Anda di halaman 1dari 14

DIABETES MELLITUS

Capaian pembelajaran materi ini:


1. Mendiskusikan prevalensi penyakit diabetes melitus (DM).
2. membedakan manifestasi klinis tipe 1, tipe 2, dan diabetes gestasional.
3. Membuat daftar skrining dan kriteria diagnostik untuk DM.
4. Mendiskusikan tujuan terapeutik untuk glukosa darah (BG) dan tekanan darah (BP) untuk
pasien diabetes.
5. Merekomendasikan terapi nonfarmakologis, termasuk perencanaan makan dan aktivitas
fisik, untuk pasien diabetes.
6. Membandingkan obat oral yang digunakan dalam mengobati diabetes berdasarkan
mekanisme kerjanya, waktu kerjanya, efek sampingnya, kontraindikasinya, dan
efektivitasnya.
7. Memilih terapi insulin yang tepat berdasarkan onset, puncak, dan durasi kerja.
8. Mendiskusikan tanda, gejala, dan pengobatan hipoglikemia.
9. Mendefinisikan ketoasidosis diabetik dan diskusikan tujuan pengobatan.
10. Mengembangkan rencana pemantauan terapeutik yang komprehensif untuk pasien
diabetes berdasarkan faktor spesifik pasien.
1. DEFINISI
Selompok gangguan metabolik kronik yang ditandai dengan hiperglikemia dan abnormalitas
metabolisme pada karbohidrat, lipid, protein sebagai hasil defek sekresi insulin, sensitivitas
insulin atau keduanya sehingga menghasilkan komplikasi mikrovaskular, makrovaskular, dan
neuropati. (Dipiro, Edisi 7 2009).

Diagnosa
2. PATOFISIOLOGI

Diabetes melitus tipe 1 (5 - 10% kasus) biasanya terdapat pada masa anak-anak atau awal
memasuki usia dewasa dan menghasilkan kerusakan yang dimediasi oleh autoimun pada sel 
β pankreas, menghasilkan defisiensi insulin. Proses autoimun dimediasi oleh makrofag dan
limfosit T dengan autoantibodi  terhadap antigen sel β (contoh: sel antibodi, antibodi insulin) 
(Dipiro, et. al., 2015). Pada patofisiologi diabetes mellitus tipe 1, yang terjadi adalah tidak
adanya insulin yang dikeluarkan oleh sel yang berbentuk seperti peta pada pankreas yang terletak
di belakang lambung. Dengan tidak adanya insulin, glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke
dalam sel untuk dirubah menjadi tenaga. Karena tidak bisa diserap oleh insulin, glukosa ini
terjebak dalam darah dan kadar glukosa dalam darah menjadi naik (Homenta, 2012). 

Diabetes melitus tipe 2 sebanyak 90% kasus diabetes dan biasanya ditandai dengan kombinasi
resistensi insulin dan defisiensi insulin. Resistensi insulin dimanifestasikan oleh peningkatan
lipolysis dan produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik, dan penurunan
serapan otot rangka glukosa darah. DM tipe 2 terjadi ketika gaya hidup diabetogenic (kalori yang
berlebihan, olahraga tidak memadai, dan obesitas) ditumpangkan di atas  genotip rentan. Pada
DM tipe 2 terjadi ganguan pengikatan glukosa oleh reseptornya tetapi produksi insulin masih
dalam batas normal sehinga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin (Dipiro, et. al.,
2015). Kejadian lainnya pada diabetes melitus (1 - 2% kasus) mencakup penyakit endokrin
(contoh: akromegali, cushing syndrome), diabetes gestasional (GDM) atau diabetes pada ibu
hamil, dan obat-obatan (glukokortikoid, niasin, α-interferon) (Dipiro, et. al., 2015). 
3. ETIOLOGI

