Anda di halaman 1dari 6

🇲🇨 ATTARBIYAH

MUSYTARAK & MACAM-MACAM MUSYTARAK

Pengertian dari Al-Musytarak

Al-Musytarak adalah sebuah lafadz yang mempunyai arti banyak dengan kegunaan yang
banyak pula. Seperti lafadz ( ‫( ) ﺍﻟﺴﻨﺔ‬tahun) yang bisa berarti tahun hijriah atau miladiyah.
Lafadz ( ‫( ) ﺍﻟﻴﺪ‬tangan) yang bisa berarti tangan kanan dan juga bisa berarti tangan kiri.

Al-musytarak juga bisa berarti suatu lafadz yang mempunyai dua arti atau lebih dengan
kegunaan yang banyak yang dapat menunjukkan arti ini atau arti itu. Seperti lafadz ( ‫) ﺍﻟﻌﻴﻦ‬
yang bisa berarti mata, sumber mata air, dan reserse (mata-mata).

Musytarak adalah suatu lafadz yang mempunyai dua arti yang sebenarnya dan arti-arti
tersebut berbeda-beda. Apabila arti yang sebenarnya hanya satu dan yang lain majaz, maka
tidak tidak dikatakan musytarak. Umumnya ulama ushul, menepatkan lafadz musytarak ini
pada kelompok al-khash, dan al-‘am yaitu dilihat dari segi penetapan lafadz bagi suatu
makna.

Adapun yang dimaksud dengan lafadz musytarak sebagai mana dijelaskan oleh Abu Zahra
adalah ;

Musytarak ialah suatu lafadz yang menunjukan kepada pengertian ganda atau lebih dengan
penggunaan berbeda.

Lafadz disebut musytarak disyaratkan dua hal yaitu : terdapat beberapa penerapan suatau
lafadz dab juga terdapat pengertian dari lafadz diterapkan dua kali atau lebih untuk dua
pengertian atau lebih.

Istirak atau persekutuan makna terjadi dengan banyaknya makna yang ditetapkan pada lafadz
dengan penetaapan yang beragam, sedangkan keumuman terjadi dengan dalalah lafadz
terhadap liputan seluruh sataun-satuan yang mengenainya tanpa suatau pembatasan,
sementara krkhususan terjadi dengan dalalah lafadzterhadap suatu atau sejumlah satuan yang
terbatas yang mengenainya tanpa keseluruhan

Jadi, lafadz musytarak dapat diartikan lafadz yang diletakan untuk dua makna atau lebih
dengan peletakan nag bermacam-macam, diman lafadz itu menunjukan makna yang
ditetapkan secara bergantian, artinya lafadz itu menunjukan makna ini atau makna itu.
Sebagaimana lafadz ain ditetapkan menurut bahasa untuk pandangan, untuk mata air yang
bersumber, dan mata-mata. Lafadz al-quru ditetapkan dalsm bahasa, untuk pengertian suci
dan haidh.

Ketika kita menjumpai suatu lafdz dalam Al-Quran dan ditemukan pemaknaan yang berbeda
dari referensi satu dengan referensi yang lain maka lafadz tersebut teramsuk lafadz
musytarak. Untuk memilih makna lafadz yang lebih sesuai dengan lafadz yang lebih sesuai
dengan lafadz tersebut maka jalan yang lebih utamaadalah mengambil pemaknaansecara
syar’I bukan lugowi, yang akan diuraikan lebih mendalam. [1]

Sebab-sebab Timbulnya Lafadz Musytarak


Sebab-sebab adanya lafadz musytarak dalam bahsa banyak sekali, diantaranya yang
terpenting ialah perbedaan kabialh dalam mempergunakan lafadz untuk menunjukan kepada
beberapa makna. Sebagian kabilah memutlakan lafadz yad pada seluruh hasta sebagian
kabilah yang lai memutlakan lafadz yad pada pada lengan dan telapak tangan. Dan sebagian
kabilah yang lain memutlakannya pad atelapak tangan secara khusus. Selanjutnya para ulama
mengutip bahasa menetapkan bahwasanya tangan dalam bahasa arab adalah lafadz
musytarakantara pengertian yang tiga tersebut. Dimana sebabnya lagi ialah penetapan suatu
lafadz itu diperguanakan tidak pada pebnetapannya secara majas

Apapun yang menjadi sebab persekutuan makna dalam lafadz menurut bahasa, maka
sesungguhnya lafadz yang musytarak antara dua makna atau lebih tidaklah sedikit didalam
bahasa, dan terdapat dalam nash-nash syar’iyyah, baik ayat-ayat Al-Quran maupun hadits
Rasulullah.

