Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN

MATA KULIAH : GERAKAN MUHAMMADIYAH


DOSEN PENGAMPU : Dr.Amnah Qurniati,M.Pd

DISUSUN OLEH :

SETRI YANI (1987205031)


REZA MELIANA (19872050
MELDA APRILIANI (

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
TAHUN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami memanjatkan rasa puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Muhammadiyah Sebagai Gerakan
Pendidikan ”

Ucapan terimakasih kepada Dr.Amnah Qurniati,M.Pd selaku dosen pengampu


kami dalam penyelesaian makalah ini, sehingga kami dapat dengan mudah
memahami masing-masing isi didalam makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
terhadap pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bengkulu, oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Faktor Yang Melatar Belakangi Gerakan Muhamadiyah Dibidang
Pendidikan...............................................................................................................3
B. Cita-cita Pendidikan Muhamadiyah........................................................................4
C. Bentuk-bentuk dan Model Pendidikan Muhamadiyah............................................4
D. Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhamadiyah..................................................5
E. Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah...........................................8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................15

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat kolonial Belanda menjajah bumi nusantara, Pendidikan Islam telah


tersebar luas dalam wujud “pondok pesantren”, dimana islam diajarkan di
musholla/langgar/masjid. Sistem yang digunakan seperti sistem sorogan,
bandongan, dan wetonan. Sorogan adalah sistem pendidikan dimana secara
perorangan menghadap kyai dengan membawa kitab, kyai membacakan dan
mengartikan kemudian sang santri menirukannya. Bandongan atau Wetonan
adalah sang kyai membaca, mengartikan dan menjelaskan maksud teks dari kitab
tertentu namun sang santri hanya mendengarkan penjelasan dari sang kyai.

Sistem pendidikan semasa itu hanya berorientasi pada hafalan teks semata,
sehingga tidak merangsang santri untuk berdiskusi. Cabang ilmu agama yang
diajarkan sebatas Hadits dan Mustholah Hadist, Fiqih dan Usul Fiqih, Ilmu
Tauhid, Ilmu Tasawuf, Ilmu Mantiq, Ilmu Bahasa Arab. Ini berlangsung hingga
awal abad ke-20. Sudah barang tentu di sekolah Belanda para murid tidak
diperkenalkan pendidikan Islam sehingga menjadikan cara berfikir dan tingkah
laku mereka banyak yang menyimpang dari ajaran Islam.

Melihat kenyataan ini K.H Ahmad Dahlan beserta para tokoh bertekad untuk
memperbaharui pendidikan bagi umat Islam. Pembaharuan yang dimaksud
meliputi dua segi, yaitu segi cita-cita dan segi teknik. Segi cita-cita adalah untuk
membentuk manusia muslim yang berakhlaqul karimah, alim, luas pandangan dan
paham terhadap masalah keduniaan, cakap, serta bersedia berjuang untuk
kemajuan agama Islam. Sedang dari Segi teknik adalah lebih banyak berhubungan
dengan cara-cara penyelenggaraan pendidikan modern terutama system/model
pembelajaran yang diterapkan selama pelaksanaan pendidikan.

1
B .Rumusan Masalah
1. Apa faktor yang melatar belakangi Gerakan Muhamadiyah di bidang
Pendidikan ?
2. Bagaimana cita-cita Pendidikan Muhamadiyah ?
3. Apa bentuk-bentuk dan Model Pendidikan Muhamadiyah ?
4. Bagaimana Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhamadiyah ?
5. Apa saja Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah ?

C .Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk Memahami Faktor yang melatarbelakangi Gerakan Muhamadiyah
di bidang Pendidikan.
2. Untuk memahami Cita-cita Pendidikan Muhamadiyah.
3. Untuk memahami Bentuk dan Model Pendidikan Muhamadiyah.
4. Untuk memahami Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhamadiyah.
5. Untuk memahami Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah.

