Anda di halaman 1dari 32

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH TEORI SOSIAL INDONESIA


Dosen Pengampu Mata Kuliah: Dr. Nasiwan, M.Si.

Teori Selo Soemardjan sebagai alternative penyelesaian permasalahan


perubahan sosial di Indonesia

Pendidikan IPS A 2016


Nia Yuli Puspasari (16416241020)

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2018

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
tentang Teori Selo Soemardjan sebagai alternative penyelesaian permasalahan
perubahan sosial di Indonesia dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Dan juga saya berterima kasih kepada Bapak Dr. Nasiwan, M.Si.
selaku Dosen mata kuliah Teori Sosial Indonesia yang telah memberikan tugas
ini.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi diri
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan
saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang
akan datang.

Yogyakarta, 30 Desember 2017

penulis

ii
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 5
D. Manfaat Penulisan ..................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 6
A. Biografi Selo Soemardjan .......................................................................... 6
B. Permasalahan perubahan social di Indonesia ......................................... 8
C. Implementasi pemikiran Selo Soemardjan untuk menghadapi
perubahan social di Indonesia ....................................................................... 20
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 30
A. Kesimpulan ............................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 32

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Mayarakat kita adalah masyarakat yang berkembang dengan cukup
pesat. Sebagai Negara berkembang, Indonesia tentunya selalu mengalami
perubahan dengan seiringnya perkembangan zaman yang semakin modern.
Setiap masyarakat selama hidupnya, akan mengalami yang namanya
perubahan. Perubahan tersebut bagi masyarakat yang bersangkutan maupun
bagi orang-orang luar yang menelanya. Dengan demikian perubahan social
merupakan segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu
masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-
nilai , sikap-sikap dan pola-pola perilaku diantara kelompok masyarakat. Oleh
karena itu, terjadinya perubahan social diakibatkan dari perubahan yang
berkembang dengan pesat dari pengaruhnya pembangunan, selain itu juga
karena adanya pengaruh kebudayaan dari luar yang masuk dengan mudah
akibat dari proses pembangunan.
Perubahan social bisa disebabkan dari berbagai sumber, namun dalam
perubahan social akan menimbulkan dampak social, dampak social ini ada
yang bersifat negative dan ada yang bersifat positif. Dampak social yang
bersifat negative akan menimbulkan masalah-masalah social. Masalah sosial
merupakan gejala-gejala yang berlangsung secara tidak normal di masyarakat.
Suatu gejala social dikatakan tidak normal apabila unsur-unsur masyarakat
dan kebudayaan tidak berfungsi secara harmonis, sehingga menimbulkan
kekecewaan-kekecewaan dan penderitaan. Dengan banyaknya masalah social
yang ada di Indonesia sangat dibutuhkan cara atau upaya untuk menghadapi

4
ataupun menyelesaikannya. Maka dibutuhkan upaya yang dapat memperkecil
masalah social tersebut. Namun disini kita dapat menggunakan pemikiran
Selo Soemardjan dalam mengahadapi permasalahan perubahan social
tersebut. Karena peubahan social yang mengedepankan nilai-nilai harmoni
akan berhasil membawa perubahan tanpa berdarah-darah. Dan harapannya
masyarakat Indonesia mendapatkan kesejahteraan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Selo Soemardjan?
2. Bagaimana permasalahan perubahan di Indonesia?
3. Bagaimana implementasi pemikiran Selo Soemardjan untuk menghadapi
perubahan social di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui biografi Selo Soemardjan.
2. Mengetahui permasalahan perubahan di Indonesia.
3. Mengetahui implementasi pemikiran Selo Soemardjan untuk menghadapi
perubahan social di Indonesia.
D. Manfaat Penulisan
1. Menambah sumbangan pemikiran bagi para pembaca.
2. Menambah khasanah keilmuan tentang permasalahan perubahan social
dan penerapan pemikiran Selo Soemardjan dalam menghadapi perubahan
social di Indonesia.
3. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih
lanjut serta referensi terhadap penelitian yang sejenis.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Selo Soemardjan

Selo Soemardjan lahir di Yogyakarta, 23 Mei 1915, merupakan


pendiri sekaligus dekan pertama Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan
(kini FISIP-UI) dan sampai akhir hayatnya dengan setia menjadi dosen
sosiologi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI). Selo Soemardjan
dikenal dikalangan akademik dan masyara-kat di Indonesia sebagai bapak
Sosiologi, ilmu yang digelutinya sejak beliau menempuh pendidikan
tingginya untuk memperoleh gelar doktor. Thesis beliau yang berjudul social
change in Jogjakarta, menjadi salah satu puncak pencapaian beliau yang
melahirkan gelar sebagai professor dengan arus utama sosiologi. Tidak
banyak yang mengenal pribadi beliau, sehingga perlu kiranya di bagian
pertama kupasan tentang Selo Sumardjan dan perubahan sosial, peneliti
ungkapkan sosok seorang bapak sosiologi Indonesia. Nama Selo Soemardjan
selalu melekat dengan sosiologi. Ilmu itu sebenarnya baru benar-benar
ditekuni pada saat usianya sudah di atas empat puluh tahun, yaitu ketika ia
pada tahun 1956 memperoleh kesempatan menuntut ilmu di Cornell
University, Amerika Serikat. Di sinilah bekas camat lulusan Mosvia (tingkat
SLTA) ini menunjukkan kehebatannya. Hanya dalam kurun waktu kurang
dari empat tahun beliau boleh pulang ke tanah air dengan menyandang gelar
Ph.D. di bidang sosiologi. Disertasinya “Social Changes in Jogyakarta” pun
dibukukan dan banyak menjadi acuan sarjana luar negeri yang menulis

6
tentang perubahan sosial di Indonesia pascakemerdekaan. (Nasiwan,
2016:178)

Selama hidupnya, Selo Soemardjan pernah berkarier sebagai pegawai


Kesultanan/Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Staf Sipil
Gubernur Militer Jakarta Raya, dan Kepala Sekretariat Staf Keamanan
Kabinet Perdana Menteri, Kepala Biro III Sekretariat Negara merangkap
Sekretaris Umum Badan Pemeriksa Keuangan, Sekretaris Wakil Presiden RI
Sultan Hamengku Buwono IX (19731978), Asisten Wakil Presiden Urusan
Kesejahteraan Rakyat (19781983) dan staf ahli Presiden HM Soeharto. Ia
dikenal sebagai Bapak Sosiologi Indonesia setelah tahun 1959 seusai meraih
gelar doktornya di Cornell University, AS, dan mengajar sosiologi di
Universitas Indonesia (UI). Dialah pendiri sekaligus dekan pertama (10 tahun)
Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (sekarang FISIP) UI. Kemudian
tanggal 17 Agustus 1994, ia menerima Bintang Mahaputra Utama dari
pemerintah dan pada tanggal 30 Agustus 1994 menerima gelar ilmuwan
utama sosiologi. Selo Soemardjan dibesarkan di lingkungan abdi dalem
Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Kakeknya, Kanjeng Raden Tumenggung
Padmonegoro, adalah pejabat tinggi di kantor Kasultanan Yogyakarta. Berkat
jasa sang kakek, Soemardjan- begitu nama aslinya- mendapat pendidikan
Belanda. Nama Selo diperoleh setelah menjadi camat di Kabupaten
Kulonprogo. Ini memang cara khusus Sultan Yogyakarta membedakan nama
pejabat sesuai daerahnya masing-masing. Saat menjabat camat inilah ia
merasa mengawali kariernya sebagai sosiolog. Pengalamannya sebagai camat
membuat Selo menjadi peneliti yang mampu menyodorkan alternatif
pemecahan berbagai persoalan sosial secara jitu. Ini pula yang membedakan
Selo Soemardjan dengan peneliti lain Indonesia Pada masa hidupnya, beliau
dikenal sebagai orang yang tidak suka memerintah, tetapi memberi teladan.
Hidupnya lurus, bersih, dan sederhana. Beliau juga seorang dari sedikit orang

