Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

KESEHATAN GLOBAL
TENTANG
SOSIAL BUDAYA DAN KESEHATAN

OLEH :

KELOMPOK 4

1. Mutia Febrina 1910070120015


2. Nur Afiza 1910070120014
3. Gion Steven Prasetio 1910070120017

DOSEN :

Sri Oktarina, SKM, M.KM

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH PADANG
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan
makalah yang berjudul “Sosial Budaya dan Kesehatan”. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kesehatan Global. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kami selaku penulis maupun pembaca.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 09 Oktober 2021

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ 2


DAFTAR ISI .............................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………….5
1.3 Tujuan…………………………………………………………...5

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Sosial Budaya…....................................................... 6
2.2 Hubungan Sosial Budaya dengan Kesehatan…………………...8
2.3 Teori Perubahan Perilaku……………………………………….14
2.4 Upaya promkes mengenai perubahan perilaku………………….21
2.5 Penilaian Sosial Budaya…………………………………………23

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ...............................................................................33
3.2 Saran…………………………………………………………….33
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................34

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan juga teknologi yang
membawa banyak perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal
perubahan pola hidup maupun tatanan sosial termasuk juga dalam bidang
kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan
langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang
bermukim dalam suatu tempat tertentu. Budaya atau kebudayaan berasal
dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak
dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitandengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan menurut Koentjaraningrat: kebudayaan adalah
seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata
kelakuan yang harus didapatkanya dengan belajar dan yang semuanya
tersusun dalam kehidupan masyarakat Pengaruh sosial budaya dalam
masyarakat memberikan peranan penting dalam mencapai derajat
kesehatan yang setinggitingginya. Perkembangan sosial budaya dalam
masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah
tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir.
Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun
negatif. Hubungan antara budaya dan kesehatan sangat erat, sebagai salah
satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan
cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau
kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan
penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena
itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan
kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya
suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang
dianut hubungannya dengan kesehatan.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa defenisi sosial budaya?
2. Apa saja hubungan yang berperan penting antara sosial budaya dengan
kesehatan?
3. Apa saja teori perubahan perilaku?
4. Apa saja upaya promosi perubahan perilaku?
5. Apa saja penilaian sosial budaya ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui defenisi sosial budaya
2. Mengetahui hubungan yang berperan penting antara sosial budaya
dengan kesehatan
3. Mengetahui teori perubahan perilaku
4. Mengetahui upaya promosi perubahan perilaku
5. Mengetahui bagian penilaian sosial budaya

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Sosial Budaya


Sosial budaya terdiri dari 2 kata yaitu kata sosial dan budaya, kata sosial
berasal dari bahasa latin yaitu ’socius’ yang berarti segala sesuatu yang
lahir, tumbuh, dan berkembang dalam kehidupan bersama (Salim, 2002).
Sudarno (dalam Salim, 2002) menekankan pengertian sosial pada
strukturnya, yaitu suatu tatanan dari hubungan-hubungan sosial dalam
masyarakat yang menempatkan pihak-pihak tertentu (individu, keluarga,
kelompok, kelas) didalam posisi-posisi sosial tertentu berdasarkan suatu
sistem nilai dan norma yang berlaku pada suatu masyarakat pada waktu
tertentu. (Ainun, 2017)
Kebudayaan berasal dari kata Budhayah (Jamak dari Buddhi) yang artinya
budi dan akal Kebudayaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan akal.
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dimiliki manusia
dengan belajar (Koentjaraningrat, 1985).
Jadi sosial budaya adalah pola dalam suatu wilayah lokal, seringkali
dipandang secara birokratis dan sesuatu yang terorganisir, berkembang,
berbudaya termasuk teori pemikiran sistem kepercayaan dan aktivitas
sehari-hari, hal ini dapat diterapkan dalam praktek keseharian. Terkadang
sosial budaya digambarkan menjadi suatu yang tidak dapat ditangkap oleh
akal sehat atau sesuatu diluar kemampuan panca indra (Roth, 2013)
Perilaku sosial atau tingkah laku manusia (behavior) semata-mata
dipahami sebagai sesuatu yang ditentukan oleh sesuatu rangsangan
(stimulus) yang datang dari luar dirinya. Indifidu sebagai aktor tidak hanya
sekedar penanggap pasif terhadap stimulus tetapi menginterpretasikan
stimulus yang diterima itu. Masyarakat dipandang sebagai aktor kreatif
dari realitas sosial, sehingga perubahan sosialpun dapat terjadi dan akan
berdampak pada aspek lain khususnya interaksi sosial pada masyarakat.
Interaksi sosial diatas yang diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial
timbal balik yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-

6
orang secara perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun
antara orang dengan kelompok manusia dalam rangka mencapai tujuan
tertentu. Interaksi tersebut terjadi karena adanya saling mengerti maksud
dan tujuan masing-masing pihak dalam hubungan sosial. Rasa saling
mengerti dapat menjadikan interaksi yang dinamis antara satu pihak
dengan pihak yang lain, sehingga tujuan dari suatu program masyarakat
akan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat itu sendiri.
Perkembangan dari suatu hubungan sosial dapat pula diterangkan melalui
tujuan-tujuan dari manusia yang melakukan hubungan sosial itu dimana
ketika ia mangambil manfaat dari tindakan memberikan perbedaan yang
menjadikan manfaat dari tindakan tersebut menjadi lebih dapat
dimanfaatkan untuk menjadi solusi dari permasalahan sosial. Masyarakat
yang menjadikan suatu aturan budaya sebagai solusi terbaik tanpa berfikir
jernih dalam menyelesaikan permasalahan tidak akan bertahan lama dalam
melakukan aktivitas sosial.
Kebudayaan memiliki unsur yang sama dalam setiap kebudayaan di dunia.
Baik kebudayaan kecil bersahaja dan terisolasi maupun yang besar,
kompleks dan dengan jaringan hubungan yang luas. Kebudayaan sangat
mudah berganti dan dipengaruhi oleh kebudayaan lain, sehingga akan
menimbulkan berbagai masalah yang besar. Dalam suatu kebudayaan
terdapat sifat sosialis masyarakat yang didalamnya terdapat suatu ikatan
sosial tertentu yang akan menciptakan kehidupan Bersama. Kebudayaan
mencakup suatu pemahaman komprehensif yang sekaligus bisa diuraikan
dan dilihat beragam vairabel dan cara memahaminya. Kebudayaan dalam
arti suatu pandangan yang menyeluruh yang menyangkut pandangan
hidup, sikap dan nilai. Pembangunan kebudayaan dikaitkan dengan upaya
memperbaiki kemampuan untuk recovery, bangkit dari kondisi yang
buruk, bangkit untuk memperbaiki kehidupan bersama, bangkit untuk
menjalin kesejahteraan. Dalam hal inilah sosial budaya berperan untuk
memberikan solusi terbaik bagi beragam bidang kehidupan