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Faktor Yang Melatar belakangi Gerakan Muhammadiyah Dibidang


Pendidikan
Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan Islam yang mempelopori
pendidikan Islam modern. Salah satu latar belakang berdirinya Muhammadiyah
menurut Mukti Ali ialah ketidak efektifan lembaga pendidikan agama pada waktu
penjajahan Belanda, sehingga Muhammadiyah memelopori pembaruan dengan
jalan melakukan reformasi ajaran dan pendidikan Islam. Saat kolonial Belanda
menjajah bumi nusantara. Pendidikan Islam telah tersebar luas dalam wujud
"pondok pesantren", dimana islam diajarkan di mushollalanggarmasjid. Sistem
yang digunakan seperti sistem sorogan, bandongan, dan wetonan. Sorogan adalah
sistem pendidikan climana secara perorangan menghadap kyai dengan membawa
kitab . dan mengartikan kemudian sang santri . santri hanya mendengarkan
penjelasan dari semasa itu hanya berorientasi pada hafalan sang kyai.
Sistem pendidikan teks semata, sehingga tidak merangsang santri untuk
berdiskusi. Cabang ilmu agama yang diajarkan sebatas Hadits dan Mustholah
Hadist, Fiqih dan Usul Fiqih, Ilmu Tauhid, Ilmu Tasawuf, Ilmu Mantiq, Ilmu
Bahasa Arab. Ini berlangsung hingga awal abad ke-20.Dalam sekolah Belanda
para murid tidak diperkenalkan pendidikan Islam sehingga menjadikan cara
berfikir dan tingkah laku mereka banyak yang menyimpang dari ajaran
Islam.Melihat kenyataan ini K.H Ahmad Dahlan beserta para tokoh bertekad
untuk memperbaharui pendidikan bagi umat Islam.
Pembaharuan yang dimaksud meliputi dua segi, yaitu segi cita-cita dan
segi teknik. Segi cita-cita adalah untuk membentuk manusia muslim yang
berakaqul karimah, alim, luas pandangan dan paham terhadap masalah keduniaan,
cakap, serta bersedia berjuang untuk kemajuan agama Islam. Sedang dari Segi
teknik adalah lebih banyak berhubungan dengan cara-cara penyelenggaraan
pendidikan modernKini pendidikan Muhammadiyah telah berkembang pesat
dengan segala kesuksesannya, tetapi masalah dan tantangan pun tidak kalah
berat.Pendidikan Muhammadiyah merupakan bagian yang terintegrasi dengan

3
gerakan Muhammadiyah dan telah berusia sepanjang umur Muhammadiyah

B. Cita-Cita Pendidikan Muhammadiyah


Sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar,
Muhammadiyah dituntut untuk mengkomunikasikan pesan dakwahnya dengan
menanamkan khazanah pengetahuan melalui jalur pendidikan.
Secara umum dapat dipastikan bahwa ciri khas lembaga pendidikan
Muhammadiyah yang tetap dipertahankan sampai saat adalah dimasukkannya
mata pelajaran AIK/lsmuba di semua lembaga pendidikan (formal) milik
Muhammadiyah. Hal tersebut sebagai salah satu upaya Muhammadiyah agar
setiap individu senantiasa menyadari bahwa ia diciptakan oleh Allah semata-mata
untuk berbakti kepada-Nya.
Usaha Muhammadiyah mendirikan dan menyelenggarakan sistem
pendidikan modern, karena Muhammadiyah yakin bahwa Islam bisa menjadi
rahmatan lil-‘alamin, menjadi petunjuk dan rahmat bagi hidup dan kehidupan
segenap manusia jika disampaikan dengan cara-cara modern. Dasarnya adalah
Allah berfirman: “Wahai jama’ah jin dan manusia, jika kalian sanggup menembus
(melintasi) pejuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu sekalian tidak akan
sanggup melakukannya melainkan dengan kekuatan (ilmu pengetahuan)”(QS. Ar-
rahman/55:33).

C. Bentuk-Bentuk Dan Model Pendidikan Muhammad


Muhammadiyah konsekwen untuk mencetak elit muslim terdidik lewat jalur
pendidikan. Ada beberapa tipe pendidikan Muhammadiyah:

a. Tipe MualliminMualimat Yogyakarta (pondok pesantren)

b. Tipe madrasahDepag; Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah

c. Tipe sekolah Diknas; TK, SD, SMP, SMA SMK, Universitas ST

PoliteknikAkademi

d. Madrasah Diniyah, dan lain-lain

Orientasi pembaharuan di bidang pendidikan menjadi prioritas utama yang

4
ingin dicapai oleh Muhammadiyah, hal ini tergambar dari tujuan pendidikan
dalam Muhammadiyah, untuk mencetak peserta didik lulusan sekolah
Muhammadiyah, sebagai berikut:

a. Memiliki jiwa Tauhid yang murni


b. Beribadah hanya kepada Allah
c. Berbakti kepada orang tua serta bersikap baik terhadap kerabat
d. Memiliki akhlaq yang mulia
e. Berpengetahuan luas serta memiliki kecakapan, dan
f. Berguna bagi masyarakat, bangsa dan agama

