JURNAL
SOSIOLOGI REFLEKTIF
Laboratorium Sosiologi
Fakultas IImu Sosial dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
JURNAL
SOSIOLOGI REFLEKTIF
Laboratorium Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Volume 9, Nomor 1, Oktober 2014
PENGELOLA JURNAL
JURNAL
SOSIOLOGI REFLEKTIF
DAFTAR ISI
Assalamualaikum wr.wb.
Perubahan bisa terjadi pada apapun, fisik ataupun kehidupan
manusia. Setiap perkembangan sejarah manusia berubah dari satu
tahap pada tahap berikutnya yang bisa sebuah siklus ataupun tidak
sama sekali, tergantung pada jenis dan tipe perubahan yang terjadi.
Jurnal Sosiologi Reflektif Volume 9, Nomor 1, Oktber 2014 ini akan
banyak menganalisis tentang berbagai macam perubahan sosial.
Terkait dengan paradigma pengetahuan yang senantiasa mengikuti
perkembangan sosial-ekonomi dan politik manusia itu sendiri, sampai
dengan perempuan sebagai subyek yang mengalami perubahan dalam
memberikan makna terhadap tubuhnya sendiri. Analisis tersebut
akan secara tajam dituangkan dalam artikel : Thohir Yuli Kusmanto,
Yunindyawati dan Sihabul Millah. Selain isu perubahan sosial, penulis
lain juga tidak kalah menarik mengkaji tentang permasalahan sosial
actual yang terjadi dalam masyarakat.
Artikel pertama ditulis oleh Ali Yansyah Abdurrahim dalam
artikelnya yang berjudul Strategi Nafkah Ganda “Bentukan” Rumah
Tangga Pedesaan Pesisir di Kabupaten Bintan. Penulis menegaskan
bahwa pemerintah menjalankan program COREMAP yang di antaranya
melakukan pengembangan mata pencaharian alternatif (MPA) sebagai
strategi nafkah baru bagi rumah tangga di pesisir Kabupaten Bintan.
Program tersebut dijalankan agar masyarakat pesisir mengurangi cara
strategi nafkahnya yang merusak lingkungan.
Ambar Sari Dewi menulis tentang UKM dalam artikelnya yang
berjudul How does Small Medium Enterprise in Developing Countries
Overcome Information and Communication Technology Adoption Problems?.
Menurutnya Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki peran penting
dalam perekonomian. Pendorong kemajuan UKM adalah adopsi
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang saat ini mengalami
kendala. Untuk menyelesaiaknnya diperlukan kerjasama yang kuat,
Redaksi
Abstract
The coastal society of Bintan regency is heavily depended upon
marine resources. Various activities, such as fishing and catching
fishes, are done by most houshold to maintin their livelihood. To
obtain maximum results, various methods are employed, including
fishing with illegal means (over-exploitation and destructive) that
destroy coral reef ecosystems and sustainability of marine resources.
To reduce illegal fishing activities, maintaining the conservation of
coral reefs, and realizing sustainable livelihoods for coastal commu-
nities of Bintan regency, the local governmentlaunches COREMAP
programs to promote and develop an alternative job, as a new strategy
for households living in the coastal district of Bintan. This study
wants to analyze (i) the underlying of economic behavior among the
households in the coastal district of Bintan in building their living
system with illegal fishing activities; and (ii) how far the multiple
job seeking alternative strategies endorsed by the local government
through MPA-COREMAP are able to build a sustainable livelihood
system? The results show that (i) the rational choice action based on
economy is underlying the coastal rural households in constructing
their living system (ii) job seeking alternative has failed. It has also
been predictedto fail in building a sustainable livelihood systems of
the coastal society in Bintan.
