Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK MEMBUAT

KARYA MASKER TIE DYE DI BALAI DESA BANTUR

Disusun Oleh :

1. Bernadeta Leviana
2. Dewi Murdah Ningrum
3. Khusnul Khotimah
4. Yoan Wili Rosa
5. Elcha Agustin Primarianda
6. Cahyani Selfina Wulandari
7. Devit Fungki Wibowo
8. Dewi Kristinawati
9. Hafshah Agustina Putri
10. Hana Karunia Putri
11. Ike Safira Afta Maulida
12. Ngestining Yekti Agung
13. Nurul Dwi Anggraini
14. Jepri Daus
15. Priliansi Dule
16. Priskila Agustin
17. Sea Gaty Trisnani
18. Ricky Kristian Pradana

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa sebab atas segala rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, Proposal mengenai “Terapi Aktivitas
Kelompok Membuat Kerajinan Masker Tie Dye Di Balai Desa Bantur ” ini dapat
diselesaikan tepat waktu.

Kami sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat
dan edukasi. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kemudian makalah kami ini
dapat kami perbaiki dan menjadi lebih baik lagi.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Kami juga yakin bahwa makalah kami jauh dari kata sempurna dan masih
membutuhkan kritik serta saran dari pembaca, untuk menjadikan makalah ini
lebih baik ke depannya.

Malang, 11 November 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Cover
Kata Pengantar ............................................................................................ i
Daftar Isi ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1


A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Nama Kegiatan........................................................................................ 2
C. Tujuan Kegiatan ...................................................................................... 2

BAB II PELAKSANAAN ............................................................................ 3


A. Waktu dan Tempat .................................................................................. 3
B. Sasaran Kegiatan..................................................................................... 3
C. Jenis Kegiatan ......................................................................................... 3
D. Metode .................................................................................................... 3
E. Media dan Alat........................................................................................ 3
F. Rencana Kegiatan ................................................................................... 3
G. Evaluasi Kegiatan ................................................................................... 4
H. Pengorganisasian..................................................................................... 5
I. Anggaran Dana ....................................................................................... 5

BAB IIITERAPI AKTIVITAS KELOMPOK PADA GANGGUAN 6


JIWA ..............
A. Teori Kelompok Gangguan Jiwa 6
B. Teori Terapi Aktivitas Okupasi 7
......................................................................

BAB IV PENUTUP ...................................................................................... 10


DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asuhan Keperawatan Jiwa merupakan asuhan keperawatan yang bersifat


spesialistik, tetapi asuhan kepada klien harus tetap dilakukan secara holistik.
Pendekatan asuhan keperawatan selain harus difokuskan pada perilaku klien,
difokuskan juga pada kondisi fisik, sosial, budaya, dan spiritual klien. Berbagai
terapi keperawatan yang dikembangkan difokuskan kepada klien secara individu,
kelompok, keluarga ataupun komunitas.

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi modalitas


yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mengalami masalah
keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok
digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi
saling bergantung, saling membutuhkan, dan menjadi laboraturium tempat klien
berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang
maladaptif.

Ada berbagai macam terapi aktivitas kelompok yang dikembangkan


diantaranya adalah sosialisasi, stimulasi persepsi, stimulasi sensoris, dan
orientasi realitas.Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori adalah upaya
menstimulasi semua pancaindra (sensori) agar memberi respon yang adekuat.

Terapi aktivitas kelompok kerajinan tangan adalah hal yang berkaitan


dengan buatan tangan atau kegiatan yang berkaitan dengan barang yang
dihasilkan melalui keterampilan tangan (kerajinan tangan). Kerajinan yang
dibuat biasanya terbuat dari berbagai bahan. Dari kerajinan ini menghasilkan
hiasan atau benda seni maupun barang pakai. Biasanya istilah ini diterapkan
untuk cara tradisional dalam membuat barang-barang.
Sehubungan dengan hasil pengkajian jiwa yang telah dilakukan
Mahasiswa Prodi Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners ditemukan 18
orang yang mengalami gangguan jiwa.