7
2.2 Hubungan yang paling penting pada sosial budaya dan Kesehatan
Peran sosial budaya terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam
membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan
individu- individu suatu kelompok sosial untuk memenuhi berbagai
kebutuhan kesehatan, sehingga sosial budaya mampu menjadi penentu
kualitas kesehatan masyarakat. Apabila suatu masyarakat terlalu terpaku
pada sosial budaya setempat, hal tersebut juga dapat mempengaruhi
perilaku-perilaku kesehatan di masyarakat (Roth, 2013)
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
banyak membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal
perubahan pola hidup maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang
kesehatan dan tentunya banyak yang tidak luput dari unsur sosial dan
budayanya. Karena tiap masing masing daerah memiliki adat dan norma
yang berbeda antara satu dengan yang lain. Hubungan antara budaya dan
kesehatan sangat erat, seperti pada suatu daerah mereka bisa mengolah
sumber daya alam yang berada di daerah mereka sebagai obat penyembuh
suatu penyakit dengan ketrampilan dan pengetahuan yang mereka punya
yang tentu nya tak luput oleh tradisi turun temurun yang dilestarikan dan
sudah dipercaya. Namun, tidak semua budaya dapat berpengaruh baik
terhadap kesehatan. (Erina Esa Aisyarah & Muhammad Ali Sodik, 2017)
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting
dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi- tingginya.
Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda
bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu
perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa
memberikan dampak positif maupun negative. Hubungan antara budaya
dan kesehatan sangat erat, sebagai salah satu contoh suatu masyarakat desa
yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai
dengan tradisi mereka . Kebudayaan atau kultur dapat membentuk
kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala
masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi
tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga

8
membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan
bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya
dengan kesehatan.
A. Aspek Sosial yang Mempengaruhi Status Kesehatan Dan Perilaku
Kesehatan Ada beberapa aspek sosial yang mempengaruhi status
kesehatan antara lain adalah
1. Umur
Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit
berdasarkan golongan umur. Misalnya balita lebih rentan terkena penyakit
infeksi, sedangkan golongan usila lebih banyak menderita penyakit kronis
seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker, dan lain- lain.
2. Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin akan menghasilkan penyakit yang berbeda pula.
Misalnya di kalangan wanita lebih banyak menderita kanker payudara,
sedangkan laki-laki banyak menderita kanker prostat. Karena perempuan
dan laki-laki memiliki hormon yang berbeda dan potensi memiliki suatu
penyakit juga berbeda.
3 Pekerjaan
Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit. Misalnya
sebaliknya buruh yang bekerja di industri, semisal dipabrik bahan kimia,
maka pekerka terebut juga lebih rentan terganggu kesehatannya terlebih
mengenai organ pernapasan oleh karena itu disetiap industri memiliki SOP
nya masing- masing.
4. Sosial Ekonomi Keadaan
sosial ekonomi juga berpengaruh pada pola penyakit. Misalnya penderita
obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus
ekonomi tinggi, dan sebaliknya malnutrisi lebih banyak ditemukan di
kalangan masyarakat yang status ekonominya rendah. Dari sini dapat kita
simpulka bahwa ekonomi dalam suatu keluarga sangat berdampak pada
kesehatan.
Menurut H.Ray Elling (1970) ada 2 faktor sosial yang berpengaruh pada
perilaku kesehatan :

9
1. Self concept
Self concept ditentukan oleh tingkatan kepuasan atau ketidakpuasan yang
kita rasakan terhadap diri kita sendiri, terutama bagaimana kita ingin
memperlihatkan diri kita kepada orang lain. Apabila orang lain melihat
kita positif dan menerima apa yang kita lakukan, kita akan meneruskan
perilaku kita, begitu pula sebaliknya.
2. Image kelompok
Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok.
Sebagai contoh, anak seorang dokter akan terpapar oleh organisasi
kedokteran dan orang-orang dengan pendidikan tinggi, sedangkan anak
buruh atau petani tidak terpapar dengan lingkungan medis dan besar
kemungkinan juga tidak bercita-cita untuk menjadi dokter.
B. Aspek Budaya yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan Perilaku
Kesehatan Menurut G.M. Foster (1973), aspek budaya dapat
mempengaruhi kesehatan :
1. Pengaruh tradisi
Tradisi adalah suatu wujud budaya yang abstrak dinyatakan dalam bentuk
kebiasaan, tata kelakuan dan istiadat. Ada beberapa tradisi di dalam
masyarakat yang dapat berpengaruh negatif juga positif.
a. Contoh negatif : tradisi cincin leher. Meskipun berbahaya karena
penggunaan cincin ini bisa membuat tulang leher menjadi lemah dan bisa
mengakibatkan kematian jika cincin dilepas, namun tradisi ini masih
dilakukan oleh sebagian perempuan Suku Kayan. Mereka meyakini bahwa
leher jenjang seperti jerapah menciptakan seksual atau daya tarik seksual
yang kuat bagi kaum pria. Selain itu, perempuan dengan leher jenjang
diibaratkan seperti naga yang kuat sekaligus indah.
b. Contoh positif: tradisi nyirih yang dapat menyehatkan dan menguatkan
gigi.
2. Sikap fatalistis
Sikap fatalistis yang juga mempengaruhi Perilaku kesehatan. Contoh :
beberapa anggota masyarakat di kalangan kelompok tertentu (fanatik)

10
sakit atau mati adalah takdir, sehingga masyarakat kurang berusaha untuk
segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit.
3. Pengaruh nilai
Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku
kesehatan. Contoh masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih
daripada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1
lebih tinggi pada beras merah daripada beras putih.
4. Sikap ethnosentris
Sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling baik jika
dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain. Misal sikap seorang yang
menggunakan vitsin pada makanannya
Yang menganggap itu lebih benar daripada orang yang tidak
menggunakan vitsin padahal vitsin tidak bagi kesehatan.
5. Pengaruh perasaan bangga pada statusnya Contoh : dalam upaya
perbaikan gizi, di suatu daerah pedesaan tertentu menolak untuk
makan makan daun singkong, walaupun mereka tahu kandungan
vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki ternyata masyarakat beraggapan daun
singkong hanya pantas untuk makanan kambing dan mereka menolaknya
karena status mereka tidak dapat disamakan dengan kambing.
6. Pengaruh norma Contoh : upaya untuk
menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan
karena ada norma yang melarang hubungan antara dokter yang
memberikan pelayanan dengan bumil sebagai pengguna pelayanan.
7. Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan Apabila
seorang petugas
kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku kesehatan masyarakat,
maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan terjadi jika
melakukan perubahan, menganalisis faktor- faktor yang
terlibat/berpengaruh pada perubahan dan berusaha untuk memprediksi
tentang apa yang akan terjadi dengan perubahan tersebut. (Erina Esa
Aisyarah & Muhammad Ali Sodik, 2017)

11
Cara dan gaya hidup manusia, adat istiadat, kebudayaan,kepercayaan
bahkan seluruh peradaban manusia dan lingkungannya berpengaruh
terhadap penyakit. Secara fisiologis dan biologis tubuh manusia selalu
berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia mempunyai daya adaptasi
terhadap lingkungan yang selalu berubah, yang sering membawa serta
penyakit baruyang belum dikenal atau perkembangan/perubahan
penyakityang sudah ada. Istilah sehat mengandung banyak muatan
kultural, sosial
dan pengertian profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan
kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan kesakitan dan penyakit.
Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari
berbagai aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek. Kajian mengenai
konsekuensi kesehatan perlu memperhatikan konteks budaya dan sosial
masyarakat.
Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat
dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil
berbagai kebudayaan juga dapatmenimbulkan penyakit. Masyarakat dan
pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu
naturalistik dan personalistik. Penyebab bersifat naturalistik yaitu
seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah
makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga
kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan.
Konsep sehat sakit yang dianut pengobat tradisional (Battra) sama dengan
yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang berhubungan
dengan keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala
yang dirasakan.
Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal,wajar, nyaman,
dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah. Sedangkan sakit
dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan,
bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak
dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat.