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak
memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara
efektif. Insulin adalah hormon yang mengaturkeseimbangan kadar gula darah. Akibatnya terjadi
peningkatan konsentrasi glukosa didalam darah (hiperglikemia). Diabetes melitus terdapat dua
kategori utama yaitu DM tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1 ditandai dengan kurangnya produksi
insulin. DM tipe 2 disebabkan penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh. Sedangkan
diabetes gestasional adalah hiperglikemia yang didapat saat kehamilan. (Kemenkes RI, 2014)

4. EPIDEMIOLOGI
DM mempengaruhi sekitar 29,1 juta orang di Amerika Serikat, atau 9,3% dari populasi.1
Meskipun diperkirakan 21 juta orang telah didiagnosis, 8,1 juta lainnya mengalami DM tetapi
tidak menyadari mereka memiliki penyakit. Pada tahun 2015, penderita diabetes di Indonesia
diperkirakan mencapai 10 juta orang dengan rentang usia 20-79 tahun (dikutip dari Federasi
Diabetes Internasional). Namun, hanya sekitar separuh dari mereka yang menyadari kondisinya.

Saat ini penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka


insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia WHO memprediksi adanya
peningkatan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000, menjadi sekitar
21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini menunjukan adanya peningkatan jumlah penyandang DM
sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035. International diabetes federation (IDF) memprediksi
adanya kenaikan jumlah penyandang DM di indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1
juta pada tahun 2035.
5. MANIFESTASI KLINIK

DM type 1 :

 Gejala awal yang paling umum adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan,
dan kelesuan disertai hiperglikemia.

 Individu yang kurus (memiliki berat badan rendah) dan rentan untuk mengalami ketoasidosis
diabetik jika insulin ditahan atau dalam kondisi stres berat.

 Antara 20% dan 40% pasien datang dengan ketoasidosis diabetik setelah beberapa hari
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan.

DM type 2 :

 Pasien sering asimtomatik dan dapat didiagnosis sekunder untuk tes darah tidak
berhubungan.

 Letih, poliuria, nokturia, dan polidipsia dapat ditemukan. Penurunan berat badan yang
signifikan kurang umum; pasien cenderung kelebihan berat badan atau obesitas. (Dipiro, et.
al., 2015). 

Selain itu, menurut Hans Tandra (2008), manifestasi klinis Diabetes Melitus yaitu:
1. Berat Badan Turun 
Sebagai kompensasi dari dehidrasi dan banyak minum, seseorang akan mulai banyak makan.
Memang pada mulanya berat badan makin meningkat, tetapi lama kelamaan otot tidak mendapat
cukup glukosa untuk tumbuh dan mendapatkan energi. Maka jaringan otot dan lemak harus
dipecah untuk memenuhi kebutuhan energi. Berat badan menjadi turun, meskipun banyak makan.
Keadaan ini makin diperburuk oleh adanya komplikasi yang timbul kemudian.
  2.Lemah
 Keluhan diabetes dapat berupa rasa capek, lemah, dan nafsu makan menurun. Pada diabetes,
gula bukan lagi sumber energi karena glukosa tidak dapat diangkut kedalam sel untuk menjadi
energi.

 3.Mata kabur
 Glukosa darah yang tinggi akan menarik pula cairan dari dalam lensa mata sehingga lensa
menjadi tipis. Mata seseorang pun mengalami kesulitan untuk fokus dan penglihatan jadi kabur.
Apabila seseorang bisa mengontrol glukosa darah dengan baik, penglihatan bisa membaik karena
lensa kembali normal.

 4.Luka yang sukar sembuh


Penyebab luka yang sukar sembuh adalah: 
 nfeksi yang hebat, kuman, atau jamur yang mudah tumbuh pada kondisi gula darah yang
tinggi.  
 Kerusakan dinding pembuluh darah, aliran darah yang tidak lancar pada kapiler (pembuluh
darah kecil) yang menghambat penyembuhan luka.
 Kerusakan saraf dan luka yang tidak terasa menyebabkan penderita diabetes tidak menaruh
perhatian pada luka dan membiarkannya makin membusuk. 