Pembuatan karya tersebut merupakan kegiatan supaya pasien dengan


gangguan jiwa mempunyai kegiatan dipanti agar memiliki ketrampilan. Dari hasil
kesepakatan bersama bahwa pada hari Jumat tanggal 11 Desember 2021 akan di
adakan Demonstrasi tentang pembuatan karya Masker Tie Dye.

1.2 Nama Kegiatan


“Terapi Aktivitas Kelompok Okupasi Membuat Karya Masker Tie Dye Di
Balai Desa Bantur”.

1.3 Tujuan Kegiatan


Para pasien pada kelompok gangguan jiwa mampu membuat karya tangan
masker tie dye, dan pasien pada kelompok gangguan jiwa mampu bekerjasama
dalam satu kelompok dan dapat bersosialisasi dengan sesama.
13

BAB III
TERAPI AKTIVITAS OKUPASI PADA KELOMPOK GANGGUAN JIWA

2.1 PENGERTIAN KELOMPOK GANGGUAN JIWA

Gangguan jiwa merupakan psikologik atau pola perilaku yang ditunjukkan


pada individu yang menyebabkan distress, menurunkan kualitas kehidupan dan
disfungsi. Hal tersebut mencerminkan disfungsi psikologis, bukan sebagai akibat
dari penyimpangan sosial maupun konflik dengan masyarakat (Stuart, 2013).
Sedangkan menurut Keliat, (2011) gangguan jiwa merupakan pola perilaku, sindrom
yang secara klinis bermakna berhubungan dengan penderitaan, distress dan
menimbulkan hendaya pada lebih atau satu fungsi kehidupan manusia.

Menurut American Psychiatric Association atau APA mendefinisikan


gangguan jiwa pola perilaku/ sindrom, psikologis secara klinik terjadi pada individu
berkaitan dengan distres yang dialami, misalnya gejala menyakitkan, ketunadayaan
dalam hambatan arah fungsi lebih penting dengan peningkatan resiko kematian,
penderitaan, nyeri, kehilangan kebebasan yang penting dan ketunadayaan (O’Brien,
2013).

Gangguan jiwa adalah bentuk dari manifestasi penyimpangan perilaku akibat


distorsi emosi sehingga ditemukan tingkah laku dalam ketidak wajaran. Hal tersebut
dapat terjadi karena semua fungsi kejiwaan menurun (Nasir, Abdul & Muhith,
2011).

Menurut Videbeck dalam Nasir, (2011) mengatakan bahwa kriteria umum


gangguan adalah sebagai berikut :

a. Tidak puas hidup di dunia.

b. Ketidak puasan dengan karakteristik, kemampuan dan prestasi diri.

c. Koping yang tidak afektif dengan peristiwa kehidupan.

d. Tidak terjadi pertumbuhan personal.


Menurut Keliat dkk dalam Prabowo, (2014) mengatakan ada juga ciri dari gangguan
jiwa yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
a. Mengurung diri.
b. Tidak kenal orang lain.
c. Marah tanpa sebab.
d. Bicara kacau.
e. Tidak mampu merawat diri.

2.2 Penyebab Gangguan Jiwa

Penyebab ganggua jiwa yang terdapat pada unsur kejiwaan, akan tetapi ada
penyebab utama mungkin pada badan (Somatogenik), di Psike (Psikologenik),
kultural (tekanan kebudayaan) atau dilingkungan sosial (Sosiogenik) dan tekanan
keagamaan (Spiritual). Dari salah satu unsur tersebut ada satu penyebab menonjol,
biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi ada beberapa penyebab pada
badan, jiwa dan lingkungan kultural-Spiritual sekaligus timbul dan kebetulan terjadi
bersamaan. Lalu timbul gangguan badan atau jiwa (Maramis, 2009).
1) Genetika.
Individu atau angota keluarga yang memiliki atau yang mengalami gangguan
jiwa akan kecenderungan memiliki keluarga yang mengalami gangguan jiwa,
akan cenderung lebih tinggi dengan orang yang tidak memiliki faktor genetik
(Yosep, 2013).