7
yang sangat pantas menyerukan hentikan praktik korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN). Pantas karena ia bukan tipe maling teriak maling. Ia orang
orang bersih yang dengan perangkat ilmu dan keteladanannya bisa
menunjukkan bahwa praktik KKN itu merusak tatanan sosial. Ia pantas
menjadi teladan kaum birokrat karena etos kerjanya yang tinggi dalam
mengabdi kepada masyarakat.

B. Permasalahan perubahan social di Indonesia

Dalam kehidupan masyarakat manusia, ada pandangan segolongan


atau sekelompok yang mempunyai rasa membangun di mana selalu
menginginkan adanya kemajuan-kemajuan dan perombakan-perombakan
sesuai dengan tuntutan zaman. Di samping itu juga , didukung oleh
pandangan segolongan masyarakat yang bersifat optimis yang diartikan
sebagai sekelompok masyarakat yang berpaham mempunyai keyakinan bahwa
besok di kemudian hari ada kehidupan yang lebih cerah , sehingga didorong
oleh rasa kejiwaan faham yang optimis dan mereka selalu berhati-hati dalam
membawa arus masyarakat cenderung untuk maju dan berubah. Lain halnya
dengan pandangan segolongan masyarakat yang hanya menurut apa adanya
dan apa yang terjadi seolah-olah masa bodoh terhadap keadaan lingkungan ,
baik secara langsung maupun tidak langsung merubah cara kehidupan dan
penghidupan dimana mereka hidup dalam masyarakat itu sendiri. Beberapa
pandangan seperti itu , memerlukan pemahaman tentang perubahan social
yang harus dimuali dengan mendefinisikan konsepnya. Menurut Selo
Soemardjan , perubahan social merupakan segala perubahan-perubahan pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat , yang
mempengaruhi system sosialnya , termasuk di dalamnya nilai-nilai , sikap dan
pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Tekanan pada
definisi tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai

8
himpunan pokok manusia , perubahan-perubahan maha kemudian
mempengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya.

Dapat dikemukakan arti perrubahan social adalah proses di mana


terjadi perubahan struktur masyarakat yang selalu berjalan sejajar dengan
perubahan kebudayaan dan fungsi suatu system social. Hal ini dinamakan
“perubahan social hubungan fungsional” , karena tiap-tiap struktur mendapat
dukungan dari nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan. Diantara kebudayaan
dan struktur masyarakat terdapat anatar hubungan fungsional , yang satu
menganjurkan yang lain dan sebaliknya, serta secara keseluruhan
meningkatkan kepada suatu system (reaksi berantai) yang mulai pada suatu
yang meliputi seluruh struktur masyarakat dan kebudayaannya.

Nilai dan norma-norma kebudayaan itu tidak mudah diubah begitu


saja, karena diintropeksikan dalam jiwa dan keyakinan para anggota
masyarakat seperti halnya terjadi dalam proses sosialisasi. Diantara nilai-nilai
dan norma-norma kebudayaan terdapat yang dianggap sangat penting dan
tinggi, ialah yang menjelmakan sistem-sistem peraturan yang disebutkan
lembaga-lembaga atau institusi. Segala nilai-nilai dan norma-norma
kebudayaan itu yang sekali dienkulturasikan pada para anggota masyarakat ,
tidak dapat diganti begitu saja seperti orang mengganti pakaian kotor. Guna
mencapai pergantian itu diperlukan persiapan dan pelaksanaan enkulturasi
baru yang akan menjelmakan institusionalisasi baru, yang berhubungan
fungsional dengan suatu struktur yang baru. Itulah sebabnya maka struktur
bersifat agak stabil, karena antar hubungan fungsionalnya dengan nilai-nilai
dan norma-norma kebudayaan yang merupakan komplemennya yang mutlak.
Dalam arti perubahan social, maka masyarakat tidak dipandang terlepas dari
kebudayaan dalam arti seluas-luasnya baik materiil, maupun non materiil,
yang saling berpengaruh dan mempengaruhi secara timbal balik melalui
proses social. Kehidupan manusia itu adalah proses dari satu tahap hidup ke

9
tahap lainnya, karena itu perubahan sebagai proses dapat menunjukkan
perubahan social dan perubahan budaya, atau berlaku kedua-duannya pada
satu tuntutan proses itu.

Perubahan social akan menimbulkan dampak social, dampak social ini


ada yang bersifat negative dan ada yang bersifat positif. Dampak social yang
bersifat negative akan menimbulkan masalah-masalah social. Masalah sosial
merupakan gejala-gejala yang berlangsung secara tidak normal di masyarakat.
Suatu gejala social dikatakan tidak normal apabila unsur-unsur masyarakat
dan kebudayaan tidak berfungsi secara harmonis, sehingga menimbulkan
kekecewaan-kekecewaan dan penderitaan. Dalam keadaan normal , unsur-
unsur itu terintregrasi secara harmonis. Namun, dalam masyarakat yang
mengalami perubahan, biasanya ketidakharmonisan menyebabkan timbulnya
kepincangan social. Masalah social berkaitan dengan niali dan norma social,
lembaga social, dan interaksi social. Nilai social dan norma social menjadi
ukuran moral di dalam masyarakat, sedangkan lembaga-lembaga
kemasyarakatan sebagai saluran pemenuhan kebutuhan manusia. Masalah
social mengganggu kelestarian fungsi-fungsidalam masyarakat. Berlawanan
dengan hokum, dan bersifat merusak, sehingga perlu diatasi. Berbagai
masalah social yang muncul antara lain kejahatan, konflik antar kelompok
etnik, kemiskinan, pengangguran, penyakit, perceraian, kejahatan, pelacuran,
kenakalan anak, dan lain-lain.

