disusun oleh :
SUNARSIH
G3A020207
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Otak adalah bagian penting dari tubuh manusia karena otak merupakan syaraf
Cidera sedikit pada otak dapat mengakibatkan hal yang fatal bagi seseorang,
oleh sebab itu perlu pemeliharaan kesehatan otak agar tidak diserang penyakit.
Salah satu penyakit berbahaya yang menyerang otak adalah Space Occupying
Lesion (SOL). Space Occupying Lesion (SOL) (lesi desak ruang intrakranial)
merupakan neoplasma bisa berupa jinak atau ganas dan primer atau sekunder,
serta setiap inflamasi yang berada di dalam rongga tengkorak yang menempati
Occupying Lesion (SOL) meliputi tumor, hematoma, dan abses (Ejaz Butt,
2005).
Data WHO menyebutkan di tahun 2017 terdapat 18,1 juta kasus baru dengan
angka kematian sebesar 9,6 juta kematian, dimana 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 6
prevalensi SOL di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan dari 1.4 per 1000
penduduk di tahun 2013 menjadi 1,79 per 1000 penduduk pada tahun 2017.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran aplikasi jurnal “Efektifitas Talc versus Minyak
Zaitunterhadap Pencegahan Dekubitus pada Pasien Tirah Baring di ruang ICU RSUP
Dr.Kariadi Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami konsep dasar dari penyakit Meningioma (SOL Intrakranial)
b. Mengaplikasi jurnal mengenai efektifitas Talc versus Minyak Zaitun terhadap resiko
dekubitus Ny.M di ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang.
c. Menganalisis hasil aplikasi jurnal efektifitas talk versus minyak zaitun terhadap
resiko dekubitus Ny.M di ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang.
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
neoplasma bisa berupa jinak atau ganas dan primer atau sekunder, serta
Occupying Lesion (SOL) meliputi tumor, hematoma, dan abses (Ejaz Butt,
2005).
Otak terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling berhubungan
(SSP) dan sistem saraf tepi (SST). Otak dan medulla spinalis membentuk
sistem saraf pusat (SSP). Sistem saraf tepi (SST) merupakan sistem saraf
yang berada disisi luar SSP (Price, 2006). Komponen dari otak adalah :
a. Cerebrum
sepasang hemisfer kanan dan kiri serta tersusun dari korteks yang
1) Lobus Frontalis
2) Lobus Temporalis
4) Lobus Oksipitalis
5) Lobus Limbik
menimbulkan perubahan.
b. Cerebellum
c. Brainstem
bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial merupakan
Brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu medulla oblongata, pons dan
yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel
2.1.1.2 Etiologi
a. Malignansi
b. Hematoma
c. Abses serebral.
2.1.1.3 Klasifikasi
a. Tumor Otak
infratentorial.
1) Benigna (jinak)
mitosis.
2) Maligna (ganas)
mikroskopis yang infiltratif atau tanpa batas yang jelas dan rekurensi
1) Astrositoma
glioblastoma multiforme.
2) Oligodendroglioma
hidrosefalus.
4) Glioblastoma
yang timbul dengan masa yang berbatas tegas. Pada daerah nekrosis
5) Meduloblastoma
ditempatinya.
b. Hematom Intrakranial
1) Hematom Epidural
Sjamsuhidajat, 2004).
2) Hematom Subdural
subdural lebih jelek karena sering disertai cedera otak berat lain. (R.
Sjamsuhidajat, 2004).
3) Higroma Subdural
didahului rasa mual dan sering terjadi di pagi hari. Pada tingkat lanjut,
nyeri berdenyut, paling hebat pagi hari, timbul akibat batuk, bersin dan
pada funduskopi.
yang fontanelnya belum tertutup. Untuk tumor otak gejala ini tidak
g. Gangguan mental: jika lokasi tumor pada lobus frontalis atau lobus
(CSS) dan darah. Foramen magnum adalah sebuah lubang keluar utama
konsekuensi dari space occupying lesion (SOL) jika terdapat massa yang
yang terisi penuh dan tidak dapat di tekan yaitu otak (1400 g), cairan
( sekitar 75 ml) dan darah (sekitar 75 ml). Desakan ruang dan kenaikan
(Satyanegara, 2010).
2.1.1.8 Penatalaksanaan
1) Pembedahan
a) Craniotomy
otak.
2) Radiotherapi
belakang.
3) Kemoterapi
antara sel kanker dan sel normal terhadap reaksi pengobatan sitostika
a. Elektroensefalogram (EEG)
dengan cara meletakkan elektroda pada area kulit kepala atau dengan
b. Ekoensefalogram
ekoensefalogram.
bayangan.
pemberian zat kontras, beberapa jenis SOL akan terlihat lebih nyata.
