubasi 2-10
hari.
Satu / lebih keadaan berikut (dalam 10 hari terakhir)
1)   Ada riwayat kontak erat dengan seseorang yang diyakini menderita SARS.
2)  Sebelum sakit punya riwayat berpergian kedaerah geografis yang tercact  sebagai
daerah dengan penularan penyakit SARS.
 Tinggal didaerah dengan transmisi local SARS.
1. Suspek case SARS jika foto dada terbukti ditemukan infiltrate yang sesuai
dengan pneumonia atau sindrom diatress pernafasan akut.
2. Pemeriksaan laboratorium ditemukan hasil:
 Limfona, leucopedia, dan trombositopedia pada pemeriksaan sederhana
menunjukkan hitung leukosit kurang dari 3,5 X109 /L dan limfopenia
kurang dari 1X109/L
 Hiponatremia dan hypokalemia ringan.
 Peningkatan LDH, ALT dan kadar transaminase hepar.
 Peningkatan kadar kteatinin kinase (CK)
Infeksi SARS-CoV tidak dapat dipastikan (unconfirmed) jika:
1)   Dalam serum pada masa konvalesens (serum yang diambil 28 hari atau lebih
setelah awitan gejalanya) tidak ditemukan antibody terhadap SARS-CoV.
 Tes laboratorium tidak dikerjakan atau tidak lengkap (Nurarif & Kusuma, 2016,
pp. 226-227).

7. Patofisiologi

SARS secara klinis lebih banyak melihatkan bagian bawah. Dibandingkan dengan saluran
napas bagian atas. Pada saluran napas bawah, sel-sel asinus adalah sasaran yang lebih
banyak terkena dari pada trakea ataupun bronkus. Menurut hasil pemeriksaan post mortem
yang dilakukan, diketahui bahwa SARS memiliki 2fase di dalam patogenesisnya.

Fase awal terjadi selama 10 hari pertama penyakit pada fase ini terjadi proses akutyang
mengakibatkan duffuse alveolar damage (DAD) yang eksudatif. Fase ini dicirikan dengan
adanya infiltrasi dengan campuran sel-sel inflamasi serta edema pembentukan hialin.

Membran hialin terbentuk dari endapan protein plasma serta debris nukleous dan
sitoplasma sel-sel epitel paru (pneuomotis) yang rusak. Dengan adanya nekrosis sel-sel
epitel paru maka barrier antara sikulasi darah dan jalan udara menjadi hilang sehingga
cairan yang berasal dari pembuluh darah kapiler paru menjadi bebas untuk masuk kedalam
ruang alveolus. Namun demikian, karena keterbatasan jumlah pasien SARS yang
meninggal untuk di autopsi, maka masih belum dapat dibuktikan apakah kerusakan sel
epitel baru tersebut disebabkan oleh efek toksik virus secara langsung atau sebagai akibat
dari respons imun tubuh. Pada tahap eksudatif, RNA dan antigen virus dapat diidentifikasi
dari makrofak alfeolar dan sel epitel paru dengan menggunakan mikroskop elektron.

Fase selanjutnya dimulai tepat setelah  10 hari perjalanan penyakit dan ditandai dengan
perubahan pada DAD eksudatif menjadi DAD teroganisir. Pada periode ini, terdapat
metaplasia sel epitel skuamosa bronkial. Bertambahnya ragam sel dan fibrosis pada
dinding dan lumen alveolus. Pada fase ini tampak dominasi pneoumosit tipe 2 dengan
persebaran neokleous, serta nukleoli yang eosinofilik. Selanjutnya, sering kali ditemukan
sel raksasa dengan banyak nukleus, (multi-nucleated giant cells ) didalam rongga alveoli.
seperti infeksi CoV lainya, maka sel raksasa tersebut awalnya diduga sebagai akibat
langsung dari CoV SARS. Tetapi setelah dilakukan pemeriksaan imunoperoksidase dan
hibridisasi insitu, didapatkan bahwa CoV SARS justru berada didalam jumlah yang
rendah.  Maka disimpulkan, bahwa fase ini berbagai proses patologis yang terjadi tidak
diakibatkan langsung oleh karena replikasi voirus terus menerus, melainkan karena
beratnya kerusakan sel epitel paru yang terjadi pada tahap DAD eksudatif dan diperberat
dengan pengunaan fentilatoe (Suprapto, 2013, pp. 25-26).