2) Sebab biologik.

a. Keturunan.

Peran penyebab belum jelas yang mengalami gangguan jiwa, tetapi


tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang tidak
sehat.
b. Temperamen.
Seseorang terlalu peka atau sensitif biasanya mempunyai masalah pada
ketegangan dan kejiwaan yang memiliki kecenderungan akan mengalami
gangguan jiwa.
c. Jasmaniah.
Pendapat beberapa penyidik, bentuk tubuh seorang bisa berhubungan
dengan gangguan jiwa, seperti bertubuh gemuk cenderung menderita
psikosa manik defresif, sedangkan yang kurus cenderung menjadi
skizofrenia.
d. Penyakit atau cedera pada tubuh.
Penyakit jantung, kanker dan sebagainya bisa menyebabkan murung dan
sedih. Serta, cedera atau cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa
rendah diri (Yosep, 2013).

3) Sebab psikologik.
Dari pengalaman frustasi, keberhasilan dan kegagalan yang dialami akan
mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya di kemudian hari (Yosep, 2013).
4) Stress.
Stress perkembangan, psikososial terjadi secara terus menerus akan mendukung
timbulnya gejala manifestasi kemiskinan, pegangguran perasaan kehilangan,
kebodohan dan isolasi sosial (Yosep, 2013).
5) Sebab sosio kultural.
a) Cara membesarkan anak yang kaku, hubungan orang tua anak menjadi kaku
dan tidak hangat. Anak setelah dewasa akan sangat bersifat agresif, pendiam
dan tidak akan suka bergaul atau bahkan akan menjadi anak yang penurut.
b) Sistem nilai, perbedaan etika kebudayaan dan perbedaan sistem nilai moral
antara masa lalu dan sekarang akan sering menimbulkan masalah kejiwaan.
c) Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi, dalam
masyarakat kebutuhan akan semakin meningkat dan persaingan semakin
meningkat. Memacu orang bekerja lebih keras agar memilikinya, jumlah
orang yang ingin bekerja lebih besar sehingga pegangguran meningkat
(Yosep, 2013).
6) Perkembangan psikologik yang salah.
Ketidak matangan individu gagal dalam berkembang lebih lanjut. Tempat yang
lemah dan disorsi ialah bila individu mengembangkan sikap atau pola reaksi
yang tidak sesuai, gagal dalam mencapai integrasi kepribadian yang normal
(Yosep, 2013).

2.3 Tanda dan gejala gangguan jiwa.

Tanda dan gejala gangguan jiwa adalah sebagai berikut :


a. Ketegangan (Tension) merupakan murung atau rasa putus asa, cemas,
gelisah, rasa lemah, histeris, perbuatan yang terpaksa (Convulsive), takut
dan tidak mampu mencapai tujuan pikiran- pikiran buruk (Yosep, H.
Iyus & Sutini, 2014).
b. Gangguan kognisi.
Merupakan proses mental dimana seorang menyadari, mempertahankan
hubungan lingkungan baik, lingkungan dalam maupun lingkungan
luarnya (Fungsi mengenal) (Kusumawati, Farida & Hartono, 2010).

Proses kognisi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Gangguan persepsi.
Persepsi merupakan kesadaran dalam suatu rangsangan yang
dimengerti. Sensasi yang didapat dari proses asosiasi dan interaksi
macam-macam rangsangan yang masuk.

Yang termasuk pada persepsi adalah

- Halusinasi

Halusinasi merupakan seseorang memersepsikan sesuatu dan


kenyataan tersebut tidak ada atau tidak berwujud. Halusinasi
terbagi dalam halusinasi penglihatan, halusinasi pendengaran,
halusinasi raba, halusinasi penciuman, halusinasi sinestetik,
halusinasi kinetic.
2. Gangguan sensasi.
Seorang mengalami gangguan kesadaran akan rangsangan yaitu
rasa raba, rasa kecap, rasa penglihatan, rasa cium, rasa pendengaran
dan kesehatan (Kusumawati, Farida & Hartono, 2010).
3. Gangguan kepribadian.
Kepribadian merupakan pola pikiran keseluruhan, perilaku dan
perasaan yang sering digunakan oleh seseorang sebagai usaha
adaptasi terus menerus dalam hidupnya. Gangguan kepribadian
misalnya gangguan kepribadian paranoid, disosial, emosional tak
stabil. Gangguan kepribadian masuk dalam klasifikasi diagnosa
gangguan jiwa (Maramis, 2009).