5.Rasa kesemutan 
Kerusakan saraf yang disebabkan oleh glukosa yang tinggi merusak dinding pembuluh darah dan
akan mengganggu nutrisi pada saraf. Karena yang rusak adalah saraf sensoris, keluhan yang
paling sering muncul adalah rasa semutan atau tidak berasa, terutama pada tangan dan kaki.
Selanjutnya  bisa timbul rasa nyeri pada anggota tubuh, betis, kaki, tangan, dan lengan.

 6.Gusi merah dan bengkak


Kemampuan rongga mulut seseorang menjadi lemah untuk melawan infeksi. Maka gusi
membengkak dan menjadi merah, muncul infeksi, dan gigi tampak tidak rata dan mudah tanggal.
 
7.Kulit terasa kering dan gatal 
Kulit terasa kering, sering gatal, infeksi. Keluhan ini biasanya
menjadi  penyebab seseorang datang memeriksakan diri ke dokter kulit, lalu baru ditemukan
adanya diabetes. 

8.Mudah terkena infeksi 


Leukosit (sel darah putih) yang biasa dipakai untuk melawan infeksi tidak dapat berfungsi dengan
baik jika glukosa darah tinggi. 

9.Gatal pada kemaluan 


Infeksi jamur juga “menyukai” suasana glukosa tinggi. Vagina mudah terkena infeksi jamur,
mengeluarkan cairan kental putih kekuningan, serta timbul rasa gatal
6. MONITORING DAN EVALUASI

 HASIL TERAPI YANG DIINGINKAN
Tujuan terapi pada DM mengurangi simtom hiperglisemia, mengurangi onset dan perkembangan
komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular, mengurangi mortalitas, dan meningkatkan kualitas
hidup (Dipiro, 2015). Level glukosa plasma dan darah lengkap serta hemoglobin terglikosilasi
(HbA1C) yang diinginkan pada Tabel berikut (Dipiro, 2015). Tabel Level glukosa plasma dan
darah lengkap serta hemoglobin terglikosilasi (HbA1C) 

EVALUASI HASIL TERAPI 
Untuk mengikuti kontrol kadar glikemik jangka panjang selama 3 bulan terakhir, mengukur kadar
A1C setidaknya dua kali dalam setahun pada pasien yang memenuhi tujuan pengobatan dengan
rejimen terapi yang stabil. Terlepas dari rejimen insulin yang dipilih, buat penyesuaian pada total
dosis insulin harian berdasarkan pengukuran kadar A1C dan gejala seperti
poliuria,  polidipsia, dan penambahan atau kehilangan berat badan. Penyesuaian insulin yang
lebih baik dapat ditentukan berdasarkan hasil pengukuran SMBG (Self
Monitoring of Blood Glucose) yang sering dilakukan. Tanyakan kepada pasien yang menerima
insulin tentang pemahaman mengenai gejala hipoglikemia paling sedikit setiap setahun sekali.
Dokumentasikan frekuensi hipoglikemia dan  perawatan yang diperlukan.

Pantau pasien yang menerima insulin sebelum tidur untuk hipoglikemia dengan menanyakan
adanya keringat pada malam hari, palpitasi, mimpi buruk, serta hasil SMBG. Untuk pasien
dengan DM tipe 2, dapatkan urinalisis rutin saat didiagnosis sebagai tes skrining awal untuk
albuminuria. Jika positif, tes urine 24 jam dapat digunakan sebagai penilaian kuantitatif yang
membantu dalam mengembangkan rencana perawatan. Jika urinalisis negatif untuk protein, tes
untuk mengevaluasi keberadaan mikroalbuminuria dianjurkan. Dapatkan profil lipid pada setiap
tindak lanjut kunjungan jika tidak pada sasaran, setiap tahun jika stabil dan sesuai sasaran, atau
setiap 2 tahun jika profil tersebut menunjukkan risiko rendah. Lakukan dan catat ujian kaki biasa
(setiap kunjungan), penilaian albumin urin (setiap tahun), dan pemeriksaan mata yang meluas
(tahunan atau lebih sering  bila disertai dengan kelainan). Memberikan vaksin influenza tahunan
dan menilai pemberian vaksin  pneumokokus dan vaksin hepatitis B bersamaan dengan
pengelolaan faktor risiko kardiovaskular lainnya (misalnya, merokok dan terapi antiplatelet)
(Dipiro et al., 2015)

ALGORITMA TERAPI
Mencakup ( First line, second line, terapi dengan komplikasi ) bentuk began alir

Algoritma DM type 1
Algoritma DM type 2
TERAPI
Mencakup ( golongan obat dengan mekanisme kerja, dan spesifikasi obat)

1. Golongan Obat ( Mekanisme Kerja )


Sulfonilurea

Mekanisme kerja: Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pancreas.Merangsang sekresi insulin di sel-sel β langerhans pankreas, rangsangannya
melalui interaksi dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-sel β yang menimbulkan
depolarisasi membran dan keadaan ini akan menimbulkan kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca
maka ion Ca ++ akan masuk sel β , merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi
sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida C.

Nama obat : Glimepiride


Komposisi : -
Dosis / posology : Type 2 diabetes mellitus
Adult: Initially, 1-2 mg daily. May be increased in increments of
1-2 mg at intervals of 1-2 wk. Maintenance: 4 mg daily. Max: 6
mg daily.
Elderly: Initially, 1 mg once daily.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, Pasien ketoasidosis diabetik, dengan
atau tanpa koma

Efek samping ( khas ) : BB naik, hipoglikemia, Gejala saluran cerna, dan sakit kepala
Interaksi obat : Insulin, alkohol, Fenilbutaon, oksifenilbutaon, penghambat
MAO, guanitedin, anabolic sterid, fenfuramin, dan klofibrat.
Kategori wanita hamil : C
Bentuk Sediaan : tablet

2. Golongan Obat ( Mekanisme Kerja )

Inhibitor α- glukosidase

Mekanisme Kerja: Menghambat kerja enzim-enzim pencenaan yang mencerna karbohidrat,


sehingga memperlambat absorpsi glukosa ke dalam darah

Nama obat : Acarbose


Komposisi : -
Dosis / posology : Adult: Initially, 50 mg daily increased to 50 mg tid, then
increased if necessary after 6-8 wk to 100 mg tid. Max: 200 mg
tid.
Kontraindikasi : Pasien dengan penyakit radang usus, ketoasidosis diabetik, ulkus
kolon, obstruksi usus parsial atau predisposisi terhadap kondisi
ini, penyakit usus kronis yang terkait dengan gangguan
pencernaan di usus (misalnya hernia yang lebih besar). Ggn hati
dan ginjal berat (CrCl <25 mL / mnt).
Efek samping ( khas ) : perut kembung, kembung, ketidaknyamanan perut, dan diare

Interaksi obat : Dapat meningkatkan efek antidiabetik lainnya termasuk insulin.


Efek hipoglikemik berkurang jika digunakan bersamaan dengan
adsorben gastrointestinal (misalnya arang) dan sediaan-sediaan
yang mengandung enzim pencernaan yang bekerja membelah
karbohidrat (misalnya enzim amilase, pancreatin).
Neomycin dan kolestiramin dapat meningkatkan efek acarbose.
Acarbose dapat menghambat penyerapan digoxin.
Kategori wanita hamil : B
Bentuk Sediaan : tablet

3. Golongan Obat ( Mekanisme Kerja )

Biguanida

Mekanisme Kerja: Bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati.
Dan meningkatkan sensitivitas otot serta adiposa insulin.

Nama obat : Metformin


Komposisi : -
Dosis / posology : Dosis Awal: 2 x 500 mg
Dosis Pemeliharaan : 3 x 500 mg
Dosis Maksimal : 2,5 gram
Kontraindikasi : Pasien dengan penyakit radang usus, ketoasidosis diabetik, ulkus
kolon, obstruksi usus parsial atau predisposisi terhadap kondisi
ini, penyakit usus kronis yang terkait dengan gangguan
pencernaan di usus (misalnya hernia yang lebih besar). Ggn hati
dan ginjal berat (CrCl <25 mL / mnt).
Efek samping ( khas ) : ketidaknyamanan perut, sakit perut, diare, dan anoreksia, asidosis laktat
Interaksi obat : Penggunaan bersamaan dengan nifedipin dapat meningkatkan
kadar metformin dengan meningkatkan penyerapan GI. Berlaku
hanya untuk bentuk oral kedua agen
Kategori wanita hamil : B
Bentuk Sediaan : tablet

4. Golongan Obat ( Mekanisme Kerja )

Tiazolidindion
Mekanisme Kerja: Meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin. Berikatan dengan
PPARγ (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan
hati untuk menurunkan resistensi insulin

Nama obat : Rosiglitazone


Komposisi : -
Dosis / posology : Dosis Awal : 4 mg
Dosis ditingkatkan: 8 mg
Kontraindikasi : Hipersensitive terhadap Rosiglitazone
Efek samping ( khas ) : Nyeri punggung, menambah volume palsma, edema, luka,
sinusitis
Interaksi obat : Hindari penggunaan dg alkohol karena dapat menyebabkan
hipoglikemia.
Kategori wanita hamil : C
Bentuk Sediaan : tablet

1. Golongan Obat ( Mekanisme Kerja )

Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl peptidase-IV)

Mekanisme Kerja: Menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucosa Like
Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1
untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung pada
kadar glukosa darah.

Nama obat : Sitagliptin


Komposisi : -
Dosis / posology : Dosis Harian : 25-100 mg/hari (diberikan 1xsehari)
Insufisiensi ginjal derajat sedang (bersihan kreatinin > 30- <50
mL/menit) : diberikan 50mg sekali sehari
Insufisiensi ginjal derajat berat (bersihan kreatinin <30mL/menit)
: 25mg diberikan sekali sehari
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, ketoasidosis diabetic, DM tipe 1
Efek samping ( khas ) : Infeksi saluran napas atas, sakit kepala, nasofaringitis, reaksi
hipersensitivitas, peningkatan enzim hepatik, pankreatitis akut,
konstipasi, muntah, perburukan fungsi ginjal
Interaksi obat : Penggunaan bersamaan dengan digoksin dapat menyebabkan
peningkatan kadar digoksin dalam darah, monitor efek digoksin,
pada penggunaan bersamaan dengan insulin dilaporkan
hipoglikemi berat.
Kategori wanita hamil : B
Bentuk Sediaan : tablet
1. Terapi Non Farmakologi berikut dengan penanganan gejala

Pasien DM membutuhkan terapi nutrisi medis. Pada DM tipe 2, umumnya memerlukan


pembatasan kebutuhan kalori untuk meningkatkan penurunan berat badan. Karena
umumnya pasien DM tipe 2 disertai obesitas atau kelebihan berat badan, makanan
ringan/ cemilan antara makan dan tidur tidak dibutuhkan jika pengaturan farmakologi
sudah mencukupi. Rekomendasi ADA bahwa sekitar 45-65% dari konsumsi kalori harian
seharusnya dari karbohidrat.

Aktivitas Fisik

 Aerobik meningkatkan resistensi insulin dan control glikemik, mereduksi faktor resiko
kardiovaskuler, menurunkan berat badan dan memeliharanya, perbaikan kea rah yang
lebih baik. Pasien usia > 35 tahun membutuhkan evaluasi kardiovaskular, contoh EKG.
 Tujuan aktivitas fisik sedikitnya 150 menit / minggu olahraga intensitas sedang (denyut
jantung maksimal 50-70%)
 Sebagai tambahan, latihan daya tahan pada pasien tanpa kontraindikasi retinal,
disarankan 30 menit 3 kali seminggu.

Anda mungkin juga menyukai