Anda di halaman 1dari 116

1

BUKU AJAR

METODE PENELITIAN I

Oleh :

Donie Fadjar Kurniawan, SS., M.Si., M.Hum.

NIP. 197206152006041002

INSTITUT SENI INDONESIA


SURAKARTA
2014
2

Kata Pengantar

Proses penulisan bahan ajar untuk pegangan kuliah mahasiswa ini diwarnai

dengan perasaan optimistis bahwa penelitian merupakan sesuatu yang dapat

dilakukan dengan subur bagi mahasiswa diperguruan tinggi seni. Bahan ajar yang

pertama dan utama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan materi perkuliahan bagi

mahasiswa. Dalam konteks bahan ajar, analisis terhadap kelangkaan sumber yang

mudah dipahami mahasiswa menjadi hal penting.Bahan ajar adalah solusi

terhadap permasalahan tersebut dan oleh karena itu sekaligus dapat meningkatkan

kapasitas keilmuan atau keterampilan mahasiswa.

Secara tidak disengaja keinginan untuk menelaah lebih mendalam ternyata

diwadahi oleh adanya tawaran hibah penulisan bahan ajar. Dan titik temu di antara

kedua proposisi tersebut adalah Metode Penelitian.

Metode Penelitian, dalam konteks perguruan tinggi seni, selama dua dekade

terakhir sangat diwarnai dengan optimisasi dari golongan naturalistik. Hal ini

nampak secara merata di hampir semua program studi bahwa pengajaran dan buku

ajar secara umum lebih banyak digunakan buku referensi Metode Penelitian

Kualitatif yang berasal dari berbagai penulis. Hal ini bukan sesuatu yang bisa

dikesampingkan. Metode Penelitian Kualitatif memang sangat handal untuk

digunakan sebagai instrumen penggali kedalaman makna, terdapat proses dan

produk budaya dan seni yang menjadi obyek penelitian.

Mengingat kondisi yang seperti ini, tampaknya kendala tinggal mengerucut

pada ’research culture’ kita. Research culture dimaksudkan sebagai kesadaran


3

untuk berkembang melakukan penelitian dengan didasarkan kepada kaidah

penelitian seperti metodologis dan teoretis. Hal-hal ini tampaknya belum begitu

nyaman untuk kalangan pendidikan tinggi seni. Hal ini diperparah dengan

kelangkaan bahan ajar yang mudah di pahami.

Tidak hendak melupakan banyak pihak dimulai dari lembaga ISI Surakarta,

P3AI dan Dekanat Fakultas Seni Rupa dan Desain serta rekan-rekan dosen di

Jurusan Seni Media Rekam yang telah memberikan masukan dalam penulisan

bahan ajar ini oleh karena diucapkan banyak Terimakasih

Donie Fadjar K, SS., M.Si., M.Hum


4

TINJAUAN MATA KULIAH

A. Deskripsi Mata Kuliah

Mata Kuliah Metode Penelitian I adalah mata kuliah keahlian khusus yang

memberikan pemahaman mengenai metode penelitian dan aplikasinya dalam

penelitian ilmiah dan kekaryaan seni, khususya bidang pertelevisian. Metode

Penelitian I merupakan matakuliah wajib Semester V di Program Studi Televisi

dan Film, Jurusan Seni Media Rekam, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut

Seni Indonesai Surakarta dengan kode MBB08101. Mata Kuliah Metode

Penelitian I memiliki beban 2 SKS dan mensyaratkan mahasiswa lulus mata

kuliah Bahasa Indonesia. Kelulusan atas Mata Kuliah ini menjadi prasyarat

pengambilan mata kuliah Metode Penelitian II yang diberikan pada semester

berikutnya, serta menjadi prasyarat mahasiswa yang mengambil Tugas Akhir

berupa penulisan skripsi.

B. Kegunaan Mata Kuliah

Mata Kuliah Metode Penelitian I ini mempunyai kegunaan supaya

mahasiswa dapat memahami metode dan langkah-langkah pengumpulan data

untuk kepentingan penelitian ilmiah maupun karya pertelevisian.

C. Tujuan Instruksional Umum

Mata Kuliah Metode Penelitian I ini memiliki Tujuan Instruksional Umum

(TIU) sebagai berikut: setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa dapat
5

memahami prinsip-prinsip dasar penelitian kualitatif dan mampu

mengaplikasikannya ke dalam kerja penelitian.

D. Pokok Bahasan

1. Penelitian/research dan perkembangan ilmu pengetahuan yang di dalamnya

dibahas Definisi Penelitian, Pendekatan Ilmiah dan Non ilmiah , Jenis

Penelitian dan Ciri-Ciri Penelitian Ilmiah

2. Paradigma, Metode, dan Teori Penelitian yang di dalamnya dibahas

Mapping Paradigma, Metode, dan Teori dalam Penelitian. Paradigma

Penelitian meliputi pendapat dari beberapa ahli, Metode Penelitian meliputi

pendapat dari beberapa ahli, Teori-Teori Penelitian Sosial, meliputi Teori-

Teori Sosial Mikro antara lain Teori Fungsional Struktural, Teori Konflik,

dan Teori-Teori Sosial Mikro antara lain, teori Interaksi Simbolik, Teori

Fenomenologi, Teori Etnometodologi dan Teori Semiotika

3. Paradigma Penelitian Kualitatif, yang di dalamnya dibahas Karakteristik,

Teknik yang digunakan, Kriterium dan Kausalitas, Sumber-Sumber Teori,

Instrumen Penelitan, Waktu pengumpulan data, Analisis, Desain Penelitian,

Gaya Penelitian, Latar Penelitian, Satuan Kajian, Unsur-nsur

Kontekstualitas dan Perpektif.

4. Masalah Penelitian Kualitatif, yang di dalamnya dibahas Masalah dalam

Penelitian, strategi menemukan sumber Permasalahan, Pertimbangan-

pertimbangan memilih permasalahan, Analisis masalah Penelitian,

Identifikasi masalah Penelitian, Fokus Masalah Penelitian, Unit Analisis,

Pertimbangan-pertimbangan Desain Penelitian.


6

E. Susunan dan Keterkaitan antar Unit

Mata Kuliah Metode Penelitian I adalah mata kuliah yang mengantarkan

mahasiswa ke arah pola pikir ilmiah, kritis, dan analitik. Bagian awal dari mata

kuliah Metode Penelitian I adalah membuka ideologi dimulai dari ’kebenaran’,

kemudian ’pengetahuan’, ’ilmu’, dan piranti memperolah ilmu pengetahun yaitu

metode penelitian. Pada bagian pertengahan mahasiswa akan diperkenalkan

dengan perkembangan metode penelitian yang dimulai dari munculnya

paradigma yang pertama yaitu kuantitatif yang dipergunakan di bidang

matematika dan ilmu terukur lainnya. Kemudian berkembang hingga abad ke 19

dengan munculnya faham positivistik dan terus hingga sarjana-sarjana sosial di

Perancis dan Jerman yang menghasilkan pendekatan naturalistik induktif.

Pada bagian akhir mata kuliah mahasiswa diperkenalkan dengan strategi-

strategi pengajuan skripsi, yang diawali dengan bagaimana mendapatkan

permasalahan yang layak diangkat untuk tugas akhir tersebut. Informasi dan

pengetahuan mahasiswa yang sudah banyak terkait dengan ’core’ pertelevsian

diabstraksi sehingga menjadi sebuah ilmu yang menarik dan pantas dan mampu

mahasiswa analisis.

F. Bahan Pendukung

Mata kuliah Metode Penelitian I menggunakan bahan pendukung berupa

piranti materi ajar power point dengan LCD proyektor. Bahan pendukung lainnya

berupa buku-buku metode penelitian terutama paradigm kualitatif, artikel-artikel


7

ilmiah yang terkait dengan pertelevisian, kertas-kertas ilmiah, materi seminar, dan

informasi ilmiah terkini terkait dengan pertelevisian.

G. Daftar Pustaka

Black dan Champion. Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Jakarta: Eresco.
1992

Brannen, Julia. Memadu Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002.

Gerbner, George. “Television Violence : At the Time of Turmoil and Terror”


dalam Gail Dinnes. Gender, Race and Class in Media. London Sage
Publishing 2003

Johnson, Doyle P. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta : Gramedia1994

Kamanto Sunarto. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia. 1993.

Kerlinger, N. Fred. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta : Gajah Mada


University Press. 1998

M. Antonius Birowo, M.A. (ed). Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan


Aplikasi. Yogyakarta: Gitanyali. 2004

Milles, B. and Hubberman. Analisis Data Kualitatif: Terjemahan (siapa?).


Jakarta: UI Press. 1998

Moleong, Lexy, J.; Metodologi Penelitian Kualitatif, CV Remaja Karya,


Bandung, 2006.

Mulyana, Deddy. Metodologi Peneleitian Kualitatif: Paradigma Baru di Bidang


Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung : Rosdakarya. 2001

Nawawi.Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University Press,


Yogyakarta. 1995

Poloma, Margaret. M.. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Press1994

Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali. 1980

Ritzer, George. and Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:


Prenada Media. 2005.
8

Sanapiah Faisal. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada. 2003

Suwardi Endraswara. Penelitian Budaya. Yogyakarta: UGM Press. 2001

Stokes, Jones.. How to Do Media and Cultural Studies: Panduan untuk


Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya. Terjemahan.
Yogyakarta: Bentang. 2006

Strauss, Anselm and Juliet Corbin. Basics of Qualitative Research : Grounded


Theory, Procedures and Technique. London : Sage Publication. 1990.

_______. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tata Langkah dan Teknik Teknik


Teoretisasi Data. Terjemahan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar 2003

_______. Dasar- Dasar Penelitian Kualitatif : Prosedur, Teknik dan Teori


Grounded. Terjemahan. Surabaya : Bina Ilmu. 1997.

Suprayogo, Imam dan Thobroni. Metodologi Penelitian Sosial dan Agama.


Bandung : Remaja Rosdakarya. 2003.

Sutopo, H.B. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Sebelas Maret


University Press. 2005.
9

DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………….……………………………… i


Kata Pengantar ………………………………….………………………… ii
Tinjauan Mata Kuliah ……………………………….…………………… iv
Daftar Isi ………………………………………………….………………. ix
BAB I. PENDAHULUAN
A. Definisi Penelitian …………………………………….……………. 10
B. Pendekatan Ilmiah dan Non Ilmiah ………………………………… 11
C. Jenis-Jenis Penelitian ………………………………………………. 16
D. Ciri-Ciri Penelitian Ilmiah ………………………………………….. 18

BAB II. PARADIGMA, METODE DAN TEORI PENELITIAN

A. Mapping Paradigma, Metode dan Teori dalam Penelitian ………….. 21


B. Paradigma Penelitian ……………………………………………….. 22
C. Metode Penelitian …………………………………………………… 33
D. Teori-Teori Penelitian Sosial ……………………………………….. 37
1. Teori-Teori Positivistik ………………………………………. .. 38
a. Teori Fungsional Struktural ………………………………….. 39
b. Teori Konflik ………………………………………………… 42
2. Teori-Teori Naturalistik . ……………………………………….. 45
a. Teori Interaksi Simbolik …………………………………… 45
b. Teori Fenomenologi …………………………………………. 50
c. Teori Etnometodologi ………………………………………. 52
d. Teori Semiotika ……………………………………………… 53

BAB III. PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF,

A. Karakteristik Penelitian Kulitatif …………………………………… 55


1. Natural Setting ……………………………………………………. 56
2. Permasalahan Terkini …………………………………………….. 57
3. Laporan Deskriptif ……………………………………………….. 57
4. Peneliti sebagai Instrumen Utama ……………………………….. 58
5. Purposive Sampling ……………………………………………… 59
6. Tacit Knowledge …………………………………………………. 60
7. Makna sebagai Perhatian Utama …………………………………. 61
8. Analisis Induktif …………………………………………………… 62
9. Holistik ……………………………………………………………. 63
10. Disain Penelitian bersifat Lentur ………………………………….. 63
11. Negotiated outcomes ……………………………………………… 64
10

B. Persoalan-Persoalan dalam Penelitian Kualitatif ……………………… 67


1. Persoalan Generalisasi ……………………………………………. 67
2. Persoalan Kausalitas ……………………………………………… 68
3. Persoalan Etik Emik ……………………………………………… 69

BAB IV. MASALAH DALAM PENELITIAN KUALITATIF


A. Masalah dalam Penelitian …………………………………………. 76
B. Perumusan Masalah ………………………...……………………… 81
C. Contoh Perumusan Masalah ……………………………………….. 82

BAB V DESAIN PROPOSAL PENELITIAN……………………………… 83

BAB VI. PENGUMPULAN DATA DALAM PENELITIAN KUALITATIF


A. Sumber Data …………… …………………………………………. 86
1. Narasumber ……………………………...……………………… 87
2. Peristiwa atau Aktivitas ..……………………………………….. 88
3. Tempat atau Lokasi …………...…………………………………. 88
4. Benda, Gambar, Rekaman ……………………………………… 88
B. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………… 89
1. Wawancara ……………………………………………………….. 90
2. Focus Group Discussion ………………………………………….. 92
3. Observasi …………………………………………………. 93
4. Content Analisis …………………………………………………… 94
5. Kuesioner ………………………………………………………….. 95
C. Cara Mencatat Data …………………………………………………. 95
D. Etika Penelitian ……………………………………………………… 97
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 101
11

BAB I

PENDAHULUAN

Pokok Bahasan : Penelitian/research dan perkembangan ilmu pengetahuan yang


di dalamnya dibahas Definisi Penelitian, Pendekatan Ilmiah dan Non ilmiah, Jenis
Penelitian dan Ciri-Ciri Penelitian Ilmiah

Tujuan Instruksional Khusus : Memberikan gambaran umum mengenai peta


perkembangan penelitian ilmiah.

Daftar Pustaka

Black dan Champion. Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Jakarta: Eresco.
1992

Brannen, Julia. Memadu Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002.

Gerbner, George. “Television Violence : At the Time of Turmoil and Terror”


dalam Gail Dinnes. Gender, Race and Class in Media. London Sage
Publishing 2003

Johnson, Doyle P. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta : Gramedia1994


Kamanto Sunarto. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. 1993.
Kerlinger, N. Fred. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press. 1998

M. Antonius Birowo, M.A. (ed). Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan


Aplikasi. Yogyakarta: Gitanyali. 2004

Miles, B Mathew and Hubberman. Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of


New Methods.Beverly Hills :1986.

Moleong, Lexy, J.; Metodologi Penelitian Kualitatif, CV Remaja Karya,


Bandung, 2006.
12

Mulyana, Deddy. Metodologi Peneleitian Kualitatif: Paradigma Baru di Bidang


Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung : Rosdakarya. 2001

Nawawi.Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University Press,


Yogyakarta. 1995

Poloma, Margaret. M.. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Press1994


Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali. 1980
Ritzer, George. and Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Prenada Media. 2005.

Sanapiah Faisal. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada. 2003

Suwardi Endraswara. Penelitian Budaya. Yogyakarta: UGM Press. 2001

Stokes, Jones.. How to Do Media and Cultural Studies: Panduan untuk


Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya. Terjemahan.
Yogyakarta: Bentang. 2006

Strauss, Anselm and Juliet Corbin. Basics of Qualitative Research : Grounded


Theory, Procedures and Technique. London : Sage Publication. 1990.

_______. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tata Langkah dan Teknik Teknik


Teoretisasi Data. Terjemahan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar 2003

_______. Dasar- Dasar Penelitian Kualitatif : Prosedur, Teknik dan Teori


Grounded. Terjemahan. Surabaya : Bina Ilmu. 1997.

Suprayogo, Imam dan Thobroni. Metodologi Penelitian Sosial dan Agama.


Bandung : Remaja Rosdakarya. 2003.

Sutopo, H.B. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Sebelas Maret


University Press. 2005.
13

A. Definisi Penelitian

Penelitian dalam Bahasa Inggris disebut dengan research merupakan gabungan

dua kata ’re’ dan ’search’ yang merujuk pada suatu usaha untuk menemukan

kembali. Apa yang dicari tentunya suatu permasalahan/pertanyaan dari sebuah

fenomena yang terjadi, perbedaan antara apa yang dilihat dan apa yang

diharapkan. Jadi penelitian adalah seperangkat usaha untuk mengetahui,

mengidentifikasi, menjawab hingga memecahkan permasalahan yang sedang

dihadapi. Lalu masalah seperti apa yang dapat dilakukan penelitian? Tentu

adalah masalah ilmiah sehingga penelitian yang dilakukan juga bernilai ilmiah.

Memang tidak semua masalah dapat diteliti secara ilmiah jika masalah dimengerti

sebagai perbedaan atas semua yang dihadapai dengan semua yang diinginkan,

maka penelitian ilmiah harus berbarengan dengan seperangkat sistematika dan

metodologi penelitian ilmiah.

Dalam sejarah ilmu pengetahuan, penelitian sudah lama dikenal. Zaman Yunani

kuno, Plato beserta muridnya Aristoteles telah memanfaatkan penelitian ilmiah

yang paling sederhana yaitu wawancara. Pada waktu itu sekitar abad ke – 4

sebelum masehi, Plato memulai melakukan dialog serta interview atau wawancara

tentang sebuah masalah yang sangat terkenal yaitu “Mengapa bangsa kita (Bangsa

Athena) dapat dikalahkan oleh bangsa Sparta dalam perang Pheloponesus? “

Plato mulai menanyakan hampir ke semua orang yang ia jumpai. Setelah ia

merasa cukup ia menarik kesimpulan bahwa bangsa Athena terlalu percaya diri

setelah sebelumnya mengalahkan bangsa Persia dalam peperangan yang lebih


14

besar dan memandang remeh lawan bangsa Sparta yang tidak sebesar bangsa

Persia. Singkatnya, dalam kaitan dengan metode penelitian, apa yang dilakukan

Plato dan muridnya adalah sebuah metode yang diakui sebagai salah satu teknik

pemerolehan data secara interview atau wawancara.

Dalam pandangan Fred Kerlinger, yang ditulis dalam buku Asas-asas Penelitian

Behavior, terjemahan (1998:17) menyatakan bahwa scientific research merupakan

peneyelidikan dengan sistematis, terkontrol, empiris dan kritis tentang fenomena

alami yang dipandu dengan teori dan hipotesis mengenai hubunganyang mungkin

terdapat diantara fenomena tersebut.

Selajutnya dinyatakan oleh Kerlinger bahwa terdapat dua hal yang perlu

ditegaskan tentang definisi tersebut yaitu pertama, kalau kita sekiranya berkata

bahwa penelitian bersifat sistematis dan terkontrol maka hal ini berarti bahwa

penyelidikan ilmiah tertata dengan cara tertentu sehingga penyelidi dapat

mempunyai kenyakinan yang kritis mengenai hasil penelitian. Hal ini sejalan

dengan pengamatan/observasi dalam penelitian ilmiah sanagat terkait dengan

disiplin.

Penelitian ilmiah yang merupakan rangkaian kegiatan rasional , logis dan

sistematis menuntut keberadaan integritas yang tinggi dari elemen-elemen yang

terlibat, yaitu :

1. Integritas Peneliti

Peneliti merupakan aktualisasi epistemologi. Sedangkan epistemologi adalah

bagian dari filsafat ilmu yang membahas bagaimana cara manusia mendapatkan
15

ilmu pengetahuan dan sampai mana batas ilmu pengetahuan mampu digapai

manusia.

Melalui penelitian ilmiah, ilmu penegtahuan menjadi semakin berkembang dan

semakin canggih, terus disempurnakan dan dikembngkan. Agar penelitian dapat

mengembangkan ilmu pengetahuan sanagt tergantung kepada integritas

kepribadian peneliti baik berpkir maupun sikapnya.

2. Integritas Berpikir

Seorang peneliti harus berpikir secara berurutan mulai dari, skeptic yaitu dalam

menerima kebenaran atau membuat penyataan senantiasa berdasarkan fakta yang

diperoleh secara valid.

Selanjutnya bersikap analistis yaitu dalam menerima informasi dan membuat

pernyataan , peneliti harus melakukan cek dan ricek dengan cara menghubungkan

satu fenomena dengan fenomena lainnya sebagai sebab akibat yang saling

mempengaruhi mengembangkan berbagai asumsi dan penafsiran.

Akhirnya bersikap Kritis, Peneliti dalam menerima informasi tidk segera

,menganggapnya sebagai kebenaran, tetapi mencermatinya mengolahnya

berdasarkan logika dan akan sehat.

