OLEH:
CUT RISKA ANDRIANI
NIM 167014008
TESIS
OLEH:
CUT RISKA ANDRIANI
NIM 167014008
Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Komisi Penguji Tesis pada hari Senin
tanggal dua puluh satu bulan Januari tahun dua ribu Sembilan belas.
Menyetujui:
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia
yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “UJI
ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi di
mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik moril maupun materil.
Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Rektor Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas
2. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
3. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. selaku Ketua Program Studi Magister
Farmasi dan Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. selaku Sekretaris Program
4. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. dan Ibu Dr. Aminah Dalimunthe, S.Si.,
M.Si., Apt selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak
5. Ibu Yuandani, S. Farm., M.Si., Ph.D., Apt. dan Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z.
Hasibuan, M. Si., Apt selaku anggota komisi penguji yang telah banyak
memberikan saran, dan koreksi kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Studi Magister Farmasi atas
7. Kedua orangtua saya Ir. T.M Daudsyah dan Irawati yang telah membesarkan,
mendoakan saya tanpa henti, merawat, mendidik penulis sejak kecil tanpa
8. Suami saya M. Kashah Nasution, S.T yang telah mendoakan dan memberikan
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan perlu mendapatkan
masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berharap adanya kritik dan
Medan,April 2019
Penulis,
Cut RiskaAndriani
NIM 167014008
ABSTRAK
Proses penyembuhan luka merupakan proses biologik dimulai dari adanya
trauma dan berakhir dengan terbentuknya luka parut. Salah satu tumbuhan yang
secara empiris digunakan masyarakat untuk menyembuhankan luka adalah daun
mobe. Mobe (Artocarpus lakoocha) termasuk keluarga Moraceae, yang dikenal
sebagai tanaman obat di wilayah Asia Tenggara biasa disebut jack Monkey. Daun
mobe secara tradisional digunakan sebagai obat penyembuhan luka. Tujuan penelitian
untuk mengetahui pengaruh salep ekstrak etanol daun mobe dalam mempercepat
penutupan luka, meningkatkan jumlah fibroblast dan ekspresi PDGF BB luka eksis
pada tikus jantan.
Serbuk simplisia daun mobe diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut
etanol. Dilakukan skrining fitokimia dan karakterisasi serbuk simplisia dan ekstrak
etanol daun mobe, penyembuhan luka eksisi mengunakan salep ekstrak etanol daun
mobe (SEEDM) yang dibagi dalam masing-masing konsentrasi 1%; 3%; 5%; 7%
diamati selama 15 hari. Salep yang berpotensi akan dilakukan pengamatan gambaran
histopatologi dan perhitungan skor ekspresi PDGF BB menggunakan preparat kulit
tikus. Dilakukan analisis statistik dengan menggunakan one way ANOVA.
Serbuk dan ekstrak daun mobe mengandung senyawa flavonoid, tannin,
saponin, glikosida dan steroid/triterpenoid. Hasil dari uji aktivitas penyembuhan luka
SEEDM konsentrasi yang baik dalam menyembuhkan luka adalah SEEDM 5%
dengan persen pengurangan luka pada hari ke-3 sebesar 28,43%; ke-6 sebesar
45,31%; ke-9 sebesar 60,31%; ke-12 sebesar 75,62% dan ke-15 sebesar 88,75%.
Hasil gambaran histopatologi kulit pada luka eksisi tikus dalam pembentukan jumlah
fibroblast pada hari ke-3 sebesar 43,25 sel/lapang ;hari ke-7 sebesar 70,25 sel/lapang;
hari ke-14 sebesar 60,25 sel/lapang. Hasil ekspresi PDGF BB pada luka eksisi tikus,
pada hari ke-3 sebesar 131,75 sel/lapang; hari ke-7 sebesar 137,25 sel/lapang; hari ke-
14 sebesar 141,25 sel/lapang.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa SEEDM 5% memiliki
kemampuan paling baik dalam penyembuhan luka eksisi, meningkatkan jumlah
fibroblast dan skor ekspresi PDGF BB.
Kata kunci: daun mobe, luka eksisi, fibroblast, Platelet-derived growth factor
(PDGF) BB.