Timbulnya lafadz musytarak :

a) Perbedaan beberap suku di dalam lafadz-lafadz untuk menunjukkan beberapa arti. Suku
bangsa arab terdiri dari dua golongan yaitu golongan Adnan dan golongan Qathan. Masing-
masing golongan ini terdiri dari suku yang bermacam-macam dan dusun yang terpencar-
pencar yang berbeda-beda tempat dan lingkungannya. Kadang-kadang suatu suku membikin
nama untuk suatu pengertian. Kemudian suku lain menggunakan nama tersebut untuk sesuatu
pengertian lainnya yang tidak dimaksud oleh suku pertama. Kadang-kadang antara kedua
pengertian itu tidak ada sangkut pautnya. Tatkala bahasa Arab diambil orang lain dan
dibukukan kedua pengertian itu diambil begitu saja tanpa memperhatikan hubungannya
dengan suku yang membikinnya semula. [2]

Misalnya sebagian suku mengartikan ( ‫ﺍﻟﻴﺪ‬ ) dengan keeseluruhan hasta (tangan), yang lain
mengartikan ( ‫ ) ﺍﻟﻴﺪ‬dengan lengan tangan atau tapak tangan. Dan yang lain lagi mengartikan
dengan tapak tangan saja. Maka para ahli bahasa menetapkan bahwa ( ‫ ) ﺍﻟﻴﺪ‬menurut bahasa
Arab adalah lafadz yang mempunyai tiga arti yaitu lafadz yang digunakan untuk arti secara
hakikat, kemudian digunakan untuk arti lain secara majaz.[3]

b) Antara kedua pengertian terdapat arti dasar yang sama. Karenannya, satu lafal bisa
digunakan untuk kedua pengertian tersebut. Inilah yang disebut isytirak ma’ani (persekutuan
batin ). Kadang-kadang lantas orang melupakan arti yang dapat mengumpulkan kedua
pengertian tersebut, dan disangkanya hanya isytirak lafzi (persekutuan) lafal saja.
Sebagaimana lafal qur’un yang artinya semula ialah waktu tertentu. Karennya malaria disebut
qur’un, karena mempunyai waktu yang tertentu. Orang perempuan dikatakan mempunyai
qur’un sebab ia mempunyai datang bulan yang tertentu dan waktu suci yang tertentu.

Arti dasar yang menghubungkan berbagai-bagai pengertian qur’un ialah waktu yang tertentu
(isytirak ma’nawi). Tetapi arti yang menghuungkan arti ini kemudian dilupakan, sehingga
tidak dikenal hubungannya suci dan datang bulan dan dinamaknnya isytirak lafzi.

c) mula-mula sesuatu lafal digunakan untuk sesuatu arti, kemudian berpindah kepada arti
yang lain dengan jalan majaz, karena adannya ‘alaqah (hubungannya). Alaqah ini dilupakan
dan kemudian hilang maka disangka kata tersebut digunakan untuk kedua arti yang
sebenarnya (haqiqi) tanpa mengetahui adannya alaqah tersebut.

Hukum Lafadz Musytarak dan Dalalahnya


Maksud dari pada syari’at ialah agar kita beramal menurut ketentuan arti lafal-lafal yang
datang daripadanya. Lafal Musytarak tidak dapat menunjukkan salah satu artinya yang
tertentu. (dari arti-arti lafal musytarak) selama tidak ada hal-hal (qarinah) yang
menjelaskannya. Apabila ada lafal musytarak tanpa penjelasan, padahal yang dikehendaki
oleh salah satu artinya maka dengan sendirinya lafal musytarak tersebut ditinggalkan. Sebab
tidak mungkin kita bisa beramal sesuai dengan petunjuknya (lafal musytarak) selama kita
tidak mengetahui maksud sebenarnya. Berhubung dengan itu, tiap-tiap lafal musytarak yang
datang dari syari’at tentu disertai qarinah, baik qawliah (perkataan) atau haliyah
(keadaan/suasana).

Contoh:

ُ َ‫َﻭ ْﺍﻟ ُﻤﻄَﻠٌﻘ‬


) ‫ﺎﺕ ﻳَﺘ ََﺮﺑَّﺼُﻦَ ﺑِﺎ َ ْﻧﻔُ ِﺴ ِﻬ ْﻴﻦَ ﺛَﺎَﻠ ﺛَﺔُ ﻗُ ُﺮ ٍﺅ‬

Artinya: Isteri-isteri yang diceraikan, hendaklah berdiam diri (beribadah) tiga kali suci.