3. Integritas Kepribadian

Peneliti tidak identik dengan seorang tukang yang mengerjakan sesuatu menurut

kepentingan majikannya, juga tidak identik dengan seorang pedagang yang

prinsip utamanya mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan cara menjual

gagasannya.
16

Seorang peneliti adalah seorang ilmuwan yang tindakannya senantiasa bermuara

pada pilihan-pilihan moral dan etika, Oleh karena itu, integritas pribadi seorang

peneliti sanagt penting. Integritas tersebut meliputi :

a. Obyektif yaitu menyajikan hasil penelitian apa adanya , ia harus jujur. Ia

juga harus terbebas dari kepentingan dan sentimen pribadi atau golongan dan dari

prakonsepsi yang berupa ekonomi, politis dan psikologis.

b. Terbuka, yaitu peneliti dalam melakukan penelitian harus terbuka, transparan

dalam proses penelitian maupun dalam hasil penelitiannya. Dengan prinsip

keterbukaan itu, hasil penelitian dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya

sehingga peneliti lainnya dapat menyempurnakannya di kemudian hari. Sikap

seorang ilmuwan identik dengan peneliti adalah tidak memutlakkan penemuan

ilmiah dan sadar mengakui relativitas ilmu pengetahuan.

c. Kompeten, yaitu sikap mempunyai kemampuan akademik dalam persoalan

yang diteliti dan kemampuan teoretik terutama dalam penguasaan metodologi

penelitian itu sendiri (Suprayogo dan Tobroni, 2001:7-8)

A. Pendekatan Ilmiah dan Non Ilmiah

Penelitian dengan pendekatan ilmiah merupakan bentuk sistematis dari

keseluruhan pemikiran dan telaah relektif. Dalam buku How We Think , Jhon

Dewey menyinggung tentang paradigma umum inquiry atau penelaahan. Buku ini

sanagt berpengaruh karena bahasan-bahasan tentang pendekatan ilmiah yang

banyak beredar saat ini terutama didasarkan kepada hasil analisis Jhon Dewey

tersebut.(Kerlinger, 1998:18)
17

Berikutnya, penelitian ilmiah bersifat empiris, yaitu ketika seorang ilmuwan

berpendapat bahwa sesuatu itu harus ‘x’ maka ilmuwan tersebut harus

menggunakan cara tertentu untuk menguji keyakinannya dengan sesuatu dari sisi

yang lain. Sehingga pendekatan atau keyakinan subyektif harus diperiksa dengan

menghadapan pada realitas obyektif.

Tokoh lainnya yang memberikan pendapat tentang pendekatan ilmiah adalah

Auguste Comte( 1789 1857). Tiga karya Comte memberikan pengaruh besar pada

pola pikir ilmiah yang sampai sekarang terkenal sebagai pendekatan positivistic.

Comte juga dikenal sebagai penemu ilmu pengetahan yang disebut dengan

Sosiologi dengan karya-karya :

- Course de Positive Philosophy (1830)

- General View of Positivism (1848)

- Subjective Synthetic (1956)

Isi dari Course de Positive Philosophie

1.Konsep Static Social yang terdiri dari

a.doctrine of individual

b.doctrine of familiy

c.doctrine of society

d.doctrine of state

2.Konsep Dynamic Social yang terdiri dari

a.The law of three stages

b.The law of hierarcy of science

c.The law of corelation of practical activities and feeling


18

Comte menekankan bahwa seharusnya ilmu pengeahuan harus bersifat positive

fact. Artinya ilmu pengetahuan harus dapat dibenarkan oleh setiap orang yang

mempunyai kesempatan yang sama untuk menilainya berdasarkan pada fakta atau

hal-hal yang dapat ditinjau , diuji dan dibuktikan secara positif. Pendekatan positif

ini pada awalnya lazim dipakai dalam mengkaji fenomena alam atau fenomena

social secara fisika (social physic).

Comte juga menyinggung dalam konsep Dynamic Social bahwa manusia dan ilmu

pengetahuan berkembang dari animism /dinamisme ke metafisia dan mencapai

puncak emajuan pada tahapan positivistic yang mengandalkan pada rasional

empiris.

Di samping pendekatan positivistic tersebut, sebagian besar sarjana merasa tidak

terpuaskan dengan ’paksaan’ untuk menjadikan sesuatu itu menjadi berdasarkan

rasional empiris. Hal ini dikarenakan tidak semua aktivitas manusia yang tak

terhingga bisa diungkap secara rasional empiris. Terdapat sisi-sisi natural manusia

yang bernuansa sangat beragam. Dalam bidang ilmu social pendekatan ini

menjadi arus kuat tersendiri yang disebut sebagai pendekatan naturalistic.

Selanjutnya, untuk mendapatkan pemuasan atas segala rasa keinginan tahu setiap

manusia sebagai piranti bawaan dari Tuhan Yang Maha Esa maka manusia terus

berupaya dan memikirkan jawaban atas segala pertanyaan dan permasalahan

sehingga manusia semakin maju dan berkembang.

Permasalahan dan jawaban atas permasalahan tersebut, dalam sejarah ilmu

pengetahuan ditunjukkan dalam pencarian yang bersifat ilmiah dan ilmiah. Secara
19

sederhana kedua cara tersebut dapat dilihat dari buku Fred Kerlinger Asas Asas

Penelitian Behavior (terjemahan) yang menyatakan bahwa terdapat empat cara

untuk mendapatkan knowledge atau pengetahuan, yaitu (1) tenacity atau

kegigihan yaitu sesuatu yang kita yakini kebenarannya sehingga kita

memegangnya secara gigih (2) authority atau kewenangan yaitu suatu kebenaran

yang didkung oleh suatu kekuatan otoritas seperti tradisi yang telah mapan (3) a

priory atau a-priori yaitu merupakan penerimaan karena tidak lagi diperlukan

pembukian (4) science atau ilmu pengetahuan yaitu merupakan puncak dari cara-

cara sebelumnya ; pendekatan yang mampu dilakukan berulang serta

mengevaluasi diri sendiri.

Sementara itu, kesepakatan yang tumbuh diantara para ahli filsafat ilmu diperoleh

kesepahaman terkait dengan ciri-ciri atau karakteristik sebuah pengetahun

dikatakan ilmu penegtahuan yaitu :

1. Bersifat empiris,

Yang dimaksud adalah kondisi yang didasarkan pada observasi atau pengamatan

serta akal sehat yang hasilnya tidak menimbulkan sifat spekulatif atau mengira-

ngira. Sebagai contoh ilmu social atau Sosiologi adalah sebuah ilmu pengetahuan

yang memiliki cir empiris. Hal ini terlihat dari Sosiologi didasarkan pada

pengamatan dan penalaran. Selanjutnya keempirisannya juga didukung dengan

sifat ilmu pengetahun yang dapat diuji dengan fakta. Perhatikan contoh :

maraknya anak jalanan yang sering dijumpai di perempatan jalan merupakan

akibat dari maslah ekonomi keluarga yang rendah dibarengi dengan tingkat
20

pendidikan yang rendah pula. Keadaan tersebut memaksa anak menjalani profesi

sebagai pengamen ataupun pedagang asongan

2. Bersifat teoritis,

Yang dimaksud adalah ilmu pengetahuan selalu berusaha untuk menyusun

abstraksi dan hasil hasil-hasil dari observasi atau pengamatan. Abstraksi tersebut

merupakan kerangka unsure-unsur yang tersusun secara logis dan mempunyai

tujuan untuk menjelaskan hubungan antar variable. Dari contoh di atas tampak

bahwa adanya hubungan yang logis yaitu akibat terbentur masalah ekonmi dan

pendidikan yang rendah , hal ini mengakibatkan terbentuknya anak jalanan.

3. Bersifat kumulatif

Hal ini berarti teori –teori yang dibentuk berdasarkan pada teori yang sudah ada

kemudian diperbaiki , diperluas, dan dipertajam. Dari contoh anak jalanan

tampak bahwa teori-teori yang digunakan merupakan teori yang sudah ada

sebelumnya antara lain teori pendidikan.

4. Bersifat Nonetis

Yang dimaksud non etis adalah focus perhatian bukan terletak pada baik atau

buruknya factor penentu akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta

tersebut secar analistis atau melalui penyelidikan terhadap suatu peristiwa. Dari

contoh di atas, keberadaan anak jalanan tidak dapat dikatakan burruk dalam

analisisnya. Akan tetapi perhatian ita teruju pada upaya menjelaskan keberadaan

anak jalanan beserta sebabnya. Willer (1971) dalam Suprrayogo dan Tobroni

(2001:11).
21

Di samping pendekatan ilmiah tersebut maka kita juga mengenal

pendekatan non-ilmiah yaitu menggunaka cara lain tetapi tidak melalui uji

sistematis, tidak menunjukkan keajegan, sering kali lemah dalam control, dan

cenderung mengedapankan subyektivitas. Pendekatan Non ilmiah ini dapat dilihat

sebagai penemuan kebenaran berdasarkan hal-hal berikut:

5. Wahyu

Penemuan kebenaran berdasarkan pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa secara

mutlak.

6. Intuisi

Penemuan kebenaran yang didasarkan pada ilham atau intuisi yang terjadi ketika

seseorang sedang berada dalam puncak spiritualnya. Intuisi dapat pula berupa

sebuah keyakinan terhadap sesuatu pilihan yang secara akal sehat dapat dipercaya

atau bahkan sebaliknya tidak dapat dipercaya

7. Kebetulan

Walaupun kebenaran dapat diperoleh secara kebetulan tetapi hal ini cenderung

aplikatif dan bermanfaat. Penelitian terakhir membuktikan daging babi

mengadung unsure genetika yang paling dekat kekerabatannya dengan manusia.

Secara kebetulan penyakit-penyakit degeneratif yang menyerang genetika

manusia sehingga memunculkan berbagai penyakit aneh banyak sekali ditemukan

pada kelompok manusia yang mengkonsunsi babi.

8. Akak Sehat (common sense)

Yang dimasud dengan common sense atau akal sehat adalah serangkaian konsep

yang digunakan untuk dapat menyimpulkan sesuatu secara benar. Contoh


22

keteladanan untuk mendidik anak secara baik. Larangan atas hal-hal yangtidak

baik harus didasarkan pada suri teladan yang diberikan secara langsung.

Pnghargaan atas prestasi pun harus diimbangi dengan hukuman atas kesalahan.

9. Trial and error

Sudah menjadi piranti bawaan manusia dengan rasa ingin tahunya yang besar

untuk mencoba-coba sesuatu. Dalam bidang kesehatan, misalnya, buah salak

yang mengadung unsure anti sembelit ternyata bersama-sama ketika kulit ari buah

salak tidak dikupas. Sehingga ketika buah salak memang ingin dinikmati tanpa

terbebani rasa sembelit maka tidak perlu kulit ari dilepaskan dari buah salak. Atau

ketika biji buah durian yang selama ini dibuang ternyata setelah dicoba-coba

mempunyai fungsi sebagai penawar aroma durian yang sangat kuat.

10. Kewibawaan

Kewibawaaan seseorang sering kali digunakan oleh orangorang yang menjadi

pengikutnya sebagai sebuah kebenaran dan cenderung diikuti secara membabi

buta.

B. Jenis Jenis Penelitian

Untuk dapat menggolongkan penelitian maka dilihat berdasarkan beberapa aspek

yaitu bidang keilmuan, metode analisis dan kualifikasi yang digunakan

(Suprayogo dan Tobroni, 2001: 7)

1. Jenis penelitian berdasar bidang keilmuwan

Untuk kelompok ini, penelitian dapat digolongkan ke dalam penelitian sosial yaitu

penelitian yang obyeknya berupa gejala atau fenomena social baik dibidang

politik, pendidikan, ekonomi, agama, hukum, psikologi dan lain sebagainya.


23

Selanjutnya penelitian social dapat terus dibagi menjadi peneleitian social

kemasyarakatan. Penelitian jenis ini menggunakan obyek penelitian berupa

perilaku masyarakat, seperti berekonomi, berpolitik, serta beragama. Sementara

itu, jenis penelitian social budaya memiliki obyek penelitian budaya yang lebih

abstrak . Jenis penelitian ini mengangkat bidang seperti dinamika pemikiran ,

norma dan kebudayaan suatu masayarakat. Oleh karena itu, sangat dimungkinkan

penelitian ini mengkaji fenomena social dalam manuskrip, teks, ataupun prasati.

2. Jenis penelitian berdasarkan metode analisis

Berdasarkan analisis pembahasan yang dgunakan , peneliti dapat dikategorikan ke

dalam penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Secara umum , penelitian

kuantitatif meiliki tujuan untuk menjelaskan /explain suatu fenomena menurut

perspektif numeric. Oleh karena itu, penelitia kuantitatif sering kali menggunakan

rumus-rumus statistic, yang dipaai untuk menjelaskan hubungan atau pengaruh

antaa variable-variabel terkait, bisa juga untuk menguji efektifitas atau uji kinerja

sebuah metode.

Sementara itu, jenis penelitian kualitatif yang muncul belakangan lebih

menitikbertakan pada pemahaman (understanding) dunia makna. Hal tersebut

disimbolkan dengan perilaku manusia melalui perspektif masyarakat itu sendiri.

Oleh arena itu jenis penelitian ini lebih bersfat naturalistic dengan metode indukti

bukan deduktif. Teknik laporannya cenderung bersifat deskriptif dan naratif

dengan kerangka ‘verstehen’


24

3. Jenis Penelitian berdasarkan kualifikasi hasil

Ketika kita melakukan penelitian maka hasil dari penelitian tersebut dapat

dikategorikan menjadi penelitian dasar ( basic research) dan penelitian terapan

(applied research). Yang dimaksud dengan jenis penelitian dasar adalah bertujuan

untuk memperluas dan memperdalam ilmu pengetahuan secara teoretis.

Sementara Peneleitian terapan diselenggarakan dalam rangka mengatasi masalah

yang terjadi secara nyata dalam kehidupan , usaha pengembangan kualitas

program dan peningkatan kualitas hidup.

C. Ciri-Ciri Penelitian Ilmiah

Salah satu buku yang memaparkan cirri-ciri Penelitian Ilmiah adalah The

Social Determination of Knowledge (1971) yang ditulis oleh Willer. Di dalam

buku itu dijelaskan bahwa pemikiran ilmiah harus memenuhi beberapa syarat

yaitu : empiris rasional dan abstraktif. Buku selanjutnya adalah Systemic of

Sociology (1960) yang ditulis oleh Johnson yang didalamnya terdapat paparan

tentang criteria atau cirri-ciri penelitian ilmiah yaitu : empiris , teoretis, kumulatif

dan non etis.

Yang dimaksudkan dengan empiris adalah penelitian ilmiah harus berlandaskan

pada pengamatan dan penalaran, bukan pada wahyu gaib sehingga hasilnya

logis/masuk akal dan tidak spekulatif. Ciri empiris ini sudah harus dimulai

pada saat peneliti melakukan tahap awalnya seperti dalam melakukan proses

menemukan masalah, mencari hubungan antar fenomena atau variable ataupun

ketika menetapkan hipotesis. Semua hal tersebut harus dapat diuji melalui

fakta empiris utuk dikatakan sebagai penelitian yang mengandung bobot ilmiah.
25

Selanjutnya, teoretis merujuk pada serangkaian usaha yang merangkum

keseluruhan pengamatan/observasi yang rumit ke dalam dalil-dalil abstrak secara

logis sehingga saling berkaitan untuk menerangkan hubungan dari suatu

persoalan.

Ciri kumulatif yaitu usaha untuk menerapkan teori-teori yang digunakan dalam

peneleitian, apakah bersifat melengkapi, mengkoreksi teori-teori lama. Kumulatif

sering disalahtafsirkan dengan komulatif yang berarti gabungan.

Akhirnya, penelitian ilmiah harus mempunyai dasar non etis. Hal ini mengacu

kepada suatu kondisi ketika peneliti tidak mempertanyakan lagi apakah tindakan-

tindakan social tertentu itu baik atau buruk. Peneliti semata-mata menerangkan

tindakan social yang ia ambil. Peneliti dalam konteks ini harus melepaskan diri

dari nilai, ia harus dalam kondisi value free yaitu tidak memliki pra konsepsi

tertentu apakah hal terkait dengan ideologis, normatif, politis dan sebagainya

dalam memberikan nilai terhadap gejala atau realitas social tertentu.


26

BAB II

PARADIGMA , TEORI DAN METODE PENELITIAN

Pokok Bahasan :
Definisi paradigma dan penerapanannya dalam penelitian ilmiah
Definisi teori dan penerapannya dalam penelitian ilmiah
Definisi metode dan penerapannya dalam penelitian ilmiah

Tujuan Instruksionl Khusus : Menjelaskan secara benar definisi paradigma,


metode dan teori dalam penelitian ilmiah.

A. Maping Paradigma Penelitian

PARADIGMA TEORI METODE

Etimologis: Paradigma Etimologis: Theo/Tuhan + Etimologis: Meta


(latin) berarti model atau rhea/ kontemplasi (latin) /melalui + hodos/
pola cara/arah (latin)
Terminologis: perspektif Termnologis: proposisi- Terminologis: cara
bidang keilmuawan atau proposissi yang secara untuk memahami
sudut pandang realitas sistematis saling berkaitan realitas atau cara untuk
dari komunitas ilmuwan atau seperangkat memecahkan rangkaian
pengertian yang permasalahan
berkorelasi dan teruji
Fungsi : mengarahkan F ungsi : mengubah Fungsi :
perilaku ilmiah untuk pengetahuan/ knowledge menyerderhanakan
menyelidiki /meneliti menjadi ilmu masalah agar mudah
guna mendapatkan apa pengetahuan/science dipahami
yang dicari secara
eksplisit
Paradigma: Teori : Metode:
Kuantitatif –Kualitatif Phitagoras, Relativitas Deskripsi, Komparasi,
Scientific - Naturalistik Fungsionalisme - Konflik Klasifikasi, Kasus,
Interpretasi
Diolah dari berbagai sumber bacaan dari daftar pustaka
27

B. Pengertian Paradigma Penelitian

Berdasar ilmu asal usul kata (etimologi), paradigma berasal dari

kata berbahasa latin yang sama yaitu paradigm. Kata ini diungkapkan

kembali oleh Thomas S Khun yang termaktub dalam buku The Structure

of Scientific Revolution (1970) yang mengandung makna pola, model atau

contoh. Selanjutnya, Thomas Khun merujuk bahwa yang dimaksud dengan

paradigma adalah pandangan hidup yang dimiliki oleh kelompok ilmuwan

yang mengacu kepada disiplin tertentu. (science world view atau

weltanschauung). Hal penting yang menjadi inti permaslaahan terkait

dengan paradigma menurut Thomas Khun adalah revolusi ilmiah dalam

dunia ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan tidak terjadi

secara evolutif dan tidak pula terjadi secara kumulatif, tetapi ia

berkembang secara revolusi yaitu paradigmatik itu sendiri. Paradigma

ilmiah sebagai contoh yang diterima tentang praktek ilmiah sebenarnya,

Penelitian yang pelaksaannya didasarkan pada paradigm bersama

berkomitmen untuk mengunakan aturan dan standar praktek ilmiah yang

sama pula. ( Lexy Moleong, 2006:49). Ditambahkan oleh Moleong bahwa

berdasarkan definisi Thomas Khun di atas dirumuskan bahwa paradigma

adalah cara mendasar untuk mempersepsi , berpikir, menilai dan

melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang realitas.

Baker dalam Moleong menyebutkan dalam Paradigms: The

Business of Discovering The Future (1992) mendefiniskan paradigm


28

sebagai seperanagkat aturan yang tertulis atau tidak tertulis dalam

melakukan dua hal yaitu pertama hal itu membnagun atau mendefiniskan

batas-batas dan kedua, hal itu menceritakan kepada anda bagaimana

seharusnya melakukan sesuatu di dalam batas-batas itu agar dapat berhasil

dengan baik.

Capra dalam Moleong menyebutkan definisi paradigma sebagai

konstelasi konsep , nilai-nilai persepsi dan praktek yang dialami bersama

dalam masayarakat ilmuwan yang membentuk visi khusus tentang realitas

sebagai dasar untuk bagaimana mengorganisasikan dirinya.

Bogdan dan Biglen dalam Moleong juga menyebutkan definisi

paradigm sebagai sekumpulan yang longgar dari sejumlah asumsi, konsep-

konsep serta proposisi-proposisi yang dipegang secara bersama-sama

sehingga dapat menjadi arah dalam berpikir dalam penelitian

Deddy Mulyana dalam buku Metodologi Penelitian Kualitatif:

Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial (2001) menyatakan

yang dimaksud dengan paradigm adalah perspektif bidang keilmuwan

yang kadang-kadang disebut pula dengan mahzab pemikiran (school of

thought) . Istilah istilah yang lain juga sering digunakan dengan

perspektif yaitu model, pendekatan, strategi intelektual, kerangka

konseptual, kerangka pemikiran, serta pandangan dunia. Deddy Mulyana

merujuk pula pendapat Patton bahwa paradigm tertanam secara kuat di

dalam sosialisasi para penganut serta praktisinya. Paradigma

menunjukkan kepada mereka bahwa apa-apa yang penting, abash dan


29

masuk akal. Paradigma juga bersifat normative yaitu menunjukkan

kepada praktisinya apa yang harus dilakukannya tanpa perlu melakukan

pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang. Akan tetapi

aspek inilah yang sekaligus merupakan kekuatan dan kelemahannya.

Kekuatan menyangkut hal yang memungkinkan tindakan sedangkan

kelemahan nya adalah alas an untuk melakukan tindakan tersebut

tersembunyi dalam asumsi-asumsi. Deddy Mulyana juga mengambil dari

pendapat Anderson bahwa yang dimaksud dengan paradigm adalah

ideology atau praktek suatu komunitas ilmuwan yang menganut suatu

pandanagn yang sama atas realitas, memiliki seperangkat criteria yang

sama untuk menilai dan menggunakan metode serupa.