Keywords: economic sociology, job alternative strategies, sustainable
livelihoods of fisher community
Intisari
Masyarakat pesisir Kabupaten Bintan sangat tergantung
dengan sumber daya alam yang ada di laut. Berbagai
aktivitas nafkah di laut (on-sea), seperti penangkapan ikan,
dilakukan banyak rumah tangga untuk mempertahankan
penghidupannya. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal,
berbagai cara dilakukan, termasuk melakukan penangkapan
ikan dengan cara-cara ilegal (over-ekspolitasi dan destruktif)
yang merusak ekosistem terumbu karang dan keberlanjutan
sumber daya laut. Untuk mengurangi kegiatan penangkapan
yang ilegal, mempertahankan kelestarian terumbu karang,
dan mewujudkan penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat
pesisir Kabupaten Bintan, pemerintahan melakukan program
COREMAP yang di antaranya melakukan pengembangan
mata pencaharian alternatif (MPA) sebagai strategi nafkah
baru bagi rumah tangga di pesisir Kabupaten Bintan.
Penelitian ini ingin menganalisis (i) tindakan ekonomi apa
yang melandasi rumah tangga di pesisir Kabupaten Bintan
membangun sistem nafkahnya dengan aktivitas penangkapan
ikan secara ilegal? dan (ii) sejauh mana rekayasa strategi
nafkah ganda “bentukan” pemerintah yang dilakukan
melalui MPA-COREMAP mampu membangun sistem nafkah
yang berkelanjutan? Penelitian dengan pendekatan kualitatif
dan kuantitatif ini menemukan bahwa (i) tindakan pilihan
rasional merupakan tindakan ekonomi yang melandasi rumah
tangga pedesaan pesisir membangun sistem nafkahnya (ii)
rekayasa strategi nafkah ganda “bentukan” pemerintah
melalui pengembangan MPA sebagian telah terbukti gagal
dan diprediksi tidak akan mampu membangun sistem nafkah
yang berkelanjutan.
Kata Kunci: sosiologi ekonomi, strategi nafkah, penghidupan
berkelanjutan dan nelayan
Pendahuluan
Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, lebih dari 98 persen
wilayahnya merupakan perairan yang kaya akan berbagai potensi
sumber daya laut. Salah satunya adalah terumbu karang. Luas sebaran
terumbu karang di wilayah ini diperkirakan mencapai sekitar 7.521,8
km2 dengan kondisi yang cukup bervariasi.Namun, di banyak lokasi
1 CRITIC-COREMAP, 2007.
Strategi Nafkah
Kajian strategi nafkah pedesaan di Indonesia sebetulnya sudah
dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda. Tiga jilid hasil penelitian
yang berjudul Eindresume van het Onderzoek naar de Rechten van Inlander op
de Grond (1876, 1880, 1896) yang dijadikan dasar pidato Ratu Belanda di
hadapan parlemen Belanda tahun 1901 untuk mendorong pelaksanaan
satu penelitian umum tentang keadaan kemiskinan pedesaan Jawa pada
tahun 1904-1905 dengan judul Onderzoek naar de Mindere Welvaart der
Inlandsche Bevolking op Java en Madoera telah membuktikannya (Marzali,
1993). Namun, disertasi Boeke2 pada tahun 1910-lah yang menjadi kajian
akademis di perguruan tinggi pertama yang melihat kemiskinan dan
strategi nafkah pedesaan di Indonesia.
Menurut Boeke (1953), meskipun di Jawa terjadi peningkatan
penduduk, perkembangan masyarakat di Jawa lebih bersifat sosial
daripada ekonomi. Petani jawa bekerja di sawah bukanlah untuk
mencari keuntungan, namun untuk sekedar mencukupi kebutuhan
hidup keluarganya yang sederhana. Bila dengan lahan sawah seluas
satu bahu (0,7) yang hanya ditanami dan dipanen satu kali dalam
setahun sudah cukup memenuhi kebutuhan hidup sebuah keluarga,
maka sang petani tidak tidak akan menginginkan lebih dari itu. Petani
sudah merasa puas, tenteram, dan ayem. Baginya, tujuan hidup
adalah mencapai ketenangan dan kepuasan batin. Mengejar harta dan
keuntungan materi adalah sama seperti minum air laut: makin diminum
makin haus; nilai dan sikap seperti ini tidak sepantasnya dianut oleh
orang Jawa yang bijaksana. Nilai dan sikap seperti ini disebut oleh Boeke
sebagai limited needsatau oriental misticism, dan ini bertentangan dengan
pandangan hidup orang Barat yang bersifat unlimited needs. Hal ini juga
bertentangan dengan tesis Ratzel dan Boserup (1965) yang berpendapat
bahwa peningkatan jumlah penduduk secara evolusi akan diikuti makin
kompleksnya organisasi ekonomi (pembagian dan spesialisasi kerja)
dan penggunaan teknologi yang lebih canggih.