ABSTRACT
The process of wound healing is a biological process starting from the trauma and
ending with the formation of scarring. One of the plants empirically used by the
community to heal wounds is the leaves of the mobe. Mobe (Artocarpuslakoocha),
including the Moraceae family, which is known as a medicinal plant in the Southeast
Asian region, commonly called jack Monkey. Mobe leaves are traditionally used as
anti-inflammatory drugs. The aim of the study was to determine the effect of leaf
ethanol extract ointment in accelerating wound closure, increasing the number of
fibroblasts and expression of PDGF BB wounds present in male rats.
Mobe leaf simplicia powder was extracted maceratedly. Phytochemical
screening and characterization of simplicia powder and leaf ethanol extract of mobe
were carried out, excision wound healing using mobe leaf ethanol extract ointment
(SEEDM) which was divided into each concentration of 1%; 3%; 5%; 7% were
observed for 15 days. The potential ointment will be observed by histopathology and
the calculation of PDGF BB expression score using rat skin preparations. Statistical
analysis was performed using one way ANOVA.
Mobe powder and leaf extract contain flavonoids, tannins, saponins,
glycosides and steroids / triterpenoids. The results of the SEEDM wound healing
activity test for a good concentration in wound healing are 5% SEED with a percent
reduction in wounds on day 3 of 28.43% the 6th is 45.31%; the 9th is 60.31%; the
12th is 75.62% and the 15th is 88.75%. The results of skin histopathology on rat
excision wounds in the formation of fibroblast counts on day 3 were 43.25 cells /
field; day 7 was 70.25 cells / field; the 14th day is 60.25 cells / field. The results of
PDGF BB expression on rat excision wounds, on day 3 were 131.75 cells / field; the
7th day is 137.25 cells / field; the 14th day is 141.25 cells / field.
From the results of the study it can be concluded that 5% SEEDM has the ability to
heal excision wounds, increase the number of fibroblasts and PDGF BB expression
scores.
Halaman
HALAMAN JUDUL……………………………..………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN TESIS…………………………….………… iii
HALAMAN PERSETUJUAN TESIS……………………………………… iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………… v
KATA PENGANTAR……………………………………………………… vi
ABSTRAK…………………………………………………………………. vii
ABSTRACT………………………………………………………………... viii
DAFTAR ISI……………………………………………………………..… ix
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. xii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xiii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xiv
BAB I PENDAHULUAN…………………………………….……………. 1
1.1. Latar Belakang…………………………………….………………... 1
1.2. Perumusan Masalah…………………………………………………. 3
1.3. Hipotesis…………………………………………………….………. 4
1.4. Tujuan Penelitian…………………………………………….……… 4
1.5. Manfaat Penelitian……………………………………………........... 4
1.6. Kerangka Pikir Penelitian…………………………………………… 5
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 60
Luka merupakan hilang atau rusaknya sebagian dari jaringan tubuh dan juga
didefinisikan sebagai kerusakan fisik akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit
yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori and
Solanki, 2011).Inflamasi atau radang ialah respon protektif normal yang ditimbulkan
oleh cedera atau kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia
yang merusak atau invasi mikroorganisme patogen.Ada dua fase inflamasi yaitu akut
dan kronis.Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan yang
dihilangkan tepat waktu, peradangan akan berkembang menjadi fase kronis. Inflamasi
kronis ditandai oleh infiltrasi leukosit dan sel fagosit (Julia dkk, 2010).