Menarik untuk dilihat lebih dalam hubungan antara realitas dengan

subyek peneliti. Moleong (2006: 50) menggambarkannya sebagai berikut:

Pada dasarnya ada kesukaran apabila seseorang ingin

merekonstruksi realitas. Pertama, ada realitas obyektif yang ditelaah, dan

hal itu ditelaah melalui realitas sbyektif tentang pengertian –pengertian

kita sebagaimana dikutip dari Hatcher (1990) :

Realitas yang disadari Realitas yang tampak

Realitas Realitas

Subyektif Obyektif

Realitas yang tidak disadari Realitas yang tidak tampak


30

Kedua, paradigm sebagai cara pandang dunia seseorang tersebut

dalam membangun realitas yang dipersepsikan untuk memfokuskan

perhatian pada aspek-aspek tertentu dari realitas obyektif dan

mengarahkan interpretasi seseorang pada struktur dan berfungsi pada

realitas yang tampak maupun yang tidak tampak. Perhatikan sisi kanan

bagan di atas dan bandingkan dengan bagan sisi kiri

Pada bagian lain Moleong(2006:51) menytakan terdapat

bermacam-macam paradigm dalam dunia ilmu pengetahuan sekarang ini.

Tetapi tidak semuanya muncul hanya beberapa yang mendominasi yaitu

Scientific Paradigm atau paradigm ilmiah dan naturalistic paradigm atau

paradigma alamiah. Paradigma ilmiah menggunakan sumber acuan

pandangan positivistic sementara itu paradigm alamiah menggunkan

sumber acuan pandangan fenomenologis. Dalam sejarah ditunjukkan

bahwa aliran positivistic mempunyai akar pada pandangan teoretisi

Auguste Comte beserta Emile Durkheim yang berlangsng pada awal abad

ke-19. Para positivis mencari fakta dan penyebab fenomena social tetapi

mereka tidak terlalu mempedulikan keadaan subyektif individu. Mereka

menyarankan kepada para ahli ilmu pengetahuan social untuk

mempertimbnagkan fakta social ataupun fenomena social sebagai sesuatu

yang memberikan pengaruh dari luar atau memaksakan pengaruh tertentu

terhadap perilaku manusia.


31

Sedangkan paradigm alamiah menggunakan sumber permulaan

dari pandangan Max Weber yang kemudian diteruskan oleh Irwin

Deutcher dan yang lebih dikenal dengan aliran fenomenologis.

Fenomenologis berusaha memahami perilaku manusia dari segi kerangka

berpikir maupun bertindak pelaku itu sendiri. Bagi mereka yang penting

adalah kenyataan yang terjadi sebagai yang dibayangkan atau dipikirkan

oleh pelaku itu sendiri.

Perbandingan paradigm ilmiah dengan paradigm alamiah dilihat

dari aksiomanya sebagai berikut:

Aksioma tentang Paradigma Ilmiah Paradigma Alamiah


Hakikat kenyataan Kenyataan adalah Kenyataan adalah tidak
tunggal dan tunggal dan dibentuk
fragmentis serta bagian dari
keutuhan
Hubungan antara Pencari tahu dengan Pencari tahu denga
pencari tahu dengan yang tahu (obyeknya) yang tahu (obyeknya)
yang tahu adalah bebas sehingga aktif bersama-sama
tidak menimbulkan sehingga mereka tidak
dualisme dapat dipisahkan
Kemungkinan Generalisai atas dasar Hanya waktu dan
generalisasi bebas waktu dan bebas konteks yang mengikat
konteks (pernyataan hipotesis kerja
nomotetik) (pernyatan idiografis)
studi kasus bukan
mengeneralisasi
Kemungkinan Terdapat penyebab Setiap keutuhan berada
hubungan sebab sebenarnya yang di dalam keadaa
akibat secara temporer atau mempengaruhi secara
secara simultan bersama-sama sehingga
terhadap akibatnya sukar membedakan
mana sebab dan akibat.
Peranan Nilai Bebas nilai Terikat nilai

Tampak dari bagan di atas tentang perbandingan paradigm ilmiah

dan paradigma alamiah bedasarkan aksioma (pernyataan logis yang


32

digunakan untuk mendapatkan focus peneleitian). Selanjutnya dilengkapi

dengan asumsi-asmusi dasar ( anggapan dasar yang tidak perlu diuji

terlebih dulu tetapi mempunyai fungsi sebagai dasar pemilihan masalah

penelitian ) diantaranya dari Guba dan Lincoln (1981) berikut ini:

Asumsi tentang kenyataan :Fokus paradigma alamiah terletak pada

kenyataan jamak yang dapat diumpamakan sebagai susunan lapisan kulit

bawang, atau seperti sarang, tetapi yang saling membantu satu dengan

lainnya. Setiap lapisan menyediakan perspektif kenyataan yang berbeda

dan tidak ada lapisanyang dapat dianggap lebih benar daripada yang

lainnya. Fenomena tidak dapat berkonvergensi ke dalam suatu bentuk saja,

yaitu bentuk kebenaran, tetapi berdivergensi dalam pelbagai bentuk, yaitu

bentuk kebenaran jamak. Selanjutnya, lapisan-lapisan itu tidak dapat

diuraikan atau dipahami dari segi variable bebas dan terikat secara

terpisah, tetapi terkait secara erat dan membentuk suatu pola kebenaran.

Pola inilah yang perlu ditelaah dengan lebih menekankan pada verstehen

atau pengertian daripada untuk keperluan prediksi dan kontrol. Peneliti

alamiah cenderung memandang secara lebih berdivergensi daripada

konvergensi apabila peneliti makin terjun ke dalam kancah penelitian.

Asumsi tentang peneliti dan subjek: Paradigma alamiah berasumsi

bahwa fenomena becirikan interaktivitas. Walaupun usaha penjajagan

dapat mengurangi interaktivitas sampai ke minimum, sejumlah besar

kemungkinan akan tetap tersisa. Pendekatan yang baik memerlukan


33

pengertian tentang kemungkinan pengaruh terhadap interaktivitas, dan

dengan demikian perlu memperhitungkannya.

Asumsi tentang hakikat pernyataan tentang kebenaran : peneleiti

alamiah cnderung mengelak dari adanya generalisasi dan lebih menyetujui

uraian rinci (thick description) dan hipotesis kerja. Perbedaan dan bukan

kesamaan yang memberi cirri terhadap konteks yang berbeda . Jadi jika

seseorang mendeskripsikan atau menafsirkan suatu situasi dan ingin

mengetahui serta ingin mencari tahu apakah hal itu berlaku pada situasi

kedua, maka peneliti perlu memperoleh informasi sebanyak-banyaknya

infromasi guna menentukan apakah dasar cukup kuat untuk mengadakan

pengalihan. Selanjutnya focus inquiry alamiah lebih memberikan

penekanan pada perbedaan yang lebih besar daripada persamaan. Di lain

pihak, paradigm ilmiah lebih mengacu pada dasar pengetahuan nomotetik

yang menitikeratkan pada pengembangan hokum-hukum yang umum.

Bagi para peneliti terutama peneliti awal, maka jelas ia akan

dipandu oleh seperangkat asumsi dasar tertentu. Bagi peneleiti kualitatif

seperangkat asumsi akan bermanfaat dalam memandu keseluruhan

tindakan serta perilaku penelitiannya.

Ditinjau dari sisi ini perbedaan paradigm penelitian kualitatif

/alamiah dan paradigm penelitian kuantitatif/ilmiah digambarkan berikut

ini:
34

PERBEDAAN PARADIGMA ILMIAH DAN PARADIGMA

ALAMIAH

Paradigma Ilmiah/Kuantitatif Paadigma ALamiah/Kualitatif


Asumsi: Asumsi:
1.Fakta social memiliki 1.kenyataan dibangunsecara
kenyataan obyektif social
2.menggunakan metode 2.mengutamakan bidang
3.variabel dapat diidentifikasi penelitian
dan hubungan dapat diukur 3.variable kompleks terkait satu
4.pandangan dari luar (etik) dengan yang lain dan sulit
Maksud : diukur.
1.generalisasi 4.pandangn dari dalam (emik)
2.prediksi
3.penjelasan kausal Maksud:
Pendekatan : 1.kontekstual
1.mulai dari hipotesis dan teori2.interpretasi
2.manipulasi dan control 3.memahami perspektif subyek
3.eksperimen Pendekatan:
4.deduktif 1.berakhir dengan hipotesis dan
5.analisis komponen teori grounded
6.mencari consensus nilai 2.muncul dan dapt digambarkan
7.mereduksi data dengan cara 3.peneliti sebagai instrument
indicator numerical 4.mencari pola
5.mencari pluralism,
Peranan Peneliti: kompleksitas
1.tidak terikat dan tidak harus 6.sedikit memanfaatkan indicator
menperkenalkan diri numeric
2.gambaran obyektif. 7.penulisan laporan secara
deskriptif.
Peranan Peneliti :
1.keterlibatan secara pribadi
2.penegertian emapatik

Paradigma Penelitian Sosial

Sebelum lebih dalam memaparkan paradigm yang dipakai

dalam penelitian social termasuk di dalam bidang ilmu/seni media rekam

terlebih dahulu akan disinggung tentang kondisi seni media rekam yang
35

bermuka ganda sehingga fakta yang ditemukan dapat ditelaah dari banyak

pandangan. Faktor-faktor yang harus diketahui karena pengaruhnya yang

cukup besar, dalam hal ini George Ritzer (1996:26) menyatakan :

1. Ontologis,

Yang dimaksud dengan ontologism adalah keberadaan obyek

tersebut. Posisinya diantara bidang ilmu yang lain. Dalam

bidang media rekam atau social obyek direkonstruksi oleh

individu sebagai peneliti

2. Epistemologis,

Yaitu bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan , secaa

kualitatif jarak anatara subye dengan obyek seolah-olah

dihilangkan

3. Aksiologis,

Yaitu memberikan nilai, penelitian adalah penilaian. Berbeda

dengan penelitian kuantitatif yang bebas nilai

4. Metodologis,

Yaitu keseluruhan proses penelitian termasuk metode, teori dan

teknik penelitian.

1. Paradigma Ilmiah

Paradigma ilmiah atau disebut juga paradigm positivistic juga disebut

dengan paradigm fakta social. Dalam paradigm ilmiah fenmena social


36

dipahami sebagai peristiwa atau kejadian alam lainnya. Oleh karena itu cara

kerja ilmu social dipersamakan dengan metode di dalam ilmu alam. Hal ini

menyebakan pada awlanya ilmu social sering disebut ilmu fisika social. Oleh

karena itu dalam mengungkap fenomena social digunakan pendekatan

positivistic dari Auguste Comte. Fenomena sosial harus dipahami dari

perspektif luar yang diartikan sebagai fenomena social harus dapat ditelah dari

teori-teori yang sudah ada.

Selanjutnya, ketika memahami reealitas , pardigma ilmiah atau

positivistic merujuk pada perspektif makro. Hal ini dikarenakan, pertama,

realitas dianggap sebagai suatu fenomena yang keberadaannya ditentukan oleh

fenomena yang lain. Oleh karena itu, investigasi ilmiah ditandai dengan

hubungan-hubungan sebab dan akibat. Sebagi contoh adanya kesenjangan dan

polarisasi ekonomi si kaya dan miskin mengakibatkan terjadinya perubahan

social sehingga norma-norma yang ada di masyarakat tidak lagi ditaati

sementara kaidah baru belum terbentuk. Kedua, aliran positivistic sanagt

menyakini bahwa realitas sosila dapat diklasifikasikan dalam symbol-simbol

dengan atribut tertentu. Ia juga menganggap realitas social dapat digambarkan

dengan symbol-simbol pula. Hampir semua symbol-simbol yang digunkan

berasal dari bahasa yang dipakai sehari-hari oleh karena itu memungkinkan

kita untuk menunjuk pada aspek-aspek tertentu yang telah ada atau yang telah

memiliki makna.

Penelitian paradigm positivistic sanagt menyakini bahwa kategori yang

ditempelkan dengan symbol dianggap sesautu yang pernah ada dan nyata serta
37

dapat digali secara empiric dengan cara membuat hipotesis dalam bentuk

hubungan sebab akibat antara variable. Untuk menguji hipotesis yang telah

dirumuskan mak variabekl-variabel tersebut dikonsepkan sedemikian rupa

sehingga dapat diukur. Hal ini dimulai dengan membuat definisi nomina yang

berbasis angka, definisi operasional, kemudian melakukan pengukuran dengan

teknik statistic.Hasilnnya ditemukan adanya derajat asosiasi dan derajat

korelasi yang dikemas dalam bentuk numeric.

Penelitian dengan paradigm ilmiah/positivistic mempunyai tujuan

antara lain: (1) untuk melakukan eksplanasi atau menjelaskan sesuatu

permasalahan (2) untuk melakukan eksplorasi atau penjajagan berupa

penyelidikan suatu masalah (3) untuk melakukan penggambaran atau deskripsi

(4) melakukan pengujian atau verifikasi proses kejadian atau hubungan antar

variable serta pola.

2. Paradigma Naturalistik

Nama lain dari paradigm naturalistic adalah paradigm alamiah,

paradigm non-positivistik, paradigm definisi social, paradigm kualitatif atau

paradigm mikro. Menurut Paul D Johnson (1994:54) menyebutkan bahwa

paradigm naturalistic dikemuakan dan dikembangkan oleh Max Weber dengan

mengembangkan sosiologi interpretive. Menurut Max Weber Sosiologi adalah

ilmu pengetahuan yang mencoba memberikan pemahaman interpretative

mengenai tindakan social. Selanjutnya dikemukakakn bahwa yang dimaksud


38

dengan tindakan social adalah semua perilaku manusia yang apabila dan

sejauh individu yang bertindak itu memberikannya arti subyektif.

Paradigma naturalistic atau paradigm mikro mempunyai aliran-aliran

sebagai berikut : fenomenologi, interaksi simbolik, etnometodologi dan

kebudayaan. Menurut Paradigma naturalistic, fenomena social tidak sama

dengan fenomena alam. Oleh karena itu, tidak tepat menggunakan metode

ilmu alam dalam ilmu social. Fenomena social dipahami dari perspektif dalam

/inner perspective / etik berdasarkan dari subyek pelaku. Penelitian dengan

paradigm naturalistic mempunyai tujuan untuk memahami makna perilaku,

symbol-simbol dan fenomena.

Penganut aliran paradigm naturalistic menganggap ealitas social yang

menjadi obyek penelitian tidak semestinya bersifat perilaku social yang kasat

mata. Tetapi ia meliputi keseluruhan makna budaya yang simbolis yang

terdapat di balik semua gerak-gerik tindakan manusia yang kasat mata itu.

Sementara itu sumber dari perilaku manusia itu, tidak berasala dari luar

individu sebagai actor dan semata-mata mengikuti hokum sebab akibat.

Sumber dari perilaku manusia bersumber dari dalam diri pribadi actor. Hal ini

mengakibatkan makna pengalaman individu juga berasal dari diri pribadi

actor.

Paradigma naturalistic menganggap masalah obyektifitas bahwa yang

obyektif tidak semata-mata ditentukan oleh peneliti berdasarkan teori atau

asumsi-asumsi tertentu yang telah diyakini kebenarannya. Hal ini dikarenakan


39

justru dapat mengandung ataumenimbulkan bias budaya. Yang disebut

obyekif adalah realitas sebagaimana yang dipahami dan dihayati oleh subyek

penelitian sehingga bukan sembarang subyektif, melainkan justru obyektif

menurut para subyek. Paradigma naturalistic juga beranggapan obyektif

disusun dari subyek-subyek secara bersama menilai obyek.

C. Metode Penelitian

Sebagaimana diungkap dalam maping di atas, bahwa metode berasal

dari gabungan bahasa Latin meta dan hodos . Meta memiliki arti menuju,

mengikuti, melalui, atau setelahnya, sedangkan hodos memiliki arti arah, cara,

atau jalan. Dalam terminologinya metode dapat diartikan sebagai cara atau

strategi yang digunakan untuk memahami realitas dalam terminologi lainnya

dapat diartikan sebagai rangkaian langkah yang sistematis untuk memecahkan

permasalahan.

Metode dapat dianggap sebagai alat yang mempunyai fungsi untuk

membantu menyederhanakan permaslaahan, sehingga lebih mudah untuk

dipahami dan dicaikan pemecahannya. Contoh-contoh metode antara lain

klasifikasi, deskripsi, komparasi, sampling, induksi, deduksi dan sebagainya.

Metode sering dicampuradukan dengan metodologi. Secara etimologi

metodologi berasal dari gabungan kata metodos dan logos yang berarti filsafat

ilmu mengenai metode. Dengan demikian yang dimaksud metodologi dalam

penelitian adalah prsosedur intelektual dalam totalistas komunitas ilmiah.

Prosedur yang dimaksud terjadi sejak peneliti menaruh minat tertentu,


40

menyusun proposal, menentukan model dan konsep, merumuskan

permasalahan mengumpulkan data dan lalu menganalisisnya dan akhirnya

menarik kesimpulan. Metodologi bukan kumpulan metode juga bukan

deskripsi mengenai metode tersebut.

Dalam penelitian terutama ilmu sosila yang didalamnya termasuk

budaya dan seni, ditemukan berbagai metode untuk mempelajari gejala social.

KamantoSunarto (2002: 223) menyatakan Metode penelitian dalam ilmu

social tidak selalu sama, karena ruang lingkup sasaran perhatianpara ahli ilmu

sosila tidak selalu sama, ada yang mempelajari fakta social (Emile Durkheim),

ada yang mempelajari Sistem Sosial (Talcott Parson) , Institusi Sosial (Emile

Durkheim ) dan ada yang mempelajari toindakan Sosila (Max Weber).

Dalam usaha mengumpulkan data yang dapat menghaslkan penemuan-

penemuan baru dalam ilmu social perlu diperhatikan tahap-tahap penelitian

yang saling berkaitan. Metode penelitian secara garis besar dan dianggap poko

adalah perumusan masalah, penyusunan disain penelitian, pengumpulan data,

analisis data dan penulisan laporan penelitian.

Metode-Metode Utama dalam Kuantitatif

1. Metode Survai

Yang dimaksud metode survai dalam penelitian adalah sutau jenis

penelitian yang didalamnya focus kajian dituangkan dalam sutau

daftar pertanyaan baku. Metode survey sudah lama digunkan ,

misalnya pada tahun 1880 Karl Marx mengirimkan daftar


41

pertanyaan ke 25 ribu buruh di seluruh wilayah Perancis. Suatu

daftar pertanyaan dalam metode survey pada umumnya memuat

pertanyaan tertutup serta subyek penelitian diminta memilih

jawaban yang telah disediakan oleh peneliti. Metode survey juga

memiliki kesamaandengan sensus, namun sensus yang menajdi

subyek penelitian adalah seluruh populasi. Misalnya semua kepala

rumah tangga di seluruh Indonesia sedangkan dalam metode

survey daftra pertanyaan diajukan pada subyek penelitian yang

dianggap mewakili populasi misalnya 5%.

2. Metode Observasi

Yang dimaksud dengan observasi atau pengamatan adalah suatu

metode penelitian non survey. Dengan metode observasi peneliti

mengamati secara langsung perilaku subyek penelitiannya. Dalam

kurun waktu yang relati lamapeneliti memperoleh banyak

kesempatan mengumpulkan data yang bersifat mendalam. Contoh

penggunaan metode ini yang terkenal anatara lain Parsudi Suparlan

(1984) yang mengamati seluk-beluk kehidupan gelandangan di

Ibukota Jakarta.

3. Metode Riwayat Hidup

Riwayat hidup merupakan metode dalam ilmu social yang berdasar

pada pengumpulan dan pengungkapan data yang penting mengenai

pengalaman subyektif. Kajian terhadap riwayat hidup dapat

mengungkapkan data baru yang belum terungkap. Contoh studi


42

dalam ilmu social yang menggunakan metode riwayat hidup adalah

Thomas dan Znaniecki (1966) yang berjudul The Polish Peasant in

Europe and America dan he Jack Roller yang mengisahkan

riwayat hidup di penjara anak-anak nakal.

4. Metode Studi Kasus

Dalam penelitian yang memakai metode studi kasus berbagai segi

kehidupan social kelompok tertentu secara menyeluruh. Penelitian

studi kasus yang menonjol adalah karya Robert Lynd dan Helen

Lynd tentang kehidupan masyarakat kota kecil di Amerika Serikat

yang mereka beri nama Middletown. Tujuan penelitian ini sanagt

luas karena mencakup segi mencari nafkah, pembentukan rumah

tangga, sosialisasi anak, penggunaan waktu luang, kegiatan di

bidang keagamaan dan kegiatan komunitas.

5. Metode content analysis

Suatu masalah penelitian dapat pula diungkapkan denagn jalan

menganalisis isi berbagai dokumen seperti, surat kabar, majalah,

dokumen resmi, maupun naskah saastra. Dari data yang terkumpul

dari berbagai sumber tersebut lalu dialihkan menjadi bentuk

numeric yang dapat dianalisis secara kuantitatif.