Dalam masyarakat modern yang rumit ini, kemiskinan menjadi


masalah social di Indonesia. Menurut Seokanto kemiskinan adalah suatu
keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai
dengan taraf kehidupan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental
maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Kemiskinan dianggap sebagai
kegagalan yang disebabkan oleh tidak berfungsinya lembaga-lembaga
perekonomian. Kemiskinan bagi masyarakat modern juga bukan lagi diartikan

10
sebgai kekurangan pangan, pakaian , atau perumahan, melainkan diukur
dengan tuntutan hidup yang semakin tinggi. Orang-orang modern akan merasa
miskin apabila belum memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, baik
kebutuhan pokok maupun bukan. Kemiskinan yang menjadi pusat berkaitan
dengan kekurangan pangan dan rendahnya tingkat kesejahteraan yang banyak
dialami masyarakat.

Kejahatan juga menjadi masalah social di Indonesia. Kejahatan timbul


karena orang brusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara melanggar
norma hokum dan moral. Sementara itu, hokum mengatur perilaku orang agar
tidak merugikan masyarakat. Tingkat kejahatan masyarakat dipengaruhi oleh
komposisi penduduk dan konflik dalam masyarakat, baik konflik budaya,
ekonomi , maupun ras. Semakin pesat perubahan social disuatu masyarakat
biasanya semakin tinggi pula angka kejahatan yang terjadi. Angka kejahatan
di masyarakat tradisional relative stabil. Sementara itu, di masyarakat industry
modern yang sangat cepat berubah memiliki angka kejahatan yang semakin
tinggi , terutama di kota-kota besar. Di dalam masyarakat pinggiran (tersisih)
di kota-koa besar, banyak terjadi kejahatan. Pada umumnya, anak-anak sulit
dididik untu mematuhi hukum karena mereka umumnya berasal dari keluarga
yang terpecah. Kalaupun kedua orangtuanya masih lengkap , mereka
mengalami konflik emosional dan masalah kesehatan serta keuangan yang
mempengaruhi hubungan social dalam keluarga mereka. Penyebab munculnya
kejahatan, akibat terjadinya kejahatan, dan langkah-langkah mengatasinya
merupakan persoalan sehari-hari yang dihadapi masyarakat. Misalnya, korupsi
sebagai salah satu bentuk kejahatan yang akhir-akhir ini menjadi sasaran
perhatian pemerintah. Tindakan jahat itu tidak semata-mata melanggar
hukum, tetpai menurut Selo Soemardjan , juga menyebabkan rusaknya tatanan
social.

11
Masalah sosial yang paling merusak adalah peperangan. Semakin
maju masyarakat, maka semakin canggih teknologi peperangan, sehingga
semakin besar kerusakan yang ditimbulkan. Perang merupakan wujud nyata
adanya konflik terbuka antara dua masyarakat ataulebih. Apabila konflik tidak
menemukan jalan lain untuk pemecahannya, maka perang dijadikan jalan
keluarnya. Apabila salah satu pihak ada yang kalah, barulah terjadi
akomodasi. Akan tetapi, perlu diingat bahwa perang senantiasa menimbulkan
berbagai dampak buruk di berbagai bidang kehidupan. Berbagai infrastruktur
sosial ekonomi menjadi rusak, kehidupan sosial menjadi porak-poranda,
berbagai produk kebudayaan hancur, dan banyak keluarga kehilangan
anggotanya. Perang sebagai bentuk konflik antarmasyarakat dapat dikaji
sebab dan prosesnya secara sosiologis.

Norma-norma masyarakat mengatur perilaku setiap orang agar tidak


merugikan diri sendiri atau pihak lain. Setiap norma atau peraturan didasarkan
pada nilai-nilai sosial tertentu yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Namun,
sering terjadi warga masyarakat tidak mampu memenuhi tuntutan moral yang
ada dan melakukan pelanggaran. Masalah sosial sebagai wujud pelanggaran
norma-norma masyarakat antara lain berupa pelacuran, kenakalan anak,
penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif (NAZA), dan homoseksualitas.
Pelacuran merupakan bentuk pelanggaran norma susila dan norma agama.
Orang melacurkan diri karena beberapa sebab. Secara kejiwaan, orang yang
melacurkan diri mungkin memiliki latar belakang masa kanak-kanak yang
tidak cukup kasih sayang. Secara ekonomi, mungkin mereka terjepit oleh
kebutuhan hidup, sementara tidak memiliki mata pencaharian lain yang lebih
baik. Adapun secara sosial, mungkin mereka dikecewakan oleh suami atau
keluarganya. Selain melanggar kesusilaan dan ajaran agama, pelacuran juga
menyebabkan penularan penyakit kelamin dan AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome) yang sangat membahayakan. Penyakit kelamin dapat

12
menyebabkan kerusakan fungsi reproduksi, dan penyakit AIDS menyebabkan
kerusakan sistem kekebalan tubuh.

Delinkuen atau kenakalan anak-anak bentuknya berupa pencurian,


perampokan, pencopetan, penganiayaan, tindak asusila, penggunaan obat-obat
terlarang, dan kebut-kebutan di jalan raya. Kenakalan anak timbul karena
berbagai sebab yang umumnya merupakan bentuk pelarian diri dari kondisi
keluarga dan lingkungan yang tidak memuaskan. Anak-anak dari semua
golongan atau kelas sosial sama-sama berpotensi berperilaku nakal.
Kebutuhan ekonomi yang tidak terpenuhi menjadi sebab kenakalan anak-anak
dari kelas sosial bawah, sedangkan kurangnya kasih sayang dan perhatian
orang tua menjadi penyebab kenakalan anak-anak dari kelas sosial ekonomi
atas. Narkotika dan Zat Adiktif (NAZA) merupakan bahan-bahan yang bila
dikonsumsi secara salah (diluar aturan kedokteran) dapat menimbulkan
gangguan sistem syaraf. Bahan-bahan itu meliputi opium, kodein, morfin, dan
heroin, serta turunannya. Dalam praktik kedokteran, narkotika digunakan
untuk menghilangkan rasa sakit atau untuk membius pasien. Akan tetapi,
penggunaan narkotika secara berlebihan sehingga membuat orang berperilaku
menyimpang termasuk pelanggaran norma. Demikian juga, mengonsumsi
alkohol secara berlebihan sehingga membuat seseorang mabuk dan lupa diri
juga pelanggaran norma. Apabila seseorang ketagihan alkohol (alkoholisme),
maka perilakunya akan menyimpang dari norma-norma sosial. Mereka tidak
saja merugikan diri sendiri, tetapi juga membahayakan orang lain. Masalah-
masalah yang timbul sebagai akibat pelanggaran nilai dan norma sosial seperti
yang dijelaskan di atas juga perlu ditangani. Semakin banyak masalah sosial
terjadi, berarti semakin buruk kondisi masyarakat.

Kependudukan masyarakat Indonesia mengalami laju pertumbuhan


terlalu cepat dan persebaran tidak merata atau kualitas kesehatan dan
pendidikan rendah yang merupakan menjadi masalah sosial. Jumlah penduduk

13
besar merupakan sumber daya pembangunan. Namun, bila persebarannya
menumpuk pada suatu lokasi tertentu saja akan mengakibatkanberbagai
persoalan sosial. Kesejahteraan penduduk menurun karena lingkungan padat,
kumuh, kurang sarana dan prasarana kehidupan, dan persaingan hidup terlalu
tinggi.