12
Sedangkan konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit
(illness) disebabkan oleh intervensi suatu agen aktif yang dapat berupa
makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau makhluk
manusia (tukang sihir, tukang tenung). Menelusuri nilai budaya, misalnya
mengenaipengenalan kusta dan cara perawatannya. Masyarakat dan
kebudayaan di mana pun selalu dalam keadaan berubah, ada dua sebab
perubahan yaitu:
a. Sebab yang berasal dari masyarakat dan lingkungannya sendiri,misalnya
perubahan jumlah dan komposisi
b. sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup.
Masyarakat yang hidupnya terbuka, yang berada dalam jalur-jalur
hubungan dengan masyarakat dan kebudayaan lain, cenderung untuk
berubah secara lebih cepat.
c. adanya difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru, khususnya
teknologi dan inovasi.
Masyarakat maju, perubahan kebudayaan biasanya terjadi melalui
penemuan (discovery) dalam bentuk ciptaan baru (inovation) dan melalui
proses difusi. Discovery merupakan jenis penemuan baru yang mengubah
persepsi mengenai hakikat suatu gejala mengenai hubungan dua gejala
atau lebih. Invention adalah suatu penciptaan bentuk baru yang berupa
benda (pengetahuan) yang dilakukan melalui penciptaan dan didasarkan
atas pengkombinasian pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada
mengenai benda dan gejala yang dimaksud. Ada empat bentuk peristiwa
perubahan kebudayaan.
a. Pertama, cultural lag, yaitu perbedaan antara taraf kemajuan berbagai
bagian dalam kebudayaan suatu masyarakat. Dengan kata lain, cultural lag
dapat diartikan sebagai bentuk ketinggalan kebudayaan, yaitu selang
waktu antara saat benda itu diperkenalkan pertama kali dan saat benda itu
diterima secara umum sampai masyarakat menyesuaikan diri terhadap
benda tersebut.
b. Kedua, cultural survival, yaitu suatu konsep untuk meng- gambarkan
suatu praktik yang telah kehilangan fungsi pentingnya seratus persen, yang

13
tetap hidup, dan berlaku semata-mata hanya di atas landasan adat-istiadat
semata- mata. Jadi, cultural survival adalah pengertian adanya suatu cara
tradisional yang tak mengalami perubahan sejak dahulu hingga sekarang.
c. Ketiga, pertentangan kebudayaan (cultural conflict), yaitu proses
pertentangan antara budaya yang satu dengan budaya yang lain. Konflik
budaya terjadi akibat terjadinya perbedaan kepercayaan atau keyakinan
antara anggota kebudayaan yang satu dengan yang lainnya.
d. Keempat, guncangan kebudayaan (cultural shock), yaitu proses
guncangan kebudayaan sebagai akibat terjadinya perpindahan secara tiba-
tiba dari satu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Ada empat tahap yang
membentuk siklus cultural shock, yaitu:
(1) tahap inkubasi, yaitu tahap pengenalan terhadap budaya baru,
(2) tahap kritis, ditandai dengan suatu perasaan dendam; pada saat ini
terjadi korban cultural shock,
(3) tahap kesembuhan, yaitu proses melampaui tahap kedua, hidup dengan
damai, dan
(4) tahap penyesuaian diri; pada saat ini orang sudah membanggakan
sesuatu yang dilihat dan dirasakan dalam kondisi yang baru itu; sementara
itu rasa cemas dalam dirinya sudah berlalu.

2.3 Teori perubahan perilaku pada Kesehatan


Menurut teori Lawrence green, Setiap individu memiliki perilakunya sendiri
yang berbeda dengan individu lain, termasuk pada kembar identik sekalipun.
Perilaku tidak selalu mengikuti urutan tertentu sehingga terbentuknya perilaku
positif tidak selalu dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap positif. Green
(1980) mengklasifikasikan beberapa faktor penyebab sebuah tindakan atau
perilaku :
a. Faktor pendorong (predisposing factor) Faktor predisposing merupakan
faktor yang menjadi dasar motivasi atau niat seseorang melakukan sesuatu.
Faktor pendorong meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai
dan persepsi, tradisi, dan unsure lain yang terdapat dalam diri individu
maupun masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan (Heri, 2009).

14
b. Faktor pemungkin (enabling factor) Faktor enabling merupakan faktor-
faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan.
Faktor pemungkin meliputi sarana dan prasarana atau fasilitas-fasilitas atau
sarana-sarana kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan
sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku Pemeriksaan Payudara
Sendiri (SADARI), perempuan yang ingin mendapatkan informasi harus lebih
aktif dalam mencari informasi melalui pelayanan kesehatan seperti puskesmas,
rumah sakit, posyandu, dokter atau bidan praktik, dan juga mencari informasi
melalui media massa seperti media internet, media cetak, media elektronik,
dan media sosial.
c. Faktor pendorong atau pendorong (reinforcing factor) Faktor reinforcing
merupakan faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya
perilaku seseorang yang dikarenakan adanya sikap suami, orang tua, tokoh
masyarakat atau petugas kesehatan.
Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan
perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari
promosi Kesehatan atau pendidikan kesehatan sebagi penunjang program –
program kesehatan lainnya. Banyak teori perubahan perilaku ini antara lain
akan diuraikan di bawah ini:
1) Teori Stimulus Organisme (SOR) Perubahan perilaku merupakan sebuah
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Teori
ini didasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku
tergantung kepada kualitas ransang (stimulus) yang berkomunikasi dengan
organisme. Artinya, kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya
kredibilitas kepemimpinan, dan gaya berbicara sangat menentukaan
keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok, atau masyarakat.
Perilaku manusia dapat terjadi melalui proses: StimulusOrganismeRespons,
kemudian Skinner menyebutkan teori ini menjadi teori ”SO-R” (stimulus-
organisme-respons). Hosland, et, al (1953) mengatakan bahwa perubahan
perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses
perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu
yang terdiri dari: a) Stimulus (ransang) yang diberikan kepada organisme

