SARS
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
SARS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus corona SARS (SAR-CoV). Penderita yang
terkena SARS mengalami gangguan pernafasan yang akut (terjadi dalam waktu tepat) dan dapat
menyebabkan kematian. SARS merupakan penyakit menular dan dapat mengenai siapa saja, terutama
orang tua.
Badan kesehatan dunia (WHO) mengeluarkan suatu peringatan keseluruh dunia tentang adanya suatu
penyakit yang disebutnya sebagai syndrome pernafasan akut parah (SARS). Penyakit ini digambarkan
sebagai radang paru (Pneumonia) yang berkembang secara sangat cepat, progresif dan sering kali bersifat
fatal, dan diduga berawal dari suatu provinsi di China utara.
SARS secara klinis lebih banyak melihatkan bagian bawah. Dibandingkan dengan saluran napas bagian
atas. Pada saluran napas bawah, sel-sel asinus adalah sasaran yang lebih banyak terkena dari pada trakea
ataupun bronkus. Menurut hasil pemeriksaan post mortem yang dilakukan, diketahui bahwa SARS
memiliki 2fase di dalam patogenesisnya.
Pengobatan terhadap pasien SARS dilakukan pada rumah sakit khusus dan pasien SARS
dikarantina/isolasi hingga dinyatakan sembuh/tidak infeksus. Obat yang diberikan tergantung dari kondisi
pasien tersebut. Pencegahannya adalah dengan menghindari kontak dengan penderita SARS, cuci tangan
dengan sabun antiseptik, dan memakai masker jika bepergian (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 229). Tujuan
2. Tujuan Umum Mengetahui secara umum mengenai asuhan keperawatan pasien dengan SARS.
3. Tujuan Khusus
Memahami definisi SARS
Memahami etiologi SARS
Mengetahui tanda dan gejala SARS
Mengetahui patofisiologi SARS
Mengetahui klasifikasi SARS
Mengetahui komplikasi SARS
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien SARS
4. Definisi
Severe acute respiratory syndrome (SARS) merupakan suatu penyakit yang serius dan disebabkan oleh
infeksi virus pada paru yang bersifat mendadak dan menunjukkkan gejala gangguan pernafasan pada
pasien yang mempunyai riwayat kontak dengan pasien SARS (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 226)
Sindrom pernafasan akut parah (severe acute respiratory syndrome/SARS) merupakan kumpulan gejala
(sindrom) pada saluran nafas (seperti batuk,flu, bersin, dan sesak nafas) dan terjadinya infeksi paru-paru /
pneumonia yang timbul secara akut (tiba-tiba/dalam hitungan (Suprapto, 2013)
Jadi, SARS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus corona SARS (SARS-COV). Penderita yang
terkena SARS mengalami gangguan pernapasan yang akut (terjadi dalam waktu cepat) dan dapat
menyebabkan kematian.
5. Etiologi
Dua virus yang pertama kali dicurigai sebagai penyebab SARS adalah Paramyxovirus dan Coronavirus.
Dan terakhir hanya Coronavirus yang diduga sebagai penyebab SARS. Proses penularan SARS adalah
berdasarkan droplet dan kontak. Penularan fecal-oral juga mungkin terjadi melalui diare.
SARS juga bisa menyebar jika seseorang menyentuh secret atau permukaan / objek yang terifeksius dan
kemudian secara langsung menyentuh mata, hidung atau mulut, juga melalui batuk atau bersin dari pasien
SARS. Setelah masuk ketubuh manusia Coronavirus ini dapat menimbulkan infeksi saluran pernafasan atas
dan juga bawah sehingga mengakibatkan system imunitas pernafasan menjadi turun dan berakibat batuk
yang lama dan akan mengakibatkan kerusakan epitel dan gerakan silla berkurang jika diteruskan akan
mengakibatkan infeksi bertambah berat (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 226).
Tes laboratorium tidak dikerjakan atau tidak lengkap (Nurarif & Kusuma, 2016, pp. 226-227).
7. Patofisiologi
SARS secara klinis lebih banyak melihatkan bagian bawah. Dibandingkan dengan saluran napas bagian atas.
Pada saluran napas bawah, sel-sel asinus adalah sasaran yang lebih banyak terkena dari pada trakea ataupun
bronkus. Menurut hasil pemeriksaan post mortem yang dilakukan, diketahui bahwa SARS memiliki 2fase di
dalam patogenesisnya.
