Etik farmasi
Apt. Denih Agus SP. M. Farm
Etik dan etik profesi
Kata etik berasal dari kata ethos (bahasa
Yunani) yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat.
Sebagai suatu subyek, etik akan berkaitan
dengan konsep yang dimilki oleh individu
ataupun kelompok untuk menilai apakah
tindakan-tindakan yang telah
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk
atau baik.
etik akan memberikan semacam batasan
maupun standar yang akan mengatur
pergaulan manusia di dalam kelompok
sosialnya.
Dalam pengertiannya yang secara khusus
dikaitkan dengan seni pergaulan manusia,
etik ini kemudian dirupakan dalam bentuk
aturan (code) tertulis yang secara
sistematik sengaja dibuat berdasarkan
prinsip prinsip moral yang ada
pada saat yang dibutuhkan akan bisa
difungsikan sebagai alat untuk menghakimi
segala macam tindakan yang secara logika-
rasional umum (common sense) dinilai
menyimpang dari kode etik.
Dengan demikian etik adalah refleksi dari
apa yang disebut dengan “self control”,
karena segala sesuatunya dibuat dan
diterapkan dari dan untuk kepentingan
kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Oleh karena itu dapatlah disimpulkan
bahwa sebuah profesi hanya dapat
memperoleh kepercayaan dari masyarakat,
bilamana dalam diri para elit profesional
tersebut ada kesadaran kuat untuk
mengindahkan etik profesi pada saat
mereka ingin memberikan jasa keahlian
profesi kepada masyarakat yang
memerlukannya
etika
system yang mengatur bagaimana
seharusnya manusia bergaul.
Sistem pengaturan pergaulan tersebut
menjadi saling menghormati dan dikenal
dengan sebutan sopan santun, tata krama,
protokoler dan lain-lain.
Ada dua macam etik yang harus kita pahami
bersama dalam menentukan baik dan
buruknya prilaku manusia :
1. Tanggung jawab
- Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan
terhadap hasilnya.
- Terhadap dampak dari profesi itu untuk
kehidupan orang lain atau masyarakat pada
umumnya.
2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk
memberikan kepada siapa saja apa yang
menjadi haknya.
3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap
kaum profesional memiliki dan di beri
kebebasan dalam menjalankan profesinya.
PERANAN etik DALAM PROFESI :
a. Sanksi moral
b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi
TUJUAN KODE ETIK PROFESI :
1. Mentalitas Mutu
Seorang profesional menampilkan kinerja
terbaik yang mungkin.
Dengan sengaja dia tidak akan
menampilkan the second best (kurang
dari terbaik) karena tahu tindakan itu
sesungguhnya adalah bunuh diri profesi.
Seorang profesional mengusahakan dirinya
selalu berada di ujung terbaik (cutting
edge) bidang keahliannya.
Jadi mentalitas pertama seorang profesional
adalah standar kerjanya yang tinggi yang
diorientasikan pada ideal kesempurnaan
mutu.
2. Mentalitas Altruistik
Seorang profesional selalu dimotivasi oleh
keinginan mulia berbuat baik.
Istilah baik di sini berarti berguna bagi
masyarakat.
Baik dalam mentalitas kedua ini berarti
goodness yang dipersembahkan bagi
kemaslahatan masyarakat. Profesi seperti
guru, dokter, atau advokat memang jelas
sangat bermanfaat bagi masyarakat.
Tidak mungkin ada pencuri profesional
atau pembunuh profesional. Mungkin saja
teknik mencurinya atau metoda
membunuhnya memang canggih dan hebat,
tetapi menggelari mereka sebagai kaum
profesional adalah sebuah kerancuan
istilah.
Maka ciri kedua profesionalisme ialah hadirnya
motif altruistik dalam sikap dan falsafah
kerjanya.