6. Metode Eksperimen.

Metode eksperimen ini lebih banyak digunakan di ilmu sosila

terutama seperti psikologi. Salah satu yang terkenal adalah studi

Michael Wolff tentang interaksi antara pejalan kaki di kala mereka


43

berpapasan di pusat kota. Metode eksperimen ini dilakukan

dengan membandigkan kelompok yang diberi perlakuan

(experimental group) dengan kelompok yang kelompokyang tidak

diberi perlakuan (control group). Kelompok yang diteliti harus

memiliki kesamaan karakteristik

7. Metode Deduktif.

Metode ini merupakan metode yang menggunakan proses berpikir

bermula dari pernyataan-pernyataan umum (premis mayor) menuju

ke pernyataan yang bersifat khusus (premis minor). Contohnya :

penelitia tentang minat siswa-siswa dan prestasi mereka. Hal ii

dimulai dari teori tentang minat , selanjutnya dilihat ke dalam

faktanya di lapangan bagaimana prestasi mereka.

Sementara itu metode-metode utama yang digunakan dalam

paradigm kualitatif/nonpositivistik antara lain:

1. Metode Historis

Metode ini merupakan metode yang menggunakan analisis atau

penyeldikan atas peristiwa masa lampau yang kemudia

dirumuskan menjadi prinsip-prinsip umum. Contohnya adalah

seseorang yang sedang meneliti akibat-akaibat dari sebuah

revolusi akan menggunakan bahan-bahan sejarah untuk

mendapatkan informasi terkait revolusi penting yang terjadi di

masa lampau.

2. Metode Komparatif.
44

Merupakan metode perbandingan antara berbagai macam

masayarakat serta segala bidangnya untuk memperoleh

persamaan-persamaan , perbedaan-perbedaan beserta seba-

sebabnya. Persamaan dan perbedaan tersebut tujuannya untuk

mendapatkan petunjuk mengenai perilaku masayakat pada

masa lampau dan masa sekarang , serta mengenai masyarakat –

masyarakat yang mempunyai tingkat peradaban yang sama atau

berbeda. Metode ini biasanya dikombinasikan dengan metode

sejarah sehingga menjadi metode historis.

3. Metode Induktif.

Merupakan metode yang menggunakan proses berpikir bermula

dari pengamatan terhadap kejadian yang khusus kemudian

ditarik kesimpulan secara umum. Contohnya : seorang peneliti

langsung melakukan pengamatan terhadap perilaku masyarakat

yang terasing setelah memperoleh data untuk diolah. Kemudian

dia menarik kesimpulan tentang pola-pola dalam

mempertahankan budaya suku terasing tersebut.

D. Teori-Teori dalam Penelitian Kualitatif

Sebagaimana telah digambarkan dalam maping di bagian awal ,

tampak bahwa teori merupakan sebuah kontemplasi manusia untuk

memahami apa-apa yang ada di sekitarnya, baik itu realitas, manusia

maupun alam raya. Teori berfungsi untuk mendudukan segala apa yang

diketahui manusia menjadi lebih sistematis dan metodologis. Beberapa


45

buku juga mengutarakan definisi teori, antara lain Doyle Johnson

menytakan teori adalah seperangkat pernyataan yang disusun secara

sistematis (1994:14), sementara itu, Margareth Poloma mengatakan teori

adalah seperangkat pernyataan yang secara sistematis saling berkaitan.

(1996:6) Lalu Fred Kerlinger menyatakan bahwa teori adalah seperangkat

konsep, definisi, dan proposisi yang saling berhubungan yang menyajikan

suatu pandanagn yang sistematis terhadap fenomena dengan menjabarkan

hubungan-hubungan dengan tujuan menjelaskan dan meramalkan

fenomena tersebut. (1998:19). Dengan demikian melalui sistematisasi,

teori mempunyai peran untuk merubah pengetahuan kita menjadi ilmu

pengetahuan bernilai ilmiah.

Teori jika dilihat lebih dalam berdasar proses pemerolehannya

terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu:

1. Teori Formal, yang dimaksud teori formal ketika peneliti

terlebih dahulu memanfaatkan teori yang sudah ada

sebelumnya. Teori formal bersifat deduksi dan apriori

2. Teori substantif yaitu ketika peneliti memanfaatkan teori yang

digunakan sendiri atau teori yang diperoleh melalui manfaat,

hakekat serta abstraksi data yang diteliti.

Teori dalam penelitian terutama kualitatif dikenal dalam

sistematika yan disebut sebagai landasan teori. Keberadaan landasan teori


46

dalam laporan penelitian menjadi sanagt penting untuk membantu

mensistematisasi segala pengeahuan peneliti menjadi ilmiah.

Secara khusus, landasan teoretis dari penelitian kualitatif itu

bertumpu pada pandangan fenomenologis. Fenomenologi menjadi dasr

landasan teoretis utama dengan didukung dengan beberapa teori yaitu

etnometodologi, interaksi simbolik dan kebudayaan.

Pada kebanyakan penelitian kualitatif teori yang mereka gunakan

dibatasi pada pengertian bahwa pernyataan sistematis yang berkaitan

dengan seperangkat proposisi/pernyataan yang berasal dari data dan diuji

kembali secara empiris. Penelitian yang lengkap dan baik akan

mendasarkan orientasi teoretisnya dan memanfaatkannya dalam

pengumpulan dan analisis data. Disini teori akan mampu menghubungkan

peneliti dengan data yang diperoleh.

1. Teori-teori Positivisme

Berikut teori-teori yang sering kali dimasukan ke dalam ranah

disiplin positivistik:

a. Teori Fungsionalisme

Teori Fungsional atau sering juga disebut teori

Fungsionalisme Struktural jika dibandingkan dengan teori

besar lainnya seperti Evolusi, maka ia lebih statis. Teori

fungsional Struktural memfokuskan pada suatu gejala di satu

waktu tertentu dan menanyakan tentang apa akibat bagi


47

kesatuan yang lebih besar. Fungsional sendiri oleh

pengikutnya diartikan sebagai “suatu konskuensi atau akibat

yang mantap”. Sementara itu, konsep struktural di sini

merujuk pada buku The Structure of Social Action yang ditulis

oleh tokoh sosiologi popular Talcott Parson yang merujuk pada

konsep structural sebagai tindakan orang perorang atau

kelompok orang ditentkan oleh struktur sosialnya. Unit analisis

yamg dipakai Parsion adalah individu dan kelompok nya.

Struktur social memiliki daya paksa terhadap individu.Struktur

social memiliki norma, tujuan dan logika seperti keseimbangn,

dan keteraturan.

Konsep struktur ternyata juga muncul dari derivasi

disiplin arsitektur yang merujuk pada suatu bangunan sebagai

tatanan fisik. Struktur selalu mengacu kepada unsure-unsur

yang bersifat tetap dan mantap. Struktur gedung misalnya

terdiri dari unsur fondasi , dinding dan atap yang masing-

masing bersifat mantap. Dalam ilmu social, struktur disini lebih

diartikan sebagai unsure-unsur dalam interkasi manusia baik itu

berupa hubungan antara individu, inteaksi antara individu dan

lembaga, atau interkasi antar lembaga. Interaksi tersebut terdiri

dari jaringan relasi social hirarkis dan pembagian kerja tertentu

yang didukung oleh peraturan-praturan dan nilai-nilai social

budaya. Contoh penelitian pertelevisian yang melibatkan


48

interaksi structural adalah proses produksi karya televise.

Unsur-unsur pendukung produksi seperti sutradara, kamera

person, penyunting, hingga tat a artistik baik itu busana

maupun cahaya. Struktur-struktur tersebut saling bekerja sama

mendukung keberhasilan sebuah produksi karya televise. Jika

salah satu struktur saja tidak nbeerja secara professional maka

hasil produksi karya televise akan tidak maksimal.

Selanjutnya, teori Fungsional–Struktural secara

simultan mempelajari fungsi dari struktur-struktur dan pranata

sosial dalam hidup bermasyarakat yang teratur dan stabil.

Setiap fenomena sosial mempunyai akibat- akibat yang

obyektif dan nyata. Baik berupa positif maupun negatif, baik

disadari maupun tidak .

Analisis teori fungsional ini dapat membantu menjawab

mengapa suatu kejadian sosial dipertahankan atau diubah.

Seperti pada penelitian tentang penentuan hak-hak dan

kewajiban-kewajiban diperlukan demi stabilitas dan pertahanan

diri masyarakat.

Tokoh Fungsional Struktural adalah Emile

Durkeheim (Eropa) dan Talcott Parson serta Robert K Merton

(Amerika) . Merton lebih mencirikan teori ini menjadi

tahapan-tahapan sebagai berikut :


49

a. Fungsional struktural mempunyai arti bahwa segala fenomena sosial

mempunyai konsekuensi dan terbuka bagi pengamatan empiris.

Fenomena eksistensi Televise Republic Indoensia (TVRI), yang

mempunyai cirri fungsional dalam masyarakat karena ia

memberikan alternatif sajian berupa kekhasan pemirsa (segmented

viewers) . Kelompok ini merasa TVRI berfungsi sebagai media

informasi budaya yang diyakini sesuai dengan hati dan rasa

pemirsa. Mereka termasuk kelompok yang setia meskipun pilihan

saluran lebih dari satu.

b.. Selanjutnya, yaitu fungsionalisme dalam masyarakat dibedakan

menjadi fungsi nyata ( manifest function ) apabila konsekuensi

tersbut disengaja atau setidak-tidaknya diketahui. dan fungsi

tersembunyi (latent function) apabila konsekuensi tersebut tidak

diketahui dan tidak disengaja demikian.

Letak penting Fungsi ini adalah : pertama, mampu memahamkan

antara yang irasional tetapi tetap berlangsung. Kedua, memperkaya

ranah sosiologi dan memperdalam pemahaman akan nilai.

Contoh Proses produksi film yang di lakukan di tempat tertentu

yang bersifat keramat seperti kraton atau puncak gunung,

sebelumnya dilakukan upacara tradisional, lebih dari itu, crew

produksi juga diberikan piranti khusus, meskipun tidak ada

rasionalisasi dari upacara dan pakaian tersebut tetapi ada fungsi


50

tersembunyi. Yaitu memperkuat identitas kelompok dan persatuan

yang lebih erat.

a. Fungsional tidak bersifat universalitas, terkadang ada hal-hal lain

yang sama sekali nonfungsional dan segmental.

b. Fenomena kemasyarakatan di sekitar kita secara sosio budaya

tidak selalu berfungsi baik dan positif bagi semua golongan.

c. Untuk menjadi fungsional struktural yang memenuhi prasarat

yaitu :

- Adapatasi (semua proses harus beradaptasi dengan sarana-sarana

seperti material, gagasan dan cita-cita supaya dapat hidup)

- kemungkinan pencapaian tujuan (harus ada tujuan bersama dan

anggota yang dapat mencapai tujuan tersebut)

- integrasi antara anggota-anggota (harus ada usaha yang melibatkan

dan mengkoordinasikan dalam keseluruhan sistem)

- kemampuan mempertahankan identitasnya terhadap goncangan

yang muncul. (berupa nilai-nilai budaya melalui enculturasion,

internalisation, serta commitment.

- Contoh penelitian pertelevisian dengan mengangkat topic / Televisi

Republik Indonesia (TVRI) dapat digunakan . Seberapa besar

TVRI masih menjalankan fungsinya idealnya sebagai televisi

pemerintah ?

- Data awal pemirsanya di perkotaan sangat sedikit, fungsi bagi

pemerintah atau pemirsa luas? (Donie Fadjar Kurniawan 2009: 55)


51

b. Teori Konflik

Tokoh yang paling popular di dalam teori konflik

adalah Karl Marx. Beberapa tokoh lain yang turut

membesarkan paham ini adalah Charles Darwin, Vilfredo

Pareto, Lewis Cose dan Ralf Dahrendorf. Karl Marx yang

hidup sejaman dengan Charles Darwin secara simultan

merumuskan pola pikir kehidupan manusia sebagai

struggle for life, survival for the fitness, natural selection

and progress.

Konflik dalam sosiologi dapat diartikan sebagai

perselisihan mengenai nilai-nilai berkenaan dengan status,

kekuasaan, kekayaan, dimana pihak-pihak yang sedang

berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh

sesuatu yang diinginkan tetapi juga memojokan, merugikan

bahkan menghancurkan.

Tidak seperti teori fungsional yang menekankan

pada keteraturan dan integrasi, maka teori konflik

menempuh cara lain. Keteraturan dan integrasi dalam

masyarakat dalam memainkan peranannya hanya

permukaannya saja. Pada hakikatnya mereka terbagi dalam

kubu-kubu yang saling melawan. Teori konflik

menyatakan bahwa sesuatu yang berharga yang


52

menimbulkan kepuasan hingga kekuasaan tidak dapat

dibagi merata kepada semua pihak.. Sehingga muncul

kelompok oposisi yang merasa tidak puas dan

menginginkan porsi yang lebih besar atau mencegah pihak

lain memperoleh atau menguasai.

Teori ini sangat dipengaruhi oleh Evolusi Sosial

Darwinisme seperti struggle for life, dan survival for the

fittnes.. Dan teori besar Karl Marx yaitu pertentangan kelas

borjuis dan proletar dalam menguasai alur produksi. Tokoh

teori konflik modern antara lain Lewis A. Coser dan Ralf

Dahrendorf.

Konsep kunci dalam teori konflik adalah

kepentingan. Orang yang berada dalam posisi dominan

berupaya mempertahankan status quo, sedangkan orang

yang berada sebagai sub ordinat berupaya merubah

keadaan. Konflik kepentingan ini selalu ada sepanjang

sejarah.

Penalaran teori konflik didasarkan pada :

1. Setiap masyarakat di segala bidangnya mengalami perubahan,

teori konflik melihat perubahan dan konflik merupakan suatu

sistem sosial (bandingkan dengan teori fungsional yang

menekankan keteraturan masyarakat)


53

2. Berbagai elemen masyarakat berperan menyumbang terhadap

disintegrasi dan perubahan (fungsional : setiap elemen

masyarakat berperan menjaga stabilitas)

3. Bentuk keteraturan dalam masyarakat berasal dari pemaksaan

dari yang berada di atasnya (masyarakat secara informal diikat

oleh norma dan nilai)

4. Peran kekuasaan dalam memperhatikan ketertiban (

memusatkan pada kohesi yang diciptakan oleh nilai-nilai

bersama.)

Strategi Pemecahan Konflik (Pruitt dan Rubin)

b. Contending, yaitu Semata-mata menuruti kemauan satu pihak saja

dan tidak menghiraukan pihak lain, seperti hukuman, serangan,

ancaman.

c. Problem solving, yaitu mencari pemecahan dengan

mengembangkan aspirasi bersama dan konsiliasi/feeling friendly.

d. Yielding yaitu menemukan aspirasi keinginan yang berwujud

konsensi parsial.

e. Inactive yaitu kedua pihak berusaha menghentikan dan mencegah

konfrontasi yang bersifat sementara

f. Withdrawing, yaitu kedua belah pihak berusaha menghentikan dan


menarik konfrontasi yang bersifat permanen
54

2. Teori- Teori Naturalistik

Teori- teori yang termasuk ke dalam disiplin paradigm penelitian

kualitatif cukup banyak jumlahnya. Sifat paradigm kualitatif yang lentur

dan terbuka menakibatkan teori-teori yang digunakan memungkinkan

untuk saling silang, bertumpuk satu dengan yang yang lain. Sejalan

dengan sifat paradigmanya , hal ini bukan merupakan kelemahan

melainkan relaitas social itu sendiri yang multi perspektif.

a. Teori Interaksi Simbolik

Pendekatan atau sebagian besar sarjana menyebut teori Interaksi

Simbolik berpusat di Amerika berupa prestasi ilmiah dari sang guru

dengan murid, George Herbert Mead dengan Herbert Blummer.

Mereka beranjak pada pandangan bahwa dunia social mempunyai

keunggulan daripada lainnya karena dari sinilah timbul pikiran,

kesadaran dan interaksi dalam masyarakat. Dalam Mind , Self and

Society yang menjadi salah satu buku pegangan terpenting dalam

Sosiologi kontemporer, Mead menegaskan bahwa yang pertama adalah

social group sebagai aktivitas yang kompleks. Selanjutnya berkembang

ke pada tiap-tiap individu yang mulai memikirkan keberadaannya,

hingga kesadaran pribadinya. (1996: 333-5) Mead berkutat pada empat

premis pijakan yaitu stimulus, perception, manipulation, consummation.

Kempat pijakan ini dapat dilihat dalam penelitian pertelevisian. Ketika

Mead mengambil contoh hunger / kelaparan maka dalam penelitian

pertelvisian dapat diangkat contoh infotainment. Stimulus berupa rasa


55

ingin tahu tentang abar dari selebritis atau artis yang sedang terkenal.

Berikutnya stimulasi tersebut akan membawa inner state of the actor/

dorongan dari dalam actor untuk mencari pemuas dari rasa

keingintahuan tersebut. Pada tahap ini implus terkait dengan

lingkungannya. Bagaiman rasa lapar muncul dan rasa keinginan

terhadap berita melalui ‘infotaiment’ selalu melibatkan actor dengan

lingkungannya.

Pada tahap kedua, persepsi, actor mulai mencoba untuk mencari,

meneliti dan bereaksi terhadap stimulus. Pada contoh hunger , actor

dapat menerapkan persepsi : mencium, mencicipi, merasakan hingga

makan. Dalam infotaimnet, actor dapat mendengar, mencari , hingga

menonton.

Pada tahap ketiga ‘manipulation’ berupa proses mental. Disini

actor berada dalam posisi menilai/memanipulasi stimulus. Rasa lapar

digambarkan sebagai suasana dihidangkan setumpuk berisi berbagai

jamur. Untuk dapat menikmatinya, manusia harus memanipulasi jamur

sehingga enak untuk dimakan. Demikian juga ‘ infotainment’ . Aktor

harus melakukan manipulasi erhadap acara infotainment supaya layak

untuk diminati. Lebih dari itu infotaonment juga dipilih dan dipilah

sejalan dengan tujuan aktor dan jenis berita dalam infotainment sendiri.

Pada tahap keempat consummation. Mead menjelaskan sebagai

tahapan dimana actor melakukan tindakan unuk memuaskan hasratnya/


56

satisfies the original impulse. Rasa lapar dan setumpuk jamur

mengakibatkan actor dalam posisi konsumasi yaitu makan sedikit dan

selektif. Aktor dapat terpuaskan rasa lapar tetapi ia dapat menolak hal-

hal yang berbahaya. Demikian juga infotainment. Aktor dapat

mengkonsumasi semua acara infotainment. Mereka harus menolak dan

membuang infotainment yang berbahaya, dan tidak dibutuhkan.

Tonggak teori interaksi simbolik mencapai punyaknya di tangan

sang murid Herbert Blummer. Istilah interaksi simbolik diderivasi dari

aliran pragmatisme bahwa manusia merupakan produk social tetapi

mereka sanggup menggunakan kreatiitas dan memiliki ‘tujuan’.

Blummer melengkapi sekaligus mempertajam pijkan yang diberikan

Mead bahwa manusia dalam bertindak dan berperilaku berdasarkan

makna dan arti tindakan itu bagi dirinya. Manusia bertindak dengan

melalui symbol dan proses interaksi social

Blummer merumuskan tindakan manusia ke dalam :

a. Human beings act toward thing on the basis of the

meaning that the thing have for them.

b.The meaning of such thing is derived from the social

interaction that one has with fellow.

c. The meanings are handled and modified through

interpretive process used by the person in dealing with the

thing.
57

http://www.answer.com/topic/symbolic-interactionism

Dari uraian tersebut tampak pendekatan interaksi simbolik

menyakini bahwa manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar

makna bagi dirinya, selanjutnya makna tersebut berasal dari

interaksi tiap-tiap individu dengan lingkungan sekitarnya, terakhir

makna tersebut dibentuk dan disesuaikan dengan proses penafsiran

interpretasi. Sehingga peranan penyampaian makna/meaning

menjadi pokok kajian aliran interaksionis.

Dalam sumber lain Ritzer ( 2003 : 347-363) ditambahkan

bahwa teori interaksi simbolik mendasarkan pada :

1. Capacity for thought: each human being has his own capacity

to think. Menurut Ritzer manusia dibelaki kemampuan untuk

berfikir

2. Thinking and interaction, the capacity to think is produced by a

process of interaction. Kemampuan berpikir tersebut dibentuk

melalui proses interaksi dengan lingkungannya.

3. Learning meanings and symbols, among his social interaction

human being learn about the meanings and the symbols, and

guiding to optimize the learning. Selanjutnya melalui proses

interaksi social, tiap-tiap individu mempelajari makna dan symbol

yang memandu mereka mengoptimalkan kemampuan berpikir

tersebut.
58

4. Action and interaction, by learning the meaning and symbol

human being does action and interaction. Tiap-tiap individu

melakukan aksi dan interaksi melalui pembelajaran.

5. Making choice, human being is a creative therefore he/ she

can change, modify and determine what are their choices.

Manusia adalah makhluk kreatif sehingga mampu melakukan

modifikasi dengan kreatifitasnya dan menentukan sesuatu sesuai

dengan keinginan dan pilihannya.