4. Gangguan pola hidup

Mencakup gangguan dalam hubungan manusia dan sifat dalam


keluarga, rekreasi, pekerjaan dan masyarakat. Gangguan jiwa
tersebut bisa masuk dalam klasifikasi gangguan jiwa kode V, dalam
hubungan sosial lain misalnya merasa dirinya dirugikan atau
dialang-alangi secara terus menerus. Misalnya dalam pekerjaan
harapan yang tidak realistik dalam pekerjaan untuk rencana masa
depan, pasien tidak mempunyai rencana apapun (Maramis, 2009).

5. Gangguan perhatian.

Perhatian ialah konsentrasi energi dan pemusatan, menilai suatu


proses kognitif yang timbul pada suatu rangsangan dari luar (Direja,
2011).
6. Gangguan kemauan.
Kemauan merupakan dimana proses keinginan dipertimbangkan lalu
diputuskan sampai dilaksanakan mencapai tujuan. Bentuk gangguan
kemauan sebagai berikut :
1. Kemauan yang lemah (abulia) adalah keadaan ini aktivitas
akibat ketidak sangupan membuat keputusan memulai satu
tingkah laku.
2. Kekuatan adalah ketidak mampuan keleluasaan dalam
memutuskan dalam mengubah tingkah laku.
3. Negativisme adalah ketidak sangupan bertindak dalam sugesti
dan jarang terjadi melaksanakan sugesti yang bertentangan.
4. Kompulasi merupakan dimana keadaan terasa terdorong agar
melakukan suatu tindakan yang tidak rasional (Yosep, H. Iyus
& Sutini, 2014).
7. Gangguan perasaan atau emosi (Afek dan mood)
Perasaan dan emosi merupakan spontan reaksi manusia yang bila
tidak diikuti perilaku maka tidak menetap mewarnai persepsi
seorang terhadap disekelilingnya atau dunianya. Perasaan berupa
perasaan emosi normal (adekuat) berupa perasaan positif (gembira,
bangga, cinta, kagum dan senang). Perasaan emosi negatif berupa
cemas, marah, curiga, sedih, takut, depresi, kecewa, kehilangan rasa
senang dan tidak dapat merasakan kesenangan (Maramis, 2009).
8. Gangguan pikiran atau proses pikiran (berfikir).
Pikiran merupakan hubungan antara berbagai bagian dari pengetahuan
seseorang. Berfikir ialah proses menghubungkan ide, membentuk ide
baru, dan membentuk pengertian untuk menarik kesimpulan. Proses
pikir normal ialah mengandung ide, simbol dan tujuan asosiasi terarah
atau koheren (Kusumawati, Farida & Hartono, 2010).
2.4 Pengertian Terapi Okupasi
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini
berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan
dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung
pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).

Terapi Okupasi/terapi kerja adalah salah satu jenis terapi kesehatan yang merupakan
proses penyembuhan melalui aktivitas. Aktivitas yang dikerjakan tidak hanya sekedar
membuat sibuk pasien, melainkan aktivitas fungsional yang mengandung efek
terapetik dan bermanfaat bagi pasien. Artinya aktivitas yang langsung diaplikasikan
dalam kehidupan.. Penekanan terapi ini adalah pada sensomotorik dan proses
neurologi dengan cara memanipulasi, memfasilitasi dan menginhibisi lingkungan,
sehingga tercapai peningkatan, perbaikan dan pemeliharaan kemampuan dan pekerjaan
atau kegiatan digunakan sebagai terapi serta mempunyai tujuan yang jelas.

Okupasi pada kelompok gangguan jiwa memiliki manfaat:

1. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui


komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.

