Manipulasi
Manipulasi
Dalam kasus ini pemerintah dan pihak pertamina tidak melibatkan masyarakat dalam hal
pengambilan keputusan dalam pembangunan SPBU. Warga Kedoya utara hanya dilibatkan
dalam penandatangan surat izin pembangunan SPBU, itupun sebagian besar warga tidak
setuju atsa pembangunan SPBU dikedoya utara. Akan tetapi pihak pertamina tetap saja
melanjutkan pembangunan SPBU tersebut. Awal dari proses manipulasi ini dapat terjadi
karena terdapat tiga pola yaitu pola pertama adalah warga tidak dilibatkan dalam perencanaan
SPBU terutama dalam hal persetujuan yang diatur Permendagri No 27 Tahun 2009. Pola
kedua adalah adanya ketidakjelasan informasi. Warga diberikan informasi yang tidak jelas
dari dinas-dinas terkait saat meminta kejelasan informasi tentang rencana pendirian SPBU.
Pola berikutnya adalah komunikasi satu arah dari pihak pemerintah ke warga. Akibat dari
adanya hal tersebut warga kedoya utara merasa dirugikan karena pembangunan SPBU
tersebut menyalahi aturan sebab dibangun dekat dengan permukiman warga serta
menimbulkan aksi protes dari warga kedoya utara.
Penentraman
Dalam kasus ini warga desa Bogoran, kabupaten trenggalek menolak pembangunan
bendungan bagong. Menurut warga penolakan terjadi karena kurangnya sosialisasi dari
pemerintah, sehingga terjadi kegaduhan dan juga demo terhadap pemerintah. Pemkab
trenggalek sebagai fasilitator Kemen PUPR menjelaskan bahwa pembangunan bendungan
bagong sendiri bertujuan untuk mencegah banjir dan meningkatkan kesejahteraan warga yang
hidup dari sektor pertanian. Selain itu, pemkab akan membantu warga yang terdampak
dengan uang ganti rugi terhadap lahan dan juga dicarikan lahan pengganti, dimana terdapat 2
opsi lokasi yakni, pacitan dan wonogiri. Proses yang dilakukan pemkab trenggalek ini
terhadap warga desa bogoran bisa dikatakan sebagai proses penentraman. Sebab untuk
meredam kegaduhan yang terjadi di antara warga dan pemkab, pemkab memberikan
informasi. Sehingga hal ini dapat meredam kegaduhan yang terjadi
Sosialisasi
Konsultasi
Dalam kasus ini warga menolak pembangunan waduk lambo karena lokasi tersebut
merupakan lokasi artefak budaya dan sosial mereka dimana terdapat kuburan nenek moyang
warga sekitar, ada juga rumah ibadah, sekolah serta lahan produktif milik warga. Selain itu,
menurut warga pihak pemda nagekeo menetapkan pembangunan waduk secara sepihak. Oleh
karena itu pembangunan waduk ini di tolak keras oleh warga. Akan tetapi pemda nagekeo
tetap ingin melaksanan pembangunan ini. Pada kasus ini terjadi proses penentraman, dimana
untuk mengurangi ketegangan antara warga dan pemerintah terkait. Pemda mempersilahkan
warga untuk memberikan saran atau usulan dalam pembangunan waduk ini, dimana warga
mengusulkan membangun small dam (waduk mini) di 3 titik yaitu Kampung Neta Wulu,
Desa Rendu Butowe, Kampung Kelitabu, Desa Ulupul dan Kampung Tiwu Ndaro, Desa
Labolewa. Dan usulan tersebut disetujui oleh pemda.
Kemitraan
Pembangunan bandara Kaisiepo tidak Dapat terlepas dari masyarakat dan pemerintah
Kabupaten Biak Numfor. Untuk terealisasinya pembangunan bandara frans kaisepo menjadi
bandara internasional pihak pemerintah dalam hal ini PT angkasa pura I sebagai pengelola
memberikan penawaran kepada masyarakat ulayat yaitu memberikan uang ganti rugi kepada
masyarakat ulayat untuk melepaskan tanahnya. Proses ini bisa dikatakan tahap kemitraan
dimana untuk terealisasinya pembangunan bandara frans kaisepo menjadi bandara
internasional. Pemerintah bekerja sama atau menjalin hubungan yang baik dengan
masyarakat ulayat, dimana pemerintah memberikan hak-hak yang semestinya bagi
masyarakat ulayat.
Pendelegasian kekuasaan