15
dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau
ditolak berarti stimulus itu tidak efektif dalam mempengaruhi perhatian
individu, dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme
berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif. b) Apabila
stimulus telah mendapatkan perhatian dari organisme (diterima) maka ia
mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya c) Setelah itu
organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk
bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap). d) Akhirnya
dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus
tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila
stimulus (rangsang) yang diberikan benar – benar melebihi dari stimulus
semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus
yang diberikan harus dapat menyakinkan organisme. Dalam menyakinkan
organisme faktor reinforcement memegang peranan penting. Berdasarkan teori
”S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua ,
yaitu :
a. Perilaku tertutup (Cover behavior)
Perilaku tertutup merupakan perilaku yang dimiliki oleh seseorang namun
belum bisa dilihat dan diidentifikasi secara jelas oleh orang lain. Respons yang
diberikan oleh individu masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan,
persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan
sehingga tidak bisa diidentifikasi dan dilihat secara jelas oleh orang lain.
Bentuk ”unobservable behavior” atau ”covert behavior” yang dapat diukur
adalah pengetahuan dan sikap.
b. Perilaku terbuka (Overt behavior) Perilaku terbuka merupakan perilaku
yang dimiliki oleh seseorang dan bisa dapat diamati orang lain dari luar atau
”observable behavior. Perilaku terbuka akan dapat dilihat dengan mudah
dalam bentuk tindakan, praktik, keterampilan yang dilakukan oleh seseorang.
2) Teori Festinger (Dissonance Theory)
Teori dissonance (cognitive dissonance theory) diajukan oleh Festinger (1957)
telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial.Teori ini sebenarnya sama

16
dengan konsep imbalance (ketidak seimbangan). Hal ini berarti bahwa
keadaan cognitive dissonance merupakan ketidak seimbangan psikologi yang
diliputi oleh ketengan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan
kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu, maka berarti
sudah terjadi ketengan diri lagi, dan keadaan ini disebut consonance
(keseimbangan) . Dissonance (ketidak seimbangan) terjadi karena dalam diri
individu terdapat dua elemen kognisi yang saling bertentangan. Yang
dimaksud elemen kognisi adalah pengetahuan, pendapat, atau keyakinan.
Apabila individu mengalami suatu stimulus atau objek dan stimulus tersebut
menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda/bertentangan di dalam
diri individu itu sendiri, maka terjadilah dissonance. Ketidak seimbangan
dalam diri sesorang yang akan menyebabkan perubahan perilaku dikarenakan
adanya perbedaan jumlah elemen kognitif yang seimbang dengan jumlah
elemen kognitif yang tidak seimbang dan sama – sama pentingnya. Hal ini
menimbulkan konflik pada diri individu tersebut. Contohnya, seorang ibu
rumah tangga yang bekerja dikantor. Di satu pihak, dengan bekerja ia dapat
tambahan pendapatan bagi keluarganya, yang akhirnya dapat memenuhi
kebutuhan bagi keluarga dan anak – anaknya, termasuk kebutuhan makanan
yang bergizi. Apabila ia tidak bekerja, jelas ia tidak dapat memenuhi
kebutuhan pokok keluarga. Di pihak lain, apabila ia bekerja, ia khawatir
perawatan anak – anaknya akan menimbulkan masalah. Kedua elemen
(argumentasi) ini sama – sama pentingnya, yakni rasa tanggung jawabnya
sebagai ibu rumah tangga yang baik. Titik berat dari penyelesaian konflik ini
adalah penyesuaian diri secara kognitif. Dengan penyesuaian diri ini maka
akan terjadi keseimbangan kembali. Keberhasilan yang ditunjukkan dengan
tercapainya keseimbangan kembalimenunjukkan adanya perubahan sikap dan
akhirnya akan terjadi perubahan perilaku.
3) Teori Fungsi Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku
individu tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang
dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang adalah stimulus yang
dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz

17
(1960) perilaku dilatar belakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan.
Katz berasumsi bahwa:
a) Perilaku memiliki funsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan
memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak
(berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhannya.
Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi kebutuhannya maka ia akan
berperilaku negatif. Misalnya, orang mau membuat jamban apabila jamban
tersebut benar – benar sudah menjadi kebutuhannya.
b) Perilaku berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai pertahan diri
dalam menghadapi lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan
tindakan – tindakannya, manusia dapat melindungi ancaman – ancaman yang
datang dari luar. Misalnya, orang dapat menghindari penyakit demam
berdarah karena penyakit tersebut merupakan ancaman bagi dirinya.
c) Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan pemberi arti. Dalam
perannya dengan tindakan itu seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Dengan tindakan sehari – hari tersebut seseorang melakukan
keputusan – keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus yang dihadapi.
Pengambilan keputusan mengakibatkan tindakan – tindakan tersebut
dilakukan secara spontan dan dalam waktu yang singkat. Misalnya, bila
seseorang merasa sakit kepala maka secara cepat, tanpa berpikir lama, ia akan
bertindak untuk mengatasi rasa sakit tersebut dengan membeli obat di warung
dan kemudian meminumnya, atau tindakan – tindakan lain. d) Perilaku
berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu
situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan
pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu, perilaku dapat merupakan
layar dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. Misalnya orang yang
sedang marah, gusar dan sebaginya dapat dilihat dari perilaku atau
tindakannya. Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku mempunyai fungsi untuk
menghadapi dunia luar individu, dan senantiasa menyesuaikan diri dengan
lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh sebab itu didalam kehidupan
manusia, perilaku itu tampak terus menerus dan berusaha secara relatif.

18
4) Teori Kurt Lewin Lewin berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu
keadaan yang seimbang antara kekuatan – kekuatan pendorong (driving
forces) dan kekuatan – kekuatan penahan (restining forces). Perilaku itu dapat
berubah apabila terjadi ketidak seimbangan antara kedua kekuatan tersebut
didalam diri seseorang sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan
perilaku pada diri seseorang yakni :
a. Kekuatan – kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya
stimulus – stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan – perubahan
perilaku. Stimulus ini berupa penyuluhan – penyuluhan atau informasi –
informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan. Misalnya,
seseorang yang belum ikut KB (ada keseimbangan antara pentingnya
mempunyai anak sedikit dengan kepercayaan banyak anak banyak rezeki)
dapat berubah perilakunya ber KB, ditingkatkan keyakinannya dengan
penyuluhan – penyuluhan atau usaha – usaha lain.
b. Kekuatan – kekuatan penahan menurun. Hal ini terjadi karena adanya
stimulus – stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. Misalnya
pada contoh diatas. Dengan pemberian pengertian kepada orang tersebut
bahwa banyak anak banyak rezeki adalah kepercayaan yang salah, maka
kekuatan penahan tersebut melemah dan akan terjadi perubahan perilaku pada
orang tersebut.
c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan
keadaan semacam ini jelas akan terjadi perubahan perilaku. Seperti pada
contoh juga, penyuluhan KB yang memberikan pengertian terhadap orang
tersebut tentang pentingnya ber KB dan tidak benarnya kepercayaan banyak
anak banyak rezeki akan meningkatkan kekuatan pendorong dan sekaligus
menurunkan kekuatan penahan.
5) Teori Kognisi Sosial Teori kognisi sosial merupakan interaksi yang terus-
menerus antara suatu perilaku, pengetahuan, dan lingkungan. Teori ini
dikembangkan oleh Albert Bandura yang semula dikenal sebagai Teori
Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory). Lingkungan merupakan tempat
seseorang membentuk dan mempengaruhi perilakunya. Menurutnya dalam
teori pembelajaran sosial, lingkungan memang membentuk perilaku, namun

19
perilaku juga membentuk lingkungan dimana terjadi hubungan/interaksi
antara lingkungan, perilaku dan proses psikologi seseorang. Setiap orang akan
mengalami proses observasi, dimana ia akan melihat pengalaman orang lain,
dan proses tersebut akan memengaruhi orang dalam berperilaku. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa, bila kita melihat sebuah perilaku, maka
kemampuan kita meniru perilaku tersebut menjadi bertambah. Contoh:
seorang anak-anak akan mengikuti perilaku keluarga nya, teman atau orang
yang berada disekitarnya termasuk perilaku kesehatan. Perilaku merokok
siswa sekolah daar disebabkan mereka sudah melihat perilaku merokok
tersebut dilakukan oleh orang-orang disekitarnya.
6) Teori ABC (Anteseden, Behaviour, Consequence) Perilaku yang dilakukan
oleh seseorang tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya . Kejadian yang
terjadi di lingkungan sekitar dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kejadian
yang mendahului suatu perilaku dan kejadian yang mengikuti suatu perilaku.
Kejadian yang muncul sebelum suatu perilaku disebut anteseden sedangkan
kejadian yang mengikuti suatu perilaku disebut konsekuensi. Perilaku
memiliki prinsip dasar dapat dipelajari dan diubah dengan mengidentifikasi
dan memanipulasi keadaan lingkungan atau stimulus yang mendahului dan
mengikuti suatu perilaku. Menurut teori ABC, perilaku dipicu oleh beberapa
rangkaian peristiwa anteseden (sesuatu yang mendahului sebuah perilaku dan
secara kausal terhubung dengan perilaku itu sendiri) dan diikuti oleh
konsekuensi (hasil nyata dari perilaku bagi individu) yang dapat
meningkatkan atau menurunkan kemungkinan perilaku tersebut akan terulang
kembali. Analisis ABC membantu dalam mengidentifikasi cara-cara untuk
mengubah perilaku dengan memastikan keberadaan anteseden yang tepat dan
konsekuensi yang mengandung perilaku yang diharapakan anteseden yang
juga disebut sebagai aktivator dapat memunculkan suatu perilaku untuk
mendapatkan konsekuensi yang diharapkan (reward) atau menghindari
konsekuensi yang tidak diharapkan ( penalty). Dengan demikian, anteseden
mengarahkan suatu perilaku dan konsekuensi menentukan apakah perilaku
tersebut akan muncul kembali. Sebuah perilaku yang terjadi dapat dipengaruhi
oleh anteseden kemudian ditempat lain perilaku juga dipengaruhi oleh

20
konsekuensi namun konsekuensi juga bisa dipengaruhi oleh perilaku.
Konsekuensi dapat menguatkan atau melemahkan perilaku sehingga dapat
meningkatkan atau mengurangi frekuensi kemunculan perilaku tersebut.
Dengan kata lain, konsekuensi dapat meningkatkan atau menurunkan
kemungkinan perilaku akan muncul kembali dalam kondisi yang serupa.
Anteseden adalah penting namun tidak cukup berpengaruh untuk
menghasilkan perilaku. Konsekuensi menjelaskan mengapa seseorang
melakukan sebuah perilaku tertentu. (Mrl et al., 2019)
2.4 Upaya promosi perubahan perilaku untuk meningkatkan derajat
Kesehatan
Dalam pencapaian target, segi manusia/masyarakat ataau kependudukan, harus
diperhatikan dalam upaya kesehatan. Dari segi perilaku, gaya hidup (life style)
yang dipengaruhi sosial budaya, pendidikan, pengertian sehat dan sakit,
pengobatan sendiri, dan penggunaan sumber daya kesehatan. Dari segi
lingkungan, ekonomi, kehidupan fisik dan biologik. Semua komponen ini
menentukan interval maksimum yaitu sehat sampai yang minimum yaitu sakit
menjelang mati.
Berarti upaya kesehatan mencakup: promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif dan prolonged atau preservative yang efisien serta bersifat
empowering. Karena itu faktor sosial-budaya sangat berpengaruh terhadap
upaya kesehatan. Apa lagi jika diingat bahwa dalam upaya kesehatan nasional
diberi peluang pendayagunaan Sistem Medis Tradisional di samping medis
modern yang masih lebih diutamakan dalam kebijakan kesehatan masyarakat.
Implikasinya memerlukan model yang dapat mempertemukan kedua sistem ini
sehingga tidak kontra produktif dalam institusionalisasi Kesehatan.
Pembangunan kesehatan merupakan salah satu bagian dari pembangunan
nasional dalam rangka pembangunan sumber daya manusia kearah terciptanya
penduduk Indonesia yang sehat, tangguh, mandiri dan berkualitas.
Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan selama ini telah menunjukkan
peningkatan kondisi kesehatan masyarakat di Kota Padang. Ini dapat dilihat
dari indikator kesehatan yaitu menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB),
menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI), meningkatnya angka harapan hidup

21
dan menurunnya penderita Kekurangan Energi dan Protein (KEP). Namun bila
dibandingkan dengan kondisi kesehatan masyarakat Indonesia, maka kondisi
kesehatan masyarakat Kota Padang masih di bawah rata-rata tersebut.
pendekatan pembangunan kesehatan telah mengalami perubahan dari
paradigma sakit ke paradigma sehat, namun perubahan tersebut tidak serta
merta diikuti oleh perubahan perilaku kesehatan masyarakat. Sulitnya
merubah perilaku kesehatan masyarakat tersebut karena ada beberapa nilai dan
kebiasaan yang telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat yang sulit
untuk dirubah. Namun perilaku kesehatan masyarakat dalam hal pencegahan
penyakit, khususnya immunisasi untuk anak menunjukkan hasil yang baik.
Selain itu perubahan beberapa nilai dan norma yang telah terinternalisasi
dalam kehidupan masyarakat juga berdampak terhadap perubahan perilaku
dan gaya hidup masyarakat dan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
Temuan lainnya menunjukkan bahwa upaya perubahan perilaku yang
dilakukan melalui pendidikan kesehatan yang dilakukan selama ini belum
mencapai sasaran dan menunjukkan hasil kearah perilaku hidup sehat.
Kerjasama lintas sektoral dengan sektor lain yang berkait belum berjalan
dengan baik. Keterlibatan kekuatan lain dalam pembangunan kesehatan mulai
berkembang. Hasil penelitian juga menemukan kritik terhadap teori yang
dikemukakan Green. Kritiknya adalah : selain faktor pendidikan, faktor
ekonomi juga mempengaruhi faktor predisposisi, faktor pendukung dan
pendorong.
rencana pembangunan kesehatan harus disusun sesuai dengan pendekatan
paradigma sehat. Pendidikan kesehatan merupakan salah satu usaha yang
harus dilakukan untuk merubah perilaku kesehatan masyarakat. Program
pendidikan kesehatan untuk petugas kesehatan bertujuan untuk menciptakan
tenaga kesehatan yang ahli dan terampil sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pendidikan kesehatan untuk masyarakat bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan. Materi,
metode, media, sasaran, jadwal dan pelaksana pendidikan kesehatan harus
disusun secara terencana dan disesuaikan dengan kebutuhan, permasalahan
serta kondisi daerah. Melalui kedua program ini diharapkan perilaku

22
kesehatan masyarakat berubah ke arah perilaku hidup sehat sehingga jumlah
penderita gizi buruk dan penderita penyakit karena perilaku menurun serta
tercipta lingkungan yang bersih dan sehat.(Library, n.d.)
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya diarahkan untuk mempertinggi
derajat kesehatan, dengan prioritas utama. Berkaitan dengan itu perlu terus
ditingkatkan berbagai upaya terutama untuk mendekatkan pelayanan
kesehatan pada masyarakat dengan mutu yang lebih baik serta dengan
memperluas cakupan pelayana kesehatan. Hal ini dilakukan agar masyarakat
lebih terdorong untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang telah
disediakan oleh pemerintah pusat sehingga angka morbiditas dan mortalitas
yang semakin meningkat dapat dicegah. Contohnya : Perlu dilakukan
penyuluhan kepada masyarakat mengenai persalinan yang aman, risiko
persalinan pada dukun bayi serta pentingnya pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan seperti bidan, mengadakan pendekatan budaya dan adat
istiadat setempat dalam penempatan bidan-bidan agar mudah diterima dan
dimanfaatkan oleh masyarakat (Roth, 2013)
2.5 Penilaian sosial budaya yang penting
penilaian sosial dan budaya menjelaskan bagaimana sebuah pesan yang
disampaikan kepada seseorang dimaknai berdasarkan ego involvement
(kognitif dan mental) yang membantu dalam menentukan perilaku selanjutnya
sebagai tanggapan dari pesan yang diterima
penilaian social dari segi:

A. Skala Penilaian

Dalam hal ini bagaimana terjadinya penilaian pada diri individu, Sherf
mengemukakan bahwa dalam percobaannya dia memerikkan sejumlah benda
dan setiap benda itu menyatakan mana yang lebih berat dan mana yang lebih
ringan. Disitlah jelas sifat yang akan dinilai dan makin jelas patokan-patokan
yang akan disusun agar penilaiana makin mantap. Misalnya orang diberikan
barang/benda yang dapat ditimabang yang beratnya bervariasi antara 5-
100gram. Dan orang percobaan tersebut disuruh menetapkan 50gram.sebagai

23
patokannya, maka menggolongkan benda yang brat dan yang ringan ini.stabil.
sebaliknya kalau sifat yang ditimbang itu meragukan dantidaka ada patokan
jelas, maka penilaian akan labil.

B. Efek asimilsi dan kontras

Sdalam kehidupan sehari-hari, kadang orang-orang haruse menggunakan


patokan-patokan diluar batas-batas yang diberikan oleh stimulus yang ada.
Efek dari patokan ini bergantung dari jauh dekatnya patokan dari stimulus.
Jadi penilaian yang mendekati patokan disebut asimilasi. Yaitu patokan yang
dimasukkan kedalam rangkaian stimulus dalam batas rangkaian stimulus
diperbesar. Sehingga mencakupi paotkan. Dan penilaian yang menyalahi
patokan disebut kontras.

C. Garis lintang penerimaan, penolakan dan ketidakterlibatan

Perbedaan akan variasi antara individu akan mendorong timbulnyakonsep-


konsep tentang garis-garis lintang. Garis lintang penerimaan adalah
rangakaian posisi sikap yang dapat diberikan , diterima dan ditolerir oleh
indivudu. Garis lintang penolakan adalah rangkaian posisi sikap yang dapat
tidak diberikan , tidak dapat diterima dan tidak bias ditolerir oleh indivudu.
Garis lintang ketidak terlibatan adalah posisi-posisi yang termasuk dalam
lintang yang pertama. Jari garis-garis lintang ini akan menentukan sikap
indiviru terhadap pernyataan dalam situasi tertentu.

D. Pola penerimaan dan penolakan

Jika seorang individu melibatkan sendiri dalam situasi yang dinilainya


sendirimaka ia akan menjadi patokan. maka makin tinggi ia terliat makin
tinggi pula dan sedikait hal-hal yang ditermanya. Sebalikanya ambang
penolakan semakin rendah sehingga makin banyak hal-hal yang tidak bias
diterimanya.

24
E. Penilaian social dan penilaian sikap

Komunikasi menurut Sherif dan holand bisamendekatkan sikap individu


dengansikap orang lain.tetapi bias juga menjahui orang lain. Hal ini
tergantung dari posisi awal tersebut terhadap individu lain. Jika posisi awal
mereka saling berdekatan, komunikasi akan semakin memperjelas persamaan-
persamaan diantara mereka dan sehingga terjadilah pendekatan. Tetapi
sebaliknya, jika posisi awal saling berjauhan, maka komuniksi akan
mempertegas perbedaan dan posisi mereka akan saling menjahui.

PERSPEKTIF SOSIAL BUDAYA EKONOMI AGAMA KESEHATAN


GLOBAL
1. Sosial-Ekonomi
Status sosial ekonomi dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu
A. Status Pendidikan
B. Pendapatan ekonomi
Sehingga 2 faktor ini memperngaruhi status Kesehatan yaitu

Jenis Contoh

Kondisi
tempat Peningkatan sanitasi, pengurangan kepadatan, metode memasak yang benar
tinggal

Pendidikan memiliki hubungan terkuat dengan perilaku kesehatan dan outcome


kesehatan. Hal ini bisa disebabkan karena pandangan yang lebih baik terhadap
Pendidikan
faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan kemampuan yang lebih
besar untuk mengendalikan faktor-faktor tersebut

Pendidikan
Pendidikan bagi perempuan berdampak pada kesehatan anak dan keluarga
bagi Wanita

25
Paparan Pekerjaan pada strata sosial ekonomi yang lebih rendah secara tradisional
pekerjaan dikaitkan dengan peningkatan paparan terhadap risiko kesehatan

A. Akses ke pelayanan Kesehatan


B. Angka Harapan Hidup
C. Keterpaparan atas resiko penyakit
Pengaruh status sosial-ekonomi terhadap Kesehatan masyarakat :

Kemampuan untuk mengakses barang seperti alat pelindung diri,


Akses ke barang
makanan, dan layanan berkualitas tinggi, termasuk layanan medis
dan jasa
dan sosial untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan
Ukuran keluarga yang besar mempengaruhi kesehatan dan secara
Ukuran Keluarga tradisional dikaitkan dengan status sosial ekonomi yang lebih rendah
dan dengan status kesehatan yang lebih rendah
Eksposur terhadap Pengucilan secara sosial (Social alienation) yang terkait dengan
perilaku berisiko kemiskinan dapat dikaitkan dengan kekerasan, narkoba, perilaku
tinggi berisiko tinggi lainnya
Status sosial ekonomi yang lebih rendah terkait dengan paparan yang
Lingkungan
lebih besar terhadap pencemaran lingkungan, bencana "alam“.

Pengaruh sosial budaya terhadap Kesehatan di Korea


Milenial Korea Selatan : Ciptakan 'kampung tanpa kecemasan' untuk
rayakan kegagalan

Proyek inovatif memungkinkan generasi milenial Korea Selatan untuk


menghindarkan diri dari norma di masyarakat dan tempat kerja yang kerap
merintangi kesuksesan mereka. Namun apakah peluang itu cuma dimiliki orang
kaya?
Sebagai pegawai paling junior di kantornya, Kim Ri-Oh, mantan jurnalis foto di
sebuah majalah di Seoul kerap dirundung oleh koleganya.
Bekerja akhir pekan dan jam lembur hingga pukul 11 malam merupakan tradisi di
kantornya.

26
Setelah sekitar dua tahun bekerja, Kim mengetahui bahwa gajinya lebih rendah
daripada pegawai laki-lakinya baru di kantornya.
Dan kondisi itu tidak hanya dialami Kim. Muda-mudi Korea Selatan banyak yang
menentang pandangan umum tentang kesuksesan dan tanggung jawab di
masyarakat.
Sejumlah proyek sosial maupun yang dilakukan beberapa perusahaan
bermunculan untuk menyokong anak-anak muda tersebut.
Kim yang berusia 26 tahun kini bekerja dalam program bertajuk Don't Worry
Village (Kampung Tanpa Kecemasan). Digelar di Mokpo, kota pelabuhan di barat
daya Korea yang jumlah penduduknya yang terus meningkat, proyek itu didanai
anggaran pemerintah.
Program tersebut bertujuan memugar bangunan tak terpakai. Sekitar 20 orang
berusia rata-rata 30 tahun menggerakan proyek itu.
Slogan mereka: "It's okay to rest. It's okay to fail. (Tak ada yang salah dengan
istirahat. Tak ada yang keliru dalam kegagalan)".
Kampung itu didirikan di pinggiran Mokpo yang dulunya kosong. Tempat itu
dibangun ulang untuk muda-mudi kreatif yang hendak membuka restoran dan
kafe atau mempertontonkan seni serta merekam karya dokumenter.
Selama retret enam minggu, anak-anak muda Korea Selatan, yang lelah mencari
kerja, berkumpul untuk merayakan kegagalan sebelumnya dan bereksperimen
menciptakan proyek mereka sendiri.
Beberapa dari mereka merasa ini adalah kesempatan kedua dalam hidup mereka.
Retret itu berjalan sesuai tujuan pribadi para pesertanya, tapi secara longgar
dibangun untuk memulihkan kembali nuansa kebersamaan yang hilang, waktu
makan bersama, dan jam istirahat.
Park Myung-Ho (33 tahun), yang ikut menggagas proyek ini bersama Hong
Dong-Woo (34), menyebut kampung itu ditujukan untuk mewujudkan apa yang
dikenal dengan istilah 'sohwakhaeng'.
Terminologi itu merujuk sebuah ide yang diilhami penulis asal Jepang, Haruki
Murakami, yang merangkum momen kebahagiaan kecil tapi jelas.
"Tidak lagi terobsesi pada pencapaian besar, anak muda Korea kini mengejar
'sohwakhaeng'," kata Park.

27
"Entah itu menikmati sepotong kue keju di toko roti di kota Anda, menulis lagu
atau buku. Sesuatu yang kecil tapi sepenuhnya milikmu."
Korea Selatan telah mengalami paradoks populasi dalam beberapa tahun terakhir.
Tingkat demografi mereka menua secara cepat, berbanding terbalik dengan
tingkat kelahiran terendah di dunia. Angka pernikahan mereka pun anjlok.
Terbenam di bawah industri glamoir K-pop dan K-beauty yang sudah melahirkan
jutaan penggemar di seluruh dunia, ternyata terdapat kenyataan yang lebih suram,
yaitu melonjaknya tingkat pengangguran kaum muda dan jam kerja terberat di
antara negara maju.
Milenial Korsel menyebut diri mereka sebagai bagian dari generasi Sampo,
sebuah makna baru yang diterjemahkan menjadi 'generasi dengan tiga
pengorbanan'.
Artinya, mereka adalah generasi yang harus melepaskan hubungan perosonal,
perkawinan dan menunda memiliki anak untuk bertahan hidup dalam ekonomi
yang mencekik.
Daftar pengorbanan itu terus meluas, termasuk mengesampingkan kehidupan
sosial serta kepemilikan atas rumah atau properti.
"Anak muda yang melihat diri mereka sebagai bagian dari 'generasi N-Po' yang
skeptis," kata Kim Ri-Oh.
"Mereka mencari cara untuk mendapatkan kepuasan diri dari kehidupan mereka di
luar ukuran kesuksesan tradisional," tuturnya.
Yoon Duk-Hwan, yang ikut menyusun laporan bertajuk 'Tren Korea 2019',
menyebut bahwa Korsel secara tradisional terus menjalankan 'budaya berkumpul'.
Reuni kelas tahunan yang dikenal dengan istilah 'dongchang-hweh' adalah contoh
umum di mana kehidupan pribadi teman sekelas, mulai dari pertunangan,
pernikahan hingga mereka yang menganggur, bisa menjadi tolok ukur.
"Pertemuan semacam itu memperkuat budaya otoriter sehingga semakin banyak
anak muda Korsel memilih untuk tidak lagi ikut serta," kata Yoon.
"Mereka menyadari bahwa mereka bisa memiliki kehidupan sosial yang tidak
terikat dengan budaya itu, pergaulan yang tidak didikte pencapaian orang lain."

28
Proyek seperti Don't Worry Village dan sejumlah program lain yang disebut
'ruang pertujunkan' adalah upaya membuka banyak ruang untuk meninggalkan
budaya lawas itu.
Sebuah penghormatan untuk ruang pertunjukan di Paris abad ke-18. Itu adalah
ruang intim tempat orang berkumpul untuk bertukar pengetahuan. Melalui ruang
itu, berbagai perbincangan berusaha mempertanyakan ulang budaya Korea.
"Korea tidak memiliki budaya berbicara satu sama lain karena takut
mengganggu, terutama dengan orang asing," kata Go.
"Ketika saya pertama kali membuka ruang pertemuan itu, pertanyaan yang paling
sering saya terima dari pengunjung adalah, 'bagaimana saya berbicara dengan
orang asing?"
Topik percakapan diumumkan setiap tiga bulan dan dibahas secara mendalam
seperti seminar ala filsuf Sokrates, sesi baca malam hari, sesi pembuatan memo,
menonton film, dan perbicangan di bar. Go menggambarkan program itu sebagai
medium pemikiran sosial di mana anggota bebas bertukar pandangan.