 
 
 
8. Klasifikasi
Menurut pembagian stadium SARS dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Stadium 1, dimulai dengan suatu gejala mirip flu yang mulai terjadi 2-7 hari setelah
inkubasi dan khas ditandai dengan gejala mirip flu yang mulai terjadi  2-7 hari setelah
inkubasi dan khas ditandai dengan prodromal berupa demam >38°C dengan tanpa
menggigil, dapat disertai dengan gejala yang tidak spesifik seperti malaise, sakit
kepala, mialgia, anoreksia dan pada beberapa pasien juga dapat mengalami diare.
Stadium ini berlangsung  3-7 hari.
2. Stadium 2, adalah fase gejala saluran pernafasan. Fase ini secara tipikal dapat mulai
terjadi 3 hari setelah inkubasi. Pasien mengalami batuk kering, sesak nafas, dan pada
sebagian kasus dapat timbul hipoksemia yang progesif. Gejala ini dapat berkembang
menjadi kegagalan pernafasan yang memerlukan inkubasi dan ventilasi mekanik
(Manurung, 2013, p. 89)

SARS juga dapat dibedakan menjadi 3 derajad :

1. Derajad 1 : (derajad ringan / klasik) ditandai demam >3 hari, batuk tidak produktif,
foto dada tidak ada gambaran pneumonia dan penderita sembuh dengan sendirinya.
2. Derajad 2 : (derajad sedang) gejala klasik ditambah kelainan diparu dan penderita
akan sembuh dengan baik atau justru jatuh kederajad berat.
3. Derajad 3 : (derajad berat) ditandai denga gejala sukar bernafas dan hipoksia (Nurarif
& Kusuma, 2016, p. 227).
 

9. Komplikasi

Komplikasi SARS akan mengakibatkan dampak komplikasi pada :


1). Gagal nafas
Kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida,
sehingga system pernafasan tidak mampu memenuhi metabolism tubuh.
2). Gagal hati
Kondisi ketika organ hati tidak bisa berfungsi kembali akibat mengalami kerusakan
yang sangat luas.
3). Gagal jantung
Kondisi saat otot jantung menjadi sangat lemah sehingga tidak bias memompa cukup
darah ke seluruh tubuh (Suprapto, 2013, p. 27)

10. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
a). Identitas
SARS dapat terjadi pada segala usia (tanpa batasan usia). (Suprapto, 2013, p. 22)
b). Status kesehatan saat ini
c). Keluhan Utama
Demam disertai menggigil dan rasa sakit disekujur badan penderita, sakit kepala
yang disertai rasa lemah dan lesuh, gangguan pernafasan ringan dan
diare (Suprapto, 2013, p. 22)
d). Alasan masuk rumah sakit
Pasien mengeluh sesak nafas frekuensi nafas 30x/menit, nadi lebih 100x/menit,
gangguan kesadaran, kondisi uumum lemah. (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 230).
e). Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan gejala panas tinggi >38°C selama 3 hari, pasien mengalami batuk
sesak dan sulit bernafas, kadang cyanosis (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 227).
f). Riwayat kesehatan terdahulu
 Riwayat penyakit sebelumnya
Kontak dekat dengan orang yang didiagnosis suspek atau probable SARS dalam
10 terakhir, Riwayat perjalanan ke tempat yang terkena wabah SARS dalam 10
hari terakhir, Bertempat tinggal ditempat yang terjangkau wabah
SARS. (Suprapto, 2013, p. 23)
 Riwayat penyakit keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dilihat dengan cara mengkaji anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama dan kaji pengalaman terkena penyakit pernafasan,
pengetahuan tentang penyakit pernafasan dan tindakan yang
dilakukan. (Suprapto, 2013, p. 24)
 Riwayat pengobatan
Pasien SARS pernah minum obat tradisional saat sakit dan sebelum
sakit. (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 229)