2. Membentuk sosialisasi

3. Meningkatkan fungsi psikologis,yaitu meningkatkan kesadaran tentang


hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku devensive
(bertahan terhadap stress) dan adaptasi.

4. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti


kognitif dan afektif.

2.5 Fokus Terapi Okupasi


Secara garis besar intervensi difokuskan pada hal-hal berikut :
1) Kemampuan (abilities)
a. Keseimbangan dan reaksi postur (balance and postural reactions).
b. Peregangan otot dan kekuatan otot (muscle tone and muscle strength)
c. Kesadaran anggota tubuh (body awareness)
d. Kemampuan ketrampilan motorik halus (fine motor skill) seperti
memegang/melepas, ketrampilan manipulasi gerak jari, misal penggunaan pensil,
gunting, ketrampilan, dan lain-lain.

e. Kemampuan ketrampilan motorik kasar (gross motor skill) seperti lari, lompat,
naik turun tangga, jongkok, jalan, dan lain-lain.

f. Mengenal bentuk, mengingat bentuk (visual perception)

g. Merespon stimuli, membedakan input sensori (sensory integration)

h. Perilaku termsuk level kesadaran, atensi, problem solving skill, dll.


2) Ketrampilan (skill)
a. Aktivitas sehari-hari (activity daily living) seperti makan, minum, berpakaian,
mandi, dan lain-lain

b. Pre-academic skill

c. Ketrampilan social

d. Ketrampilan bermain

e. Faktor lingkungan

f. Lingkungan fisik

g. Situasi keluarga

h. Dukungan dari komunitas

i. Okupasi Terapis sebagai konsultan


2.6 Tujuan Terapi Okupasi
Adapun tujuan terapi okupasi menurut Riyadi dan Purwanto (2009), adalah:
1) Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental.
a. Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat
mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan
dengan orang lain dan masyarakat sekitarnya.

b. Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.

c. Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan kondisinya.

d. Membantu dalam pengumpulan data untuk menegakkan


diagnosa dan terapi.

2) Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan gerak, sendi,

otot dan koordinasi gerakan.


a. Mengajarkan ADL seperti makan, berpakaian, BAK, BAB dan sebagainya.
b. Membantu klien menyesuaikan diri dengan tugas rutin di rumah.
c. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampuan
yang dimiliki.
d. Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba klien untuk
mengetahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan
bersosialisasi, bakat, minat dan potensinya.
e. Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah klien kembali
di lingkungan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan tersebut di dalam terapi okupasi memiliki dua prinsip kerja,
yaitu sebagai berikut :
a. Supportive Occupational Therapy, yaitu menolong penderita
untuk menghilangkan dari perasaan cemas, takut, dan memotivasi
penderita untuk lebih giat didalam melakukan latihan
b. Fungsional Occupational Therapy, antara lain untuk pengaturan
posisi (bagi anak Cerebral Palsy), meningkatkan kekuatan otot dan
daya tahan kerja, meningkatkan motorik kasar (gross motor) maupun
motorik halus, (fine motor) serta meningkatkan konsentrasi dan
koordinasi gerak maupun sikap.
2.7 Peranan Terapi Okupasi Dalam Pengobatan