2 Boeke adalah seorang ahli ekonomi daerah jajahan tropika yang banyak
mendapat perhatian orang sebelum Perang Dunia II. Pendekatannya terhadap kajian
pedesaan di Indonesia lebih bersifat kultural daripada political ekonomi.
Makalah ini menggunakan data dari hasil Studi Data Dasar Aspek
Sosial-Ekonomi Terumbu Karang Tahun 2007 dan Benefit Monitoring
Evaluation (BME) Sosial-Ekonomi Terumbu Karang yang dilakukan
tahun 2007, 2009, dan 2011 oleh CRITC-COREMAP bekerjasama dengan
Pusat Penelitian Kependudukan (PPK-LIPI) di mana penulis adalah
anggota peneliti studi tersebut. Tiga studi yang dilakukan tahun 2007,
2009, dan 2011 menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif
dalam mengumpulkan data. Pendekatan kuantitatif ditujukan untuk
memperoleh data di tingkat rumah tangga yang dilakukan melalui
survai terhadap 100 rumah tangga sampel yang sama di Desa Malang
Rapat dan Gunung Kijang dengan menggunakan kuesioner yang telah
dipersiapkan.
Pengumpulan data dengan pendekatan kualitatif dilakukan
melalui wawancara terbuka (semi struktur), Focus Group Discussion
(FGD), dan observasi. Wawancara mendalam dilakukan terhadap
Sumber: http://regional.coremap.or.id/bintan/galeri_foto,2013
Temuan ini berhasil mengidentifikasi tindakan ekonomi
yang dilakukan masyarakat pedesaan pesisir—dalam hal ini adalah
nelayan—dilandasi oleh pilihan rasional. Temuan ini mencermikan
nelayan sebagai homo economicus atau rational actor yang cenderung
berkalkulasi secara ekonomi dan egois demi peningkatan kemakmuran
sendiri tanpa terlalu peduli dengan moral pedesaan dan etika
lingkungan; membuktikan teorinya Popkin (1979). Tindakan nelayan
yang (i) melakukan perhitungan pemanfaatan atau preferensi dalam
pemilihan suatu bentuk tindakan; (ii) menghitung biaya bagi setiap
jalur perilaku; dan (iii) berusaha memaksimalkan pemanfaatan untuk
mencapai pilihan tertentu membuktikan tesisnya Gary Becker tentang
pilihan rasional.
Yang menarik dari temuan ini adalah ternyata konsep patron-
klien antara tauke dan nelayan yang asimetris menjadikan nelayan
terus tergantung dan “dipaksa” untuk melakukan aktivitas livelihood
yang destruktif dan illegal. Ironisnya, walaupun hasil tangkapannya
cukup baik, namun nelayan sebagai klien tetap saja miskin dan tauke
sebagai patron menjadi semakin kaya. Hal ini tentunya mematahkan
konsepnya Hayami dan Kikuchi (1982) yang menyatakan bahwa pola
hubungan patron-klien yang asimetris terbukti telah menjadi strategi
nafkah yang ampuh.
Apabila dibandingkan dengan aktivis nafkah lainnya di daratan,
ternyata tindakan ekonomi semacam ini juga terjadi pada kegiatan
tambang galian pasir dan batu granit. Adanya permintaan pasir dan batu
granit dari Singapore mereplikasi sistem patron klien yang kemudian
mendorong strategi nafkah yang destruktif dan illegal. Masyarakat yang
juga sebagian besar adalah nelayan terjebak ke dalam lobang yang sama.
