Anda di halaman 1dari 3

NAMA : ROSA AGUSTIN

NIM/OFF :190154603230/B9
DOSEN : Bapak. Dr. Ahsan Romadlon Junaidi, M.Pd
TUGAS 7
PENDIDIKAN INKLUSIF
1. Bagaimana langkah-langkah yang harus dilakukan oleh satuan pendidikan
dalam penerimaan peserta didik baru, ketika jumlah pendaftar peserta didik
disabilitas melebihi kuota yang disediakan.
Jawaban :
Apabila disatuan pendidikan dalam penerimaan peserta didik baru melebihi
kuota yang disediakan maka satuan pendidikan inklusif tersebut tidak lepas
tanggung jawab begitu saja sehingga satuan pendidikan inklusif tersebut
wajib hukumnya untuk memberikan pelayanan berupa menyalurkan anak ke
satuan pendidikan inklusif lain yang terdekat dengan rumahnya. Karena hal
ini dilakukan agar anak terjamin untuk bisa mendapatkan pendidikan yang
layak dan setara dengan teman-teman seusianya. Dimana dalam
penempatannya nanti diatur oleh TPPI yang dibentuk oleh cabang dinas
pendidikan di wilayah tersebut. TPPI juga selalu mengusahakan bahwa anak
memperoleh pendidikan yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Karena pada
hakikatnya penerimaan pendidikan inklusif ini lebih diprioritaskan jarak
rumah yang terdekat. Namun apabila didaerah tersebut sudah tidak ada satuan
pendidikan inklusif lagi yang dekat dengan rumah siswa, maka anak bisa
ditempatkan di satuan bukan penyelenggara pendidikan inklusif namun
dengan syarat agar Satuan pendidikan bukan penyelenggara pendidikan
inklusif harus segara melapor ke pendidikan dinas provinsi, agar sekolahan
mendapatkan pemahaman dan penguatan budaya inklusif dari tim
pengembangan pendidikan inklusif yang berada di tingkat provinsi. Sehingga
anak tersebut bisa teralayani secara inklusif di satuan pendidikan tersebut. Hal
ini juga bertujuan untuk pengimbasan atau penambahan dari satuan
pendidikan inklusif di daerah tersebut. Maka dari itu, anak tidak perlu lagi
khawatir apabila kuota sudah penuh maka akan diberikan layanan yang
semaksimal mungkin oleh TPPI wilayah.
Namun apabila di daerah tersebut sudah tidak ada lagi sekolah yang terdekat,
menurut saya apabila kuotanya tidak melebihi 5 siswa maka boleh boleh saja
siswa tersebut mengenyam pendidikan disekolah tersebut, namun dengan
catatan sekolah wajib melaporkan kelebihan kuota kepada dinas pendidikan
wilayah tersebut dan dengan itu dinas pendidikan daerah akan melanjutkan
kepada dinas pendidikan Nasional untuk melakukan tindak lanjut.
2. Apa yang seharusnya dilakukan oleh sekolah dalam penentuan kelulusan
apabila salah satu peserta didiknya mengalami hambatan sosial, emosi dan
perilaku, sehingga ia harus mendapat pembinaan di LPKA (lembaga
pemasyarakatan khusus anak).
Jawaban :
Yang harus dilakukan sekolah dalam penentuan kelulusan bagi peserta didik
yang mengalami hambatan social, emosi dan perilaku adalah menilainya dari
bidang non akademik. Memberikan penilaian dari perbuatan yang selama ini
kita apresiasi. Dengan pemberian apresiasi tersebut maka bisa dimasukan
kedalam penilaian akademik. Misal anak diapresisasi apabila mampu
menjumlahkan 2+2. Selain itu waktu pembinaan di LPKA maka anak juga
dapat dinilai dari perilakunya, sifatnya, emosinya waktu dibina di LPKA
tersebut. Sehingga standanrt kelulusan bagi anak tersebut dapat tercapai. Guru
dan pihak LPKA bekerja sama dalam pemberian standart kelulusan tersebut.
Jadi anak juga bisa mendapatkan haknya untuk memperoleh pendidikan
hingga lulus dan dapat memperoleh binaan yang tepat sesuai dengan
hambatannya.
Guru bisa saja memodifikasi system penilaian atau kurikulum yang ada yang
dapat dijadikan acuan untuk kelulusan siswa tersebut. Karena apabila dilihat
dari kenyataannya siswa dengan hambatan emosi, perilaku dan social maka
tidak memungkinkan untuk mengikuti ujian nasional. Sehingga guru harus
memberikan keringanan yang ada agar anak bisa mengikuti ujian tersebut.
Di LPKA anak juga akan dibantu untuk mengatasi hambatan-hambatan
tersebut. Maka guru dapat berkoordinir dengan Pembina LPKA perihal
perkembangan anak yang nantinya dapat dijadikan acuan kelulusan. Selain itu
guru juga bisa ikut terjun untuk memantau bagaimana perkembangan anak
selama di LPKA. Guru bisa memberikan soal-soal yang diserahkan kepada
petugas LPKA yang nantinya dapat membantu anak tersebut untuk
mengerjakannya. Guru tidak lepas tanggung jawab begitu saja dalam
pemberian layanan kepada anak walaupun anak sudah dibina oleh petugas
LPKA. Guru juga dapat ikut andil dalam pengajaran di LPKA tersebut
sehingga interaksi siswa akan semakin luas.
Pemberian binaan ini bukan bearti dapat menyembuhkan anak dari
hambatannya. Namun meminimalkan hambatan yang ada pada anak tersebut
sehingga anak dapat mengontrol hambatan tersebut dengan baik. Pihal LPKA
juga akan terus berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik baik
anak. Selain itu juga guru juga dapat bekerja sama dengan oangtua untuk bisa
ikut andil dalam peberian pembinaan ini. Pemberian pembinaan menurut saya
bukan hanya diberikan kepada ank, namun sepertinya guru juga harus
mengikuti pembinaan. Sealain itu orangtua juga perlu selalu mengapresiasi
kegiatan anak apapun tanpa mengatakan “ini tidak boleh, itu tidak boleh dll.”
Sehingga dengan adanya pemberian binaan dari LPKA yang bekerja sama
dengan guru, pihak sekolah juga mempunyau bukti yang kongkret bahwa
anak tersebut layak untuk lulus. Karena pada pemberian nilai tidak hanya
terfokus pada pengetahuan namun juga dari aspek kejujuran yang dimiliki
anak atau disebut juaga dengan penilaian spiritual dll.

Anda mungkin juga menyukai