6. The self and the work, human being can develop some self –

feeling such as pride as a result of our imagination others

judgment. And he/she is allowed to judge the advantage and

disadvantage then decide it into the work. Manusia dapat

mengembangkan kemamuan dirinya sehingga memungkinkan

mereka menguji serangkaian peluang dan menilai sisi baik maupun

sisi buruknya untuk kemudian dapat menjatuhkan pilihan.

7. Group and society, the action and interaction are interrelated

one another which are happened in group and society. Hubungan

antara aksi dan interaksi sangat erat, hal demikian terjadi dalam

kehidupan kelompok dan masayarakat mereka.

Dari pandangan tersebut di atas dapat ditarik beberapa

contoh penelitian pertelevisian yang dapat dianalisis melalui teori

interaksi simbolik, kasus infotainment seperti ulasan tersebut di


59

atas. Atau penelitain tentang eksistensi televise pemeriitah (TVRI)

sekarang ini dapat di analisis melalui pendekatan interaksi

simbolik. Bagaimana masyarakat Indonesia memberikan makna

terhadap eksistensi TVRI. Kelompok masyarakat yang mana yang

memberikan perhatian lebih, apakah kaum muda, atau golongan

dewasa/ orangtua, apakah lapisan perkotaan atau pedesaan,. Atau

seberapa penting kreativitas mahasiswa di Surakarta memberikan

makna terhadap acara-acara TVRI? Memberikan jawaban terhadap

hipotesis awal bahwa acara-acara TVRI tidak menarik perhatian

mahasiswa se Surakarta.

b. Teori Fenomenologi

Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani

pahainomenon yang secara etimolois diartikan sebagai ‘apa yang

telah menampakan diri’ sehingga hal itu nyata bagi kita. Secara

terminologis fenomenlogi merupakan cabang ilmu filsafat

eksitensialis yang menitikberatkan pada ajakan untuk kemablai

kepada hal-hal itu sendiri. Tokoh dari teori fenomenologi adalah

Edmund Husserl (1859-1938). Dalam memahami sesuatu ,

fenomenologis menghendaki kepada keaslianyang mendasar.

Untuk mendapatkan keaslian yang mendasar tersebut ,

fenomenologi menyarankan dua langkah penjabaran yaitu

pertama, fenomena diselidiki hanya sejauh mana disadari secara

langsung dan spontanyang berlainan dengan kesadaran sendiri.


60

Kedua, fenomena diselidiki hanya sejauh mereka merupakan

bagian dari dunia yang dihayati sebagai keseluruhan (live world)

tanpa menjadi obyek yang terbatas.

Dalam paradigma penelitian kualitatif, teori fenomenologi

diguakan dalam berbagai bidang kajan. Seperti contoh kajian

keagamaan, yaitu fakta religious dapat bersifat historis, sosiologis,

ataupun psikologis. Peneliti fenomenologi tidak mempelajari

tentang masyarakat melainkan belajar kepada masyarakat. Dalam

rangka to learn from the people inilah peneliti fenomenologis perlu

memahami bahasa, kebiasaan dan watak orang-orang yang semua

itu membutuhkan pemahaman, verifikasi, klarifikasi, tidak hanya

kepada orang lain tetapi juga subyek penelitian.

Lebih lanjut Husserl menyatakan fenomenologi

menganggap dirinya sebagai suatu pengetahuan terdisiplin tentnag

kesadaran dari perspektif pertama seseorang.

Fenomenologi memiliki riwayat yang cukup panjang dalam

penelitian kualitatif di bidan ilmu social termasuk psikologi dan

sosiologi yang Nampak dalam beberapa cirri pokok nya, antara lain

1. Fenomenologi cenderung mempertentangkan dengan

naturalism yaitu yang disebut obyektivisme dan

positivism yang telah berkembang sejak zaman

renaisans dalam pengetahuan modern dan teknologi


61

2. Fenomenologi cenderung memastikan bahwa kognisi

yang mengacu pada apa yang disebut sebagai evidens (

bukti) yritu kesadaran tentang keberadaan benda itu

sendiri dan yang berbeda dengan lainnya.

3. Fenomenologi cenderung mempercayai bahwa bukan

hanya sesuatu benda yang ada di dalam dunia alam dan

budaya.

Dalam konteks kemuthakhiran, fenomenologi menyelidiki

pengalaman kesadaran yang berkaitan dengan pertanyaan

bagaimana sesusatu hal ini diklasifikasikan?.

Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha untuk

memahami arti sebuah peristiwa dan kaitannya terhadap orang-

orang dalam situsi tertentu. Yang ditekankan dalam aliran

fenomenlogis ialah aspek subyektif dari perilaku sesorang.

Penelitian fenomenologis memberikan pemahaman dengan

dasar empati. (Weber menyebutnya Verstehen). Hal ini berarti

peneliti memperlihatkan pemahaman terhadap tingkah laku orang

lain yang meliputi pengalaman, pikiran, emosi, ide-ide,

berdasarkan pengalaman dan tingkah laku dirinya sendiri. Itulah

sebabnya penelitian fenomenologis sangat mengandalkan metode

penelitian partisipatif supaya peneliti dapat memahami tindakan

dari dalam.
62

c. Teori Etnometodologi

Etnometodologi mempuyai akar kuat pada disiplin

sosiologi mikro dan antropologi. Tokoh yang paling berjasa dalam

mengembangkan teori ini adalah Harold Garfinkel yang menulis

buku induk berjudul Studies in Ethnometodology (1967).

Ethnometodologi merupakan bagian dari paradigm naturalistic,

oleh karena itu tentu saja bersinggungan dengan fenomenologi dan

interaksionisme simbolik.

Lebih lanjut, Garfinkel menyimpulkan bahwa studi

etnometodologi berarti kita menaruh perhatian pada bagaimana

memahami rasionalitas kehidupan sehari-hari melaui ungkapan-

ungkapan indeksikal yang diterapkan secara mekanik dalam

kehidupan masyarakat.

Ahli lain , Bogdan dan Biglen menyatkan istilah

etnometodologi dijumpai ketika Garfinkel mempelajari arsip silang

budaya di Yale University yang memuat kata-kata seperti

etnomatoni, etnomusik dan etnoastronomi. Istilah-istilah seperti

itu mempunyai arti bagaimana warga suatu kelompok memahami,

menggunakan, menata segi-segi lingkungan mereka.

d. Teori Semiotika
63

Secara etimologis semiotika berasal dari bahasa Yunani yaitu

dari akar kata seme yang mempunyai arti penafsir tanda. Semiotika

juga bisa dirujuk dari bahasa Latin yaitu dari akar kata semion yang

berarti tanda. Dari kedua pendekatan asla-usul tersebut dapat diambil

titik temu bahwa kar kata semiotika bertemu dalam konsep makna

suatu tanda. Dala penegrtian yang lebih luas, terminologis semiotika

dapat diartikan sebagai suatu studi sistematis mengenai produksi dan

interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya, serta apa manfaatnya

untuk kehidupan manusia.

Untuk menentukan makna suatu karya teori semiotika harus

dipersatukan dengan analisis structuralis di atas. Hubungan ini saling

menguatkan yaitu sebagai bentuk cara kerja dan prosesnya terhadap

makna karya.

Kehidupan manusia dipenuhi dengan tanda-tanda ataupun

symbol-simbol. Mereka berfungsi sebagai perantara supaya kehidupan

lebih efisien. Dengan perantara tanda dan symbol manusia dapat

berkomunikasi dengan sesamanya. Dengan tanda dan symbol pula

pemahaman yang lebih baik terhadap dunia sehingga manusia dijuluki

homo semiotics.
64

BAB III

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF

Pokok Bahasan : Paradigma penelitian kualitatif, segi dalam penyusunan teori.

Tujuan Instruksional Khusus : Menjelaskan secara singkat pengertian dan


penerapan paradigma kualitatif.

Sebelum secara lebih mendalam membahas karakteristik penelitian

kualitatif, terlebih dahulu, akan ditunjukkan kondisi penelitian di lingkungan

lembaga perguruan tinggi seni pada umumnya dan terutama media rekam pada

khususnya. Hampir semuanya dan tampaknya bisa dikatakan seratus prosen

laporan tugas akhir mahasiswa jurusan seni media rekam khususnya dan bidang

seni umumnya menggunakan paradigma penelitian kualitatif. Hal ini sanagt

mungkin dikarenakan kelebihan karakteristik penelitian kualitatif yaitu

kelenturan proses peneleitiannya sehingga mampu menemukan kenyataan dengan

nuansa yang memiliki makna yang kuat sebagi kesatuan yang utuh dari beragam

unsure di lapangan studinya.

Pada bagian ini, beberapa buku utama yang menjadi sumber penulisan

antara lain: Metodologi Penelitian Kualitatif (2002) karangan HB.Sutopo,

Metodologi Penelitian Kualitatif (2006) tulisan Lexy J Moleong, Studi Kasus:

Desain dan Metode (1997) karangan Robert K. Yin , Basics of Qualitative

Research : Grounded Theory, Procedures and Technique. (1990) tulisan Strauss,

Anselm and Juliet Corbin. dan terjemahan dalam dua versi tahun 1997 serta 2003.
65

Di samping buku-buku pendukung seperti dalam daftar pustaka bagian akhir

tulisan ini.

C. Karakteristik Penelitian Kualitatif


Sebagaimana telah sedikit disinggung di awal buku ini untuk melakukan

penelitian yang melandaskan dirinya pada sisi ilmu pengetahuan ilmiah maka

peneliti harus berlandaskan kepada paradigm yang menenkankan pada

keyakinannya yang didukung oleh beragam teori yang memperkuat. Paradigma

dan teori yang tepat tersebut secara kuat menjadi dasar dan membentuk

metodologi penelitian dengan berbagai karakteristik yang pasti berbeda dengan

paradigm dan teori yang lain juga.

Peneliti seharusnya mengenal dan memahami karakteristik penelitian

kualitatif sehingga ia akan mudah untuk mengambil arah dan jalur yang benar

baik ketika memilih topic penenlitian , menyusun proposal melakukan

pengumpulan data, serta menganalisisnyahingga pada tahap mengembangkan

laporan studinya. Sebaliknya minimnya pengetahuan dalam mengenal dan

memahami karakteristik tersebut akan sanagt mudah membawa pada terjadi

ketersesatan berpikir secara konseptual dan pemilihan beragam bentuk tekis dalam

pelaksanaan penelitian. Hal ini dikarenakan kemungkinan besar akan terjadi

pencampurdukan antara penggunaan metodologi yang berbeda dalam satu

kegiatan. Berangkat dari bercampuraduknya metodologi tersebut akan berakibat

pada hasil penelitian yang tidak bagus.


66

Sepanjang perjalanan perkembangan penelitian kualitatif selama ini

karakteristik paradigm peneleitian kualitatif selalu tampak ada. Karakteristik

tersebut adalah :

1. Natural setting

Penelitian kualitatif selalu diarahkan pada kondisi asli dan apa adanya dari

subyek penelitian tersebut. Kondisi subyek penelitian sama sekali tidak dijamah

oleh perlakuan treatment tertentu yang dikendalikan secara ketat oleh peneliti. Hal

ini yang membedakan dengan penelitian dengan paradigma kuantitaif diman

eksperimen selalu berbarengan dengan perlakuan yang ketat.

Penelitian kualitatif melakukan peneliitian pada latar alamiah. Hal ini

dikarenakan paradigm kualitatif menghendaki adanya kenyataan –kenyataan

sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisah-pisah dari konteksnya.

Kemudian, koneks sangat menentukan dalam menetapkan apakah suatu penemuan

mempunyai arti bagi konteks lainnya. Serta, untuk keperluan pemahaman maka

pengamatan yang mempengaruhi apa yang dilihat sehingga hubungan penelitian

harus mengambil peran dan tempat pada eutuhan konteks.

Contoh kegiatan penelitian berlatar alamiah dalam penelitian tindakan

partisipatif (participatory action research) yaitu beragam kegiatan penelitian yang

dilakuka secara langsung bersumber dari subyek yang diteliti. Artinya peneleiti

hanya berfungsi sebagai motivator dan pendamping atau fasilitator bagi

berlangsungnya kegiatan tersebut. Contoh berikutnya yang lebih sederhana ketika

meneliti mahasiswa fakultas kedokteran berarti peneliti mengikuti mahasiswa


67

sebagai subyek penelitiannya ke dalam ruang kuliah, laboratorium, atau rumah

sakit.

2. Permasalahan Terkini

Penelitian kualitatif mengarahkan kegiatannya secara dekat kepada

permasalahan terkini . Kepentingan pokoknya diletakan pada eristiwa nyata dalam

dunia atau kondisi seasli mungkin, bukan sekedar pada secarik laporan yang telah

ada. Subyek peristiwa yang diteliti adalah subyek masa kini dan bukan subyek

yang kadaluwarsa. Dengan demikian, penelitian kualitatif mempunyai sifat

empiris dengan sasaran penelitiannya yang berupa beragam permasalahan yang

terjadi pada masa kini. Penelitian sejarah masa lampau serta penelitia filosofis

yang biasanya merupakan penelitian kepustakaan meski menggunakan pola pikir

kualitatif dari aspek kekinian permasalahannya, sering dianggap sebagai

penelitian kualtatif dengan sasaran khusus.

3. Laporan Deskriptif

Penelitian kualitatif melibatkan proses kegiatan secara nyata. Data yang

dikumulkan terutama berupa kata-kata , kalimat atau gambar-gambar yang

memiliki arti lebih dari sekedar angka atau frekuensi. Peneliti menekankan catatan

yang menggambarkan situasi yang sebenarnya untuk mendkung penyajian data.

Sehingga dalam mencari pemahaman penelitian kualitatif cenderung tidak

memotong halaman cerita dan data lainnya dengan symbol-sinbol angka. Peneliti

berusaha menganalisis data dengan semua kekayaan wataknya yang penuh

nuansa, sedekat mungkin dengan bentuk aslinya seperti pada waktu pengumpulan
68

data. Hal ini tidak saeperti penelitian kuantitatif yang cenderung menggunakan

bahasa proposisi yang bersifat ‘de facto’ yang merupakan reduksi kualitas an

realitas yang penting untuk diketahui. Bahasa proposisi adalah suatu indicator

utama atas kualitas yang tidak mampu menangkap beragam nuansa perbedaaan,

tidak sekedar perbedaan hitam-putih. Padahal dalam hubungan antar manusia

nuansa adalah berperan sanagt penting. Sifat kualitatif lebih cocok untuk

menghadapai realitas yang jamak, multi perspektif untuk mendapatkan kedalaman

makna.

4. Peneliti sebagai Instrumen Penelitian Utama

Berbagai alat pengumpul data sanagt mungkin dapat kita pakai dalam

penelitian. Tetapi alat penelitian yang paling utama adalah peneliti sendiri.

Penggunaan instrument yang kaku dalam penelitian kuantitatif sanagt

menyulitkan bagi terjadinya kelenturan sikap penelitian kualitatif yang selalu siap

terbuka dan menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru dan berubah. Berkaitan

dengan peneliti sebagai instrument utama maka dalam penelitian kualitatif ada

keyakinan bahwa hanya manusia yang mampu menggapai dan menilai makna dari

berbagai nteraksi. Instrumen pengumpul data yang biasanya dikenal seperti

pedoman wawancara, daftar pertanyaan dan alat ukur lainnya kedudukannya

hanya sebagai alat pendukung yang digunakan oleh peneliti.

5. Purposive Sampling

Penelitian Kualitatif tidak memilih sampling (cuplikan) yang bersifat acak

(random) yang merupakan alat sampling yang paling jamak dignakan dalam

penelitian kuantitatif. Tetapi teknik cuplikan cenderung bersifat purposive


69

karrena dipandang akan lebih mampu menangkap kelengkapan dan kedalaman

data di dalam menghadapai realitas yang tidak tunggal. Pilihan sampel diarahkan

pada sumber data yang dipandang memiliki data yang penting yang berkaitan

dengan permaslaahan yang sedang diteliti. Cuplikan jenis ini memberikan

kesempatan maksimal pada kemampuan peneliti untuk menyusun teori yang

dibentuk dari lapangan (grounded research) dengan juga memperhatikan kondisi

local dengan kekhususan nilai-nilai idiografis. (Grounded research adalah teknik

penelitian yang dikembangan Bernie Glasser dan Anselm Strauss yang meneliti

tingkat kematian yang terus meninggi menimpa pasien golongan kelas bawah di

Perancis). Teknik cuplikan dalam penelitian kualitatif sering juga disebut dengan

‘internal sampling’ karena ia sama sekali tidak dirahakan untuk melakukan

generalisasi pada populasi tetapi untuk mendapatkan kedalaman studi. Cuplikan

ini bukan mewakili populasinya tetapi mewakili informasinyasehingga bila

generalisasi terpaksa harus dilakukan maka arahnya cenderung sebagai

generalisasi atas teori.

6. Tacit Knowledge

Penelitian dengan paradigma kualitatif sanagt mendukung pemanfaatan

pengetahuan yang bersifat intuitif dan dirasakaan sebagai tambahan pengetahuan

yang proposional. Hal ini dikarenakan seringkali nuansa realitas yang tidak tungal

dapat dipahami hanya dengan cara ini, dan kebanyakan interkasi peneliti dengan

yang diteliti terjadi pada tingkat ini.


70

Pengetahuan (Michael Polanyi menyebutnya tacit dimension yang dapat

diartikan sebagai sesuatu yang tersembunyi dalam ilmu pengetahuan) jenis ini

juga mencerminkan secara adil dan akurat nilai-nilai penelitinya. Oleh karena itu,

dalam proses pengumpulan data, peneliti kualitatif tidak hanya mencatat berbagai

hal yang dinytakan secara verbal formal tetapi juga mencatat berbagai hal yang

dirasakan dan ditangkap secara intuitif oleh peneliti. Semuanya akan tercermin

dalam data pada bagian deskripsi dan refleksinya. Berbagai hal yang awalnya

dapat dtangkap secara intuitif harus dipandang sebagai petunjuk untuk

mengusahakan secara lebih teliti seta menelusuri mengenai apa saja yang

dirasakan sehingga ditemukan kenyataan yang sebenarnya. Dengan demikian

pengetahuan intuisi bukan data melainkan petunjuk dari hal yang tidak jelas.

7. Makna Sebagai Perhatian Utama Penelitian

Penelitian kualitatif memusatkan pada apa yang disebut dengan

participant’s perspective atau people point of view. Penelitian ini menghindarkan

diri dari merumuskan makna sesuatu dari dalam konteksnya berdasarkan

pandangan peneliti sendiri. Dalam proses pengumpulan data, peneliti sangat

memperhatikan proses bagaimana sesuatu itu terjadi karena makna sesuatu itu

dipengaruhi proses bagaimana sesuatu itu terjadi. Sesuatu yang diperoleh dengan

perjuangan yang berat akan dipandang lebih bermakna dibandingkan dengan

sesuatu yang sama tetapi hasil dari pemberian. Dengan kata lain penelitian

kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau hasil semata.

Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses dikarenakan oleh

hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati
71

dalam proses. Peneliti juga menekankan pada pertanyaan pertanyaan: asumsi apa

yang telah diajukan oleh orang tentang kehidupan mereka sendiri. Bagaiman

mereka menafsirkan pengalamanya, dan membentuk dunia social mereka dalam

kehidupannya? Bagaimana orang merundingkan makna?

Manfaat yang diperoleh ketika peneleitian kualitatif menekankan pada

proses adalah penelitian pendidikan dalam menjelaskan prediksi pencapaian diri

seperti tampak pada telaah sikap guru terhadap karakteristik siswa-siswanya.

Peneliti mengamati dalam hubungan kegiatan sehari-hari, kemudian menjelaskan

tentang sikap yang diteliti. Dengan kata lain peranan proses besar sekali.

8. Analisis Induktif

Penelitian kualitatif menekankan pada analisis induktif bukan analisis

deduktif. Data yang telah dikumpulkan bukan dimaksudkan untuk mendukung

atau menolak hipotesis yang telah disusun sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk

menyusun abstraksi sebagai kekhususan yang telah terkumpul dan dikelompokkan

dalam proses pengumpulan data. Teori yan dikembnagkan dimulai dari lapangan

yang terpisah-pisah sehingga atas bukti yang terkumpul dan saling berkaitan.

Dengan demikian peneliti asuk ke dalam lapangan studinya dengan sangat netral.

Analisis data dengan cara induktif dapat digunakan dengan baik

dikarenakan pertama, proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-

kenyataan yang jamak, kedua, analisis induktif lebih dapat membuat hubungan

peneliti dengan responden menjadi eksplisit dapat dikenal dan akuntable, ketiga,
72

analisis induktif lebih dapat menguraikan latar belakang secara penuh dan dapat

membuat keputusan-keputusan tentang dapat/tidaknya pengalihan pada suatu latar

lainnya. Keempat, analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama

yang mempertajam hubungan –hubungan, kelima, analisis induktif lebih dapat

memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik.

9. Holistik/KOmprehensif

Penelitian kualitatif cenderung selalu holistic. Hal ini berarti cara pandang

berbagai maslah selalu di dalam kesatuannya, tidak terlepas dari kondisi yang lain

dan menyatu dalam suatu konteks. Berbagai variable/konsep memiliki arti atau

makna yang lengkap bila mana kondisinya dikaitkan dengan kesatuannya. Dalam

pengertian holistic, variable sebab/ independent variable tidak dapat dipisahkan

dengan variable akibat /dependent variable. Mereka saling berhubungan dan

membentuk kesatuan yang tidak terpisahkan.