interaksi yang terus menerus antara sel dengan sel dan antara sel dengan matriks yang
terangkum dalam tiga fase mekanisme penyembuhan luka yang terjadi yaitu fase
inflamasi (0-3 hari), fase proliferasi dan pembentukan jaringan (3-14 hari) serta fase
proses biologik dimulai dari adanya trauma dan berakhir dengan terbentuknya luka
parut. Tujuan dari manajemen luka adalah penyembuhan luka dalam waktu sesingkat
mungkin, dengan rasa sakit, ketidaknyamanan, dan luka parut yang minimal pada
banyak masyarakat yang sering menghiraukan luka yang terjadi pada organ
tubuh.Luka yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan penyakit akibat
luka (Soni andSinghai, 2012). Salah satu cara penyembuhan luka yaitu dengan
yang tepat dan efektif diharapkan dapat mengurangi dan mencegah infeksi pada
luka.Bentuk sediaan topikal yang disukai salah satunya adalah salep karena mudah
termasuk keluarga Moraceae, yang dikenal sebagai tanaman obat di wilayah Asia
Tenggara ini biasa disebut jack Monkey. Daun mobe ini secara tradisional digunakan
sebagai obat penyembuh luka (Akhil et al, 2014).Tanaman mobe digunakan dalam
pengobatan tradisional Thailand untuk terapi penyembuhan luka dan juga penuaan
daun mobe secara oral menunjukkan aktivitas antiinflamasi yang bergantung dosis (P
Uji induksi asam asetat daun mobe menunjukkan aktivitas analgesik 57,41%
pada dosis 200mg / kg yang sama dengan Indometasin (p 0,05) dengan jelas
terhadap kerusakan hati, menurunkan tekanan darah tinggi dan mengatur kadar gula
darah pada penelitian sebelumnya. Komponen utama daun dari genus Artocarpus
ditemukan adanya flavonoid dengan rantai samping isoprene 3-6 yang memiliki
melanin (Mahadeva, et al, 2017).Hal ini pun dijelaskan Jagtap and Bapat (2010) yang
Artocarpanone yang dapat menjadi penghambat mediator kimia yang dilepaskan dari
sel mast, neutrofil, dan makrofag. Adapun hasil dari penelitian Anima and Bhatnagar
bemanfaat juga sebagai antibakteri, bakteri yang dihambat adalahE. coli, S. aureus,
dari ekstrak etanol daun mobe dalam bentuk salepuntuk melihat efek terhadap
penyembuhan luka eksisi dengan parameter penutupan luka, epitalisasi dan jumlah
adalah:
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis awal dari penelitian ini
adalah:
memberikan informasi kepada masyarakat tentang adanya khasiat daun mobe sebagai
Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat variable bebas dalam
penelitian ini adalah hewan percobaan yang digunakan tikus jantan, salep betadine
sebagai kontrol positif kemudian kontrol negative yang digunakan yaitu basis salep
serta salep ekstrak etanol daun mobe dengan varian konsentrasi 1%, 3%, 5% dan 7%.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah evaluasi sediaan salep dan pengujian
penelitian ini adalah evaluasi sediaan salep yang termasuk dalam uji organoleptis, uji
2.1 Luka
Luka merupakan kerusakan sel secara anatomi dan fungsi dari suatu
jaringan.Hal ini dapat terjadi akibat gangguan mekanik, kimia, suhu, mikroba atau
imunologik. Ketika kulit tertusuk, tercabik atau tersayat maka luka yang terbentuk
dikatakan luka terbuka sementara luka tertutup seperti luka bakar umunya disebabkan
oleh api, panas, listrik, radiasi, senyawa kimia dan cahaya matahari (Thakur et al.,
2011).
Menurut Alam et al. (2011), Berdasarkan derajat keparahan, luka terdiri dari 2
golongan yaitu :
1. Akut
Luka akut merupakan jenis luka yang dalam penyembuhannya dapat terjadi
secara alamiah seiring waktu walaupun tanpa pengobatan.Hal ini terjadi karena siklus
terjadi pada struktur anatomi maupun fungsi kulit.Waktu yang diperlukan dalam
2. Kronis
Umumnya jenis luka yang tergolong kronis sulit mengalami perbaikan anatomi
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya infeksi, hipoksia, benda asing dan
obat-obatan.oleh sebab itu sebagian besar luka yang terbentuk akan semakin lama
1. Luka bersih
luka bedah yang tidak terkontaminasi serta tidak mengalami inflamasi.Luka bersih
kemih dan alat pada kelamin.Jenis luka insisi ini dibuatdalam kondisi aseptik
2. Luka bersih-terkontaminasi
saluranpernafasan, saluran pencernaan, alat kelamin dan saluran kemih yang dibuat
dengan kondisi yang terkontrol tanpa kontaminasi.Sama halnya dengan luka bersih
3. Luka terkontaminasi
jam setelah terjadi kontaminasi dapat menimbulkan infeksi. Resiko infeksi yang
nanah.Biasanya hal ini terjadi akiat benda tajam seperti perforasi pada rongga perut
dan luka trauma yang dibiarkan tanpa perawatan.Resiko terjadi infeksi pada luka
kotor dan terinfeksi sekitar 40%.Menurut Thakur et al. (2011), luka dapat dibuat
1. Luka eksisi
Luka eksisi biasanya dibuat pada daerah punggung sekitar 1-1,5 cm dari tulang
punggung. Umunya dibuat dengan ukuran diameter 2,5 cm dan kedalaman 2 mm.