Mereka terdorong untuk melakukan aktivitas eksploitasi penambangan
yang dstruktif dan sebagian besar illegal. Akibatnya, kondisi ekologi
menjadi rusak. Daratan yang tadinya tertutup oleh tutupan pepohonan
berubah menjadi kubangan besar. Selain menyebabkan risiko tanah
longsor dan merubah suasana ekologi, hal ini juga menyebabkan daerah
serapan air menjadi rusak.
Nilai (Rp)
No Jenis Pendapatan
2009 2011
1 Pendapatan per kapita/bulan 394.930 504.390
2 Rata-rata pendapatan rumah tangga/bulan 1.518.090 1.683.350
3 Median 875.000 1.443.330
4 Pendapatan rumah tangga minimum/bulan 183.330 726.660
5 Pendapatan rumah tangga maksimum/bulan 5.525.000 4.200.330
N 24 25
Sumber: Data Primer, BME Sosial-Ekonomi COREMAP, 2009
Data Primer, BME Sosial-Ekonomi COREMAP, 2011
Rumah Rumah
Pendapatan Tangga Tangga Non
Pokmas Pokmas
Per-kapita 504.390 557.570
Rata-rata Rumah Tangga 1.683.350 1.817.960
Median 1.443.330 1.600.000
Minimum Rumah Tangga 726.660 279.330
Maksimum Rumah Tangga 4.203.330 8.150.000
Sumber: Data Primer, BME Sosial-Ekonomi COREMAP, 2009
Data Primer, BME Sosial-Ekonomi COREMAP, 2011
Penutup
Kesimpulan dari makalah ini adalah (i) tindakan pilihan rasional
merupakan tindakan ekonomi yang melandasi rumah tangga pedesaan
pesisir membangun sistem nafkahnya (ii) rekayasa strategi nafkah
ganda “bentukan” pemerintah melalui pengembangan MPA sebagian
telah terbukti gagal dan diprediksi tidak akan mampu membangun
sistem nafkah yang berkelanjutan. Tidak adanya modal sosial yang
kuat dan adanya (ingatan)tradisi patron-klien antara tauke dan nelayan
yang asimetris menjadikan nelayan terus tergantung dan “dipaksa”
untuk melakukan aktivitas utamayang destruktif dan illegal terus
menghantui dan melekat dalam aktivitas utamarumah tangga pedesaan
pesisir. Saran dan masukan untuk kebijakan pemerintah ke depan
adalah (i) pemerentah harus mengidentifikasi dan memperhatikan
tindakan ekonomi yang melandasi rumah tangga pedesaan sebelum
melaksanakan kebijakan/program dan (ii) pemerintah juga harus
menggali modal sosial dan merekonstruksikannya dalam kebijakan/
program yang dilakukan, terutama apabila kebijakan/program tersebut
berkaitan dengn sistem livelihood di pedesaan.
Daftar Bacaan
Boeke, J.H. 1953. Economics and Economic Policy of Dual Societies as
Exemplified by Indonesia, Tjeen Willink and Zoon, Haarleem.
Booth, A. 1988. Agricultural Development in Indonesia, Allen/Unwin,
Sidney.
CRITIC-COREMAP Bintan. Galeri Foto Kegiatan COREMAP Kabupaten
Bintan. http://regional.coremap.or.id/bintan/galeri_foto/ .
CRITC-LIPI. 2011. Hasil BME Ekologi Wilayah Indonesia Bagian Barat.
Paper dipresentasikan pada Workshop Nasional CRITC,
Jakarta 2-3 November 2011.
Damsar. 1997. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Dharmawan, A.H. 2007. Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaan:
Pandangan Sosiologi Nafkah (Livelihood Sociology) Mazhab Barat
dan Mazhab Bogor .Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi,
Komunikasi, dan Ekologi Manusia | Agustus 2007, p 169-192
Departemen Kelautan dan Perikanan-Republik Indonesia. 2004.
Sambutan Direktur Jendral Pesisir dan Pulau-Pulau kecil Pada
Peluncuran Proyek Pengelolaan Dan Rehabilitasi Terumbu Karang
dan Pemantapan Proyek Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut.
http://www.dkp.go.id/ content.php?c=1530.