b. Pemeriksaan fisik
1)   Keadaan umum
1. Kesadaran
Pasien SARS ada penurunan kesadaran bahkan sampai tidak sadar jika sudah
ketingkat lebih lanjut. (Manurung, 2013, p. 80).
2. Tanda-tanda vital
Pada pasien SARS didapatkan suhu tubuh 38°C selama, RR >30x/menit, Nadi
> 100x/menit, Tensi cenderung turun. (Manurung, 2013, p. 80).
 2)   Body System
a) Sistem pernafasan
(1)  Inspeksi Sesak, batuk, nyeri dada, penggunaan alat bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat pernafasan cuping hidung,
pola nafas cepat dan dangkat, retraksi otot bantu pernafasan.
(2)  Palpasi Sinus frontalis dan maksilaris, terhadap nyeri tekan yang
menunjukkan inflamasi
(3)  Perkusi : suara perkusi redup sampai pekak.
(4)  Auskultasi : Ronkhi basah, suara nafas bronkial (Manurung, 2013, p.
84)

b) Sistem kardiovaskuler
Gejala-gejala yang terkait dengan system kardiovaskular jarang ditemukan,
rendahnya tekanan darh berakibat timbulnya rasa pusing (Suprapto, 2013,
p. 195)

c) Sistem persarafan
Nyeri kepala, terjadi penurunan kesadaran (Suprapto, 2013, p. 195)

a) Sistem perkemihan
Terjadi peningkatan kadar kreatinin kinase (Suprapto, 2013, p. 195)

b) Sistem percernaan
Mual, muntah, diare, bising usus meningkat, nafsu makan menurun
(Manurung, 2013, p. 85)
 
c) Sistem integument
Kulit, bibir, serta kuku penderita tampak kebiruan (sianosis karena
kekurangan oksigen) (Suprapto, 2013, p. 196)

d) Sistem muskuloskeletal
Pada penderita SARS pasien mengalami kaku otot
(Suprapto, 2013, p. 196)
e) Sistem endokrin
Tidak ada perubahan pada sistem endokrin pasien SARS
(Suprapto, 2013, p. 196)

f) Sistem reproduksi
Tidak ada perubahan pada system reproduksi pasien SARS

g) Sistem pengindraan
Pada pasien SARS tidak mengalami perubahan pada system pengindraan 

h) Sistem imun
Virus coronavirus dapat menimbulkan infeksi saluran pernafasan atas dan
juga bawah sehingga mengakibatkan system imunitas pernafasan menjadi
turun dan berakibat batuk yang lama (Suprapto, 2013, p. 197)

c. Pemeriksaan penunjang
a) Pada pemeriksaan fisik : dengan menggunakan stetoskop, terdengar bunyi
pernafasan abnormal (seperti ronki atau wheezing). Tekanan darah seringkali
rendah dan kulit, bibir serta kuku penderita tampak kebiruan ( sianosis, karena
kekurangan oksigen).
b) Rontgen dada (menunjukkan adanya penimbuhan cairan ditempat yang
seharusnya terisi udara).
c) CT-scan toraks menunjukkan gambaran Bronkiolitis Obleterans Organizing
Pneumonia (BOOP).
d) Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
2. Pemeriksaan SGOT/SGPT untuk mengetahui fungsi hati
3. Pemeriksaan tes antibody (IgG/IgM)
4. Pemeriksaan molecular (PCR) pada specimen dahak, feses dan darah
ferifer.
5. Pemeriksaan deteksi antigen dan kultur virus.(Manurung, 2013, p. 91)
6.
d. Penatalaksanaan