2. Luka insisi
Luka insisi umumnya dibuat pada daerah punggung dibuat mulai dari
kulithingga lapisan subkutan. Panjang luka sekitar 1,5 cm dari tulang belakang dan
dibuat dengan panjang sekitar 4-6 cm sehingga terbentuk luka sayatan dengan
kedalaman 0,5-1 cm. Luka insisi tergolong jenis luka dimana tidak terjadi kehilangan
jaringan kulit. Ketika terjadi perdarahan maka harus segera ditindak lanjuti karena
perdarahan cendrung sulit berhenti (Sharma, 2013; Karakata dan Bachsinar, 1992).
Luka dalam dibuat didaerah aksila dan pangkal paha berbentuk silinder dibuat
dengan ukuran 2,5 x 0,3 cm. Kerusakan fisik dan mekanik jaringan granulosum dari
4. Luka bakar
ditempelkan pada bagian punggung selama 30 detik. Teknik lain dapat pula dilakukan
dengan memanaskan tembaga pada suhu 90○C dan digunakan pada bagian punggung
Saat kulit mengalami kerusakan akibat terjadinya luka maka tubuh akansegera
atas beberapa tahapan hingga diperoleh perbaikan anatomi dan fungsi dari kulit.
Tujuan tahapan ini ialah mencegah perdarahan dan membentuk komponen yang
berguna untuk tahapan selanjutnya. Beberapa saat setelah terjadinya luka maka akan
darah menuju ke tempat luka bertujuan untuk menghadirkan komponen yang dapat
merupakan pabrik produksi growth factors seperti PDGF, fibroblast growth factor
(FGF), vascular endothelial growth factor (VEGF), TGF-β, dan TGF-αyang akan
berperan penting dalam pengaturan sel seperti fungsi fagositosis, memakan dan
merusak sisa netrofil, menarik fibroblas ke jaringan luka dan memicu pembuluh
darah baru.Selain itu platelet mengandung vasoaktif amin (serotonin) yang berfungsi
saat vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah (Velnar et al., 2009).
b. Inflamasi
mulaiterjadi 24-48 jam setelah terjadinya cedera dan akan selesai sekitar 2 minggu
(Alam et al., 2011). Tanda klinis terjadinya inflamasi ialah terbentuknya kemerahan
fagosit yang dapat menjaga tubuh dari bakteri dan benda asing yang
c. Proliferasi
transkripsi gen kolagen, proteoglikan dan fibrinektin yang dapat membentuk protein
d. Remodeling
Fase remodeling terjadi sekitar 3 minggu hingga 2 tahun atau lebih. Tahap ini
mulai terjadi proses pembentukan kembali kolagen dan jaringan tensil mulai
diperkuat. Penyembuhan luka pada fase ini dikendalikan oleh PDGF (Platelet
Derived Growth Factor).Selain itu pada fase ini terjadi proses kontrol kestabilan
antara sintesis dan degradasi dari kolagen. Pembentukan kolagen akan stabil setelah 3
minggu paska cedera. Proses remodeling akan berakhir saat bekas luka menghilang
dan jaringan tensil yang terbentuk semakin kuat (Velnar et al., 2009).
2.3 Kulit
atas pembuluh darah, saraf serta kelenjar. Kulit berfungsi sebagai perlindungan dari
kerusakkan terhadap radiasi UV, menjaga kestabilan cairan tubuh yang mencegah
imunologis (Graham dan Burn, 2005). Adapun gambaran struktur kulit manusia
1. Epidermis
kulit dan melindungi kulit dari pengaruh yang merugikan dari cahaya matahari.Orang
kulit hitam amerika memiliki sel melanosom yang besar dan tidak mudah tehidrolisis
sedangkan orang kulit putih memiliki sel melanosom yang kecil dan mudah
A. Stratum korneum
tebal seperti telapak tangan dan telapak kaki.Sel-sel pada sratum korneumberbentuk
pipih yang menglamai keratinasi, tanpa inti dan organel sel sitoplama.