Pendidikan, menurut KH. Ahmad Dahlan, hendaknya diarahkan pada


usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, luas pandangan
dan berakhlak Usaha Muhammadiyah mendirikan dan menyelenggarakan sistem
pendidikan modern, karena Muhammadiyah yakin bahwa Islam bisa menjadi
rahmatan lil-‘alamin, menjadi petunjuk dan rahmat bagi hidup dan kehidupan
segenap manusia jika disampaikan dengan cara-cara modern. Dasarnya adalah
Allah berfirman: “Wahai jama’ah jin dan manusia, jika kalian sanggup menembus
(melintasi) pejuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu sekalian tidak akan
sanggup melakukannya melainkan dengan kekuatan (ilmu pengetahuan)”(QS. Ar-
rahman/55:33).

Secara teoritik, ada tiga alasan mengapa pendidikan AIK perlu diajarkan:

1. Mempelajari AIK pada dasarnya agar menjadi bangsa Indonesia yang


beragama Islam dan mempunyai alam fikiran modern/tajdid/dinamis.
2. Memperkenalkan alam fikiran tajdid, dan diharapkan peserta didik dapat
tersentuh dan sekaligus mengamalkannya, dan.
3. Perlunya etika/akhlak peserta didik yang menempuh pendidikan di lembaga
pendidikan Muhammadiyah.

D. Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhamadiyah

Hampir seluruh pemikiran K.H. Ahmad Dahlan berangkat dari


keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang

5
tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan.
Kondisi ini semakin diperparah dengan politik kolonial belanda yang sangat
merugikan bangsa Indonesia.
Pemikiran atau ide-ide K.H. Ahmad Dahlan tertuang dalam gerakan
Muhammadiyah yang ia dirikan pada tanggal 18 Nopember 1912. Organisasi ini
mempunyai karekter sebagai gerakan sosial keagamaan. Titik tekan
perjuangannya mula-mula adalah pemurnian ajaran Islam dan bidang pendidikan.
Muhammadiyah mempunyai pengaruh yang berakar dalam upaya pemberantasan
bid’ah, khurafat dan tahayul. Ide pembaruannya menyetuh aqidah dan syariat,
misalnya tentang upacara kematian talqin, upacara perkawinan, kehamilan,
sunatan, menziarahi kuburan yang dikeramatkan, memberikan makanan sesajen
kepada pohon-pohon besar, jembatan, rumah angker dan sebagainya, yang secara
terminologi agama tidak dikenal dalam Islam.
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat
Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah
melalui pendidikan. Memang, Muhammadiyah sejak tahun 1912 telah menggarap
dunia pendidikan, namun perumusan mengenai tujuan pendidikan yang spesifik
baru disusun pada 1936. Pada mulanya tujuan pendidikan ini tampak dari ucapan
K.H. Ahmad Dahlan: “ Dadiji kjai sing kemajorean, adja kesel anggonu njambut
gawe kanggo Muhammadiyah”( Jadilah manusia yang maju, jangan pernah lelah
dalam bekerja untuk Muhammadiyah).
Dahlan merasa tidak puas dengan system dan praktik pendidikan yang ada
di Indonesia saat itu, dibuktikan dengan pandangannya mengenai tujuan
pendidikan adalah untuk menciptakan manusia yang baik budi, luas pandangan,
dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat. Karena itu Dahlan
merentaskan beberapa pandangannya mengenai pendidikan dalam bentuk
pendidikan model Muhammadiyah khususnya, antara lain:

 Pendidikan Integralistik
K.H Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah tipe man of action sehingga sudah pada
tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh

6
sebab itu untuk menelusuri bagaimana orientasi filosofis pendidikan Beliau musti
lebih banyak merujuk pada bagaimana beliau membangun sistem pendidikan.
Namun naskah pidato terakhir beliau yang berjudul Tali Pengikat Hidup menarik
untuk dicermati karena menunjukkan secara eksplisit konsen Beliau terhadap
pencerahan akal suci melalui filsafat dan logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci
yang menggambarkan tingginya minat Beliau dalam pencerahan akal, yaitu:
1. Pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat
dicapai dengan sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan
istiqomah terhadap kebenaran akali dengan di dasari hati yang suci;
2. Akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia;
3. Ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang
hanya akan dicapai hanya jika manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt.
Pribadi K.H. Ahmad Dahlan adalah pencari kebenaran hakiki yang menangkap
apa yang tersirat dalam tafsir Al-Manaar sehingga meskipun tidak punya latar
belakang pendidikan Barat tapi ia membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas
melalui ajaran Islam sendiri, menyerukan ijtihad dan menolak taqlid.
Dalam konteks pencarian pendidikan integralistik yang mampu
memproduksi ulama-intelek-profesional, gagasan Abdul Mukti Ali menarik
disimak. Menurutnya, sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di
Indonesia ini yang paling baik adalah sistem pendidikan yang mengikuti sistem
pondok pesantren karena di dalamnya diresapi dengan suasana keagamaan,
sedangkan sistem pengajaran mengikuti sistem madrasah/sekolah, jelasnya
madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan
pendidikan agama Islam yang terbaik.
Dalam semangat yang sama, belakangan ini sekolah-sekolah Islam tengah
berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan. Salah satu model pendidikan
terbaru adalah full day school, sekolah sampai sore hari, tidak terkecuali di
lingkungan Muhammadiyah.

7
E. Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah

Sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar,


Muhammadiyah dituntut untuk mengkomunikasikan pesan dakwahnya dengan
menanamkan khazanah pengetahuan melalui jalur pendidikan.

Tantangan yang Dihadapi Muhammadiyah dalam Bidang Pendidikan;

a) Masalah Kualitas Pendidikan


Perkembangan amal usaha Muhammadiyah khususnya dalam bidang
pendidikan yang sangat pesat secara kuantitatif belum diimbangi peningkatan
kualitas yang sepadan, sehingga sampai batas tertentu kurang memiliki daya saing
yang tinggi, serta kurang memberikan sumbangan yang lebih luas dan inovatif
bagi pengembangan kemajuan umat dan bangsa.

Bahwa amal usaha Muhammadiyah dalam hal kualitas mengalami dua


masalah sekaligus, yaitu, pertama, terlambatnya pertumbuhan kualitas
dibandingkan dengan penambahan jumlah yang spektakuler, sehingga dalam
beberapa hal kalah bersaing dengan pihak lain. Kedua, tidak meratanya
pengembangan mutu lembaga pendidikan. Dalam sejumlah aspek banyak disoroti
kelemahan amal usaha khususnya di bidang pendidikan yang kurang mampu
menunjukkan daya saing di tingkat nasional apalagi internasional. Amal usaha
Muhammadiyah tidak mengalami proses inovasi yang merata dan signifikan,
sehingga cenderung berjalan di tempat, kendati beberapa lainnya mulai bangkit
mengembangkan ide- ide dan metode baru dalam peningkatan kualitas dan
keberadaan amal usaha Muhammadiyah.

Kedepan diperlukan peningkatan kualitas yang lebih inovatif, sehingga


amal usaha Muhammadiyah khususnya bidang pendidikan dapat lebih unggul
serta mampu mengemban misi dakwah dan tajdid Muhammadiyah.

Dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan aktual


pendidikan. Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama
menyangkut output pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini
telah terjadi pergeseran paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari

8
keunggulan komparatif (Comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif
(competitive advantage).

Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam,


sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas artinya dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan
tersebut, pendidikan nasional akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat
tinggi, karena harus berhadapan dengan kekuatan pendidikan global.

Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa globalisasi justru


melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana anak-anak bangsa boleh jadi
akan memilih sekolah-sekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan mereka,
terutama jika kondisi sekolah-sekolah di dalam negeri secara kompetitif under-
quality (berkualitas rendah). Inilah salah satu dari sekian tantangan yang harus
dihadapi Muhammadiyah dalam bidang pendidikan.

b) Permasalahan Profesionalisme Guru


Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses
pembelajaran adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah
menyediakan berbagai ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses
pembelajaran, namun posisi guru tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya
guru merupakan variable penting bagi keberhasilan pendidikan.