Go berkata, para peserta rata-rata adalah mahasiswa yang penasaran dengan


gagasan baru ini dan orang-orang yang berusia 50-an tahun.
"Biasanya, masyarakat Korea menentukan bagaimana Anda harus bertindak dan
berinteraksi dengan orang lain berdasarkan identitas itu," kata Go.
"Ketimbang identitas, perkenalan kami satu sama lain adalah melalui cara berpikir
kami masing-masing. Jarang Anda bisa berinteraksi dengan orang-orang di Korea
dengan cara itu," tuturnya.
Membicarakan uang
Ruang seperti ini berusaha untuk mendemokratisasi hubungan sosial di Korea
Selatan. Di negara itu, sebagian besar kelompok masyarakat terikat pada norma
ketat yang menentukan kapan orang Korea yang lebih muda harus mencapai
tujuan hidup tertentu.
Tahun 2019, proyek semacam ini terus tumbuh di Korea Selatan. Namun
kenyataannya, ruang-ruang ini tidak dapat diakses oleh banyak anak muda Korea,
terutama mereka yang berasal dari rumah tangga sosial ekonomi rendah. Padahal
bisa dibilang, merekalah yang mungkin paling membutuhkannya.

29
Tentu saja, gagasan untuk beristirahat, atau tidak bekerja dan memiliki
pendapatan, mungkin tidak menjadi pilihan bagi mereka, terutama ketika
pengangguran kaum muda membengkak.
Depresi kini berada pada titik tertinggi sepanjang sejarah di antara kaum muda
Korea. Menurut Layanan Penilaian & Penilaian Asuransi Kesehatan, jumlah
orang berusia 20-an tahun yang didiagnosis depresi hampir dua kali lipat dalam
lima tahun terakhir.
Komunitas seperti yang ditemukan di ruang-ruang pertemuan baru dapat dilihat
sebagai ruang bagi mereka yang kesepian, kata Ha Ji-Hyun, seorang psikiater dan
profesor di Pusat Medis Universitas Konkuk di Seoul.
Ha berkata, depresi memiliki dampak berbeda pada remaja berpenghasilan rendah.
Ada faktor pengeluaran uang untuk perjalanan harian, makan, dan tiket film,
misalnya.
Dengan kata lain, bersosialisasi secara inheren terikat dengan uang dan bisa lebih
menjadi beban daripada kesenangan.

Anak-anak muda Korea ingin mendemokratisasi ruang sosial.


Namun, dengan sekitar 82% pemuda Korea Selatan menggunakan media sosial,
semakin banyak generasi milenial dari keluarga berpenghasilan rendah mulai
menggantikan interaksi kehidupan nyata dengan digital.
"Pada titik tertentu, mereka sadar bahwa mereka tidak perlu mengeluarkan uang
atau energi untuk bersosialisasi," kata Ha.
"Tetapi kepuasan yang mereka peroleh dari berinteraksi dengan pengguna lain
secara online memiliki batas ... banyak yang akhirnya mengalami depresi setelah
periode panjang terisolasi secara fisik."
Kesepian muncul dari keinginan untuk bertemu dan berinteraksi dengan orang
lain, kata Ha. Mereka yang memiliki sumber daya uang dan energi untuk secara
aktif mencari ruang seperti 'ruang-ruang pertemuan' dan Don't Worry Village
dapat memerangi kesepian itu.
Namun berbeda dengan mereka yang tak memiliki sarana untuk melakukannya.
Mereka mungkin jatuh lebih dalam ke dalam depresi dan isolasi sosial.

30
Menderita dalam keheningan
Generasi milenial Korsel mengubah dinamika kekuasaan di tempat kerja dan
lingkungan sosial.
Walau masyarakat harus mengakui bahwa kesenjangan regional dan sosial
ekonomi bergulir begitu dalam, ada perubahan yang tak terbantahkan dalam
bagaimana pemuda Korsel mengadvokasi diri mereka sendiri.

Kim Ri-Oh mengatakan, tekanan dan ketidaksetaraan upah di pekerjaan


sebelumnya membawanya ke titik puncak kelelahan.
Dalam kasus Kim Ri-Oh, kesenjangan upah gender di tempat kerja adalah
pendorong yang membuatnya melihat gambaran yang lebih utuh tentang
persoalan ini.
"Itu adalah fakta yang diabaikan bahwa laki-laki di industri media memperoleh
rata-rata 200 ribu won (Rp2,3 juta) per bulan lebih besar dari rekan kerja
perempuan mereka," kata Kim.
"Tidak ada yang mengatakan apa pun, dan sepertinya tidak mungkin bagi saya
untuk mengubah keadaan, jadi saya berhenti bekerja."
"Saya menyadari bahwa tidak tidak perlu menderita seperti ini lagi," tuturnya.
Pemerintah Korsel telah memperhatikan kenyataan suram ini. Tahun 2018,
Parlemen Korsel mengeluarkan undang-undang yang akan secara drastis
memangkas jam kerja mingguan, dari 68 menjadi 52 jam. Mereka berharap beleid
itu dapat meningkatkan standar hidup.
Namun perubahan juga tampaknya terjadi secara organik. Tingkat pengunduran
diri setelah bekerja selama satu tahun di sebuah perusahaan mencapai puncaknya
pada tahun 2018, dengan persentase mencapai 28%.
Ini merupakan perubahan yang menentang gagasan tradisional Korea tentang 'satu
tempat kerja seumur hidup'.
Bagaimanapun, anak muda Korea memahami bahwa penderitaan bukan lagi
prasyarat untuk sukses. Alih-alih bertahan, mereka menjadi penulis untuk kisah
sukses mereka sendiri.

31
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Aspek sosial berpengaruh terhadap status kesehatan dan perilaku kesehatan
Diantaranya umur, jenis kelamin, dan sosial ekonomi. Selain aspek sosial,
aspek budaya juga berpengaruh terhadap status kesehatan dan perilaku
kesehatan. Aspek budaya tersebut adalah pengaruh tradisi, sikap fatalistis,
sikap ethnosentris, pengaruh perasaan bangga pada statusnya, pengaruh
norma, dan pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan.

32
3.2 Saran
Kebudayaan atau kultur yang berdampak negatif bagi tubuh memang sulit
untuk dihilangkan dan itu semua membutuhkan suatu proses yang panjang.
Sebagai seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat seharusnya kita menuntun
mereka menuju perubahan lebih baik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang empiris. Maka dengan itu, dampak dari sosial budaya yang buruk dapat
diminimalisir bahkan dihilangkan

DAFTAR PUSTAKA
Ainun. (2017). Perancangan Media Promosi Lawang Agung Sebagai Group PT.
Usaha Utama Bersaudara Melalui Media Sosial Instagram. Jurnal islamiyah.
http://repository.dinamika.ac.id/id/eprint/2324/
Erina Esa Aisyarah, & Muhammad Ali Sodik. (2017). Kata Kunci : Sosial,
Budaya, Kesehatan. IIK Strada Indonesia, 1–7.
Library, U. I. (n.d.). Pdf_Abstrak-71470.
Mrl, A., Kes, M., Jaya, I. M. M., Kes, M., Mahendra, N. D., & Kep, S. (2019).
BUKU AJAR PROMOSI KESEHATAN Penulis : 1–107.
Roth, W. D. (2013). Sosial Budaya. International Migration Review, 47(2), 330-
373. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/imre.12028/abstract

33

Anda mungkin juga menyukai