2.1.1.10 Komplikasi
b. Gangguan kognitif
d. Disfungsi seksual
yang normal melalui atau antar wilayah ketempat lain karena efek
massa. Herniasi otak ini merupakan komplikasi dari efek massa dari
f. Herniasi unkal
2.1.2.1 Pengertian
2.1.2.2 Tujuan
arteriovena
2.1.2.3 Indikasi
Menurut Brunner dan Suddarth (2000) tanda dan gejala dari post op
craniotomy adalah :
kesadaran
2.1.2.5 Patofisiologi
perlukaan pada kulit kepala yang bisa menyebabkan resiko infeksi karena
aktifitas. Terjadinya edema pada otak karena dari proses inflamasi bisa
27
2.1.2.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
PCO2 meningkat.
lognocain
29
2) Penatalaksanaan untuk sirkulasi :
tidak diketahui.
yang bisa menarik air bebas dari area otak dan meningkatkan
kepala.
bedah.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
lakukan pembedahan
5) Jika terjadi peningkatan TIK lakukan terapi dengan cepat dan apabila
11) Minimal satu kali per shift lakukan suction atau sesuaikan dengan
kebutuhan
a) Hilangkan infeksi.
lesi, dan perubahan pada jaringan otak. Tapi pemeriksaan ini tidak
boleh dilakukan pada 24-72 jam setelah injury jika untuk mengetahui
adanya infark.
b. Angiografi Serebral. Anomali sirkulasi bisa ditunjukkan pada
h. Analisis Gas Darah (AGD) merupakan salah satu tes diagnostik yang
adalah :
a. Edema Serebral
b. Syok Hipovolemik
darah lepas dari pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai
emboli paru, hati dan otak itu merupakan bahaya yang timbul dari
e. Infeksi
I. Intervensi rasional
1. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
KH :
a. TTV normal
b. Kesadaran pasien kembali seperti sebelum sakit
c. Gelisah hilang
d. Ingatanya kembali seperti sebelum sakit
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau status neurologis dengan 1. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat
teratur dan bandingkan dengan kesadaran dan potensi TIK adalah sangat berguna
keadaan normalnya seperti GCS dalam menentukan lokasi, penyebaran, luas,dan
perkembangan dari kerusakan
2. Pantau frekuensi dan irama jantung 2. Perubahan pada frekuensi dan disritmia dapat terjadi
yang mencerminkan trauma atau tekanan batang otak
tentang ada tidaknya penyakit
3. Pantau suhu juga atur suhu lingkungan 3. Demam biasanya berhubungan dengan proses inflamasi
sesuai kebutuhan. Batasi penggunaan tetapi mungkin merupakan komplikasi dari kerusakan
selimut dan lakukan kompres hangat pada hipotalamus
jika terjadi demam 4. Hipertermi meningkatkan kehilangan air dan
4. Pantau masukan dan pengeluaran, meningkatkan resiko dehidrasi, terutama jika tingkat
catat karakteristik urin, tugor kulit dan kesadaran menurun
keadaan membrane mukosa 5. Membantu dalam mengontrol peningkatan suhu
5. Gunakan selimut hipotermia 6. Dapat menurunkan permebilitas kapiler untuk
6. Kolaborasi pemberian obat sesuai membatasi pembentukan edema, mengatasi menggigil
indikasi seperti steroid, klorpomasin, yang dapat meningkatkan TIK, menurunkan
asetaminofen metabolisme seluler/ menurunkan konsumsioksigen
2. Resiko tinggi gagal nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan batang otak dan
ponds varoli
Tujuan :
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau frekuensi, irama, kdalaman 1. Perubahan dapat menandakan awitan
pernafasan. Catat ketidakteraturan komplikasi pulmonal atau
pernafasan. menandakan lokasi/luasnya
keterlibatan otak. Pernafasan lambat,
periode apneu dapat menandakan
perlunya ventilasi mekanis.
2. Dapat meningkatkan
2. Pantau penggunaan dari obat-obat gangguan/komplikasi pernafasan.
depresan pernafasan, seperti sedativ. 3. Menentukan kecukupan pernafasan,
3. Pantau atau gambarkan analisa gas keseimbangan asam basa dan
darah, tekanan oksimetri kebutuhan akan terapi
4. Memaksimalkan oksigen pada darah
4. Berikan oksigen arteri dan membantu dalam
pencegahan hipoksia, jika pusat
pernafasan tertekan, mungkin di
perlukan ventilasi mekanik.
5. Pengetahuan apa yang di harapkan
5. Jelaskan pada klien tentang dapat mengembangkan kepatuhan
etiologi/faktor pencetus adanya klien terhadap rencana terapeutik.
sesak.
KH :
a. Nyeri hilang
b. Pasien tenang
c. Tidak terjadi mual muntah
d. Pasien dapat beristirahat dengan tenang
INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan lingkungan yang tenang 1. Menurunkan reaksi terhadap
2. Tingkatkan tirah baring, bantu stimulus dari luar dan
perawatan diri pasien meningkatkan istirahat
3. Letakkan kantung es pada kepala, 2. Menurunkan gerakan yang dapat
pakaian dingin diatas mata meningkatkan nyeri
4. Dukung pasien untuk menemukan 3. Meningkatkan vasokontriksi,
posisi yang nyaman penumpukan resepsi sensori akan
5. Berikan ROM aktif/pasif menurunkan nyeri
6. Gunakan pelembab yang agak 4. Menurunkan iritasi meningeal,
hangat pada nyeri leher/punggung resultan ketidaknyamanan lebih
yang tidak ada demam lanjut
7. Kolaborasi pemberian obat 5. Membantu merelaksasi ketegangan
analgetik seperti asetaminofen, otot yang meningkatkan reduksi
kodein sesuai indikasi nyeri
6. Meningkatkan relaksasi otot dan
menurunkan rasa sakit
7. Untuk menghilangkan nyeri yang
hebat
KH :
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan pasien untuk 1. Menentukan pemilihan terhadapjenis
mengunyah, menelan makanan sehingga pasien terlindungi
dari aspirasi
2. Beri makanan dalam jumlah kecil 2. Meningkatkan proses pencernaan
dan sering dan kontraksi pasien terhadap nutrisi
yang diberikan dan dapat
meningkatkan kerjasama pasien saat
makan
3. Timbang berat badan 3. Mengevaluasi keefektifan/
kebutuhan mengubah pemberian
4. Kolaborasi dengan ahli gizi nutrisi
4. Merupakan sumber yang efektif
untuk mengidentifikasi kebutuhan
kalori \nutrisi
INTERVENSI RASIONAL
1. Pastikan atau validasi persepsi pasien 1. Membantu pasien untuk memisahkan
dan berikan umpan balik, orientasikan pada realitas dari perubahan persepsi,
kembali pasien secara teratur pada gangguan fungsi kognitif dan atau
lingkungan, dan tindakan yang akan penurunan penglihatan dapat menjadi
dilakukan terutama jika potensi timbulnya disorientasi dan
penglihatannya terganggu ansietas
2. Buat jadwal istirahat yang 2. Mengurangi kelelahan, mencegah
adekuat/periode tidur tanpa ada kejenuhan, memberikan kesempatan
gangguan untuk tidur REM (ketidakadaan tidur
REM ini dapat meningkatkan gangguan
persepsi sensori
3. Menurunkan fruktasi yang
3. Berikan kesempatan yang lebih banyak berhubungan dengan perubahan
untuk berkomunikasi dam melakikan kemampuan /pola respon yang
aktivitas memanjang
4. Pendekatan antardisiplin dapat
4. Rujuk pada ahli fisioterapi menciptakan rencana penatalaksanaan
berintegrasi yang didasarkan atas
kombinasi kemampuan
/ketidakmampuan secara individu yang
unik dengan berfokus pada peningkatan
evaluasi, dan fungsi fisik, kognitif, dan
perseptual
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kesadaran ditandai oleh
ketidakmampuan klien merawat diri dan melakukan aktivitas.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan klien dapat melakukan aktivitas dan kegiatan
perawatan diri serta melakukan pergerakan terhadap ekstremitas dan klien menunjukkan
status kesadaran membaik.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan dan tingkat i. Membantu dalam
keterbatasan untuk melakukan mengantisipasi/merencanakan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari: mandi, kebutuhan secara individual.
makan, eliminasi, dan mobilitas. ii. Meningkatkan pemulihan dan agar pasien
2. Berikan bantuan sesuai kebutuhan. mandiri.
3. Sadari aktivitas impulsive karena iii.Menunjukkan kebutuhan intervensi dan
gangguan mengambil keputusan. pengawasan tambahan untuk
4. Beri pasien waktu yang cukup meningkatkan keamanan pasien.
untuk melakukan tugasnya. iv. Pasien memerlukan empati dan membantu
5. Berikan umpan balik yang positif pasien secara konsisten.
untuk setiap usaha yang dilakukan v. Meningkatkan perasaan makna diri,
6. Ambulasi sebagai mana yang kemandirian, dan mendorng klien untuk
ditoleransi: bantu sesuai kebutuhan berusaha secara kontinu.