Aktivitas dipercayai sebagai jembatan antara batin dan dunia luar. Melalui
aktifitas manusia dihubungkan dengan lingkungan, kemudian mempelajarinya,
mencoba ketrampilan atau pengetahuan, mengekspresikan perasaan, memenuhi
kebutuhan fisik maupun emosi, mengembangkan kemampuan, dan sebagai alat
untuk mencapai tujuan hidup. Potensi tersebutlah yang di gunakan sebagai dasar
dalam pelaksanaan terapi okupasi, baik bagi penderita fisik maupun mental
Aktifitas dalam terapi okupasi di gunakan sebagai media baik untuk evaluasi,
diagnosis, terapi, maupun rehabilitasi. Dengan mengamati dan mengevaluasi pasien
saat mengerjakan suatu aktifitas dan menilai hasil pekerjaan dapat di tentukan arah
terapi dan rehabilitasi selanjutnya dari pasien tersebut. Penting untuk di ingat
bahwa aktifitas dalam terapi okupasi tidak untuk menyembuhkan, tetapi hanya
sebagai media. Diskiusi yang teraarah setelah penyelesaian suatu aktifitas adalah
sangat penting karena dalam kesempatan tersebut terapis dapat mengarahkan pasien
dan pasien dapat belajar mengenal dan mengatasi persoalannya. Aktifitas yang di
lakukan pasien di harapkan dapat menjadi tempat untuk berkomunikasi lebih baik
dalam mengekspresikan dirinya. Kemampuan pasien akan dapat diketahui baik
oleh terapi maupun oleh pasien itu sendiri melalui aktifitas yang dilakukan oleh
pasien. Alat – alat atau bahan – bahan yang digunakan dalam melakukan suatu
aktifitas, pasien akan didekatkan dengan kenyataan terutama dalam hal kemampuan
dan kelemahannya. Aktivitas dalam kelompok akan dapat merangsang terjadinya
interaksi diantara anggota yang berguna dalam meningkatkan sosialisasi dan
menilai kemampuan diri masing-masing dalam hal keefisiensianya untuk
berhubungan dengan orang lain. Aktivitas yang dilakukan meliputi aktivitas yang
digunakan dalam terapi okupasi dimana sangat dipengaruhi oleh konteks-konteks
terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang tersedia, dan juga oleh
kemampuan si terapis sendiri (pengetahuan, ketrampilan, minat, dan
kreatifitasnya). Adapun hal-hal yang mempengaruhi aktivitas dalam terapi okupasi
antara lain sebagai berikut
a. Latihan gerak badan
b. Olahraga
c. Permainan
d. Kerajinan tangan
e. Kesehatan, kebersihan, dan kerapihan pribadi

f. Pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari)

g. Praktik pre- vokasional

h. Seni (tari, musik, lukis, drama, dll)

i. Rekreasi (tamsya, nonton bioskop/drama, pesta ulang tahun, dll)

j. Diskusi dengan topik tertentu (berita, surat kabar, majalah, televisi, radio,

atau keadaan lingkungan)


17
BAB IV
PENUTUP
Asuhan Keperawatan Jiwa merupakan asuhan keperawatan yang bersifat
spesialistik, tetapi asuhan kepada klien harus tetap dilakukan secara holistik.
Pendekatan asuhan keperawatan selain harus difokuskan pada perilaku klien,
difokuskan juga pada kondisi fisik, sosial, budaya, dan spiritual klien. Berbagai
terapi keperawatan yang dikembangkan difokuskan kepada klien secara individu,
kelompok, keluarga ataupun komunitas.

Aktifitas dalam terapi okupasi di gunakan sebagai media baik untuk evaluasi,
diagnosis, terapi, maupun rehabilitasi. Dengan mengamati dan mengevaluasi pasien
saat mengerjakan suatu aktifitas dan menilai hasil pekerjaan dapat di tentukan arah
terapi dan rehabilitasi selanjutnya dari pasien tersebut. Penting untuk di ingat bahwa
aktifitas dalam terapi okupasi tidak untuk menyembuhkan, tetapi hanya sebagai
media. Diskiusi yang teraarah setelah penyelesaian suatu aktifitas adalah sangat
penting karena dalam kesempatan tersebut terapis dapat mengarahkan pasien dan
pasien dapat belajar mengenal dan mengatasi persoalannya. Aktifitas yang di
lakukan pasien di harapkan dapat menjadi tempat untuk berkomunikasi lebih baik
dalam mengekspresikan dirinya. Kemampuan pasien akan dapat diketahui baik oleh
terapi maupun oleh pasien itu sendiri melalui aktifitas yang dilakukan oleh pasien.
Alat – alat atau bahan – bahan yang digunakan dalam melakukan suatu aktifitas,
pasien akan didekatkan dengan kenyataan terutama dalam hal kemampuan dan
kelemahannya.
BAB II
PELAKSANAA
N