Dalam proposal penelitian , peneliti sudah menentukan focus pada variable

tertentu. Namun demikian, peneliti tidak melepas dari variable pilihan dari sifat

holistiknya. Sehingga bagian-bagian yang diteliti tetap diusahakan dalam posisi

saling berkaitan guna menemukan makna yang lengkap.

10. Disain Penelitian Bersifat Lentur


73

Disain penelitian disusun secara lentr dan terbukauntuk dapat disesuaikan

dengan kondisi sebenarnya yang dijumpai di lapangan studi. Penelitian kualitatif

tidak menerima disain peneitian yang ditentukan sebelunya secara kaku dan

apriori. Hal ini untuk mengantisipasi relaitas yang tidak tunggal serta berbagai

permaslaahan yang mungkin muncul yang sebelumnya tidak diketahui. Dalam hal

ini, biasanya peneliti melakukan terlebih dahulu studi awal atau pilot study dalam

rangka menyusun proposal penelitiannya meskipun tidak menjamin dengan apa

yang benar-benar ditemukan di lapangan studi nantinya.

Susunan proposal penelitian dengan disainya yang masih bersifat garis

besar dan tetap dalam posisi spekulatf, dengan catatan bahwa apa yang telah

dirumuskan dalam proposal tetap akan disesuaikan dengan kondisi di lapangan

penelitian. Keterbukaan disain ini juga sudah terlihat dari teknik pengumpulan

datanya dengan jenis sampling yang ‘purposive’.

Mengingat sifat disain penelitian yang lentur sehingga penelitian kualitatif

tidak berpola linear seperti pada kuantitatif, melainkan cenderung menggunakan

pola penelitian siklus. Dengan pola siklus, peneliti memiliki kekebebasan untuk

mengulang kegiatan yang sudah dilakukan guna mendapatkan kemantapan, atau

mengubah hal-hal yang tidak tepat untuk disesuaikan dengan kenyataan

konteksnya.

Disain penelitian kualitatif juga bersifat terus menerus disesuaikan dengan

kenyataan di lapangan. Hal ini memiliki manfaat pada beberapa hal seperti

pertama, tidak dapat dibayangkan tentang kenyataan yang jamak di lapangan,


74

kedua, tidak dapt diramlkan apa sajayang berubah selama di lapangan , ketiga,

bermacam-macam system nilai yang terkait berhubungan dengan cara yang tidak

dapat diramalkan.

11. Negotiated Outcomes

Penelitian kualitatif cenderung untuk merundingkan makna dan

inerpretasi dengan narasumber utamanya ( keynote informant review). Hal ini

dikarenakan bentukan realitas yang akan disusun oleh peneliti berasal darinya.

Oleh karena itu hasil penelitiannya sanagt tergantung pada kondisi dan kualitas

hubungan peneliti dengan yang diteliti. Selainitu, untuk pemantapan hasil akhir

juga dapat dilakukan dengan jalan berdiskusi dengan para peneliti lain. Hal ini

sering disebut dengan kegiatan ‘member check’ yang perannya sama dengan

pembahasan bersama informan kunci tersebut. Usaha seperti ini bukan

merupakan kelemahan metodologis tetapi salah satu upaya meningkatkan validitas

penelitian dengan berdasarkan bahwa realitas selalu multiperspektif dan

menghasilkan intersubyektif.

Proses negosiasi hasil akhir ini memiliki beberapa tujuan yaitu pertama,

realitas dan susunannya berasal dari narasumber ,kedua, hasil penelitian

tergantung pada hakikat dan kualitas hungan antara peneliti dengan yang diteliti,

ketiga, konfirmasi hipotesis kerja akan menjadi lebih baik apabila diketahui dan

dikonfirmasikan oleh mereka yang terlibat.


75

Pada bagian akhir karakteristik penelitian kualitatif berikut akan disarikan

dalam bentuk bagan:

Karakteristik Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif

Karakter Penelitian Penelitian

Kualitatif Kuantitatif

Latar Alamiah Laboratorium

Instrumen Peneliti Kertas pensil atau

alat alat lainnya

Waktu Selama dan Sebelum

pengumpulan terbuka penelitian

Data dan Analisis

Gaya Seleksi Intervensi

Sumber teori Teori dari Apriori

Dasar/grounded

theory

Persoalan ‘x’ dan’y’ saling Dapatkah ‘x’

Kausalitas berhubungan menyebakan ‘y’

Satuan Kajian Pola Variabel

Desain Lentur Kaku dan

preordinate

Perlakuan Bervariasi Stabil


76

D. Persoalan-Persoalan dalam Penelitian Kualitatif

Pada bagian ini akan dipaparkan persoalan-persoalan yang ditemui dalam

penelitian kualitatif antara lain:

1. Persoalan Generalisasi

Pada dasarnya, tujuan ilmu penegtahuan adalah untuk meramalkan dan

mengontrol. Peramalan dan control tersbut tidak akan dapat dicapai tanpa

landasan. Landasan-landasan itu terletak pada peranan suatu hokum dan

pernyataannya. Hal ni dikenal dengan istilah generalisai nomologis. Generalisasi

nomologis memiliki ciri-ciri dan yang terpenting ialah harus benar-benar

universal , tidak terbatas pada tempat dan waktu, serta harus merumuskan apa

yang senantiasa menjadi kasus diman-mana.

Dengan kata lain , generalisasi mempertahankan nilai-nilai yang bebas

konteks. Generalisasi menjadi konsep yang menarik Karen a terjebak pada

tujuannya untuk menjelaskan bahwa apa-apa yang baik bagi sesuatu akan baik

pula bagi keseluruhannya. ATau pertanyaan ‘APakah suatu kegiatan ilmiah yang

ditujukan pada sesuatu di luar jangkauan pencapaian generalisasi akan

mendapatkan manfaat?
77

Penerapan generalisasi sebagi tujuan ilmu ternyata memiiki beberapa

kelemahan mendasar yang perlu untuk ditinjau kembali. Hal ini seperti

dikemukakan berikut:

a. Kelemahan konsep generalisasi klasik

(1) Bergantung pada determinasi, pada analisis akhir tidak aka nada generalisasi jika

tanpa determinasi. Jika tidak ada penghubung yang sesuai seseorang tidak akan

dapat menarik pernyataan tentang cara-cara universal yang benar.

(2) Bergantung pada logika induktif, generalisasi tidak ditemukan dalam alam, tetapi

merupakan ciptaan manusia. Secara empiris generalisasi tergantung pada

pengalaman pembuatnya.

(3) Bergantung pada asumsi bebas waktu dan konteks, generalisasi harus dalam

bentuk senantiasa berlaku bagi kasus-kasus dimana-mana.

(4) Terjerat dalam kekeliruan reduksionis, generalisasi memerlukan reduksi. Dengan

demikian ia mengurangi hamper seluruh fenomena dari populaasi yang ditentukan

untuk keprluan generalisasi tunggal.

b. Generalisasi alamiah sebagai alternatif

Studi kasus sering diminati karena secara epistemologis sesuai dengan

pengalaman pembaca dan bagi para peneliti kasus merupakan dasar alamiah untuk

generalisasi.

2. Persoalan Kausalitas
78

Konsep penelitian yang berusaha mencari sebab akibat berasal dari

penelitian klasik yan lebih banyak member perhatian terutama pada latar

eksperimen. Kemampuan peneliti tentamg hal itu sangat sedikit, perhatikan

ilustrasi berikut : Eksperimen tentang frustasi, hasil penemuan eksperimen itu

sudah diverifikasi oleh peneliti lain dan menjadi bagian dari kepustakaan

psikologi secara ilmiah. Hasil eksperimen tersebut akibat anak-anak yang

mengalami frustasi sebagai yang didefinisikan dan proses yang menghasilkan

akibat tersebut.

Hasilnya frustasi jarang ditemukan terjadi pada masa kanak-kanak dan

apabila frustasi terjadi tidak ada akibat perilaku yang diamati di laboraturium.

Lofland dan Lofland (1980) menyatakan bahwa sanagt tepat apabila

peneliti ingin mengetahui sebab musabab , sejauh mana ia mengenal apapun yang

berkenaan dengan hipotesis atau teori. Selanjutnya mereka menganjurkan agar

peneliti menelaah kualitas yang mungkin berhubungan sebab akibat berikut : (1)

hubungan tunggal (2) hubungan dengan sejumlah penyebab (3) hubungan denga

jumlah penyebab yang bertambah.

3. Persoalan Etik dan Emik

Pada saat ini persoalan etik dan emik lebih popular di bidang antropologi

dan keduanya sangat relevan untuk dibahas dalam penelitian kualitatif.

Pendekatan etik terhadap data, maka ia melakukan generelisasi tentang (1)

mengelompokan sistematis seluruh data yang dapat diperbandingkan. (2)


79

menyediakan seperangkat criteria untuk mengelompokan setiap unsure data (3)

mengorganisasikan data yang telah diklasifikasikan ke dalam tipe-tipe (4)

mempelajari dan menemukan serta menguraikan setiap data baru ke dalam

kerangka system.

Pendekatan etik terdiri atas kumpulan rumit antara tujuan dan prosedur.

Pertama, salah satu tujuannya dapat dikatan non-struktural atau mengikuti

peneglompokan. Hal ini berarti ketika kita menggunakan pendekatan etik peneliti

menyusun system kategori yang logis , cara pengelompokan dan satuan-satuan

tanpa mempedulikan struktur yang ada dalam bahasa perorangan.

Peneglompokan non structural demikian dapat berupa salah satu dari tipe atau

kombinasi tipe-tipe. Sehingga dalam ini pendekatan etik dapat berawal dari

seperangkat criteria yang dipilih oleh analisi secara sistematis atau secara arbitrer

tanpa menghiraukan system emik yng telah diketahui. Kriteria tersbutdapa

diterapkan pada satuan-satuan yang dipilih diantara berbagai kegiatan system

emik. Tetapi diklasifikasikan berdasar kriteriayang logis. Satuan-satuan perilaku

yang diklasifikasikan demikian diperlakukan atas dasar cirri-ciri fisik semata.

Sebaliknya pendekatan emik merupakan esensi yang sahih untuk suatu

bahasa atau kebudayaan pada satu kurun waktu tertentu. Pendekatan emik

merupakan usaha untuk dapat mengungkapkan dan menguraikan pola suatu

bahasa atau kebudayaan itu berkaitan satu dengan yang lainnya dalam melakukan

fungsi sesuai dengan pola tersebut. Sehingga pendekatan emik ini tidak berusaha

menguraikan segi generalisasi ke dalam klasifikasi yang diperoleh sebelum

melakukan studi.
80

Pendekatan emik merupakan structural yang berarti bahwa peneliti

berasumsi bahwa perilaku manusia terpolakan dalam system pola itu sendiri.

Satuan-satuan darisistem terpola tersebut secara bersama-sama membentuk

masyarakat tertentu melaui aksi dan reaksi para anggotanya. Sehingga pendekatan

emik bukan terdiri dari tindakan analis untuk mencapai konstruksi yang dapat

diterapkan pada data itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan

pendekatan emik adalah mengungkapkan dan menguraikan system perilaku

bersama satuan strukturnya dan kelompok structural satuan-satuan itu.

Perbandingan tujuan pokok pendekatan etik dengan emik sebagai berikut :

pendekatan etik adalah aplikasi , suatu klasifikasi etik yang telah dibuat atas dasar

tipe-tipe yang telah disusun sebelumnya terhadap system budaya atau bahasa

tertentu. Contoh pendekatan etik adalah pra structural. Hal ini berarti bahwa

pendekatn etik memanfaatkan penggunaan cara khusus sebagai perkiraan samapai

pada capaian analisis system struktur bahasa dan kultur emiknya.

a. Titik pandang “ dari dalam” dan “ ke luar”

Titik pandang pendekatan emik dapat dikatan ‘dari dalam’ atau internal.

Hal demikian disebabkan oleh cara emik yang mengklasifkasikan perilaku

berkenaan dengan system yang dengannya menjadi bagain menyatu. Atau

kebiasaan-kebiasaan dari satu budaya tertentu

Titik pandang etik dapat dikatan ‘ke luar’ atau eksternal. Hal ini

dikarenakan atas dasar seorang analis seharusnya berada dan berdiri jauh dari

luar. Dari situlah mereka dapat memandang peristiwa-peristiwa berbedaterutama


81

dalam hubungan dengan persamaan dan perbedaan serta membandingkannya

dengan kebudayaan lain.

b. Hubungan dengan keseluruhan

Pendekatan emik dapat mempersoalkan beberapa perbandingan cirri

bahasa dan budaya tanpa mempedulikan keseluruhan data yang berasal dari

masing-masing kebudayaan.

Secara teoretis, pendekatan emik tidak akan puas sama sekali apabila data suatu

bahasa atau kebudayaan sekecil apapun tidak mengkaitkan analisisnya dengan

secara keseluruhannya. Hal demikian dikarenakan analisis emik per bagian

bergantung pada hubungan dengan keseluruhan.

Pendekatan emik harus berkaiatan dengan peristiwa sebagai bagian dari

keseluruhan yang lebih besar. Sebaliknya pendekatan etik dapat mengabstraksikan

peristiwa agar dapat mengelompok ke dalam skala duia tanpa memperhatikan

esensi struktur sutau bahasa atau budaya.

c. Hakekat Fisik, Respond an Distribusi

Pendekatan etik, memusatkan dirinya hanya pada diri fisik suatu peristiwa

tanpa menunjkkkan pada maksuda dan penegrtian, atau penggunaannya dan tanpa

menunjukan pada tempat-tempat potensial atau actual terjadinya peristiwa itu

dalam hubungannya dengan urutanperistiwa lainnya.

Sebaliknya pendekatan emik, pada seluruh tingkatan nalaisisnya berkaitan

secara langsung maupun tidak langsung pada cirri-ciri fisik suatu peristiwa

maupun distribusinya. Satuan-satuan emik dinyatakan dalam kerangka fisik

lainnya.
82

d. Identitas.

Kriteria identitas pada pendekatan etik adalah unsure-unsur yang tercatat

secara sistematis dan dikemukakan oleh analis sebagai kerangka semua

kebudayaan atas dasar pengalaman umum sebelum ia memulai kegiatannya. Pada

pihak lain untuk maksud-maksud emik criteria identitas pada tahap struktur yang

ditelaah ditentukan dengan merujuk pada identitas atau perbedaan respons

terhadap berbagai kegiatan

Jadi, criteria pendekatan etik menampilkansegi kemutlakan dalam

kerangka rentangan sensitsivitas alat penelitian sedangkan criteria emik lebih

menampilkan kenisbian dengan identitas kegiatan yang ditentukan dengan cara

menunjuk pada system tertentu.

e. Titik Tolak dari Segi Nilai

Pendekatan etik menenkankan nilai dari segi berikut: Pertama, dengan

jalan memberikan kepada mashsiwa untuk dapat mengenal secara lebih luas

perbedaan jenis-jenis peristiwa yang diamati dan membantunya agar dapat

membedakan secara tajam perbedaan-perbedaan dalam peristiwa yang sama.,

Kedua, selama proses berlangsung mahasiswa dapat memperoleh teknik

dan simbolisme mencata peristiwa-peristiwa dalam suatu kebudayaan.

Ketiga, Sesesorang yang berasal dari kebudayaan tidak ada jalan lain

untuk memulai analisis emiknya dengan deskripsi peristiwa secara kasar dan

tentative.
83

Keempat, barangkali seorang mahasiswa tidak emiliki kemampuan untuk

melakukan studi emik secara lengkap tentang suatu kebudayaan. Untuk itu,

mereka dapat membandingkan dengan pendekatan etik dengan jalan menarik

sampel dari beberapa lokasi denagn mendalaminya secara emik.

Sementara itu, nilai studi emik sebagai berikut: Pertama, mengarah pada

pengertian tentang cara di tempat bahasa dan kebudayaan itu dikonstruksi.

Kedua, Konstruksi dapat membantu peminatan bukan saja pada susunan

kebahasaan tetapi juga memahami pemeran individual dalam drama kehidupan

seperti sikap, motif, perhatian dan konflik serta perkembangan pribadi.

Dengan demikian tampak adanya perbedaan diantara kedua pendekatan

etik dan emik. Persoalan penelitian kualitatif sehubungan dengan kedua

pendekatan itu adalah : jika benar-benar mau meaksanakn penelitian kualitatif

pendekatan apa yang seharusnya kita pegan? Jawabanya adalah jika mau

melakukan penelitian dengan paradigm alamiah maka pendekatan yang gunakan

lebih tepat dengan emik tanpa melirik pendekatan etik.

Dewasa ini kecenderungan dalam penelitian kualitatif tampak kebiasaan

yang mendua mngambil pendekatan etik dan emik secara sembarangan. Oleh

karena itu bagi peneliti pemula pemanfaatan semaksimal mungkin kedudukan,

asumsi dan teknik-teknik yang tersedia dalam penelitian kualitatif untuk lebih

mendasarkan pada pendekatan emik dibandingkan dengan pendekatan etik.


84

BAB IV

MASALAH DALAM PENELITIAN KUALITATIF

Pokok Bahasan :
Menggali sumber masalah dalam penelitian kualitatif.
Membuat rumusan masalah dalam penelitian kualitatif
Tujuan Instruksiona Khusus :

Menjelaskan secara singkat sumber-sumber masalah dalam penelitian

kualitatif dan merumuskannya.

Pada bagian ini dipaparkan pengalaman empiric di dalam kelas ditambah

dengan proses konsultasi mahasiswa bimbingan tugas akhir skripsi.

Kebimbangan mereka, kebingungan , dan kesulitan sebagai peneliti pemula

ketika akan memilih tugas akhir skripsi, menemukan permasalahan dan menilai

masalah penelitian hingga proses konsultasi hingga nilai akhir karya skripsi

mereka.

A. Masalah dalam Penelitian

Suatu pertanyaan pembuka yang sering diajukan ketika mengampu mata kuliah

Metode Penelitian I adalah “Siapa diantara anda yang hari ini punya masalah

karena di dompetnya cuma ada sedikit uang? Jawabanya ada beberapa

mahasiswa yang mengacungkan tangan tanda mengiyakan. Pertanyaan berikutnya


85

meluncur “ Mengapa Laptop Si Unyil tetap disukai meskipun banyak acara

boneka dengan sentuhan animasi banyak di televisi? Jawabannya sangat beragam,

salah satu yang menarik adalah adanya konten acara edukatif yang ringan dan

menghibur , dimana menggabungkan tokoh boneka yang lucu dan menghibur

dengan ilmu pengetahuan yang bersifat edukatif.

Selanjutnya pola pikir mahasiswa dibawa kepada kenapa masalah yang pertama

berhenti dan tidak menimbulkan ketertarikan akademik. Sedangkan yang kedua

mampu menimbulkan ketertarikan akademik, berupa diadakannya sebuah

penelitian ilmiah.

Sebagai sebuah proses akademik, penelitian ilmiah atau scientific research

diawali dengan munculnya pertanyaan ilmiah yang menarik, dibingkai dengan

metodologi tertentu , data yang mendukung dalam jangkauan peneliti, dan hasil

penelitian nantinya dapat bermanfaat untuk kalangan /disiplin tertentu.

Sebagai peneliti pemula kesulitan pertama muncul antara lain konsep penelitian

ilmiah sering kali disalahartikan sebagai mengumpulkan data sebanyak-

banyaknya. Setelah data terkumpul yang terjadi justru kebingungan dan

ketidaktahuan akan dikemanakan data itu? Atau apakah banyaknya data tetapi

mereka belum juga menemukan masalah penelitiannya? Atau apakah masalah

penelitian saya seperti ini , sudah layakkah untuk diangkat menjadi tugas akhir
86

skripsi? Atau mengapa sudah menemukan masalah penelitian yang sesuai tetapi

data yang dibutuhkan membutuhkan banyak biaya dan waktu juga ketrampilan

tertentu yang memberatkan?

Seorang peneliti memang memerlukan proses berupa penjelajahan atau eksplorasi

pemikiran dengan sungguh-sungguh sebelum ia mampu merumuskan

permasalahan penelitian dengan baik. Seorang peneliti mungkin tidak selalu

mampu merumuskan maslahnya secara tepat sasaran, sederhana tetapi lengkap.

Kalau sudah seperti ini mungkin peneliti dapat merumuskan secara garis besar

terlebih dahulu dengan gagasan yang agak umum.

Dalam buku Metodologi Penelitian Sosial dan Agama , Suprayogo dan Tobroni

merujuk sebuah pendapat dari Mc Guigan tentang apa dan bagaimana masalah

penelitian itu muncul :

1. Ketika muncul informasi yang mengakibatkan adanya kesenjangan dalam

pengetahuan kita.

2. Ketika muncul hasil-hasil penelitian yang bertentangan

3. Ketika ada sesuatu kenyataan dan kita bermaksud menjelaskan melalui

peelitian ilmiah.