dengan kursi roda, wheelchair atau vi. Memudahkan klien untuk memenuhi
tongkat kebutuhan aktivitasnya
7. Lakukan latihan pergerakan sendi
aktif atau pasif terhadap seluruh vii. Melatih sendi agar tidak terjadi
ekstremitas setiap 4-5 jam kerusakan neuromuscular
Kolaborasi:
8. Konsultasi dengan ahli fisioterapi
viii. Memberikan dukungan yang mantap
untuk mengembangkan rencana terapi
BAB III
RESUM ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama Pasien (Inisial) : Ny. M
NO. CM : C880XXX
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir: Cirebon, 2 Mei 1980
Usia :41 Tahun
Alamat : Cirebon
Agama : Islam
Diagnosa Medis : Post op. craniotomi dasar tengkorak e.meningioma
2. Keluhan
Pasien mengatakan kempat anggota gerak, tangan dan kaki tidak dapat di gerakkan, sesak
sudah berkurang
3. Pengkajian Fokus
- TD : 130/90 mmHg
- N : 90 x/menit
- RR : 20 x/menit dengan menggunakan HFNC fio2 65% flow 35
- Kesadaran kompos mentis, GCS E4M6V5. Pasien tampak lemah.
- Pasien bedrest total
- Keempat ektremitas tangan dan kaki tidak bisa digerakkan
Hasil MRI 14/9/2021
- Meningioma dasar tengkorak dengan estimasi dimensi 4.5 x 4.8 x4.2 cm terletak di
depp CPA region sampai setinggi cervical body 1 sinistra, meliputi arteri vertebralis
ipslateral, mendesak berat medulla oblongata, pons dan menyebabkan cord infarction
sepanjang servical spine level C4-5
- Tampak tanda peningkatan tekanan intracranial saat ini
Pasien sudah di lakukan operasi craniotomi dasar tengkorak pada tanggal 28 september
2021.
B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler.
TIK↑
Herniasi serebrum atau serebelum
1. Resiko tinggi gagal nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan batang otak dan
ponds varoli
Tujuan :
INTERVENSI RASIONAL
6. Pantau frekuensi, irama, kdalaman 6. Perubahan dapat menandakan awitan
pernafasan. Catat ketidakteraturan komplikasi pulmonal atau
pernafasan. menandakan lokasi/luasnya
keterlibatan otak. Pernafasan lambat,
periode apneu dapat menandakan
perlunya ventilasi mekanis.
7. Dapat meningkatkan
7. Pantau penggunaan dari obat-obat gangguan/komplikasi pernafasan.
depresan pernafasan, seperti sedativ. 8. Menentukan kecukupan pernafasan,
8. Pantau atau gambarkan analisa gas keseimbangan asam basa dan
darah, tekanan oksimetri kebutuhan akan terapi
9. Memaksimalkan oksigen pada darah
9. Berikan oksigen arteri dan membantu dalam
pencegahan hipoksia, jika pusat
pernafasan tertekan, mungkin di
perlukan ventilasi mekanik.
10. Pengetahuan apa yang di harapkan
10. Jelaskan pada klien tentang dapat mengembangkan kepatuhan
etiologi/faktor pencetus adanya klien terhadap rencana terapeutik.
sesak.
Intervensi Rasional
a. Berikan / bantu pasien untuk a. Dapat meningkatkan kemampuan
melakukan latihan rentang gerak pasien untuk melakukan rentang
pasif dan aktif gerak pasif dan aktif
b. Berikan perawatan kulit dengan baik, b. Untuk menghindari adanya tekanan
masase titik yang tertekan setelah pada area penonjolan tulang
rehap perubahan posisi. Periksa c. Penggunaan analgetik yang
keadaan kulit dibawah brace dengan berlebihan dapat menutupi gejala, dan
periode waktu tertentu. ini menyulitykan defisit neurologis
c. Kolaborasi dalam pemberian lebih lanjut
analgetik sesuai progran dan d. Pasien yang mengalami kehilangan
efektivitasnya. fungsi tubuh permanen akan merasa
d. Rujuk pasien untuk konsultasi sedih. Semakin besar makna
psikologis bila kelemahan motorik, kehilangan, semakin dalam lama
sensorik, dan fungdi seksual terjadi reaksi kesedihan ini dialami.
permanen. e. Menurunkan resiko terjadinnya
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi iskemia jaringan akibat sirkulasi
untuk latihan fisik klien. darah yang jelek pada daerah yang
tertekan.
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET
A. Identitas Pasien
TIK↑