3. Mentalitas Melayani
Kaum profesional tidak bekerja untuk
kepuasan diri sendiri saja tanpa peduli
pada sekitarnya.
kepuasannya muncul karena konstituen,
pelanggan, atau pemakai jasa
profesionalnya telah terpuaskan lebih
dahulu via interaksi kerja.
Kaum profesional lahir karena kebutuhan
masyarakat pelanggan. Seorang profesional
bahkan dengan tegas mematok nilai
moneter atas jasa profesionalnya. Dengan
ketegasan ini berarti sang profesional
berani berdiri di mahkamah tawar-
menawar rasional dengan para
pelanggannya.
Maka ciri ketiga seorang pekerja profesional
adalah sikap melayani secara tulus dan
rendah hati kepada pelanggannya dan nilai-
nilai utama profesinya.
4. Mentalitas Pembelajar
Di bidang olahraga, seorang pemain
profesional, sebelum terjun penuh waktu,
terlebih dahulu menerima pendidikan dan
pelatihan yang mendalam. Dan di
sepanjang karirnya ia terus-menerus
mengenyam latihan-latihan tiada henti.
Begitu juga di bidang lain, seorang pekerja
profesional adalah dia yang telah mendapat
pendidikan dan pelatihan khusus di bidang
profesinya. Bahkan untuk profesi-profesi yang
sudah mapan, sebelum seseorang diberi hak
menyandang status profesional, dia harus
menempuh serangkaian ujian. Bila lulus
barulah dia mendapatkan sertifikasi
profesional dari asosiasi profesinya.
Jadi ciri keempat pekerja profesional adalah hati
pembelajar yang menjadikannya terus
bertumbuh dan mempertajam kompetensinya
kerjanya.
5. Mentalitas Pengabdian
Seorang pekerja profesional memilih dengan
sadar satu bidang kerja yang akan ditekuninya
sebagai profesi. Pilihannya ini biasanya terkait
erat dengan ketertarikannya pada bidang itu,
bahkan ada semacam rasa keterpanggilan
untuk mengabdi di bidang tersebut.
Hubungan ini mirip dengan hubungan jejaka-
gadis yang jatuh cinta. Semakin mereka
mengenal, rasa cinta makin kental, dan
akhirnya mengokohkan hubungan itu secara
marital.
Demikian juga seorang profesional, semakin
ia menekuni profesinya semakin timbul rasa
cinta.
Dan bila hatinya sudah mantap betul maka ia
memutuskan untuk hanya menekuni bidang
itu sampai tuntas dan menyatu padu dalam
sebuah ikatan cinta yang kekal.
Demikianlah, seorang profesional mengabdi
sepenuh cinta pada profesi yang dipilihnya.
Jadi ciri kelima seorang profesional sejati adalah
terjalinnya dedikasi penuh cinta dengan bidang
profesi yang dipilihnya.
6. Mentalitas Kreatif
Seorang olahragawan profesional menguasai
sepenuhnya seni bermain. Baginya permainan
tidak melulu soal teknis, tetapi juga seni. Ia
beranjak dari seorang jago menjadi seorang
maestro seperti Rudy Hartono di
bulutangkis, Pele di sepakbola, atau
Muhammad Ali di tinju.
Sedangkan pemain amatir, tidak pernah
sampai ke jenjang seni; asal menguasai teknik-
teknik dasar maka memadailah untuk ikut
pertandingan-pertandingan.
Seorang pekerja profesional, sesudah menguasai
kompetensi teknis di bidangnya, berkembang terus
ke tahap seni. Dia akan menemukan unsur seni
dalam pekerjaannya.
Dia akan menghayati estetik dalam profesinya.
Mata hatinya terbuka lebar melihat kekayaan dan
keindahan profesi yang ditekuninya. Seterusnya,
perspektif, keindahan, dan kekayaan ini akan
memicu kegairahan baru bagi sang profesional
yang pada gilirannya memampukannya menjadi
pekerja kreatif, berdaya cipta, dan inovatif.