Fase awal terjadi selama 10 hari pertama penyakit pada fase ini terjadi proses akutyang mengakibatkan
duffuse alveolar damage (DAD) yang eksudatif. Fase ini dicirikan dengan adanya infiltrasi dengan
campuran sel-sel inflamasi serta edema pembentukan hialin.
Membran hialin terbentuk dari endapan protein plasma serta debris nukleous dan sitoplasma sel-sel epitel
paru (pneuomotis) yang rusak. Dengan adanya nekrosis sel-sel epitel paru maka barrier antara sikulasi darah
dan jalan udara menjadi hilang sehingga cairan yang berasal dari pembuluh darah kapiler paru menjadi
bebas untuk masuk kedalam ruang alveolus. Namun demikian, karena keterbatasan jumlah pasien SARS
yang meninggal untuk di autopsi, maka masih belum dapat dibuktikan apakah kerusakan sel epitel baru
tersebut disebabkan oleh efek toksik virus secara langsung atau sebagai akibat dari respons imun tubuh.
Pada tahap eksudatif, RNA dan antigen virus dapat diidentifikasi dari makrofak alfeolar dan sel epitel paru
dengan menggunakan mikroskop elektron.
Fase selanjutnya dimulai tepat setelah 10 hari perjalanan penyakit dan ditandai dengan perubahan pada
DAD eksudatif menjadi DAD teroganisir. Pada periode ini, terdapat metaplasia sel epitel skuamosa bronkial.
Bertambahnya ragam sel dan fibrosis pada dinding dan lumen alveolus. Pada fase ini tampak dominasi
pneoumosit tipe 2 dengan persebaran neokleous, serta nukleoli yang eosinofilik. Selanjutnya, sering kali
ditemukan sel raksasa dengan banyak nukleus, (multi-nucleated giant cells ) didalam rongga alveoli. seperti
infeksi CoV lainya, maka sel raksasa tersebut awalnya diduga sebagai akibat langsung dari CoV SARS.
Tetapi setelah dilakukan pemeriksaan imunoperoksidase dan hibridisasi insitu, didapatkan bahwa CoV
SARS justru berada didalam jumlah yang rendah. Maka disimpulkan, bahwa fase ini berbagai proses
patologis yang terjadi tidak diakibatkan langsung oleh karena replikasi voirus terus menerus, melainkan
karena beratnya kerusakan sel epitel paru yang terjadi pada tahap DAD eksudatif dan diperberat dengan
pengunaan fentilatoe (Suprapto, 2013, pp. 25-26).
8. Klasifikasi
Menurut pembagian stadium SARS dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Stadium 1, dimulai dengan suatu gejala mirip flu yang mulai terjadi 2-7 hari setelah inkubasi dan khas
ditandai dengan gejala mirip flu yang mulai terjadi 2-7 hari setelah inkubasi dan khas ditandai dengan
prodromal berupa demam >38°C dengan tanpa menggigil, dapat disertai dengan gejala yang tidak
spesifik seperti malaise, sakit kepala, mialgia, anoreksia dan pada beberapa pasien juga dapat
mengalami diare. Stadium ini berlangsung 3-7 hari.
2. Stadium 2, adalah fase gejala saluran pernafasan. Fase ini secara tipikal dapat mulai terjadi 3 hari
setelah inkubasi. Pasien mengalami batuk kering, sesak nafas, dan pada sebagian kasus dapat timbul
hipoksemia yang progesif. Gejala ini dapat berkembang menjadi kegagalan pernafasan yang
memerlukan inkubasi dan ventilasi mekanik (Manurung, 2013, p. 89)
1. Derajad 1 : (derajad ringan / klasik) ditandai demam >3 hari, batuk tidak produktif, foto dada tidak ada
gambaran pneumonia dan penderita sembuh dengan sendirinya.
2. Derajad 2 : (derajad sedang) gejala klasik ditambah kelainan diparu dan penderita akan sembuh dengan
baik atau justru jatuh kederajad berat.
3. Derajad 3 : (derajad berat) ditandai denga gejala sukar bernafas dan hipoksia (Nurarif & Kusuma, 2016,
p. 227).
9. Komplikasi
Komplikasi SARS akan mengakibatkan dampak komplikasi pada :
1). Gagal nafas
Kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga system
pernafasan tidak mampu memenuhi metabolism tubuh.
2). Gagal hati
Kondisi ketika organ hati tidak bisa berfungsi kembali akibat mengalami kerusakan yang sangat luas.
3). Gagal jantung
Kondisi saat otot jantung menjadi sangat lemah sehingga tidak bias memompa cukup darah ke seluruh
tubuh (Suprapto, 2013, p. 27)
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
1. Kesadaran
Pasien SARS ada penurunan kesadaran bahkan sampai tidak sadar jika sudah ketingkat lebih
lanjut. (Manurung, 2013, p. 80).
2. Tanda-tanda vital
Pada pasien SARS didapatkan suhu tubuh 38°C selama, RR >30x/menit, Nadi > 100x/menit,
Tensi cenderung turun. (Manurung, 2013, p. 80).
2) Body System
a) Sistem pernafasan
(1) Inspeksi Sesak, batuk, nyeri dada, penggunaan alat bantu pernafasan, pernafasan
diafragma dan perut meningkat pernafasan cuping hidung, pola nafas cepat dan dangkat,
retraksi otot bantu pernafasan.
(2) Palpasi Sinus frontalis dan maksilaris, terhadap nyeri tekan yang menunjukkan inflamasi
(3) Perkusi : suara perkusi redup sampai pekak.
(4) Auskultasi : Ronkhi basah, suara nafas bronkial (Manurung, 2013, p. 84)
b) Sistem kardiovaskuler
Gejala-gejala yang terkait dengan system kardiovaskular jarang ditemukan, rendahnya
tekanan darh berakibat timbulnya rasa pusing (Suprapto, 2013, p. 195)
c) Sistem persarafan
Nyeri kepala, terjadi penurunan kesadaran (Suprapto, 2013, p. 195)
a) Sistem perkemihan
Terjadi peningkatan kadar kreatinin kinase (Suprapto, 2013, p. 195)
b) Sistem percernaan
Mual, muntah, diare, bising usus meningkat, nafsu makan menurun (Manurung, 2013, p. 85)
c) Sistem integument
Kulit, bibir, serta kuku penderita tampak kebiruan (sianosis karena kekurangan
oksigen) (Suprapto, 2013, p. 196)
d) Sistem muskuloskeletal
Pada penderita SARS pasien mengalami kaku otot (Suprapto, 2013, p. 196)
e) Sistem endokrin
Tidak ada perubahan pada sistem endokrin pasien SARS (Suprapto, 2013, p. 196)
f) Sistem reproduksi
Tidak ada perubahan pada system reproduksi pasien SARS
g) Sistem pengindraan
Pada pasien SARS tidak mengalami perubahan pada system pengindraan
h) Sistem imun
Virus coronavirus dapat menimbulkan infeksi saluran pernafasan atas dan juga bawah
sehingga mengakibatkan system imunitas pernafasan menjadi turun dan berakibat batuk yang
lama (Suprapto, 2013, p. 197)
c. Pemeriksaan penunjang
a) Pada pemeriksaan fisik : dengan menggunakan stetoskop, terdengar bunyi pernafasan abnormal
(seperti ronki atau wheezing). Tekanan darah seringkali rendah dan kulit, bibir serta kuku
penderita tampak kebiruan ( sianosis, karena kekurangan oksigen).
b) Rontgen dada (menunjukkan adanya penimbuhan cairan ditempat yang seharusnya terisi udara).
c) CT-scan toraks menunjukkan gambaran Bronkiolitis Obleterans Organizing Pneumonia
(BOOP).
d) Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
2. Pemeriksaan SGOT/SGPT untuk mengetahui fungsi hati
3. Pemeriksaan tes antibody (IgG/IgM)
4. Pemeriksaan molecular (PCR) pada specimen dahak, feses dan darah ferifer.
5. Pemeriksaan deteksi antigen dan kultur virus.(Manurung, 2013, p. 91)
6.
d. Penatalaksanaan
Kasus dengan gejala SARS melewati triase (petugas sudah memakai masker N95). Untuk segera
dikirim ke ruangan pemeriksaan atau bangsal yang sudah disiapkan.
Berikan masker bedah pada penderita.
Petugas yang masuk keruangan pemeriksaan sudah memakai penggunaan alat proteksi perorangan
(PAPP)
Catat dan dapatkan keteranagan rinci mengenai tanda klinis, riwayat perjalanan, riwayat kontak
termasuk riwayat munculnya gangguan pernafasan pada kontak sepuluh hari sebelumnya.
Pemeriksaan fisik.
Lakukan pemeriksaan foto toraks dan darah tepi lengkap.
Bila foto toraks normal lihat indikasi rawat atau tetap dirumah, anjurkan untuk melakukan
kebersihan diri, kurangi aktifitas, dan anjurkan menghindari menggunakan angkutan umum.
Pengobatan di rumah diberikan antibiotik bila ada indikasi, vitamin dan makanan bergizi.
Anjurkan pada pasien apabila keadaan memburuk segera hubungi dokter atau rumah sakit.
Bila foto toraks menunjukkkan gambaran infiltrat satu sisi atau dua sisi paru dengan atau tanpa
infiltrat interstial lihat penatalaksanaan kasus probable suspek SARS yang dirawat.
Isolasi
Perhatikan : keadaan umum, kesadaran, tanda vital (tensi, nadi, frekuensi nafas , suhu)
Terapi suportif
Antibiotik : beta lactam atau beta lactam ditambahkan dengan anti beta lactamase oral ditambah
makrolid generasi baru oral (roksitromisin, klaritromisin, azitromisin.(Nurarif & Kusuma, 2016, p.
228)
Objektif
Batuk tidak efektif, Tidak mampu batuk, Sputum berlebih, Mengi, wheezing dan/atau ronkhi
kering, Mekonium di jalan nafas (pada neonates).
Gelisah, Sianosis, Bunyi nafas menurun, Frekuensi nafas berubah, Pola nafas berubah
Objektif
Penggunaan otot bantu pernafasan, Fase ekspirasi memanjang, Pola nafas abnormal (mis, takipnea,
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)
Pernafasan pursed-lip, Pernafasan cuping hidung, Diameter thoraks anterior-posterior meningkat,
Ventilasi semenit menurun, Kapasitas vital menurun, Tekanan ekspirasi menurun, Tekanan inspirasi
menurun, Ekskursi dada berubah.
Kondisi Klinis Terkait
Depresi system saraf pusat, Cedera kepala, Trauma thoraks Gullian barre syndrome, Multiple sclerosis,
Myasthenis gravis, Stroke, Kuadrplegia, Intoksikasi alcohol (PPNI, 2016, pp. 26-27)
3. Intoleran aktivitas
Definisi
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
Penyebab
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, Tirah baring, Klemahan, Imobilitas, Gaya
hidup monoton.
Gejala dan Tanda
Subjektif
Mengeluh lelah, Dispnea saat/setelah aktivitas, Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
Objektif
Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gmabaran EKG menunjukkan aritmia saat/stelah aktivitas, Gambaran EKG menunjukkan iskemia,
Sianosis.
f. Intervensi
a). Bersihan jalan nafas, ketidakefektifan
1) Tujuan
1. Menunjukkan bersihan jalan nafas yang efektif, yang dibuktikan oleh Pencegahan Aspirasi; Status
Pernafasan: Kepatenan Jalan Nafas; dan Status Pernafasan : Ventilasi tidak terganggu.
2. Menunjukkan Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas, yang dibuktikan oleh indicator
gangguan Nafas, yang dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5):
gangguan ekstrem, berat,sedaang, ringan atau tidak ada gangguan): Frekuensi dan irama
pernafasan, Kedalaman inspirasi, Kemampuan untuk membersihkan sekresi.
Kriteria hasil
1. Batuk efektif
2. Mengeluarkan secret secara efektif
3. Mempunyai jalan nafas yang paten
4. Pola pemeriksaan auskultasi, memiliki suara nafas yangb jernih
5. Mempunyai irama dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal
6. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
7. Mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan dirumah
Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
1. Kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut ini.
Keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain
Keefektifan obat yang diprogramkan
Hasil oksimetri nadi
Kecenderungan pada gas darah arteri, jika tersedia
Frekuensi, kedalaman, dan upaya pernafasan
Faktor yang berhubungan, seperti nyeri, batuk tidak efektif, mukus kental dan keletihan
2. Auskultasi bagian dada anterior dan porterior untuk mengetahui penurunan atau ketiadaan
ventilasi dan adanya suara nafas tambahan.
3. Pengisapan jalan nafas (NIC) :
(1) Tentukan kebutuhan pengisapan oral atau trakea
(2) Pantau status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik, segera
sebelum, selama, dan setelah pengisapan
(3) Catat jenis dan jumlah sekret yang dikumpulkan.
Aktivitas kolaboratif
1. Rundingkan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu
2. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau peralatan pendukung
3. Berikan udara / oksigen yang telah dihumidifikasikan (dilembabkan) sesuai dengan kebijakan
institusi
4. Lakukan atau bantu dalam terapi aerosol, nebulizier ultrasonik, dan peralatan paru lainnya
sesuai dengan kebijakan dan protocol institusi
5. Beri tahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal (Wilkinson, Diangnosa Keperawatan,
2016, pp. 24-26).
3) Intervensi (NIC)
Aktifitas Keperawatan
Pengkajian
1. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan
melakukan AKS dan AKSI
2. Kaji respons emosi, social, dan spiritual terhadap akativitas
3. Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
4. Manajemen Energi (NIC): Tentukan penyebab keletihan (mis., perawatan, nyeri, dan
pengobatan), Pantau respons kardiorespiratori terhadap aktivitas (mis., takikardia,
disritmia lain, dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik, dan frekuensi
pernafasan), Pantau respons oksigen pasien (mis., denyut nadi, irama jantung, dan
frekuensi pernafasan) terhadap aktivitas perawatan diri atau aktivitas keperawatan, Pantau
asupan nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energy yang adekuat, Pantau dan
dokumentasikan pola tidur pasien dan lamanya waktu tidur dalam jam
Penyuluhan Untuk Pasien / Keluarga
1. Penggunaan teknik nafas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
2. Mengenali tanda dan gejala Intoleransi Aktivitas, termasuk kondisi yang perlu dilaporkan
kepada dokter
3. Pentingnya nutrisi yang baik
4. Penggunaan peralatan, seperti oksigen, selama aktivitas
5. Penggunaan teknik relaksasi (mis., distraksi, visualisasi) selama aktivitas
6. Dampak Intoleransi Aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam keluarga dan tempat
kerja
7. Tindakan untuk menghemat energi, sebagai contoh: menyimpan alat atau benda yang
sering digunakan di tempat yang mudah dijangkau
8. Manajemen Energi (NIC): Ajarkan kepada pasien dan orang terdekat tentang teknik
perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi oksigen (mis., pemantauan mandiri
dan teknik langkah untuk melakukan AKS), Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan
teknik manajemen waktu untuk mencegah kelelahan
Aktifitas Kolaboratif
1. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah satu faktor
penyebab
2. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik (mis., untuk latihan ketahanan), atau
rekreasi untuk merencanakan dan meemantau program aktivitas, jika perlu
3. Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk ke layanan kesehatan jiwa di rumah
4. Rujuk pasien ke pelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan bantuan
perawatan rumah, jika perlu
5. Rujuk pasien ke ahli gizi untuk prencanaan diet guna meningkatkan asupan makanan
yang kaya energy
6. Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan penyakit
jantung (Wilkinson, Diangnosa Keperawatan, 2016, pp. 15-18).
2) Kriteria Hasil
1. Memiliki konsentrasi urine yang normal. Sebutkan nilai dasar berat jenis urine
2. Memilki hemoglobin dan hematocrit dalam batas normal untuk pasien
3. Memiliki tekanan vena sentral dan pulmonal dalam rentang yang diharapkan
4. Tidak mengalami haus yang tidak normal
5. Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam
6. Menampilkan hidrasi yang baik (membrane mukosa lembap, mampu berkeringat)
7. Memiliki asupan cairan oral dan/atau intravena yang adekuat
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
1. Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
2. Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit (mis., diare,drainasis,
dan drainase ileostomi)
3. Pantau perdarahan (mis., periksa semua dari adanya darah nyata atau darah samar)
4. Identifikasi faktor pengaruh terhadap bertambah buruknya dehidrasi (mis., obat-obatan,
demam, stress, dan program pengobatan)
5. Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan (mis., kadar hematocrit,
BUN, albunin, protein total, osmolalitas serum, dan berat jenis urine)
6. Kaji adanya vertigo atau hipotensi postural
7. Kaji orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu
8. Cek arahan lanjut pasien untuk menentukan apakah penggantian cairan pada pasien sakit
terminal tepat dilakukan
9. Manajemen Cairan (NIC): pantau status hidrasi (mis., kelembapan membrane mukosa,
keadekuatan nadi, dan tekanan darah ortostatik), Timbang berat badan setiap hari dan pantau
kecenderungannya, Pertahankan keakuratan catatan asupan dan haluaran
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus.
Aktifitas kolaboratif
1. Laporkan dan catat haluaran kurang dari________Ml
2. Laporkan dan catat haluaran lebih dari________mL
3. Laporkan abnormalitas elektrolit
4. Manajemen Ciran (NIC): Atur ketersediaan produk darah untuk transfusi, bila perlu, Berikan
ketentuan penggantian nasogratrik berdasarkan haluaran, sesuai dengan kebutuhan, Berikan
terapi IV, sesuai program (Wilkinson, Diangnosa Keperawatan, 2016, pp. 178-179).