 Kasus dengan gejala SARS melewati triase (petugas sudah memakai masker
N95). Untuk segera dikirim ke ruangan pemeriksaan atau bangsal yang sudah
disiapkan.
 Berikan masker bedah pada penderita.
 Petugas yang masuk keruangan pemeriksaan sudah memakai penggunaan alat
proteksi perorangan (PAPP)
 Catat dan dapatkan keteranagan rinci mengenai tanda klinis, riwayat perjalanan,
riwayat kontak termasuk riwayat munculnya gangguan pernafasan pada kontak
sepuluh hari sebelumnya.
 Pemeriksaan fisik.
 Lakukan pemeriksaan foto toraks dan darah tepi lengkap.
 Bila foto toraks normal lihat indikasi rawat atau tetap dirumah, anjurkan untuk
melakukan kebersihan diri, kurangi aktifitas, dan anjurkan menghindari
menggunakan angkutan umum.
 Pengobatan di rumah diberikan antibiotik bila ada indikasi, vitamin dan makanan
bergizi.
 Anjurkan pada pasien apabila keadaan memburuk segera hubungi dokter atau
rumah sakit.
 Bila foto toraks menunjukkkan gambaran infiltrat satu sisi atau dua sisi paru
dengan atau tanpa infiltrat interstial lihat penatalaksanaan kasus probable suspek
SARS yang dirawat.
 Isolasi
 Perhatikan : keadaan umum, kesadaran, tanda vital (tensi, nadi, frekuensi nafas ,
suhu)
 Terapi suportif
 Antibiotik : beta lactam atau beta lactam ditambahkan dengan anti beta lactamase
oral ditambah makrolid generasi baru oral (roksitromisin, klaritromisin,
azitromisin.(Nurarif & Kusuma, 2016, p. 228)
 

e. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul :

Diagnosa ini menurut Standart Diangnosis Keperawatan Indonesia 2016.

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif


Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk
mempertahankan jalan nafas tetap paten.
 
Penyebab
Fisiologis
Spasme jalan nafas, Hiperskeresi jalan nafas, Disfungsi neuromuskuler, Benda
asing dalam jalan nafas, Adanya jalan nafas buatan, Sekresi yang tertahan,
Hiperplasia dinding jalan nafas, Proses infeksi, Respon alergi, Efek agen
farmakologis (mis, anastesi).
Situasional
Merokok aktif, Merokok pasif, Terpajan polutan.
 
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
Dispnes, Sulit Bicara, Ortopnea

Objektif
 Batuk tidak efektif, Tidak mampu batuk, Sputum berlebih, Mengi, wheezing
dan/atau ronkhi kering, Mekonium di jalan nafas (pada neonates).
Gelisah, Sianosis, Bunyi nafas menurun, Frekuensi nafas berubah, Pola nafas
berubah

                  Kondisi Klinis Terkait


Gullian barre syndrome, Sklerosis multiple, Myasthenia gravis, Prosedur
diagnostic (mis, bronkoskopi, transesophageal echocardiography (TEE), Depresi
system saraf pusat, Cedera kepala, Stroke, Kuadrplegia, Sindrom aspirasi
meconium, Infeksi saluran nafas (PPNI, 2016, pp. 18-19).

 
2. Pola nafas tidak efektif
Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
 
Penyebab
Depresi pusat pernafasan, Hampatan upaya nafas (mis, nyeri saat bernafas, kemahan
otot pernafasan), Deformitas dinding dada, Deformitas tulang dada, Gangguan
neuromuscular, Gangguan neurologis (mis, elektroensefalogram (EEG) positif, cedera
kepala, gangguan kejang), Imaturitas neurologis, Penurunan energy, obesitas, Posisi
tubuh yang menghambat ekspansi paru, Sindrom hipoventilasi, Kerusakan inervasi
diagrafma (kerusakan saraf C5 ke atas), Cedera pada medulla spinalis, Efek agen
farmakologis, Kecemasan.
 