Berangkat dari pemahaman gagasan yang jelas, maka arah penelitian kita juga

jelas. Sehingga arah penelitian yang jelas maka kita lebih mudah untuk dapat

merumuskan permaslaahannya.
87

Selanjutnya Suprayogo dan Tobroni (2001: 33) mengutip pendapatnya Guba dan

Lincoln yang menyatakan yang disebut dengan masalah penelitian adalah suatu

keadaan yang bersumber dari hubungan antar dua factor atau lebih yang

menghasilkan situasi yang membingungkan.

Bagi para peneliti pemula, kemampuan merumuskan masalah penelitian dapat

diasah dengan meningkatkan kepekaan terhadap situasi sehari-hari terutama yang

terkait dengan disiplin ilmu yang dipilih.

Beberapa ahli telah merumuskan kegiatan-kegiatan pendukung untuk menemukan

maslah penelitian, seperti Console Sevilla yang menyatakan aktivitas berikut:

1. Membaca sebanyak-banyaknya literature yang berhubungan dengan

bidang kita dan bersikap kritis

2. Enghadiri kuliah atau ceramah-cermah professional

3. Mengadakan pengamatan dari dekat situasi atau kejadian di sekitar kita

4. Memikirkan kemungkinan penelitian dengan topic-topik yang kita dapa

waktu kuliah

5. Menghadiri seminar hasil penelitian

6. Mengadakan penelitian –penelitian kecil dan mencatat hasil atau

penemuannya

7. Menyusunpenelitian-penelitian dengan penekanan pada substansi dan

metodologi

8. Mengunjungi berbagai perpustakaan untuk memperoleh topic yang dapat

diteliti
88

9. Berlangganan jurnal atau majalah yang berhubungan dengan disiplin kita

10. Mengumpulkan bahan-bahan yang berhubungan dengan disiplin kita

(Suprayogo dan Tobroni,2011 :34)

Setelah mengetahui sumber permasalahan dan kegiatan pedukungnya, maka

berikut ini adalah pertimbangan-pertimbangan apakah masalah itu layak dan

pantas dilakukan penelitian ilmiah. Berikut adalah criteria maslah penelitian yang

baik menurut Sevilla :

1. Topik dan Judul yang diangkat benar-benar menarik

2. Pemecahan masalah harus benar-benar bermanfaat bagi orang-orang yang

berkepentingan dengan bidang tersebut

3. Mengundang rancangan yang lebih kompleks

4. Sesuai dengan waktu yang diinginkan

5. Tidak bertentangan dengan moral misalnya mendeskriditkan subyek yang

diteliti, menimbulkan kegocangan yang tidak perlu. (Suprayogo dan Tobroni

2001: 36)

Setelah mengetahui criteria masalah penelitian yang baik selanjutnya

permaslaahan penelitian yang telah ditentukan dilakukan analisis awal terlebih

dahulu. Hal ini supaya hasil penelitian dapat diperoleh dengan baik dan

pertimbangan proses dan tujuannya. Analisis awal itu dapat dilihat dari perspektif

substansi, metodologi, manfaat penelitian dan proses penelitian.


89

1. Analisis substansi penelitian. Masalah penelitian yang dipilih memiliki

relevansi akademikdalam arti termasuk ke dalam bidang keilmuan apa, misalnya

sosiologi.

2. Analisis metodologi . Maslah Penelitian yang dipilih sebaiknya dapat

dicari rujukan kepustakaan, perspektif teoretiknya, dan metodologi penelitiannya

3. Analisis institusional. Jenis, bobot dan tujuan penelitian hendaknya

disesuaikan dengan institusi dimana peneliti melakukannya

4. Analisis teori dan metode. Masalah yang diangkat hendaknya terjangkau

baik dari aspek pengumpulan data maupun datanya sendiri.

5. Masalah yang diangkat hendaknya actual

Berikut ini beberapa kriteria dalam mengidentifikasi masalah–masalah penelitian:

1. Masalahnya apa?

2. Bermasalah menurut siapa?

3. Dianggap maslah dalam konteks apa?

4. Dalam perspektif apa?

B. Perumusan Masalah dalam Penelitian Kualitatif

Sebelum memasuki inti pembahasan rumusan masalah penelitian, kita tinjau

terlebih dahulu perkembangan penelitian ilmu social dalam cakrawala kehidupan

sosial. Berkat hasil –hasil penelitian ilmiah terdahulu oleh sejumlah sarjana
90

bidang ilmu social terutama mereka yang telah berhasil mengungkapkan

penemuan-penemuan baru, menyebakan ilmu social semakin berkembang. Setiap

penemuan dari hasil penelitian ilmiah merupakan suatu sumbnagan pada suatu

himpunan penegtahuan sehingga ilmu pengetahauan kita mengenai masyarakat

terus bertambah. Oleh karena itu , sebelum memulai suatu usaha penlitian ilmiah

seorang peneliti terlebih dahulu harus melakukan tinjauan terhadap bahan-bahan

pustaka yang ada agar dapat mengetahui hasil-hasil peneitian apa saja yang

sebelumnya pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Sulit dibayangkan suatu

studi tentang nasionalisme dan revolusi di Indonesia tanpa memanfaatkan karya

penelitian ilmiah yang relevan seperti tulisan George Mc Turnan serta Benedict

ROC. Anderson. Hanya melalui tinjauan pustakalah seorang peneliti dapat

menegtahui sumbangan apa yang dapat diberikan melalui penelitian yang

dilakukannya.

Sering kali peneliti melakukanpenelitian terhadap suatu obyek tanpa terlalu

memperhatikan hasil penelitian orang lain, yang berkecimpung di bidang yang

sama. Dalam hal demikian mungkin saja bebrapa peneliti melakukan kegiatan

penelitian serupa tanpa saling mengetahui kegiatan masing-masing. Dan masing-

masing mngkin merasa bahwa ia melakukan penelitian yang asli. Dalam sejarah

ilmu pengetahuan, peristiwa semacam ini sering dijumpai dan tidak jarang

menimbulkan konflik. Perhatikan ilustrasi berikut : Selama tujuh tahun baik Dr.

Luc Montagnier dari Institut Pasteur di Perancis maupun Dr Gallo dari Institut

Kesehatan Nasional di Bethesda Maryland, Amerika Serikat masing-masing


91

bersikukuh bahwa hasil penelitian masing-masing berupakan penemuan pertama

kali terhadap virus HIV yang menjadi penyebab penyakit AIDS. Semula tercapai

kata sepakat bahwa keduanya berhak mendapat penghargaan sebagai penemu

virus HIV tersebut tetapi kemudian terungkap bahwa Dr. Gallo telah melakukan

kecurangan. (Kamanto SUnarto , 1993:224).

Selain mempelajari hasil penelitian orang lain dan menggunakannya dalam

rangka usahanya untuk merumuskan masalah penelitian (research problems)

maka seorang peneliti wajib pula menyatakan pengakuannnya terhadap hasil

penelitian dengan jalan menyebutkan nama dan hasil penelitian mereka.

Setelah mengetahui letak pentingnya menegtahui perkembanagn ilmu

penegtahuan melalui hasil penelitian orang lain maka berikut akan dipusatkan

pada perumusan maslaah yang aterdri dari : pembatasan masalah melalui focus,

model perumusan masalah dan disertakan juga prinsip perumusan masalah ada

bagian akhir.

1. Pembatasan Masalah melalui Fokus

Pada dasarnya penelitian kualitatif tidak dimulai dengan sesautu yang kosong ,

tetapi dilakukan dengan berdasarkan persepsi seseorang terhadap masalahnya.

Masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada sesautu focus. Penentuan

masalah bergantung pada paradigm apakah yang dianutnya yaitu apakah ia

seorang peneliti, evaluator atau kebijakan?. Dengan demikian ada tiga focus

masalah apakah ia seoran peneliti , eavaluator atau penarik kebijakan.


92

Masalah dalam penelitian lebih dari sekedar pertanyaan dan jelas berbeda dengan

tujuan. Masalah penelitian adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan

antara dua factor atau lebi yang menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda

Tanya dan dengan sendirinya memerlukan upaya mencari jawabannya( Guba dan

Lincoln dalam Moleong, 2006:93). Faktor yang berhubungan tersebut dapat

berupa konsep, data empiris, ataupun pengalaman. Sebagai contoh Fokus

Penelitian nya adalah tawuran remaja. Untuk menelaah penyebabnya dilihat dari

perhatian keluarga, gejolak dari dalam seorang remaja, kepemimpinan di sekolah

dan masyarakat.

Sedangkan tujuan penelitian adalah upaya untuk memecahkan masalah.

Perumusan masalah dilakukan dengan jalan mengumpulkan sejumlah

pengetahuan yang memadai dan yang mengarah ke upaya untuk memahami dan

memecahkan factor-faktor yang berakitan yang ada dalam masalah tersebut. Jadi

dalam menetapkan focus penelitian yang jelas dan mantap , seorang peneliti dapat

membuat keputusan yang tepat tentang data mana yang dikumpulkan dan mana

yang tidak perlu dijamah. Perumusan Masalah bertumpu pada okus dalam

penelitian kualitatif bersifat tentative artinya penyempurnaan rumusan focus atau

masalah masih tetap dilakukan sewaktu peneliti sudah berada di latar penelitian.

Rumusan Masalah yang bertumpu pada focus dapat berubah dan dapat

disempurnakan dan dalam hal ini akan membrikan warna tersendiri pada

penelitian kualitatif. Perhatikan contoh ilustrasi berikut:


93

Sebagai contoh Kuntjaraningrat (1985) pada mulanya ingin meneliti industry

kopra di Irian Jaya (Papua) Akan tetapi ketika ia berada di sana ternyata tidak

banyak pohon penghail kopra yang masih produktif dan sarana pengangkutan

serta pemasarannya yang sudah mulai mundur. Oleh karena itu, ia mengalihkan

focus perhatiannya kepada masalah lain yaitu hubungan kekerabatan yang mulai

renggang di sana.

Pembatasan masalah merupakan tahap yang sangat menentukan dalam penelitian

kualitatif walaupun sifatnya masih tentative. Hal ini dikarenakan:

a. Suatu penelitian tidak akan dimulai dari sesuatu yang vakum atau kosong.

Implikasinya peneliti seyogyanya membatasi masalah studinya yang bertumpu

ada focus. Hal ini yang memungkinkan adanya acuan teori dari penelitian

b. Fokus penelitian pada dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber

dari pengalaman peneliti atau melalui pengetahuan yang dipeolehnya melalui

kepustakaan. Implikasinya peneliti seyogyanya mendalami kepustakaan yang

relevan sebelum terjun ke lapangan. Implikasi yang lain adalah peneliti harus

memanfaatkan paradigm. Dengan focus peneliti akan tahu data yang perlu

dikumpulkan.

c. Tujuan Penelitian adalah memecahkan masalah yang telah dirumuskan .

Implikasinya rumusan masalah dilakukan dulu setelah itu tujuan penelitiannya.


94

d. Masalah yang bertumpu pada focus ditetapkan dengan tentative, dapat

berubah sewaktu-waktu. Implikasinya peneliti membiaskan diri menghadapi

perubahan

2. Prinsip Perumusan Masalah

Cara / prinsip perumusan masalah yang disajikan pada dasarnya ditarik dari hasil

pengkajian rumusan masalah. Hal-hal tersebut dimulai dari :

a. Prinsip Teori dari Dasar

Peneliti harus menyadari bahwa perumusan masalah dalam penelitian didasarkan

atas upaya menemukan teori dari dasar sebagai acuan utama. Dengan demikian

maka masalah sebenarnya berada di tengah-tengah kenyataan. Masalah yang

sesungguhnya baru dapat dirumuskan setelah peneliti berada dalam pengunpulan

data.

b. Prinsip Maksud Perumusan Masalah

Penelitian kualitatif utamanya berupa pencarian dan penyusunan teoribaru

daripada sekedar menguji atau verifikasi. Sehingga perumusan masalah di sini

bermaksud menunjang upaya penyusunan teori substantive yaitu teori yang

bersumber dari data.

c. Prinsip Hubungan Faktor

Fokus sebagai sumber masalah penelitian merupakan rumusan yang terdiri dari

dua factor atau lebih. Faktor- tersebut dapat berupa konsep, pengalaman, atau

fenomena.
95

Prinsip ini berimplikasi bahwa peneliti pada waktu merumuskan masalah :1.

Adanya dua factor aatu lebih, 2. Faktor-faktor tadi dihubungkan dengan hubungan

yang logis dan bermakna, 3. Tegas dalam merumuskan masalah memisahkan

masalah dengan tujuan penelitian.

d. Prinsip tentang Cara Merumuskan Masalah

Contoh-contoh perumusan masalah anatar lain:

(1) Secara diskusi, cara ini sebagai bentuk pernyataan deskripsi namun perlu

diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian

(2) Secara proposional , yaitu cara langsung yang menghubungkan factor-

faktor secara logis dan bermakna

(3) Secara gabungan yaitu terlebih dahulu dilakukan diskusi sbaru dilakukan

penegasan dalam bentukproposional

e. Langkah-Langkah dalam Perumusan Masalah

(1) Tentukan focus penelitian

(2) Cari berbagai kemungkinan factor yang berkaitan dengan focus tersebut

(3) Diantara factor-faktor tersebut diadakan kajian mana yang paling menarik

untuk ditelaah

(4) Kaitkan secara logis factor-faktor tersebut dengan focus penelitian

C. Contoh Perumusan Masalah

Langkah 1.Topik Penelitian : Kegiatan Seks Bebas di Kalangan Remaja

Fokus penelitian : Kegiatan Seksual Bebas


96

Langkah 2.

Peneliti tertarik meneliti kemungkinan penyebab terjadinya kegiatn seks bebas di

kalngan remaja.

Faktor-Faktor berupa konsep yaitu film porno, nilai etika dan moral dan agama

yang longgar, kehidupan malam yang glamor. Upaya menentukan berbagai factor

tersebut didasarkan pada telaah kepustakaan, media massa, hasil seminar, ceramah

dll.

Langkah 3.

Faktor –faktor tersebut menarik untuk ditelaah namun peneliti harus menentukan

mana-mana yang paling penting.

Langkah 4.

Peneliti mengkaitkan setiap factor tersebut dengan focus penelitian Pada tahap

ini rumusan masalah sudah bisa dilakukan, dengan hasil berikut:

a. Bagaimana kebiasaan menonton film porno terkait dengan kegiatan

seksual bebas?

b. Bagaimana peranan cinta di usia muda pada kehidupan seksual bebas di

kalangan remaja?

c. Apakah kegiatan seksual bebas karena pengaruh lingkungan pergaulan di

kalangan remaja?
97

d. Bagaimana peran etika moral, dan agaman di kalngan remaja yang

melakukan pergaulan seksual bebas?

e. Apakah pengaruh kehidupan malam bagi remaja pada kehidupan seksual

bebas?

f. Bagaimana kebiasaan bermain internet dengan menonton kegiatan seks

berakibat pada kehidupan seksual bebas di kalangan remaja?


98

BAB V

DESAIN PENELITIAN

(PROPOSAL SKRIPSI)

Pokok Bahasan : Keterkaitan antar unsur dalam susunan proposal


penelitian / skripsi

Tujuan Instruksional Khusus : Menjelaskan secara singkat keterkaitan


antar unsure dalam proposal penelitian skripsi

Pada bagian ini dipaparkan secara ringkas keterkaitan unsur-unsur

dalam proposal penelitian skripsi. Hal ini diharapkan dapat

mempermudah peneliti dlam menyusun kesatuan proposal skripsi. Secara

umum sebuah desain penelitian yang akan digunakan untuk proposal

skripsi terdiri dari Bab-Bab Pendahulaun dan Metodologis dengan ada

beberapa variasi tambahan sehingga sangat dimungkinkan beberpa desain

proposal penelitian untuk skripsi. Berikut disajikan desain proposal yang

sudah diolah sedemikian rupa dari referensi dalam daftar pustaka ditambah

pengalaman penulis dan pengajar metode penelitian selama ini.

BAB PENDAHULUAN

A. Berisi : Latar Belakang Masalah, pada bagian ini dipaparkan alasan

ilmiah dilakukan penelitian ini. Peta situasi ilmiah penelitian

merupakan sesuatu yang diperlukan. Konsep-konsep penting dalam


99

topik penelitian (sering kali merujuk ke judul penelitian) harus

diberikan sebagai peta situasinya. Data pendukung yang penting secara

ringkas dapat disajikan sebagi contoh sehingga referensi sangat

penting.

B. Rumusan Masalah, berisi perumusan tentang fokus permasalahan

yang akan dikaji. Rumusan masalah biasanya dibuat dengan satu atau

beberapa kalimat pertanyaan yang jawabannya membutuhkan

penelitian yang akan dilakukan. Rumusan Masalah bisa juga

dinyatakan dalam kaliamat penyataan.

C. Tujuan Penelitian , berisi tujuan yang hendak dicapai melalui

penelitian ini yang telah dirumuskan dalam rumusan terdahulu.

D. Manfaat Penelitian, berisi manfaat setelah penelitian ini selesai

dilakukan, tidak harus ditujukan secara teoretis dan praktis.

E. Kajian Teotetis , berisi kupasan teori atau beberapa teori yang

digunakan dalam penelitian ini. DI sini sangat disarankan untuk

menggunakan teori yang sedekat mungkin dengan ranah penelitian

yang diharapkan menurunkan tingkat kesulitan dalam aplikasinya.

Contoh Teori Ekonomi Politik Media, teori encoding-decoding, teori

komodifikasi sangat mungkin berkaitan dan digunakan bersama.

Tetapi proposal skripsi sudah mencukupi untuk menggnakan salah satu

sehingga konsentrasi dalam melakukan analisis dapat dilakukan

dengan tajam.
100

F. Tinjauan Pustaka, berisi uraian referensi-referensi yang terkait

dengan proposal penelitian. Sering kali proposal mencantumkan

banyak pustaka yang beberapa diantaranya tidak berhubungan dengan

fokus penelitian. Dalam tinjauan ini juga dimasukan penelitian –

penelitian terkait yang pernah dilakukan. Hal ini penting sebagai

‘originalitas penelitian’ proposal penelitian ini nanti, di samping

menjaga dari kemungkinan plagiasi.

G. Metode Penelitian, berisi :

Jenis Penelitian yang memuat paradigma penelitian Kualitatif atau

Kuantitatif .

1Lokasi Penelitian, berisi tempat penelitian dilakukan

2Strategi Penelitian yang memuat cara melakukan penelitian berupa

studi kasus, komparatif, deskriptif.

3Sumber Data, berisi data yang dipakai dalam penelitian

4Teknik Sampling, berisi cara pengambilan cuplikan atau sampel

berupa purposive atau random sampling.

5Teknik Pengumpulan Data. Teknik Pengumpulan Data berisi

rangkaian cara untuk mendapatkan data. Hal ini sanagt bergantung

kepada jenis sumber datanya. Ketika sumber data nya berupa manusia

maka jenis teknik pengumpulan data berupa interview atau wawancara.

Sedangkan bila berupa benda, peristiwa atau media bisa digunakan

observasi atau pengamatan. Sementara bila berupa buku atau arsip

dapat dilakukan cara kajian isi atau content analysis.


101

H. Kerangka Pikir / Alur Pikir, berisi gambaran alur pikiran peneliti

dalam melakukan penelitian. Peneliti berusaha menjelaskan hubungan

antar unsur-unsur yang terlibat sehingga posisi setiap unsur tadi

menjadi jelas. Keranga pikir biasanya didesain dengan bantuan bagan

atau gambar.

I. Sistematika Penulisan, berisi urutan materi yang akan dilakukan ,

biasanya dipaparkan secara deskriptif.

BAB DESKRIPSI

Berisi deskrispsi program yang menjadi objek penelitian. Bagian ini

sebaiknya dipaparkan sisi pentingnya atau korelasi antara fokus

penelitian dengan program atau objek penelitian tersebut.

.
102

BAB VI

PENGUMPULAN DATA DALAM PENELITIAN KUALITATIF

Pokok bahasan : Keterkaitan data dengan penelitian Kualitatif

Tujuan Instruksional Khusus: Menjelaskan jenis-jenis sumber data, teknik

pengumpulan data, dan cara mencatat data

Sebuah pernyataan pembuka dalam bagian ini adalah anda sudah

mempersiapkan topik dan judul penelitian yang sangat brilian, belum ada yang

meneliti dengan perspektif tersebut sehingga hasilnya akan sangat menakjukan.

Data yang dibutuhkan menuntut anda harus tinggal di daerah terpencil di sebuah

kepulauan di lautan lepas selama dua generasi. Jika data tersebut sangat

memberatkan anda sebagai peneliti maka lupakankanlah penelitian tersebut dan

gantilah dengan yang bisa anda jangkau. Tidak ada penelitian yang tidak ada

datanya. Begitu pentingnya data dalam penelitian maka bagian ini secara khusus

akan membahas teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif.

A. Sumber Data

Pemahaman mengenai berbagai macam sumber data merupakan bagian

yang sangat penting bagi peneliti. Hal ini dikarenakan ketepatan memilih dan

menentukan jenis sumber data akan menetukan ketepatan dan kekayaan data yang

diperoleh. Data tidak akan bisa diperoleh tanpa sumber data. Betapun menariknya
103

topik penelitian tanpa ketersediaan sumber data maka tidak akan ada artinya sama

sekali.