Menurut Suyanto, “guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah
kondisi seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan
lancar baca tulis yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan
komunitas dan bangsanya”. Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian
tentu bukan guru sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi,
sehingga bisa “di ditiru” Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar
sebagai usaha sambilan, atau pekerjaan sebagai moon-lighter (usaha objekan).
Namun kenyataan dilapangan menunjukkan adanya guru terlebih-lebih guru
honorer, yang tidak berasal dari pendidikan guru, dan mereka memasuki
pekerjaan sebagai guru tanpa melalui system seleksi profesi. Singkatnya di dunia

9
pendidikan nasional ada banyak, untuk tidak mengatakan sangat banyak, guru
yang tidak profesioanal. Inilah salah satu permasalahan internal yang harus
menjadi “pekerjaan rumah” bagi pendidikan Muhammadiyah masa kini.

c) Masalah kebudayaan (alkulturasi)


Kebudayaan yaitu suatu hasil budi daya manusia baik bersifat material
maupun mental spiritual dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa lain. Suatu
perkembangan kebudayaan dalam abad moderen saat ini adalah tidak dapat
terhindar dari pengaruh kebudayan bangsa lain. Kondisi demikian menyebabkan
timbulnya proses alkulturasi yaitu pertukaran dan saling berbaurnya antara
kebudayaan yang satu dengan yang lainnya.

Dari sinilah terdapat tantangan bagi pendidikan-pendidikan islam yaitu


dengan adanya alkulturasi tersebut maka akan mudah masuk pengaruh negatif
bagi kebudayaan, moral dan akhlak anak. Oleh karena itu hal ini merupakan
tantangan bagi pendidikan islam untuk memfilter budaya-budaya yang negatif
yang diakibatkan oleh pengaruh budaya-budaya barat. (Arifin, 1994:42)

d) Permasalahan Strategi Pembelajaran


Menurut Suyanto era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang
sangat signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para
peserta didik. Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari
paradigma pembelajaran tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto
menggambarkan paradigma pembelajaran sebagai berpusat pada guru,
menggunakan media tunggal, berlangsung secara terisolasi, interaksi guru-murid
berupa pemberian informasi dan pengajaran berbasis factual atau pengetahuan.

Dewasa ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran dari


model tradisional ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan praktek
pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional dari
pembelajaran baru. Hal ini agaknya berkaitan erat dengan rendahnya
professionalisme guru.

10
e) Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sebagimana telah kita sadari bersama bahwa dampak positif dari pada
kemajuan teknologi sampai kini, adalah bersifat fasilitatif (memudahkan).
Teknologi menawarkan berbagai kesantaian dan ketenangan yang semangkin
beragam.

Dampak negatif dari teknologi moderen telah mulai menampakan diri di


depan mata kita, yang pada prinsipnya melemahkan daya mental-spiritual / jiwa
yang sedang tumbuh berkembang dalam berbagai bentuk penampilannya.
Pengaruh negatif dari teknologi elektronik dan informatika dapat melemahkan
fungsi-fungsi kejiwaan lainya seperti kecerdasan pikiran, ingatan, kemauan dan
perasaan (emosi) diperlemah kemampuan aktualnya dengan alat-alat teknologi-
elektronis dan informatika seperti Komputer, foto copy dan sebagainya.
(Arifin,1991,hal: 9 )Alat-alat diatas dalam dunia pendidikan memang memiliki
dua dampak yaitu dampak positif dan juga dampak negatif. Misalnya pada
pelajaran bahasa asing anak didik tidak lagi harus mencari terjemah kata-kata
asing dari kamus, tapi sudah bisa lewat komputer penerjemah atau hanya
mengcopy lewat internet. Nah dari sinilah nampak jelas bahwa pengaruh
teknologi dan informasi memiliki dampak positif dan negatif.Tantangan era
globalisasi terhadap pendidikan agama Islam di antaranya, krisis moral. Melalui
tayangan acara-acara di media elektronik dan media massa lainnya, yang
menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi alkohol dan narkotika,
perselingkuhan, pornografi, kekerasan, liar dan lain-lain. Hal ini akan berimbas
pada perbuatan negatif generasi muda seperti tawuran, pemerkosaan, hamil di luar
nikah, penjambretan, pencopetan, penodongan, pembunuhan oleh pelajar, malas
belajar dan tidak punya integritas dan krisis akhlaq lainnya.