Gejala dan Tanda
Subjektif
Dispnea Ortopnea

Objektif
Penggunaan otot bantu pernafasan, Fase ekspirasi memanjang, Pola nafas abnormal
(mis, takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)
 Pernafasan pursed-lip, Pernafasan cuping hidung, Diameter thoraks anterior-posterior
meningkat, Ventilasi semenit menurun, Kapasitas vital menurun, Tekanan ekspirasi
menurun, Tekanan inspirasi menurun, Ekskursi dada berubah.
 
Kondisi Klinis Terkait
Depresi system saraf pusat, Cedera kepala, Trauma thoraks Gullian barre syndrome,
Multiple sclerosis, Myasthenis gravis, Stroke, Kuadrplegia, Intoksikasi alcohol (PPNI,
2016, pp. 26-27)

3. Intoleran aktivitas
Definisi
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
 
Penyebab
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, Tirah baring, Klemahan,
Imobilitas, Gaya hidup monoton.
 
Gejala dan Tanda
Subjektif
Mengeluh lelah, Dispnea saat/setelah aktivitas, Merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas

Objektif
Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gmabaran EKG menunjukkan aritmia saat/stelah aktivitas, Gambaran EKG
menunjukkan iskemia, Sianosis.
 
Kondisi Klinis Terkait
Anemia, Gagal jantung kongestif, Penyakit jantung coroner, Penyakit katup jantung,
Aritmia, Penyakit paru obstruktif kronos (PPOK), Gangguan metabolic, Gangguan
muskulukeletal (PPNI, 2016, p. 128).

4. Resiko ketidakseimbangan cairan


Definisi
Berisiko mengalami penurunan, peningkatan atau percepatan perpindahan cairan dari
intravaskuler, interstisial atau intraselular.
 
Faktor Risiko
Prosedur pembedahan mayor, Trauma/pendarahan, Luka bakar, Aferesis Asites,
Obstruksi intestinal, Peradangan pankreas, Penyakit ginjal dan kelenjar, Disfungsi
intestinal.
 
Kondisi Klinis Terkait
Prosedur pembedahan mayor, Penyakit ginjal dan kelenjar, Pendarahan, Luka bakar
(PPNI, 2016, p. 87).

f. Intervensi
a). Bersihan jalan nafas, ketidakefektifan
1)   Tujuan
1. Menunjukkan bersihan jalan nafas yang efektif, yang dibuktikan oleh
Pencegahan Aspirasi; Status Pernafasan: Kepatenan Jalan Nafas; dan Status
Pernafasan : Ventilasi tidak terganggu.
2. Menunjukkan Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas, yang dibuktikan
oleh indicator gangguan Nafas, yang dibuktikan oleh indikator gangguan
sebagai berikut (sebutkan 1-5): gangguan ekstrem, berat,sedaang, ringan atau
tidak ada gangguan): Frekuensi dan irama pernafasan, Kedalaman inspirasi,
Kemampuan untuk membersihkan sekresi.
 Kriteria hasil
1. Batuk efektif
2. Mengeluarkan secret secara efektif
3. Mempunyai jalan nafas yang paten
4. Pola pemeriksaan auskultasi, memiliki suara nafas yangb jernih
5. Mempunyai irama dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal
6. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
7. Mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan dirumah
 Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
1. Kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut ini.
 Keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain
 Keefektifan obat yang diprogramkan
 Hasil oksimetri nadi
 Kecenderungan pada gas darah arteri, jika tersedia
 Frekuensi, kedalaman, dan upaya pernafasan
 Faktor yang berhubungan, seperti nyeri, batuk tidak efektif, mukus
kental dan keletihan
2. Auskultasi bagian dada anterior dan porterior untuk mengetahui penurunan
atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara nafas tambahan.
3. Pengisapan jalan nafas (NIC) :
(1)  Tentukan kebutuhan pengisapan oral atau trakea
(2) Pantau status oksigen pasien (tingkat SaO 2 dan SvO2) dan status
hemodinamik, segera sebelum, selama, dan setelah pengisapan
(3) Catat jenis dan jumlah sekret yang dikumpulkan.

Penyuluhan untuk pasien/keluarga


1. Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (misalnya, oksigen,
mesin pengisapan, spirometer, inhaler, dan intermittent positive pressure
breating (IPPB)
2. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan merokok
didalam ruangan perawatan; beri penyuluhan tentang pentingnya berhenti
merokok
3. Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk
memudahkan pengeluaran sekret
4. Ajarkan pasien untuk membebat / menggganjal luka insisi pada saat batuk
5. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum, seperti
warna, karakter, jumlah dan bau
6. Pengisapan jalan nafas (NIC) : Instruksikan kepada pasien dan/atau
keluarga tentang cara pengisapan jalan nafas, jika perlu

Aktivitas kolaboratif
1. Rundingkan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu
2. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau
peralatan pendukung
3. Berikan udara / oksigen yang telah dihumidifikasikan (dilembabkan) sesuai
dengan kebijakan institusi
4. Lakukan atau bantu dalam terapi aerosol, nebulizier ultrasonik, dan
peralatan paru lainnya sesuai dengan kebijakan dan protocol institusi
5. Beri tahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal (Wilkinson,
Diangnosa Keperawatan, 2016, pp. 24-26).
 

b). Pola nafas, ketidakefektifan


1)   Tujuan
1. Menunjukkan pola pernafasan efektif, yang dibuktikan oleh Status Pernafasan
yang tidak terganggu: Ventilasi dan Status Pernafasan: Kepatenan Jalan Nafas;
dan tidak ada penyimpangan tanda-tanda vital dari rentang normal
2. Menunjukkan Status Pernafasan: Ventilasi tidak terganggu, yang dibuktikan
oleh indicator sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstream, berat, sedang,
ringan, tidak ada gangguan) : Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernafas,
Ekspansi dada simetris
3. Menunjukkan tidak adanya gangguan Status pernafasan: Ventilasi, yang
dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstream,
berat,sedang, ringan, tidak ada gangguan) : Penggunaan otot aksesoris, Suara
nafas tambahan, Ortopnea
2)   Kriteria hasil
1. Menunjukkan pernafasan optimal pada saat terpasang ventilator mekanis
2. Mempunyai kecepatan dan irama pernafasan dalam batas normal
3. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
4. Meminta bantuan pernafasan saat dibutuhkan
5. Mampu menjelaskan rencana untuk perawatan di rumah
6. Mengidentifikasi factor (mis., alergen) yang memicu ketidakefektifan pola
nafas, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya

3)   Intervensi NIC


Aktivitas keperawatan
Pengkajian
1. Pantau adanya pucat dan sianosis
2. Pantau efek obat pada status pernafasan
3. Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di sangkar iga
4. Kaji kebutuhan insersi jaln nafas
5. Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien yang
terpasang ventilator
6. Pemantauan Pernafasan (NIC) : Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan
upaya pernafasan, Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan,
penggunaan otot-otot aksesoris, serta retraksi otot supraklavikular dan
interkosta, Pantau pernafasan yang berbunyi, seperti melengking atau
mendengkur, Pantau pola pernafasan : bradipnea; takipnea; hiperventilasi;
pernafasan Kussmaul; pernafasan Cheyne-Stokes; dan pernafasan
apneastik, pernafasan Biot, dan pola ataksik, Perhatikan lokasi trakea,
Auskulasi sura nafas, perhatikan area penurunan/ tidak adanya ventilasi dan
adanya surara nafas tambahan, Catat perbahan pada SaO2, SvO2, CO2 akhir-
tidal, dan nilai gas darah arteri (GDA), jika perlu
 
Penyuluhan untuk pasien / keluarga
1. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk
memperbaiki pola pernapasan. Uraikan teknik
2. Diskusikan perencanaan untuk perawatan dirumah, meliputi pengobatan,
peralatan pendukung, tanda dan gejala komplikasi yang dapat dilaporkan,
sumber-sumber komunitas
3. Diskusikan cara menghindari allergen sebagai contoh :
 Memeriksa rumah untuk adanya jamur di dinding rumah
 Tidak menggunakan karpet dilantai
 Menggunakan filter elektronik, alat perapian, dan AC
4. Ajarkan teknik batuk efektif
5. Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa tidak boleh merokok
didalam ruangan
6. Intruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus memberi tahu
perawat pada saat terjadi ketidakefektifan pola pernaapasan.
 
Aktifitas kolaboratif
1. Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadikuatan
fungsi fentilator mekanis
2. Laporkan perubahan sensori, bunyi nafas, pola pernapasan, nilai GDA,
sputum daan sebagainya jika perlu atau sesuai protocol
3. Berikan obat (misalnya bronkodilator) sesuai dengan program atau protokol
4. Berikan terapi nebulizer ultrasonic dan udara atau oksigen yang
dilembabkan sesuai program atau protocol institusi
5. Berikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pola pernapasan. Uraikan jadwal
(Wilkinson, Diangnosa Keperawatan, 2016, pp. 60-63).
 

c). Intoleransi aktifitas


1)  Tujuan
1. Menoleransi aktifitas yang biasa dilakukan, yang dibuktikan oleh Toleransi
aktifitas, Ketahanan, Penghematan Energi, Tingkat Kelelahan, Energi
Psikomotorik, Istirahat, dan Perawatan Diri: AKS (dan AKSI)
2. Menunjukkan Toleransi aktivitas, yang dibuktikan oleh indicator sebagai
berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak
mengalami gangguan): Saturasi Oksigen saat beraktivitas, Frekuensi
pernafasan saat beraktivitas, Kemampuan untuk berbicara saat beraktivitas
fisik
3. Mendemonstrasikan Penghematan Energi, yang dibuktikan oleh indicator
sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering,
atau selalu ditampilkan): Menyadari keterbatan energy, Menyeimbangkan
aktivitas dan istirahat, Mengatur jadwal aktivitas untuk menghemat energi
2) Kriteria Hasil
1. Mengidentifikasi aktivitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang
dapat mengakibatkan intoleransin aktivitas
2. Berpartisipasi dalam akativitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan
denyut jantung, frekuensi pernafasan, dan tekanan darah seta memantau
pola dalam batas normal
3. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat ativitas (uraikan tingkat yang
diharapkan dari daftar pada saran penggunaan)
4. Menggungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan
oksigen,obat, dan/atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi
terhadap aktivitas
5. Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) dengan beberapa
bantuan (mis., eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi)
6. Menampilkan manajemen pemeliharaan rumah dengan beberapa bantuan
(mis., membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)

3)   Intervensi (NIC)
Aktifitas Keperawatan
Pengkajian
1. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur,
berdiri, ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI
2. Kaji respons emosi, social, dan spiritual terhadap akativitas
3. Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
4. Manajemen Energi (NIC): Tentukan penyebab keletihan (mis.,
perawatan, nyeri, dan pengobatan), Pantau respons kardiorespiratori
terhadap aktivitas (mis., takikardia, disritmia lain, dyspnea, diaphoresis,
pucat, tekanan hemodinamik, dan frekuensi pernafasan), Pantau respons
oksigen pasien (mis., denyut nadi, irama jantung, dan frekuensi
pernafasan) terhadap aktivitas perawatan diri atau aktivitas keperawatan,
Pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energy yang
adekuat, Pantau dan dokumentasikan pola tidur pasien dan lamanya
waktu tidur dalam jam
 
Penyuluhan Untuk Pasien / Keluarga
1. Penggunaan teknik nafas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
2. Mengenali tanda dan gejala Intoleransi Aktivitas, termasuk kondisi
yang perlu dilaporkan kepada dokter
3. Pentingnya nutrisi yang baik
4. Penggunaan peralatan, seperti oksigen, selama aktivitas
5. Penggunaan teknik relaksasi (mis., distraksi, visualisasi) selama
aktivitas
6. Dampak Intoleransi Aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam
keluarga dan tempat kerja
7. Tindakan untuk menghemat energi, sebagai contoh: menyimpan alat
atau benda yang sering digunakan di tempat yang mudah dijangkau
8. Manajemen Energi (NIC): Ajarkan kepada pasien dan orang terdekat
tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi
oksigen (mis., pemantauan mandiri dan teknik langkah untuk
melakukan AKS), Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah kelelahan
 