Manusia hidup dalam suatu lingkungan. Di dalam lingkungan terdapat


unsure makhluk hidup dan benda-benda mati. Unsur makhluk hidup terdiri
atas manusia, hewan, dan organisme lain. Unsur benda mati terdiri atas air,
udara, tanah, sinar matahari, dan lain-lain. Semua unsure saling berinteraksi
dan saling memengaruhi sehingga membentuk satu kesatuan yang disebut
ekosistem. Apabila semua unsur yang ada dalam ekosistem berfungsi
sebagaimana mestinya, maka kehidupan akan berjalan normal. Namun bila
ada gangguan, maka kehidupan pun akan terganggu. Gangguan terhadap
lingkungan hidup yang sering menjadi masalah sosial adalah polusi atau
pencemaran, baik pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah,
maupun pencemaran suara. Kehidupan sosial manusia yang tidak terlepas dari
keberadaan lingkungan hidup akan sangat terpengaruh jika terjadi pencemaran
di lingkungannya. Oleh karena itu, pencemaran lingkungan dianggap sebagai
bagian dari masalah sosial. Tidak semua masalah lingkungan hidup
merupakan akibat dari persoalan kemasyarakatan. Adakalanya disebabkan
oleh unsur nonsosial, misalnya letusan gunung, gempa bumi, dan tsunami.
Akan tetapi, dampaknya selalu berhubungan dengan kehidupan sehari-hari
masyarakat. Oleh karena itu, penyelesaian persoalan lingkungan hidup tidak
bisa lepas dari peran sosiologi.

Secara umum, pengangguran adalah orang yang tidak bekerja sama


sekali atau sedang dalm mencari kerja atau bekerja kurang dari dua hari
selama seminggu sebelum pemecatan dan berusaha untu memperoleh
pekerjaan. Saat ini jumlah pengangguran di Indonesia memang sangatlah

14
besar , maka tidak heran jika angka kemiskinan di Indonesia juga tinggi.
Permasalahan utama tingginya pengangguran di Indonesia terjadi karena
jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sebanding dengan besarnya
pencari pekerjaan. Sayangnya, kebanyakan orang Indonesia tidak berani
mengambil keputusan untuk bewira usaha dengan alasan takut terhadap
resiko, tidak adanya modal yang cukup, takut rugi dan sebagainya. Padahal
dengan mengambil langkah berwira usaha, angka pengangguran dan
kemiskinan dapat ditekan.

Dengan adanya masalah social ini maka diharapkan upaya untuk


mengatasinya agar masalah social dapat berkurang dan tidak menimbulkan
dampak negative bagi bangsa Indonesia. Dalam keadaan kekacauan social ini,
aturan-aturan atau norma-norma lama sudah tidak berlaku lagi atau sebagian-
sebagian masih berlaku , sedangkan aturan-aturan atau norma-norma baru
belum lagi mantap dalam menggantikan norma-norma lama tersebut dalam
mengatur kehidupan social warga masyarakat. Sehingga dalam tahap ini
terdapat semacam kebingungan atau kekacauan dalam berbagai bidang
kehidupan social. Selanjutnya jika unsur-unsur baru telah mantap diterima dan
norma-norma atau aturan-aturan baru telah mantap menjadi pegangan dalam
berbagai kegiatan social, maka dapat dikatakan bahwa masyarakat tersebut
telah mencapai tingkat tertib social lagi. Kekacauan social terwujud bila
inovasi tersebut menyebabkan adanya perubahan-perubahan yang mendasar
pada pranata-pranata yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan. Suatu
perubahan social selalu terwujud dalam bentuk adanya kekacauan dalam
kehidupan social , tetapi tidak semua perubahan ini mewujudkan kekacauan
social yang besar.

Dalam proses perubahan sosial selalu ada faktor-faktor yang


mempengaruhi proses. Adapun faktor-faktor pendorong perubahan sosial:

15
a. Toleransi

Toleransi merupakan sikap memerima sesuatu keadaan. Toleransi


terhadap perbuatan menyimpang merupakan sarana dalam mengadakan
perubahan sosial. Dengan adanya toleransi akan mendorong individu yang
kreatif menciptakan usaha-usaha perubahan.

b. Sistem terbuka lapisan masyarakat

Sistem terbuka memungkinkan adanya gerakan sosial vertikal


yang luas, atau berarti memberi kesempatan kepada individu untuk maju
atas dasar kemampuan sendiri. Sistem terbuka yang ketat menyulitkan
gerak sosial vertikal. Individu yang merasa puas dalam kedudukannya di
beri kesempatan memperbaiki nasib. Oleh karena itu, individu yang
memiliki kreatifitas, kritis, berkesempatan memperbaiki kedudukan.

c. Heterogenitas (Penduduk yang heterogen)

Masyarakat yang bersifat heterogenitas memiliki aspirasi dan


saluran aspirasi yang satu sama lain berbeda. Perbedaan aspirasi ini
memungkinkan bentrokan sosial baik secara fisik maupun non fisik.
Kesamaan aspirasi merupakan pertanda telah ada perubahan sosial
budaya.

d. Rasa tidak puas

Ketidakpuasan masyarakat yang telah berakar , menyebabkan


timbulnya revolusi dalam masyarakat. Revolusi melahirkan perubahan
dalam seluruh aspek kehidupan. Ketidakpuasan dalam masyarakat
ditimbulkan kebijaksanaan penguasa yang tidak berakar dalam aspirasi
masyarakat , akan lebih mendorong terjadinya perubahan-perubahan
dalam masyarakat.

16
e. Karakter masyarakat

Secara etnopsikologis tiap kelompok masyarakat berbeda karakter


sehingga berbeda pula sikap menanggapi sesuatu masalah social. Ada
masyarakat yang bersifat sikap mudah menerima sesuatu hal yang baru,
sikap ini bertalian erat dengan nilai yang dianut dalam masyarakat
tersebut. Di samping itu, sikap masyrakat yang menghargai hasil karya
seseorang sesorang dan keinginan untuk maju yang telah melembaga
dalam masyrakat , maka akan mendorong masyrakat untuk usaha-usaha
penemuan baru.

f. Pendidikan
Masalah perubahan adalah masalah yang sejauh mana sikap
menerima dan mengubah sikap merupakan masalah pendidikan.,
mengubah sikap dilakukan melalui pendidikan. Ini berarti pedidikan
memberi dorongan mengubah masyrakat. Pendidikan mengajarkan kepada
individu aneka macam kemampuan, memberikan nilai-nilai tertentu bagi
manusi , terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal-hal
baru dan juga bagaimana cara berpikir secara ilmiah.
g. Ideology
Ideology merupakan sitem niali yang didarah-dagingkan sesuatu
anggota masyarakat untuk mengatur tingkah laku bermasyarakat. Ideology
merupakan penjelmaan dari suatu hasil consensus bersama dari berbagai
kelompok tentang realitas hidup dalam masyarakat. Di samping itu ,
ideology melukiskan kemampuan guna memberi harapan kepada berbagai
kelompok untuk mengubah kehidupan bersama yang lebih baik serta
membangun masa depan yang lebih cerah.
Adapun factor pengambat dalam perubahan social:

a. Kehidupan masyarakat yang tersaing

17
Perubahan terjadi jika ada kontak antara satu sama yang lain, dan
dengan adanya kontak dimungkinkan adanya interaksi. Dalam interaksi
terjadi saling pengaruh mempengaruhi anatara lain bias berbentuk
ideology, penemuan baru, sehingga salah satu menerima atau menolak
ideology atau penemuan baru tersebut. Kontak dalam komunikasi ini tidak
akan mungkin bagi masyarakat yang terisolasi. Kondisi daerah yang
terisolasi dari jalur komunikasi memantapkan status quo, merupakan
factor yang menghambat untuk terjadinya perubahan social.
b. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Yang Terlambat
Ilmu pengetahuan membuka mata untuk menyesuaikan diri kepada
kondisi baru atas dasar penalaran. Perkembangan ilmu pengetahuan juga
diperoleh melalui interaksi kontak masyarakat yang satu dengan
masyarakat yang lain. Di suatu daerah tertentu , terdapat adanya
perkembangan ilmu penegtahuan yang terlambat. Hal ini mungkin
disebabkan hidup masyarakat tersebut terasing atau terisolasi, juga
dimungkinkan masyarakat tersebut sering menutup diri terhadap
perkembangan perubahan yang terjadi atas dasar memelihara kemurnian
budayanya.
c. Sikap masyarakat yang sangat tradisioanal
Sikap merupakan kecenderungan bertindak terhadap sesuatu
obyek. Masyarakat yang sangat tradisional selalu bersikap memuji tradisi
yang diwariskan turun-temurun. Masyarakat yang sangat tradisional,
beranggapan bahwa bila mengubah tradisi akan mendatangkan
marabahaya. Sikap yang mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau ,
serta beranggapan bahwa tradisi secara mutlak tak dapat diubah, maka hal
yang demikian itu menghambat jalannya proses perubahan.
d. Adanya kepentingan yang tertanam
Masyarakat yang merasa aman dalam keadaan masa kini akan
menolak perubahan, terlebih-lebih anggota masyarakat yang memperoleh

18
kedudukan atas dasar garis keturunan. Mereka takut akan kehilangan hak-
hak istimewa bila perubahan diadakan. Oleh karena itu, mereka akan
menghambat bahkan menolak perubahan. Kondisi yang demikian
biasanya terjadi pada masyarakat yang sedang mengalami transisi,
sehingga sulit sekali bagi mereka yang memiliki hak-hak istimewa untuk
melepaskan kedudukannya di dalam suatu proses perubahan.
e. Adanya prasangka
Prasangka merupakan sikap terhadap kelompok atau golongan
tertentu yang bukan kelompok atau golongan sendiri. Sikap ini
menimbulkan diskriminasi tanpa dasar objektif. Perubahan dalam
mendukung pembangunan membutuhkan kerjasama, sedangkan suasana
prasangka menimbulkan ketidakbersamaan. Disamping itu, kebanyakan
unsur-unsur baru berasal dari Barat, dank arena pengalaman selama
penjajahan meninggalkan bekas pahit, maka apa saja yang dari Baratselalu
dicurigai.
f. Adat istiadat atau kebiasaan
Adat istiadat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi
anggota masyarakat di dalam memenuhi segala kebutuhan pokoknya.
Adat istiadat bersumber dari nilai tradisional yang telah didarah-
dagingkan. Masyarakat merasakan kenikmatan menggunakan adat istiadat
ini dalam mengatur tata kelakuan. Dengan berdiri diatas landasan nilai
adat dirasakan ketenteraman. Dengan adanya perubahan, maka nilai-nilai
tradisional yang irasional akan diganti dengan nilai-nilai yang objektif
rasional. Pergantian yang lama dengan yang baru menimbulkan rasa-was-
was sehingga dianggap perubahan membongkar adat istiadat atau
kebiasaan dengan demikian krisis akan muncul dan dan menghambat
perubahan.

19
C. Implementasi pemikiran Selo Soemardjan untuk menghadapi perubahan
social di Indonesia

Pada kenyataanya , kita menggunkan teori sepanjang waktu. Secara


sederhana, teori adalah sebuah penjelasan. Ada dua teori utama mengenai
perubahan sosial, yaitu teori siklus dan teori perkembangan.

a. Teori Siklus

Teori siklus menjelaskan bahwa perubahan sosial bersifat siklus


artinya berputar melingkar. Menurut teori siklus, perubahan social
merupakan sesuatu yang tidak bisa direncanakan atau diarahkan ke suatu
titik tertentu, tetapi berputar-putar menurut pola melingkar. Pandangan
teori siklus ini, yaitu perubahan sosial sebagai suatu hal yang berulang-
ulang. Apa yang terjadi sekarang akan memiliki kesamaan atau kemiripan
dengan apa yang ada di zaman dahulu. Di dalam pola perubahan ini tidak
ada proses perubahan masyarakat secara bertahap sehingga batas-batas
antara pola hidup primitif, tradisional, dan modern tidak jelas. Perubahan
siklus merupakan pola perubahan yang menyerupai spiral seperti gambar
berikut. Pandangan teori siklus sebenarnya telah dianut oleh bangsa
Yunani, Romawi, dan Cina Kuno jauh sebelum ilmu sosial modern lahir.
Mereka membayangkan perjalanan hidup manusia pada dasarnya
terperangkap dalam lingkaran sejarah yang tidak menentu. Seorang filsuf
sosial Jerman, Oswald Spengler, berpandangan bahwa setiap peradaban
besar menjalani proses penahapan kelahiran, pertumbuhan, dan
keruntuhan. Selanjutnya, perubahan sosial akan kembali pada tahap
kelahirannya kembali. Seorang sejarawan social Inggris, Arnold Toynbee,
berpendapat bahwa sejarah peradaban adalah rangkaian siklus
kemunduran dan pertumbuhan. Akan tetapi, masing-masing peradaban
memiliki kemampuan meminjam kebudayaan lain dan belajar dari

20
kesalahannya untuk mencapai tingkat peradaban yang tinggi. Salah satu
contoh adalah kemajuan teknologi di suatu masyarakat umumnya terjadi
karena proses belajar dari kebudayaan lain.

Kita dapat melihat kebenaran teori siklus ini dari kenyataan social
sekarang. Misalnya, dari perilaku mode pakaian, dan gaya kepemimpinan
politik. Sebagai contoh, dalam perubahan mode pakaian, seringkali kita
melihat mode pakaian terbaru kadang-kadang merupakan tiruan atau
mengulang model pakaian zaman dulu. Dalam bidang politik, kita juga
melihat adanya perubahan bersifat siklus. Sering kita melihat upacara-
upacara sosial yang dilakukan pemimpin suku di zaman kuno dilakukan
kembali oleh pemimpin politik masyarakat modern sekarang, misalnya
melakukan upacara-upacara yang sifatnya memuja dan memelihara tradisi
turun-temurun.

b. Teori Perkembangan/Teori Linier

Menurut teori ini perubahan sosial bersifat linier atau berkembang


menuju ke suatu titik tujuan tertentu. Penganut teori ini percaya bahwa
perubahan sosial bisa direncanakan atau diarahkan ke suatu titik tujuan
tertentu. Masyarakat berkembang dari tradisional menuju masyarakat
kompleks modern. Bentuk perubahan sosial menurut teori ini dapat
digambarkan seperti tampak dalam gambar berikut. Pandangan tentang
teori linier dikembangkan oleh para ahli social sejak abad ke-18,
bersamaan dengan munculnya zaman pencerahan di Eropa yang
berkeinginan masyarakat lebih maju. Teori linier dapat dibagi menjadi
dua, yaitu teori evolusi dan teori revolusi. Teori evolusi melihat perubahan
secara lambat, sedangkan teori revolusi melihat perubahan secara sangat
drastis. Menurut teori evolusi bahwa masyarakat secara bertahap

21
berkembang dari primitif, tradisional, dan bersahaja menuju masyarakat
modern.

Teori ini dapat kita lihat di antaranya dalam karya sosiolog Herbert
Spencer, Emile Durkheim, dan Max Weber. Herbert Spencer seorang
sosiolog Inggris, berpendapat bahwa setiap masyarakat berkembang
melalui tahapan yang pasti. Herbert Spencer mengembangkan teori
evolusi Darwin untuk diterapkan dalam kehidupan sosial. Menurut
Spencer orang-orang yang cakap akan memenangkan perjuangan hidup,
sedangkan orang-orang lemah akan tersisih sehingga masyarakat yang
akan datang hanya diisi oleh manusia-manusia tangguh yang
memenangkan perjuangan hidup. Emile Durkheim mengetengahkan
teorinya yang terkenal bahwa masyarakat berkembang dari solidaritas
mekanik ke solidaritas organik. Solidaritas mekanik merupakan cara hidup
masyarakat tradisional yang di dalamnya cenderung terdapat keseragaman
sosial yang diikat oleh ide bersama. Sebaliknya, solidaritas organik
merupakan cara hidup masyarakat lebih maju yang berakar pada
perbedaan daripada persamaan. Masyarakat terbagi-bagi secara beragam
atau terjadi proses diferensiasi kerja. Teori revolusioner dapat kita lihat
dalam karya Karl Marx sebagai sosiolog. Karl Marx juga melihat
masyarakat berubah secara linier, namun bersifat revolusioner. Semula
masyarakat bercorak feodal lalu berubah secara revolusioner menjadi
masyarakat kapitalis. Kemudian, berubah menjadi masyarakat sosialis-
komunis sebagai puncak perkembangan masyarakat. Max Weber
berpendapat bahwa masyarakat berubah secara linier dan masyarakat yang
diliputi oleh pemikiran mistik menuju masyarakat yang rasional. Terjadi
perubahan dari masyarakat tradisional yang berorientasi pada tradisi
turun-temurun menuju masyarakat modern yang rasional. (Jacobus, 2015)

22
Perubahan social yang merupakan pemikiran dari Selo Soemardjan
merupakan bagian dari ilmu sosiologi yang mencoba memotret dinamika
social masyarakat. Perubahan social dalam konsep pemikiran Selo
Soemardjan adalah perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga
masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai
social, sikap dan pola tingkah laku antar kelompok dalam masyarakat.
Dengan demikian, dalam teori, konsep perubahan social ini bias
dibedakan dari perubahan kultural, seperti halnya konsep masyarakat bias
dibedakan dengan kebudayaan. Perubahan social dan perubahan kultural
mempunyai satu segi persamaan, yaitu kedua-duanya menyangkut suatu
adaptasi atau perbaikan dalam cara masyarakat memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya. Dalam konteks ini perubahan social memunculkan dua
aspek penting tentang dugaan bahwa perubahan sosial ini disengaja atau
tidak disengaja. Perubahan sosial yang disengaja adalah perubahan yang
telah diketahui dan direncanakan sebelumnya oleh anggota masyarakat
yang berperan sebagai pelopor perubahan. Adapun perubahan yang tidak
disengaja adalah perubahan yang terjadi tanpa diketahui atau direncanakan
sebelumnya oleh anggota masyarakat. Dalam perubahan sosial di
Yogyakarta, perubahan sosial yang disengaja adalah perubahan
pemerintahan, sedangkan perubahan yang tidak disengaja adalah pola
semakin kuatnya masyarakat padukuhan, termasuk pula hilangnya kaum
bangsawan secara berangsur-angsur dari kedudukan kelas atas dalam
masyarakat. Perubahan ini yang disengaja di dalam proses pemerintahan
dimulai dari yang sangat sentralisir dan otokratis menjadi pemerintahan
yang didesentralisir dan demokratis. Menurut Selo Sumardjan (2009),
pada tahun 1957 pemerintah propinsi mengeluarkan keputusan untuk
memberi para pemilik tanah di pedesaan hak waris dalam memiliki tanah.
Keputusan ini tidak lebih dari suatu keberlanjutan logis dari perubahan
yang disengaja yaitu untuk memberi kaum tani hak waris untuk

23
menggarap sawah. Perubahan ini mendorong demokratisasi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, pemikiran ini
justru bersumber dari permasalahan di masyarakat akibat kurangnya hak
atas tanah yang kemudian diselesaikan melalui pemikiran yang demokratis
dan kontekstual pada masanya.

Masalah sosial sebagai kondisi yang dapat menghambat


perwujudan kesejahteraan sosial pada gilirannya selalu mendorong adanya
tindakan untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Dalam konteks
tersebut, upaya pemecahan sosial dapat dibedakan antara upaya
pemecahan berbasis negara dan berbasis masyarakat. Negara merupakan
pihak yang sepatutnya responsif terhadap keberadaan masalah sosial.
Perwujudan kesejahteraan setiap warganya merupakan tanggung jawab
sekaligus peran vital bagi keberlangsungan negara. Di lain pihak
masyarakat sendiri juga perlu responsif terhadap masalah sosial jika
menghendaki kondisi kehidupan berkembang ke arah yang semakin baik.
Salah satu bentuk rumusan tindakan negara untuk memecahkan masalah
sosial adalah melalui kebijakan sosial. Suatu kebijakan akan dapat
dirumuskan dengan baik apabila didasarkan pada data dan informasi yang
akurat. Apabila studi masalah sosial dapat memberikan informasi yang
lengkap dan akurat maka bararti telah memberikan kontribusi bagi
perumusan kebijakan sosial yang baik, sehingga bila diimplementasikan
akan mampu menghasilkan pemecahan masalah yang efektif. Upaya
pemecahan sosial sebagai muara penanganan sosial juga dapat berupa
suatu tindakan bersama oleh masyarakat untuk mewujudkan suatu
perubahan yang sesuai yang diharapkan. Dalam teorinya Kotler
mengatakan, bahwa manusia dapat memperbaiki kondisi kehidupan
sosialnya dengan jalan mengorganisir tindakan kolektif. Tindakan kolektif
dapat dilakukan oleh masyarakat untuk melakukan perubahan menuju

24
kondisi yang lebih sejahtera. Pada dasarnya cara mengatasi masalah social
harus dimulai dari menuntaskan masalah kualitas hidup dari tiap individu.
Jika hal ini dapat dilaksanakan secara totalitas, baik pada hal yang
berbentuk fisik maupun non fisik maka manusia secara keseluruhan akan
terhindar dari masalah social yang dapat mengganggu ketentaraman hidup.

Dalam implementasinya, perubahan yang dikupas oleh Selo


Soemardjan tidak melihat pada proses perubahan masyarakat yang yang
diakibatkan oleh berbagai proses perkembangan biologis, seperti
pertumbuhan penduduk dan pergantian generasi. Perubahan sosial yang
digagas Selo Soemardjan justru berfokus pada perubahan di dalam
lembaga-lembaga masyarakat yang mempengaruhi sistem sosial, yang di
dalamnya termasuk nilai, norma, sikap dan tingkah laku. Perubahan sosial
yang mengedepankan nilai-nilai harmoni telah berhasil membawa
perubahan tanpa berdarah-darah. Namun, saat ini perubahan sosial yang
terjadi pada masyarakat kita cenderung mengabaikan nilai-nilai
harmonisasi ini. Produk politik yang memberlakukan pemilihan kepala
daerah, presiden dan wakil presiden melalui pemilihan langsung telah
membelah masyarakat pada kandidat-kandidat yang bertarung. Segmentasi
yang terjadi terus meruncing dalam kampanye-kampanye negatif, saling
menjatuhkan. Maka upaya perangkulan (koalisi) setelah pemilihan
menjadi sia-sia, karena pendukung masing-masing kandidat sudah
membawa alam bawah sadar kebencian satu sama lain. Harapannya
dengan otonomi daerah, proses pemerintahan akan lebih dekat ke rakyat
dengan hasil kesejahteraan rakyat akan meningkat karena hasil bumi yang
ada di suatu wilayah akan diolah dan digunakan untuk kemakmuran
rakyat. Pemikiran ini menunjukkan bahwa demokrasi sebenarnya sudah
ada dalam pikiran Selo Sumardjan dan berasal dari kearifan lokal seorang
raja di Yogyakarta yang mendorong perubahan sosial di tataran

25
masyarakat yang hasilnya luar biasa bagi perkembangan dan dinamika
masyarakat khususnya di Yogyakarta.

Keseimbangan sosial adalah syarat yang harus dipenuhi agar suatu


masyarakat bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Dimana segenap
lembaga sosial utama berfungsi dan saling tunjang menunjang. Dalam
keadaan seperti ini tiap warga masyarakat bisa memperoleh ketenteraman
batin karena tidak ada konflik norma dan nilai dalam masyarakat. Setiap
keseimbangan sosial terganggu, ia akan menolak kekuatan pengganggu itu
atau menata kembali lembaga-lembaganya untuk memasukkan unsur baru
tersebut ke dalam strukturnya. Dengan demikian suatu perubahan sosial
tidak lain adalah penyimpangan kolektif dari pola-pola yang telah mapan
dan karena itu menimbulkan gangguan pada keseimbangan sosial yang
ada. Bisa juga terjadi bahwa suatu perubahan dipaksakan pada satu
masyarakat dari luar dan tidak bisa ditolak karena kuatnya pelopor
perubahan , akan tetapi sebenarnya masyarakat tidak siap atau tidak mau
menerimanya. Dalam hal ini masyarakat terpaksa mentolerir perubahan
itu. Jika hal ini tidak terlalu mengganggu masyarakat , akibatnya mungkin
tetap, akan tetapi hanya bentuk luarnya. Mungkin sekali tidak bisa
menembus sektor-sektor idiil masyarakat , dan nilai-nilai serta norma-
norma sosial tidak akan atau sedikit sekali terpengaruh. Bisa terjadi juga
bahwa seperangkat nilai-nilai dan norma-norma sosial yang lama dan yang
baru saling bertentangan dan berlaku pada waktu yang bersamaan, pada
anggota yang sama. Ini berarti suatu gagasan yang terus menerus pada
keseimbangan sosial. Jika keseimbangan sosial tidak terpulihkan,
ketegangan dan frustasi di kalangan warga masyarakat tak mungkin
berakhir. Penyesuaian kelembagaan juga harus dibedakan dengan
penyesuaian perorangan warga masyarakat. Yang pertama menunjuk pada
usaha-usaha masyarakat yang berhasil mengubah lembaga-lembaganya

26
untuk bisa menampung suatu perubahan sosial. Penggantian secara
berangsur-angsur bahasa Jawa yang berstratifikasi dengan bahasa
Indonesia yang tanpa stratifikasi sebagai respon terhadap perubahan
sistem kelas dari yang tertutup ke yang terbuka dan perubahan
pemerintahan menuju demokrasi, adalah salah satu contohnya. Setiap
warga harus menerima perubahan sosial itu dan menyesuaikan orientasi
psikologisnya pada lembaga sosial yang telah berubah itu, kalau tidak
ingin menderita karena disorganisasi yang sifatnya psikologis.
(Soemardjan,1981:306)

Dalam banyak segi proses unik di Daerah Istimewa Yogyakarta


dalam arti bahwa proses itu dipengaruhi oleh keadaan-keadaan tertentu
yang berlaku di daerah itu. Meskipun demikian, terdapat sejumlah ciri-ciri
atau karakteristik yang bersifat umum dan tidak hanya berlaku di
Yogyakarta saja. Dalil-dalil berikut menurut Selo Soemardjan merupakan
suatu usaha untuk menentukan karakteristik-karakteristik dalam proses
perubahan social yang mungkin dirumuskan secara umum.

1. Kalau ada rangsangan yang cukup kuat untuk mengatasi


hambatan-hambatan yang merintangi tahap permulaan proses
perubahan, maka hasrat akan perubahan sosial bisa berubah
menjadi tindakan untuk mengubah.
2. Orang-orang yang mengalami tekanan kuat dari luar cenderung
mengalihkan agresi balasan mereka dari sumber tekanan yang
sebenarnya ke sasaran-sasaran materiil yang ada sangkut pautnya
dengan sumber itu.
3. Rakyat yang tertekan oleh kekuatan luar cenderung untuk
berkerjasama dengan kekuatan luar, tetapi hanya untuk
mempertahankan ketentraman jiwa mereka.

27
4. Orang-orang yang tertekan cenderung untuk menjadi lebih agresif.
Hal ini disebabkan mereka semakin menyadari adanya
kesenjangan antara keadaan hidup sekarang dengan keadaan yang
diinginkan.
5. Proses perubahan social di kalangan para pelopor-pelopornya
bermula dari pemikiran ke sesuatu di luar (eksternal). Di kalangan
para warga masyarakat lainnya, proses itu berlangsung dari sesuatu
di luar (eksternal) ke sesuatu yang bersifat kelembagaan.
6. Harta kekayaan yang diinginkan, tetapi tidak bisa lagi diperoleh
karena jalan itu tertutup oleh kekuatan-kekuatan luar sehingga
telah kehilangan nilai sosialnya oleh rasionalisasi. Dalam hal yang
ekstrim, harta kekayaan itu tidak dihargai.
7. Rakyat menolak perubahan karena berbagai alasan, antara lain:
a. Mereka tak memahaminya,
b. Perubahan itu bertentangan dengan nilai-nilai serta
normanorma yang ada,
c. Para anggota masyarakat yang berkepentingan dengan keadaan
yang ada (vested interest) cukup kuat menolak perubahan,
d. Resiko yang terkandung dalam perubahan itu lebih besar dari
pada jaminan sosial dan ekonomi yang bisa diusahakan,
e. Pelopor perubahan ditolak
8. Perubahan-perubahan yang tidak merata pada berbagai sektor
kebudayaan masyarakat cenderung menimbulkan
keteganganketegangan yang mengganggu keseimbangan sosial,
9. Dalam proses perubahan social, kebiasaan-kebiasaan lama
dipertahankan dan diterapkan pada inovasi sehingga tiba saatnya
kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih menguntungkan
menggantikan yang lama,

28
10. Kalau rakyat terus menerus tidak diberi kesempatan untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhan sosialnya, mereka cenderung
beralih merenungkan hal bukan keduniawian untuk mendapatkan
ketentraman jiwa. Dalam hal sebaliknya, mereka cenderung untuk
menjadi lebih sekuler dalam sistem kepercayaannya,
11. Suatu perubahan sosial yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh
pelopor yang berlawanan dengan kepentingan-kepentingan pribadi
(vested interests) cenderung untuk berhasil,
12. Perubahan yang dimulai dengan pertukaran pikiran secara bebas
diantara para warga masyarakat yang terlibat, cenderung mencapai
sukses yang lebih lama daripada perubahan yang dipaksakan
dengan dekrit pada mereka,
13. Perubahan dari sistem kelas tertutup ke kelas terbuka akan disertai
dengan perubahan dari sistem komunikasi vertical satu arah ke
arah sistem komunikasi vertikal dua arah,
14. Perubahan dari sistem kelas tertutup ke kelas terbuka cenderung
untuk mengalihkan orientasi rakyat dari tradisi. Maka, mereka
menjadi lebih mudah menerima perubahanperubahan yang lainnya,
15. Semakin lama dan semakin berat penderitaan yang telah dialami
oleh rakyat karena berbagai ketegangan psikologis dan frustasi,
maka semakin tersebar luas dan cepat kecenderungan perubahan
yang akan menuju pada kelegaan.

29
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap masyarakat selama hidupnya, akan mengalami yang namanya
perubahan. Terjadinya perubahan social diakibatkan dari perubahan yang
berkembang dengan pesat dari pengaruhnya pembangunan, selain itu juga
karena adanya pengaruh kebudayaan dari luar yang masuk dengan mudah
akibat dari proses pembangunan. dalam perubahan social akan menimbulkan
dampak social, dampak social ini ada yang bersifat negative dan ada yang
bersifat positif. Dampak social yang bersifat negative akan menimbulkan
masalah-masalah social. Nilai social dan norma social menjadi ukuran moral
di dalam masyarakat, sedangkan lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai
saluran pemenuhan kebutuhan manusia. Masalah social mengganggu
kelestarian fungsi-fungsi dalam masyarakat. Berlawanan dengan hukum, dan
bersifat merusak, sehingga perlu diatasi. Berbagai masalah social yang
muncul antara lain kejahatan, konflik antar kelompok etnik, kemiskinan,
pengangguran, penyakit, perceraian, kejahatan, pelacuran, kenakalan anak,
dan lain-lain. Dengan adanya masalah social ini maka diharapkan upaya untuk
mengatasinya agar masalah social dapat berkurang dan tidak menimbulkan
dampak negative bagi bangsa Indonesia.
Dalam implementasinya, perubahan yang dikupas oleh Selo
Soemardjan tidak melihat pada proses perubahan masyarakat yang yang
diakibatkan oleh berbagai proses perkembangan biologis, seperti pertumbuhan
penduduk dan pergantian generasi. Keseimbangan sosial menjadi syarat yang
harus dipenuhi agar suatu masyarakat bisa berfungsi sebagaimana mestinya.
Dimana segenap lembaga sosial utama berfungsi dan saling tunjang

30
menunjang. Dalam keadaan seperti ini tiap warga masyarakat bisa
memperoleh ketenteraman batin karena tidak ada konflik norma dan nilai
dalam masyarakat. Setiap keseimbangan sosial terganggu, ia akan menolak
kekuatan pengganggu itu atau menata kembali lembaga-lembaganya untuk
memasukkan unsur baru tersebut ke dalam strukturnya. Dengan demikian
suatu perubahan sosial tidak lain adalah penyimpangan kolektif dari pola-pola
yang telah mapan dan karena itu menimbulkan gangguan pada keseimbangan
sosial yang ada. Bisa juga terjadi bahwa suatu perubahan dipaksakan pada
satu masyarakat dari luar dan tidak bisa ditolak karena kuatnya pelopor
perubahan , akan tetapi sebenarnya masyarakat tidak siap atau tidak mau
menerimanya. Penyesuaian kelembagaan juga harus dibedakan dengan
penyesuaian perorangan warga masyarakat. Setiap warga harus menerima
perubahan sosial itu dan menyesuaikan orientasi psikologisnya pada lembaga
sosial yang telah berubah itu, kalau tidak ingin menderita karena disorganisasi
yang sifatnya psikologis.

31
DAFTAR PUSTAKA

Nasiwan.Yuyun, Wahyuni.2016.Teori Teori Sosial Insonesia. Yogyakarta:


Uny Press.
Soemardjan, Selo.1981. Perubahan Sosial di Yogyakarta. Yogyakarta:
UGM Press.
Ranjabanar, Jacobus.2008. Perubahan social Dalam Teori Makro.
Bandung: Alfabeta.
Ranjabanar, Jacobus. 2015. Teori-teori dan Perubahan Sosial sertaTeori
Pembangunan. Bandung: Alfabeta.
Susanto, Astrid. 1984. Sosiologi Perubahan. Jakarta: Bina Cipta.

32

Anda mungkin juga menyukai