Lafal Qur’un mempunyai dua arti, yaitu datang bulan (haid) dan suci. Mana yang
dikehendaki ayat tersebut dari kedua arti ini. Yang dikehendaki ialah datang bulan menurut
satu pendapat. Keterangannya adalah sebagai berikut:

Sebagaimana yang telah diterangkan diatas, bahwa arti qur’un semula ialah waktu yang
tertentu. Waktu yang tertentu hanya terdapat dalam hal-hal yang bergiliran, yang datang
kepada keadaan yang asal (pokok). Maka yang bergiliran disini tidak hanya lain hanya datang
bulan, sebab suci adalah keadaan yang asal. Dapat pula ditambahkan keterangannya:

a. Maksud ‘ Iddah ialah untuk mengetahui tentang tidak adannya kandungan. Tidak adannya
kandungan hanya dapat diketahui dengan adannya datang bulan.

b. Qur’an tidak bisa menyebutkan hal-hal yang kurang baik di dengar.

Dari contoh di atas kita mengetahui bahwa yang dimaksud lafal Musytarak di sini hanya satu
arti saja. Qarinah di sini ialah haliyyah (keadaan). [4]

Contoh lain :

Kata yad (tangan) dalam firman Allah SWT:

) ‫َّﺎﺭﻗَﺔُ ﻓَﺎ ْﻗﻄَﻌُﻮﺍ ﺍَ ْﻳ ِﺪﻳَﻬُ ْﻢ‬ ُ ‫َّﺎﺭ‬


ِ ‫ﻕ َﻭﺍﻟﺴ‬ ِ ‫َﻭﺍﻟﺴ‬
Artinya: “ laki-laki yang mencuri dan wanita yang mencuri, potonglah tangan keduannya “
(QS Al-Maidah: 38)

Kata tersebut adalah musytarak antara dzira’ (dari ujung jari hingga ujung bahu), antara
telapak tangan dan lengan (dari ujung jari sampai dengan siku) dan antara tangan kiri dan
kanan. Jumhur mujtahid beristidlal dengan sunnah amaliyyah untuk menentukan yang
dimaksud dengan tangan ayat itu, yakni dari ujung jari sampai dengan dua pergelangan pda
tangan kanan.

Tidaklah sah menghendaki suatu lafadz musytarak dengan dua makna atau lebih secara
sekaligus, sekiranya hukum yang ada dalam satu waktu, karena sebenarnya suatau lafadz
tidaklah dikehandaki oleh syar’I kecuali pada satu makna saja dari beberapa maknanya,
penetapannya untuk beberapa makna hanyalah dalam rangka pertukaran makna, artinya
bahwa lafadz itu adakalanya menunjukan arti itu.

Demikian pula halnya dalam nash perundang-undangan hukum positif, apabila lafadz
musytarak di dalamnya antara sejumlah makna kebiasaan, dan pembuat undang-undang tidak
menjelaskan makna yang dikehendaaki dari lafad itu, maka wajib dilakukan ijtihatuntuk
menenukan maknanya. Tidaklah sah memaksudkan lebih dari satu makna pada lafadz
musytarak yang terdapat dalam nash, karena lafadz musytarak tidaklah ditetapkan kecuali
untuk satu makna saja, akan tetapi satu makna itu berkisar antara dua makna atau lebih.

Jika lafadz musytarak yang ada dalam nash syara’ itu musytarak antara makna kebahasaan
dan makna terminologis syar’i, maka wajib dimaksudkan sebagai maknanya yang bersifat
terminologis syar’i. kata shalat misalnya ditetapkan menurut bahasa untuk pengertian do’a,
dan ia ditetapkan menurut syara’ untuk ibadah tertentu. Maka dalam firman Allah SWT :

Artinya : “ dirikanlah shalat”

Yang dimaksud dari lafadz itu adalah maknanya yang bersifat syar’i, yaitu ibadah tertentu.
Bukan makna kebahasaanya, yaitu do’a. kata Thalaq ditetapakan menurut bahasa untuk
melepaskan ikatan saja,dan menurut syara’ ia diletakkan untuk pelepasan ikatan pernikahan
yang shahih. Maka yang dikehendaki adalah makna secara syar’i bukan makna secara
bahasanya saja.

Demikianlah lafadz mustarak antara makna lughowi dan makna secara syar’i apabila dalam
nash syar’i, maka maksud syar’i dari lafadz itu adalah makna yang ditetapkan-Nya untuknya.
Sebab ketika lafadz tersebut telah diindahkan dari pengertaian kebahasaanya kepada
pengertian khusus yang dipergunakannya, maka lafadz itu dalam bahsa syar’i tertentu
dalalahnya atas pengertian yang ditetapakan syar’i kepadanya , demikian pula dalam nash
perundang-undangan hokum positif, apabila lafadz yang ada dalam nash mempunyai dua
makna yaitu makan dalam bahasa dan makan dalam terminologi perundang-undangan, maka
wajilah yang dikehendaki adalah pengertian yang bersifat perundang-undangan, bukan
kebahasaan, karena sebab yang telah kami jelaskan.

Apabila lafadz musytarak dalam nash syar’i adalah musytarak antara sejumlah mskna
kebahasaan, mska wajib dilakukan ijtihat untuk menentukan makna yang dikehendaki
darpadanya, karena syar’i tidaklah menghendaki pada suatu lafadz kecuali salah satu makna
saja. Dan seorang mujtahid berkewajiban untuk mengambil penunjuk dengan berbagai
qarinah dan tanda-tanda serta dalil-dalil untuk menetukan maksudnya itu.

Hal-hal diatas dilakukan untuk tidak menimbulkan kebingungan pada masyarakat awam jika
menjumpai lafadz mustarak. Tidaklah sah menghendaki suatu lafadz musytarak dengan dua
makna atau lebih secara sekaligus, sekiranya hukum yang ada dalam satu waktu karena
sebenarnya suatu lafadz tidaklah dikehendaki oleh syar’i kecuali padasatu makna saja dari
beberapa maknanya. Penetapannya untuk beberapa makna hanyalah dalam rangka pertukatan
makna, artinya bahwa lafadz itu adakalanya menunjukan arti itu. Adapun penunjukannya
terhadap arti ini dan arti itub sekaligus dalam satu waktu. [5]

KESIMPULAN
Al-Musytarak adalah sebuah lafadz yang mempunyai arti banyak dengan kegunaan yang
banyak pula. Seperti lafadz ( ‫( ) ﺍﻟﺴﻨﺔ‬tahun) yang bisa berarti tahun hijriah atau miladiyah.
Lafadz ( ‫( ) ﺍﻟﻴﺪ‬tangan) yang bisa berarti tangan kanan dan juga bisa berarti tangan kiri.

Timbulnya lafadz musytarak dikarenakan Perbedaan beberap suku di dalam lafadz-lafadz


untuk menunjukkan beberapa arti. Suku bangsa arab terdiri dari dua golongan yaitu golongan
Adnan dan golongan Qathan. Dan antara kedua pengertian terdapat arti dasar yang sama.
mula-mula sesuatu lafal digunakan untuk sesuatu arti, kemudian berpindah kepada arti yang
lain dengan jalan majaz.

Lafal Musytarak tidak dapat menunjukkan salah satu artinya yang tertentu. (dari arti-arti lafal
musytarak) selama tidak ada hal-hal (qarinah) yang menjelaskannya.

DAFTAR PUSTAKA
Karim, Syasi’i. Fiqih Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka Setia. 1997.

Wahab Khallah, Abdul. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Dina Utama. 1994.

Wahab Khallaf, Abdul. Kaidah-kaidah Hukum islam. Jakarta: PT Raja Grafindo. 1996.

[1] Abdul Wahab Khallaf. Kaidah-kaidah Hukum islam. Jakarta: PT Raja Grafindo. 1996.
Hal:292-293

[2] Syafi’I Karim. Fiqih Ushul Fiqih.

Bandung: CV Pustaka Setia. 1997. Hal: 196

[3] Abdul Wahab Khallaf. Op Cit. hal: 293

[4] Syafi’I Karim. Fiqih Ushul Fiqih.

Bandung: CV Pustaka Setia. Hal: 197-198

[5] Abdul Wahhab Khallaf. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Dina Utama. 1994. Hal: 275

Share this:
Terkait

 MURADHIF DAN MUSYTARAK

 27 Jan 2020

 Qoth’iy Dan Zhonniy

 10 Sep 2021

 BALAGHAH | ILMU BAYAN BAB 2 | MAJAZ

 26 Apr 2016

 dalam "Balaghah"

Kategori: Uncategorized

Berikan Komentar

🇲🇨 ATTARBIYAH
Kembali ke atas

Anda mungkin juga menyukai