11
 Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah
Sutrisno (2008: 2-3) menjelaskan bahwa dampak berkembangnya
dikotomi keilmuan telah melahirkan system Islam yang mandul dan tidak
berdaya. Pendidikan Muhammadiyah selalu merespon perkembangan zaman.
Kesadaran akan keringnya Islamic value dan dikotomi ilmu dalam pendidikan
menjadi sorotan Muhammadiyah. Banyaknya amal usaha dalam bidang
pendidikan menuntut pembaharuan pendidikan Muhammadiyah yang lebih
objektif, dalam arti mampu menyatu dalam kehidupan sosial masyarakat.
Mohamad. Ali (2010: XIX) menjelaskan, jika pada tahun 1990an madrasah
mengalami modernisasi, pada kurun tersebut sekolah mengalami gejala
spiritualisasi. Modernisasi bersifat top-down, sebaliknya spiritualisasi sekolah
bersifat bottom-up. Spiritualisasi sekolah dipelopori Pendidikan Muhammadiyah
yang menerapkan system pembaharuan dalam pendidikan.
Konsep pendidikan Muhammadiyah yang integrative-interkonektif
mengajarkan keilmuan Agama dan umum sekaligus, menjadi ciri khas
pendidikan Muhammadiyah. Ciri khas ini yang akan menjadi icon pendidikan
Muhammadiyah, sekaligus menjadi oase dalam kekeringan ruh spiritual dalam
pendidikan. Dalam Kurikulum ISMUBA Majelis Pendidikan Dasar dan
Menengah DIY (Dikdasmen PWM DIY, 2012:II), pendidikan Muhammadiyah
memiliki empat fungsi, yaitu: pertama sebagai sarana pendidikan dan
pencerdasan, kedua, pelayanan masyarakat, dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan
keempat, lahan kaderisasi. Dengan adanya fungsi-fungsi tersebut, sekolah dan
madrasah Muhammadiyah didesain dan diorientasikan untuk memberikan
pelayanan dan peningkatan kualitas lulusan yang unggul dalam kepribadian,
keagamaan, keilmuan, keterampilan, berkarya seni-budaya dan berdaya saing
tinggi, baik di tingkal lokal, nasional maupun global. Mengacu pada tujuan
pendidikan Muhammadiyah yaitu, pendidikan, pelayanan, dakwah, dan
perkaderan. Paradigma pendidik dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah
harus disatukan.

12
Visi-misi pendidikan Muhammadiyah harus di internalisasikan. Paradigma
itu membentuk kerangka berfikir dan kesadaran kritis bahwa lembaga pendidikan
Muhammadiyah tidak hanya murni pendidikan dan pelayanan, tetapi ada aspek
penting lain yaitu misi perkaderan dan dakwah yang menjadi kewajiban masing-
masing pendidik di Muhammadiyah untuk melaksanakan misi tersebut.
Misi pendidikan Muhammadiyah tersebut sekaligus menjadi solusi dan
respon tentang keringnya ruh keagamaan dalam pendidikan, Muhammadiyah
memiliki ciri khas yaitu pendidikan al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Dua hal
itu menjadi ciri khas sekaligus solusi dalam mengisi kekeringan ruh spiritual
dalam pendidikan, baik pada pendidikan dasar dan menengah maupun pada
pendidikan tinggi di Muhammadiyah. semua AUM pendidikan harus
melaksanakan pendidikan al-Islam dan Kemuhammadiyahan sebagai fondasi
pendidikan. AIK yang sudah berjalan pada lembaga Muhammadiyah harus di
vitalkan kembali fungsinya. Sehingga empat peran dan misi pendidikan
Muhammadiyah dapat berjalan seperti yang di cita-citakan

13
BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Muhammadiyah sebagai organisasi Islam sejak awal berdiri memiliki


komitmen yang teguh dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui jalur
pendidikan, hingga saat ini lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah
terus berkembang dan bertambah baik secara kuantitas maupun kualitas,
walaupun di sisi lain tidak dapat dipungkiri ada lembaga pendidikan
Muhammadiyah yang mengalami keterpurukan bahkan ada yang tutup, hal ini
merupakan dinamika lembaga pendidikan yang dimiliki oleh Muhammadiyah.

Manajemen yang selama ini berlaku di Muhammadiyah justru membuat


para perintis lembaga pendidikan di Muhammadiyah bersemangat untuk
berkompetisi secara positif, walaupun demikian, menurut hemat penulis
manajemen yang sekarang berlaku membutuhkan evaluasi secara mendalam untuk
peningkatan mutu pendidikan Muhammadiyah secara umum.

14
DAFTAR PUSTAKA

Mulkhan, Abdul Munir. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah.


Jakarta: Bumi Aksara.1990.

Amir Hamzah Wirjosukarto, 1985, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran


Islam, Jember: Mutiara Offset.

Zubair, Achmad Charris.2000. Peningkatan Kualitas Pendidikan


Muhammadiyah. PP Muhammadiyah: Majelis Tarjih dan pengembangan
Pemikiran Islam.

15

Anda mungkin juga menyukai