A. Waktu dan Tempat


Hari : Selasa, 16 November 2021

Waktu : Jam 09.00 – Selesai

Tempat : Dusun Bantur, Balai desa bantur

B. Sasaran Kegiatan

10 Orang yang mengalami gangguan jiwa di Dusun Bantur

C. Jenis Kegiatan
Membuat kerajinan berupa Masker Tie Dye.

D. Metode
Demonstrasi dan mempraktekkan

E. Media dan Alat


1. Masker Polos Earloop Putih
2. Pewarna Wantex
3. Karet
4. Botol

F. Rencana Kegiatan
Tahap Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Audiens
Kegiatan &
Waktu
Pendahuluan Leader
(5 Menit)  Mengucapkan Salam  Menjawab salam
 Membuat kontrak waktu  Menyetujui kontrak
 Menjelaskan tujuan dan waktu
demonstrasi yang akan  Mendengarkan dan
dicapai memperhatikan

19
Pelaksanaan Co Leader
(35 Menit)  Memberi kesempatan  Memperhatikan
presenter untuk kegiatan yang
menjelaskan materi diberikan
Leader  Mempraktekkan
 Menggali pengetahuan secara bersama
audiens tentang pengertian pembuatan Karya
tentang kerajinan Masker Tie Dye
 Menjelaskan materi
penyuluhan tentang
Pengertian kerajinan
 Mendemonstrasikan dan
mempraktekkan pembuatan
Karya Masker Tie DYe

Penutup Co Leader
( 5 menit )  menyimpulkan hasil kegiatan  Menjawab pertanyaan
 mengajukan pertanyaan pada
audiens mengenai kegiatan  Mendengarkan dan
yang sudah dilakukan memperhatikan
 mengucapkan salam

Leader  Menjawab salam


 Menyimpulkan hasil diskusi
kegiatan
 memberi salam penutup  Mendengarkan dan
memperhatikan
 Mengucapkan salam

G. Evaluasi Kegiatan
1. Seluruh pasien yang ada di Aula Balai Desa
a. Dapat mengikuti kegiatan demonstrasi Karya Masker Tie DYe
b. Tempat, alat dan media tersedia sesuai dengan perencanaan
c. Peran dan tugas mahasiswa sesuai dengan rencana
2. Evaluasi Proses
a. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan yang direncanakan
b. Peserta dapat mengikuti seluruh rangkaian kegiatan
c. 60% peserta yang hadir aktif
3. Evaluasi hasil
Setelah 60 menit kegiatan demonstrasi kerajinan masker tie dye:
a. 60 % peserta dapat menyebutkan dari pengertian kerajinan
b. 60 % peserta dapat menyebutkan tujuan kerajinan
c. 60 % peserta dapat menyebutkan peralatan yang disiapkan dalam
pembuatan kerajinan
d. 60 % peserta dapat mempraktekkan cara membuat kerajinan

G. Pengorganisasian
Leader : Devir Fungi Wibowo
Sekertaris : Ike
Bendahara : Dewi Kris

H. Anggaran Dana
 Masker Polos Pth 12@7000 : Rp. 84.000,-
 Pewarna wantex 3@3000 : Rp. 9.000,-
 Karet : Rp. 5.000,-

Rp. 98.000,-

Demikian proposal kegitan aktivitas kelompok membuat karya Masker Tie Dye
yang kami ajukan, diharapkan proposal kegiatan ini dapat memberikan informasi
dan gambaran yang jelas mengenai kegiatan yang akan di laksanakan. Atas
perhatiannya dan kerjasamanya kami mengucapkan terima kasih.

Mengetahui;

Malang, 11 November 2021


Pembimbing Akademik PenanggungJawab

(Ns. Siti Khalifa S.Kep, M.Kep) (Devit Fungki Wibowo)


DAFTAR PUSTAKA

http://wir-nursing.blogspot.com/2012/06/terapi-aktivitas-kelompok-stimulasi.html
Yosep, Iyus (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Stuar, Gail W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta:EGC.Edisi 5

Keliat, anna budi, (2005) Keperawatan Jiwa TAK. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai