Diabetes Mellitus Update
Diabetes Mellitus Update
Diagnosa
2. PATOFISIOLOGI
Diabetes melitus tipe 1 (5 - 10% kasus) biasanya terdapat pada masa anak-anak atau awal
memasuki usia dewasa dan menghasilkan kerusakan yang dimediasi oleh autoimun pada sel
β pankreas, menghasilkan defisiensi insulin. Proses autoimun dimediasi oleh makrofag dan
limfosit T dengan autoantibodi terhadap antigen sel β (contoh: sel antibodi, antibodi insulin)
(Dipiro, et. al., 2015). Pada patofisiologi diabetes mellitus tipe 1, yang terjadi adalah tidak
adanya insulin yang dikeluarkan oleh sel yang berbentuk seperti peta pada pankreas yang terletak
di belakang lambung. Dengan tidak adanya insulin, glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke
dalam sel untuk dirubah menjadi tenaga. Karena tidak bisa diserap oleh insulin, glukosa ini
terjebak dalam darah dan kadar glukosa dalam darah menjadi naik (Homenta, 2012).
Diabetes melitus tipe 2 sebanyak 90% kasus diabetes dan biasanya ditandai dengan kombinasi
resistensi insulin dan defisiensi insulin. Resistensi insulin dimanifestasikan oleh peningkatan
lipolysis dan produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik, dan penurunan
serapan otot rangka glukosa darah. DM tipe 2 terjadi ketika gaya hidup diabetogenic (kalori yang
berlebihan, olahraga tidak memadai, dan obesitas) ditumpangkan di atas genotip rentan. Pada
DM tipe 2 terjadi ganguan pengikatan glukosa oleh reseptornya tetapi produksi insulin masih
dalam batas normal sehinga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin (Dipiro, et. al.,
2015). Kejadian lainnya pada diabetes melitus (1 - 2% kasus) mencakup penyakit endokrin
(contoh: akromegali, cushing syndrome), diabetes gestasional (GDM) atau diabetes pada ibu
hamil, dan obat-obatan (glukokortikoid, niasin, α-interferon) (Dipiro, et. al., 2015).
3. ETIOLOGI
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak
memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara
efektif. Insulin adalah hormon yang mengaturkeseimbangan kadar gula darah. Akibatnya terjadi
peningkatan konsentrasi glukosa didalam darah (hiperglikemia). Diabetes melitus terdapat dua
kategori utama yaitu DM tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1 ditandai dengan kurangnya produksi
insulin. DM tipe 2 disebabkan penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh. Sedangkan
diabetes gestasional adalah hiperglikemia yang didapat saat kehamilan. (Kemenkes RI, 2014)
4. EPIDEMIOLOGI
DM mempengaruhi sekitar 29,1 juta orang di Amerika Serikat, atau 9,3% dari populasi.1
Meskipun diperkirakan 21 juta orang telah didiagnosis, 8,1 juta lainnya mengalami DM tetapi
tidak menyadari mereka memiliki penyakit. Pada tahun 2015, penderita diabetes di Indonesia
diperkirakan mencapai 10 juta orang dengan rentang usia 20-79 tahun (dikutip dari Federasi
Diabetes Internasional). Namun, hanya sekitar separuh dari mereka yang menyadari kondisinya.
DM type 1 :
Gejala awal yang paling umum adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan,
dan kelesuan disertai hiperglikemia.
Individu yang kurus (memiliki berat badan rendah) dan rentan untuk mengalami ketoasidosis
diabetik jika insulin ditahan atau dalam kondisi stres berat.
Antara 20% dan 40% pasien datang dengan ketoasidosis diabetik setelah beberapa hari
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan.
DM type 2 :
Pasien sering asimtomatik dan dapat didiagnosis sekunder untuk tes darah tidak
berhubungan.
Letih, poliuria, nokturia, dan polidipsia dapat ditemukan. Penurunan berat badan yang
signifikan kurang umum; pasien cenderung kelebihan berat badan atau obesitas. (Dipiro, et.
al., 2015).
Selain itu, menurut Hans Tandra (2008), manifestasi klinis Diabetes Melitus yaitu:
1. Berat Badan Turun
Sebagai kompensasi dari dehidrasi dan banyak minum, seseorang akan mulai banyak makan.
Memang pada mulanya berat badan makin meningkat, tetapi lama kelamaan otot tidak mendapat
cukup glukosa untuk tumbuh dan mendapatkan energi. Maka jaringan otot dan lemak harus
dipecah untuk memenuhi kebutuhan energi. Berat badan menjadi turun, meskipun banyak makan.
Keadaan ini makin diperburuk oleh adanya komplikasi yang timbul kemudian.
2.Lemah
Keluhan diabetes dapat berupa rasa capek, lemah, dan nafsu makan menurun. Pada diabetes,
gula bukan lagi sumber energi karena glukosa tidak dapat diangkut kedalam sel untuk menjadi
energi.
3.Mata kabur
Glukosa darah yang tinggi akan menarik pula cairan dari dalam lensa mata sehingga lensa
menjadi tipis. Mata seseorang pun mengalami kesulitan untuk fokus dan penglihatan jadi kabur.
Apabila seseorang bisa mengontrol glukosa darah dengan baik, penglihatan bisa membaik karena
lensa kembali normal.
5.Rasa kesemutan
Kerusakan saraf yang disebabkan oleh glukosa yang tinggi merusak dinding pembuluh darah dan
akan mengganggu nutrisi pada saraf. Karena yang rusak adalah saraf sensoris, keluhan yang
paling sering muncul adalah rasa semutan atau tidak berasa, terutama pada tangan dan kaki.
Selanjutnya bisa timbul rasa nyeri pada anggota tubuh, betis, kaki, tangan, dan lengan.
HASIL TERAPI YANG DIINGINKAN
Tujuan terapi pada DM mengurangi simtom hiperglisemia, mengurangi onset dan perkembangan
komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular, mengurangi mortalitas, dan meningkatkan kualitas
hidup (Dipiro, 2015). Level glukosa plasma dan darah lengkap serta hemoglobin terglikosilasi
(HbA1C) yang diinginkan pada Tabel berikut (Dipiro, 2015). Tabel Level glukosa plasma dan
darah lengkap serta hemoglobin terglikosilasi (HbA1C)
EVALUASI HASIL TERAPI
Untuk mengikuti kontrol kadar glikemik jangka panjang selama 3 bulan terakhir, mengukur kadar
A1C setidaknya dua kali dalam setahun pada pasien yang memenuhi tujuan pengobatan dengan
rejimen terapi yang stabil. Terlepas dari rejimen insulin yang dipilih, buat penyesuaian pada total
dosis insulin harian berdasarkan pengukuran kadar A1C dan gejala seperti
poliuria, polidipsia, dan penambahan atau kehilangan berat badan. Penyesuaian insulin yang
lebih baik dapat ditentukan berdasarkan hasil pengukuran SMBG (Self
Monitoring of Blood Glucose) yang sering dilakukan. Tanyakan kepada pasien yang menerima
insulin tentang pemahaman mengenai gejala hipoglikemia paling sedikit setiap setahun sekali.
Dokumentasikan frekuensi hipoglikemia dan perawatan yang diperlukan.
Pantau pasien yang menerima insulin sebelum tidur untuk hipoglikemia dengan menanyakan
adanya keringat pada malam hari, palpitasi, mimpi buruk, serta hasil SMBG. Untuk pasien
dengan DM tipe 2, dapatkan urinalisis rutin saat didiagnosis sebagai tes skrining awal untuk
albuminuria. Jika positif, tes urine 24 jam dapat digunakan sebagai penilaian kuantitatif yang
membantu dalam mengembangkan rencana perawatan. Jika urinalisis negatif untuk protein, tes
untuk mengevaluasi keberadaan mikroalbuminuria dianjurkan. Dapatkan profil lipid pada setiap
tindak lanjut kunjungan jika tidak pada sasaran, setiap tahun jika stabil dan sesuai sasaran, atau
setiap 2 tahun jika profil tersebut menunjukkan risiko rendah. Lakukan dan catat ujian kaki biasa
(setiap kunjungan), penilaian albumin urin (setiap tahun), dan pemeriksaan mata yang meluas
(tahunan atau lebih sering bila disertai dengan kelainan). Memberikan vaksin influenza tahunan
dan menilai pemberian vaksin pneumokokus dan vaksin hepatitis B bersamaan dengan
pengelolaan faktor risiko kardiovaskular lainnya (misalnya, merokok dan terapi antiplatelet)
(Dipiro et al., 2015)
ALGORITMA TERAPI
Mencakup ( First line, second line, terapi dengan komplikasi ) bentuk began alir
Algoritma DM type 1
Algoritma DM type 2
TERAPI
Mencakup ( golongan obat dengan mekanisme kerja, dan spesifikasi obat)
Mekanisme kerja: Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pancreas.Merangsang sekresi insulin di sel-sel β langerhans pankreas, rangsangannya
melalui interaksi dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-sel β yang menimbulkan
depolarisasi membran dan keadaan ini akan menimbulkan kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca
maka ion Ca ++ akan masuk sel β , merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi
sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida C.
Efek samping ( khas ) : BB naik, hipoglikemia, Gejala saluran cerna, dan sakit kepala
Interaksi obat : Insulin, alkohol, Fenilbutaon, oksifenilbutaon, penghambat
MAO, guanitedin, anabolic sterid, fenfuramin, dan klofibrat.
Kategori wanita hamil : C
Bentuk Sediaan : tablet
Inhibitor α- glukosidase
Biguanida
Mekanisme Kerja: Bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati.
Dan meningkatkan sensitivitas otot serta adiposa insulin.
Tiazolidindion
Mekanisme Kerja: Meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin. Berikatan dengan
PPARγ (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan
hati untuk menurunkan resistensi insulin
Mekanisme Kerja: Menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucosa Like
Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1
untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung pada
kadar glukosa darah.
Aktivitas Fisik
Aerobik meningkatkan resistensi insulin dan control glikemik, mereduksi faktor resiko
kardiovaskuler, menurunkan berat badan dan memeliharanya, perbaikan kea rah yang
lebih baik. Pasien usia > 35 tahun membutuhkan evaluasi kardiovaskular, contoh EKG.
Tujuan aktivitas fisik sedikitnya 150 menit / minggu olahraga intensitas sedang (denyut
jantung maksimal 50-70%)
Sebagai tambahan, latihan daya tahan pada pasien tanpa kontraindikasi retinal,
disarankan 30 menit 3 kali seminggu.