Aktifitas Kolaboratif
1. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan
salah satu faktor penyebab
2. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik (mis., untuk latihan
ketahanan), atau rekreasi untuk merencanakan dan meemantau program
aktivitas, jika perlu
3. Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk ke layanan kesehatan
jiwa di rumah
4. Rujuk pasien ke pelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan
pelayanan bantuan perawatan rumah, jika perlu
5. Rujuk pasien ke ahli gizi untuk prencanaan diet guna meningkatkan
asupan makanan yang kaya energy
6. Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan
dengan penyakit jantung (Wilkinson, Diangnosa Keperawatan, 2016,
pp. 15-18).
 

 d. Volume cairan, Kekurangan


1)   Tujuan
1. Kekurangan volume cairan akan teratasi, dibuktikan oleh Keseimbangan
Cairan, Hidrasi yang adekuat, dan Status Nutrisi: Asupan makanan dan
Cairan yang adekuat
2. Keseimbangan cairan akan dicapai, dibuktikan oleh indicator gangguan
berikut (sebutkan1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak
ada gangguan): Tekanan darah, Denyut nadi radial, Nadi perifer, Elektrolit
serum, Berat badan stabil
2) Kriteria Hasil
1. Memiliki konsentrasi urine yang normal. Sebutkan nilai dasar berat jenis
urine
2. Memilki hemoglobin dan hematocrit dalam batas normal untuk pasien
3. Memiliki tekanan vena sentral dan pulmonal dalam rentang yang
diharapkan
4. Tidak mengalami haus yang tidak normal
5. Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam
6. Menampilkan hidrasi yang baik (membrane mukosa lembap, mampu
berkeringat)
7. Memiliki asupan cairan oral dan/atau intravena yang adekuat

3)   Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
1. Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
2. Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit
(mis., diare,drainasis, dan drainase ileostomi)
3. Pantau perdarahan (mis., periksa semua dari adanya darah nyata atau darah
samar)
4. Identifikasi faktor pengaruh terhadap bertambah buruknya dehidrasi (mis.,
obat-obatan, demam, stress, dan program pengobatan)
5. Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan (mis.,
kadar hematocrit, BUN, albunin, protein total, osmolalitas serum, dan berat
jenis urine)
6. Kaji adanya vertigo atau hipotensi postural
7. Kaji orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu
8. Cek arahan lanjut pasien untuk menentukan apakah penggantian cairan
pada pasien sakit terminal tepat dilakukan
9. Manajemen Cairan (NIC): pantau status hidrasi (mis., kelembapan
membrane mukosa, keadekuatan nadi, dan tekanan darah ortostatik),
Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecenderungannya,
Pertahankan keakuratan catatan asupan dan haluaran
 
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus.
 
Aktifitas kolaboratif
1. Laporkan dan catat haluaran kurang dari________Ml
2. Laporkan dan catat haluaran lebih dari________mL
3. Laporkan abnormalitas elektrolit
4. Manajemen Ciran (NIC): Atur ketersediaan produk darah untuk transfusi,
bila perlu, Berikan ketentuan penggantian nasogratrik berdasarkan haluaran,
sesuai dengan kebutuhan, Berikan terapi IV, sesuai program (Wilkinson,
Diangnosa Keperawatan, 2016, pp. 178-179).
 

 
 DAFTAR PUSTAKA

Imam Suprapto, S. M. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem


Respirasi. Jakarta: Trans Info Media.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta: Mediaction.
PPNI, T. P. (2016). Standart Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.
Santa Marunung, S. M. (2013). Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Trans Info Media,
Jakarta.
Wilkinson, J. M. (2016). Diangnosa Keperawatan. Jakarat: Karalog Dalam Terbitan.

Anda mungkin juga menyukai