Beragam sumber data bisa dikelompokan jenis dan posisinya , mulai dari

yang paling nyata sampai dengan yang paling samar-samar. Mulai dari yang

paling terlibat hingga yang bersifat sekunder. Oleh karena itu hal penting dalam

pemilihan sumber data adalah peneliti harus benar-benar berpikir mengenai

kemungkinan kelengkapan informasi yang akan dikumpulkan dan juga

validitasnya. Adapun jenis sumber data secara menyeluruh dapat dikelompokkan

berikut ini:

1. Nara Sumber/Informan

Jenis sumber data yang berupa manusia dalam penelitian pada umunya

dikenal dengan istilah rsponden. Istilah tersebut jamak digunakan dalam

penelitian kuantitatif dengan pengertian bahwa peneliti memiliki posisi yang lebih

penting. Responden posisinya semata-mata memberikan tanggapan atau respon

pada apa yang diminta oleh peneliti.

Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data manusia/narasumber sangat

penting sebagai individu yang memiliki informasi. Peneliti dan narasumber disini

memiliki posisi yang sama, dan narasumber bukan semata-mata memberikan

jawaban atas apa yang diminta peneliti tetapi narasumber dapat lebih memilih

arah dan selera dalam menyajikan informasi yang ia miliki. Karena posisi yang

demikian maka sumber data yang berupa manusia dalam penelitian kualitatif lebih

tepat disebut sebagai informan dibanding responden.


104

Manusia sebagai sumber data perlu dipahami bahwa mereka terdiri dari

beragam individu yang juga memiliki beragam posisi. Hal ini menyebabkan

adanya perbedaan kelengkapan akses informasi yang dimiliki. Oleh karena itu

peneliti harus memahami posisi dengan beragam peran dan keterlibatannya.

Kesalahan memilih informan akan mengasilkan data yang kurang mantap,

validitas rendah dan mempersulit proses penelitian.

2. Peristiwa atau AKtivitas.

Data juga dapat dikumpulkan dari peristiwa, aktivitas atau perilaku

sebagai sumber data. Dari pengamatan pada peristiwa , peneliti dapat mengetahui

proses terjadinya. Peristiwa sebagai sumber data bisa sangat beragam mulai dari

yang sengaja ataupun tidak sengaja, aktitivitas rutin dan berulang ataupun

sesekali.

3. Tempat atau lokasi

Tempat atau lokasi yang erkait dengan sasaran atau permasalahan

penelitian juga merupakan sumber data. Informasi mengenai kondisi dari lokasi

peristiwa dapat digali melalui sumber lokasinya baik yang berupa tempat maupun

lingkungannya. Dari pemahaman lokasi tersebut peneliti bisa secara cermat

mengkaji dan secara kritis menarik kesimpulan yang berkaitan dengan

permasalahan.
105

4. Benda, Gambar dan Rekaman

Beragam benda yang terlibat dalam suatu peristiwa atau kegiatan yang

berupa benda sederhana sampai peralatan yang rumit bisa menjadi sumber data

yang penting. Sumber data lain yang penting adalah rekaman yang terkait dengan

seni media ekam secara langsung. Sumber data berupa rekaman dapat berwujud

audio maupun visual . Sumber data yang dimaksud bukanlah hasil rekaman yang

direkayasa peneliti. Bilamana rekaman sebagai sumber data dilakukan dalam

proses penelitian maka aktivitasnya bisa dimasukan sebagai salah satu teknik

khusus pengumpulan data.

5. Dokumen dan Arsip

Dokumen dan arsip adalah bahan tertulis yang berhubungan dengan

peristiwa terterntu. Apabila wujud bahan tulis lebih bersifat formal dan terencana

dalam organisasi disebut arsip. Dalam menganalisis dokumen tertulis peneliti

perlu menguji keaslian dokumen tersebut dengan kesaksian seseorang yang tahu

atau dengan beragam aspek formalnya, mengingat dokumen yang aslipun belum

tentu isinya benar.

B. Teknik Pengumpulan Data

Setelah kita memutuskan sumber data dalam penelitian, maka tahapan

selanjutnya bagaimana data atau informasi dapat diperoleh dari sumber data.

Menurut Goetz dan LeCompte dalam Sutopo (2006:58) disebutkan adapun


106

strategi pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara umum dapat

dikelompokkan ke dalam dua cara yang teknik pengumpulan data interaktif dan

teknik pengumpulan data non interaktif. Metode interaktif meliputi wawancara

mendalam /in depth interview, kemudian observasi berperan dalam beberapa

tingkatan dan focus group discussion. Sementara itu yang termasuk dalam metode

non interaktif terdiri atas lembar kuesioner, mencatat dokumen atau arsip, content

analysis dan observasi tak berperan.

1. Wawancara

Sumber data yang penting dalam penelitian kualitatif adalah narasumber

atau informan. Untuk dapat mengumpulkan data atau nformasi darinya

diperlukan teknik atau metode pengumpulan data. Teknik tersebut adalah

wawancara. Teknik wawancara ini paling banyak digunakan dalam penelitian

kualitatif terutama penelitian lapangan. Secara umum teknik wawancara dibagi

menjadi dua yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur atau in

depth interview. Tujuan wawancara adalah melakukan konstruksi dalam suatu

konteks sekarang terhadap pribadi, peristiwa, organisasi, persepsi, perasaan atau

motivasi.

Wawancara terstruktur merupakan jenis wawancara terfokus yang biasa

digunakan dalam penelitian kuantitatif. Dalam wawancara terstruktur maslaah

penelitian ditentukan oleh peneliti sebelum wawancara. Daftar pertanyaan telah

diformulasikan oleh peneliti dan responden diharapkan menjawab dengan baik

dan lengkap. Biasanya jenis wawancara ini dilakukan dalam suasana

terkondisikan dan formal.


107

Wawancara dalam penelitian kualitatif cenderung tidak dilakukan dengan

struktur tetapi dipilih secara tidak terstruktur atau lebih sering disebut wawacara

mendalam in depth interview. Hal ini dikarenakan peneliti merasa tidak tahu apa-

apa yang belum diketahuinya dari narasumber. Oleh karena itu, pertanyaan dalam

wawancara jenis ini bersifat open ended dan mengarah pada menggali kedalaman

informasi yang menjadi focus penelitian. Wawancara mendalam dapat dilakukan

pada waktu dan kondisi yang dianggap paling tepat guna mendapatkan data yang

lebih rinci dan jujur bahkan wawancara mendalam bisa dilakukan secara

berulang-ulang.

Perlu dipahami oleh peneliti bahwa ketika melakukan wawancara

mendalam dia juga melakukan observasi narasumber. Catatan rinci dari hasil

observasi dan wawancara mendalam ini sangat penting fungsinya sebagai

gambaran yang lebih jelas tentang makna dari pernyataannya.

Ketika melakukan wawancara mendalam , menciptakan suasana yang akrab

sangat penting. Peneliti jangan langsung memberikan pertanyaan-pertanyaan

pokok, tetapi pertanyaan ringan untuk menjalin keakraban. Cara wawancara yang

menyangkut berbagai hal yang ringan dan menarik dengan tujuan menciptakan

keakraban biasanya dalam penelitian kualitatif disebut grand tour questions.

Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang dapat dipakai terutama peneliti pemula

dalam penelitian kualitatif :

a. Penentuan siapa yang diwawancarai, peneliti harus dapat mewawancari

informan yang memang memiliki informasi yang benar, lengkap dan mendalam.
108

b. Persiapan wawancara, peneliti perlu mempersiapkan diri dalam

memahami pribadi informan. Peneliti mnyiapkan macam informasi yang

diperlukan melalui catatan kecil

c. Langkah awal, peneliti perlu menjalin keakraban dengan informan dan

memberikan kesempatan kepadanya untuk menyusun apa-apa yang ada dalam

pikirannya.

d. Pengusahaan wawancara yang produktif, peneliti jangan banyak

memotong pembicaraan, lebih baik menjadi pendengar yang setia tetapi tetap

kritis. Tunjukkan kesan bahwa apa-apa yang diberikan informan adalah sesautu

yang penting sehingga mampu menunjukkan rasa minatnya. Keberhasilan peneliti

menjaga suasana wawancara sesuai dengan fokusnya membuat wawancara

menjadi produktif.

e. Akhir wawancara dan kesimpulan, peneliti harus melihat apakah suasana

masih lancar, apabila kelelahan sudah datang baik bagi peneliti atau narasumber

lebih baik dihentikan dan diagendakan wawancara kemudian sampai peneliti

dapat menarik simpulan sesuai dengan fokusnya. Dalam kesempatan akhir sambil

mengucapkan terimaksih perlu untuk dapat berjumpa lagi guna menambah

kejelasan dan pendalaman makna.

2. Focus Group Discussion (FGD)

Teknik pengumpulan data selanjutnya adalah focus group discussion atau

FGD. Teknik ini sangat bermanfaat untuk menggali data sikap, minat dan latar

belakang suatu kondisi dari suatu kelompok masyarakat. Pada dasarnya jenis ini
109

adalah diskusi yang merupakan wawancara secara berkelompok dan data yang

diperoleh sudah lebih mantap karena sudah dibahas oleh banyak narasumber

sebagai anggota kelompok diskusi. Untuk dapat melakukan teknik ini , peneliti

seharusnya sudah menetukan focus bahasan yang menjadi topik utama diskusi.

Teknik diskusi kelompok ini pada awalnya berkembang dari penelitian

pemasaran. Dalam perkembangan dewasa ini teknik diskusi kelompok sudah

sangat banyak dilakukan dalam lembaga swadaya masyarakat sebagai bentuk

usaha kegiatan partisipasi masyarakat. Dalam hal ini peneliti harus sudah

melakukan persiapan dengan mengembangkan pedoman tertulis mengenai focus

permasalahannya. Peneliti juga mengatur waktu serta menjadi moderator yang

baik untuk kelancaran diskusi. Dalam diskusi ini usahakan semua peserta berperan

aktif, dan leluasa menyatakan pendapatnya.

Peneliti harus menyadari pentingnya efektivitas jalannya diskusi. Oleh

karena itu peneliti tidak boleh terhanyut pada dominasi baik individu atau topik

yang meluas. Untuk itu jika diperlukan dapat ditunjuk asisten peneliti untuk

membnatu. Perekaman jalannya diskusi dimungkinkan sebatas tidak mengganggu

kealamiahan jalannya diskusi.

3. Observasi

Teknik pengumpulan data berikutnya adalah observasi atau pengamatan.

Observasi ini dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada

observasi langsung dapat dipilih cara mengambil peran atau tidak berperan. Lebih

detail, Spradley (dalam Sutopo, 2006:65) membagi observasi menjadi (1) tak
110

perperan sama sekali yaitu kehadiran peneliti sama sekali tidak dikethui oleh

subyek yang diteliti. Observasi ini dapat dilakukan dengan teropong jarak jauh

untuk mengamati subyek yang diteliti. Peneliti juga bisa menggunakan kaca ‘one

way mirror ‘ termasuk menggunakan media rekam seperti foto ataupun video

untuk mengamati suasana kelas misalnya.(2) berperan, yaitu peneliti mendatangi

peristiwa yang diteliti. Apabila kehadiran membawa pengaruh terhadap

kelamiahan peristiwa, sebaiknya peneliti jangan langsung mencatat sekitar 15

menit pertama untuk mengurangi kecurigaan atas kehadirannya. Untuk menjaga

reliabilias studi maka observasi sebaiknya tidak dilakukan hannya satu kali (3)

berperan penuh dalam arti peneliti menjadi anggota kelompok yang diamati. Hal

ini dapat dilakukan seperti peneliti menjadi seorang guru kelas untuk mengamati

perilaku murid di kelas tersebut. Kelemahan teknik ini adalah kemampuan

kriisnya semakin kabur apalagi kalau ia larut dalam perannya.

4. Content Analysis

Dokumen dan arsip merupakan salah satu sumber data dalam penelitian

kualitatif. Terutama apabila sasarannya adalah latar belakang atau sejarah dengan

suatu peristiwa. Mencatat dokumen ini oleh Robert K Yin (dalam Sutopo

2006:(68) disebut dengan content analysis. Mengkaji dokumen ini dimaksdkan

bahwa peneliti bukansekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam

dokumenatau arsip tetapi juga maknanya yang tersirat.


111

5. Kuesioner

Kuesioner merupakan daftar pertanyaan bagi pengumpulan data dalam

penelitian. Cara yang digunakan dapat berupa bahan tertulis atau secara lisan.

Dalam pelaksanaan secara lisan pertanyaan dibacakan kepada responden untuk

dijawab reponden dan dicatat oleh pengumpul data. Kuesioner yang dilakukan

dengan cara tertulis biasanya dikirim langsung ke responden. Setelah

terkumpulkan , jawaban dikirim kembali ke pengumpul data atau ke peneliti. Cara

seperti ini disebut angket atau enquette. Salah satu kelebihan metode angket

adalah dapat memperoleh banyak data dengan waktu yang lebih singkat.

Penggunaan kuesioner dengan teknik angket dalam penelitian kualitatif sering

dilandasi dengan alas an bahwa peneliti inin mendapatkan garis besar data secara

cepat. Oleh karena itu jenis kuesioner dengan open ended quesionaire sering

digunakan. Artinya dalam setiap daftar pertanyaan memang diberikan alternatif

jawaban, tetapi pada bagian bawah diberikan ruang kosong untuk memberikan

kesempatan informan menambah sesuatu.

C. Cara Mencatat Data

Data (bentuk jamak dari datum, Latin) dalam penelitian kualitatif biasanya

berupa deskripsi dalam bentuk kalimat dan biasanya catatan data tersbut dikenal

dengan fieldnote atau catatan lapangn. Catatn lapangan ini disusun bersumber dari

catatan pendek dengan kata-kata kunci dan sebaiknya ditulis segera setalah

melaksanakan suatu prose pengumpulan datanya. Jangan ditunda terlalu lama agar

ingatan mengenai informasinya masih segar. Catatan dengan kata-kata kunci


112

tersbut harus segera diubah dan dikembnagkan menjadi catatan lengkap. Catatan

lapangan yang lengkap ini benar-benar bersumber pada catatan kunci dengan

melibatkan semua ingatan yang mendukungnya.

Bogdan dan Biglen (dalam Sutopo, 2006:73) menyatakan bagian-bagian filednote

terdiri dari bagian deskriptif dan bagian reflektif. Pada bagian deskriptif dalam

catatan lapangan ini meliputi potret subyek, rekonstrksi dialog, deskripsi keadaan

fisik dan struktur tentang tempat dan barang-barang lain yang ada diskeitarnya

serta catatan tentang berbagai peristiwa khusus (termasuk siap yang terlibat

dengan cara bagaiman, gerak –gerik atau sikap penelitinya).

Dengan menyadari bahwa tidak mungkin peneliti dapat menagkap secara

lengkap , maka perlu berusaha untuk memindahkan apa yang bisa ditangkapnya

pada kertas selengkap mungkin dengan mengingat apa yang menjadi tujuan utama

penelitiannya. Lebih baik mencatatlengkap apa yang dikatakan narasumber

daripada menyingkatnya.

Pada bagian refleksi dapat ditemukan catatan dari sisi subyektif dalam

proses penelitiannya yang penekannannya lebih kepada perasaan, spekulasi,

masalah-masalah yang muncul dalam pikirannya, kesan dan bahkan prasangka

peneliti. Bagian refleksi juga berisi bahan bagi kegiatan selanjutnya dan di akhir

bagian ini biasanya peneliti merenungkan pengalamannya selama pengumpulan

data sehari itu. Dari waktu ke waktu peneliti akan menambah tulisannya yang

berupa potongan pikiran tentang perjalanan penelitiannya. Potongan yang panjang

pada akhir catatan biasanya disebut memo.


113

Bagian refleksi dalam catatan data dapat meliputi beberapa jenis, yaitu:

1. Refleksi analisis, berisi catatan terkait pola pikir analisis yang biasanya

berisi spekulasi tentang apa yang sedang terjadi.

2. Refleksi metode, berisi catatan yang terkait bahan prosedur, dan strategi

dalam penelitian

3. Refleksi teori, berisi catatan singkat yang mungkin terkait dengan teori

tertentu yang digunakan.

4. Refleksi Etis, berisi catatan terkait dengan perlu tidaknya etika atau

perlindungan terhadap informan atau subyek yang diteliti, termasuk di dalamnya

kemngkinan konflik-konflik yang dihadapi

5. Refleksi Kerangka pikir, yang berisi catatan dalam menggambarkan

kernagka pikir , proses analisi dan berlaku sebagai dokumen pelelitian.

D. Etika Penelitian

Penelitian merupakan satu usaha untuk meningkatkan ilmu. Kepentingan

ilmu dan kepentingan masyarakat yang menjadi subyek penelitian tidak selalu

sepadan ; dalam pencarian maupun pemanfaatan ilmu tersebut dapat melakukan

hal-hal yan melanggar etika. Dalam pembahasa mengenai survey Babie (dalam

Kamanto Sunarto , 2005: 230) disebutkan bahwa beberapa atural etika harus

dihormati setiap peneliti. Meskipun ia hanya membahas survey, tetapi asas-asas

yang dikemukakannya pada umumnya berlaku pula bagi penelitian yang

menggunakan metode lain. Salah satu diantarnya adalah keikutsertaan secara


114

sukarela; Peneliti tidak dapat memaksa seseorang untuk ikut serta dalam suatu

penelitian. Permintaan seorang peneliti kepada kepala desa untuk mewajibkan

sejumlah warga desa datang ke kelurahan untuk diwawancarai atau permintaan

kepada seorang kepala kantor untuk mewajibkan karyawannya datang ke suatu

gedung pertemuan kantor untuk mengisi daftar pertanyaan , misalnya, jelas

merupakan suatu pelanggaran terhadap etika penelitian karena keikutsertaannya

sebagai subyek dalam penelitian tidak bersifat dengan sukarela melainkan

dilakukan dengan paksaan.

Babbie selanjutnya mengemukakan bahwa suatu penelitian tidak boleh

membawa cedera bagi subyek penelitian . Tanpa disadari misalnya, seorang

peneliti memepertentangkan jawaban seorang subyek dengan jawaban subyek lain

(misalnya : apakah peristiwanya seperti yang bapak jelaskan? Karena menurut pak

ketua RT kejadiannya bukan begitu? Keterangan seorang subyek yang kemudian

disampaikan oleh peneliti kepada pihak lain atau pihak yang berwajib dapat saja

mengakibatkan bahwa subyek penelitiajn ditindak oleh fihak berwajib tersebut.

Dalam kasus-kasus seperti itu, peneliti dapat dikatakan meninggalkan benih

konflik dalam masyarakat yang diteliti sehingga mungkin saja subyek tadi akan

mengalami cedera, bukan hanya secara psikologis tetapi dapat juga secara fisik.

Lebih lanjut Baabie menyebutkan bahwa terdapat dua jenis azas yang penting

untuk dapat melindungi identitas subyek penelitian yaitu melalui asas anonimitas

(anonymity) dn asas kerahasiaan (confidentiality) . Dalam penelitian survey ,

subyek penelitian adalah anonym / tidak dikena ; namanya tidak perlu

dicantumkan pada daftar pertanyaa . Oleh karena itu , menurutnya lebih lanjut,
115

usaha peneliti untuk mencari identitas subyek yang mengikuti survey (seperti :

member tanda tersembunyi pada daftar pertanyaan) tidak dapat dibenarkan

karena merupakan pelanggaran terhadap etika penelitian. Peneliti tidak

dibenarkan menyelidiki, misalnya, siapa yang memberikan jawaban secara politis

peka, siapa yang membuat penyataan yang dapat menyinggung perasaan

kelompok tertentu, ataupun yang telah mengaku sering kali melakukan hubungan,

misalnya, homoseks. Meskipun demikian, dalam penelitian dengan metode

pengamatan identitas subyek tidak dapat disembunyikan , namun peneliti terikat

aturan mengenai kerasahasiaan. Tidak jarang peneliti tidak hanya

menyembunyikan nama subyek , tetapi bahkan juga nama subyek. Clifford

Geertz (dalam Kamanto Sunarto, 2001 : 231) misalnya menyebut nama kota kecil

di Jawa Timur diganti dengan nama Mojokuto.

Pemberian keterangan yang keliru untuk mendorong subyek agar mau ikut

serta pun merupakan praktek melanggar etika. Seorang peneliti tidak dapat

misalnya, memberikan informasi kepada subyek penelitiannya bahwa daftar

pertanyaan penelitian wajib diisi karena merupakan bagian dari tugas kedinasan di

kantor. Apabila daftar pertanyaan tersebut sebenarnya hanyalah merupakan suatu

proyek pribadi belaka yang tidak ada kaitannya dengan kebutuhan data instansi.

Penulisan dan penyajian laporan penelitianpun merupakan kegiatan yang terikat

dengan berbagai macam aturan etika. Lebih lanjut dikemukakan oleh Babbie

bahwa peneliti dituntut untuk enyajikan data penelitian secara jujur apa adanya.

Temuan yang ternyata negatif , misalnya, perlu disajikan bersama dengan temuan
116

yang positif. Hipotesis harus telah dibuat sebelum penelitian diawali, bukan

setelah hasil penelitian diketahui.

Anda mungkin juga menyukai