Stratum malfigi merupakan lapisan asal dari sel-sel permukaan yang telah
1.Sratum granulosum
2.Sratum spinosum
Sratum spinosum disebut juga lapisan sel prikel (runcing).Lapisan ini tersusun atas
sel-sel langharhans yang merupakan hasil modifikasi dari makrofag yang bersumber
dari sum-sum tulang dan bermigrasi ke epidermis.Sel ini berfungsi dalam pertahanan
Sratum germinativum tersusun atas sel epidermis yang tidak mengalami diferensiasi
dan terus mengalami mitosis untuk terus memperbaharui lapisan epidermis.Hal ini
diatur oleh agen stimulator dan inhibitor seperti epidermalgrowth factor (EGF) dan
tranforming growth factor alfa dan sel beta pada permukaan kulit yang membentuk
2. Dermis
Dermis tersusun atas serabut kolagen, elastin, dan retikulin yang berada dalam
substansi dasar matriks kulit dan tersusun atas saraf serta pembuluh darah.Pengaturan
nutrisi kulit dilakukan oleh saraf dan pembuluh darah.Disekitar pembuluh darah
terdapat sel limfosit, sel mast, leukosit yang berfungsi dalam perlindungan kulit
3. Subkutan
Lapisan ini mengandung kelenjar keringat yang tersusun atas urea dan
memisahkan antara kulit dengan fascia dan otot yang berada di bawahnya (Graham
Sediaan topikal terdiri dari salep, pasta, gel, krim, mikstur gojog dan
linimen.Salep merupakan salah satu sediaan semi solid yang digunakan untuk tujuan
obatnya harus terdispersi sempurna ke dalam basis yang sesuai (Anief, 1997).
salep berfungsi membentuk masa dari sediaan salep.Dasar salep umumnya bertekstur
setengah padat, mudah dioleskan dan sebagian besar berlemak.Dasar salep dalam
bentuk zat padat harus diubah menjadi cair terlebih dahulu sebelum dicampurkan
dengan komponen salep lainnya.Sementara dasar salep yang berbentuk cair atau
sukar dicuci, agar mudah dicuci dapat ditambahkan surfaktan dalam jumlah yang
sesuai. Zat yang tergolong dasar salep hidrokarbon seperti vaselin putih, vaselin
kuning, campuran antara vaselin dengan malam kuning atau malam putih, paraffin
Dasar salep serap mampu menyerap air, terdiri dari adeps lanae, lanolin,
unguentum simpeks (30 bagian malam kuning dan 70 bagian minyak wijen).
Dasar salep ini terdiri dari PEG atau campuran PEG (PEG 4000 40% + PEG
Dasar salep ini sangat mudah tercuci dengan air, terdiri dari.
a. Dasar salep emulsi tipe M/A seperti vanishing krim yang terdiri atas lanolin, cetil
alkohol, parafin cair, asam stearat, kalii hidroksi, propilen glikol dan aquades.
b. Emulsifying oitment yang terdiri atas emulsifying wax, vaselin album dan parafin
cair.
c. Hydrophilic ointment yang dibuat dari minyak mineral, stearil alkohol, dan
aquades.
Menurut Fatimah, 2004 pemilihan dasar salep harus memperhatikan beberapa hal
berikut :
meneruskan senyawa aktif sediaan salep. Proses penyampaian tersebut melewati dua
tahapan yaitu penetrasi dan penyerapan. Proses penetrasi senyawa aktif dari dasar
salep melalui kulit. Tahapan penyerapan terjadi pada dasar salepmenuju aliran darah
selanjutnya terjadi pelepasan obat dari dasar salep.Daya penetrasi yang baik didukung
oleh dasar salep yang larut dalam minyak karena sebagian besar kulit tersusun atas
lemak.
Dasar salep yang tidak tercampur dengan keringat akan mudah diserap dengan
pemilihan dasar salep. Dasar salep dengan pH netral berguna untuk menghindari
4. Iritasi kulit
5. Sifat emulsi
terapetik.Selain itu dasar salep berfungsi dalam menjaga kelembaban kulit.Oleh sebab
itu tipe dasar salep emulsi sangat cocok sebagai pembawa obat.
Sediaan topikal diharapkan mudah tersebar, mudah diolesi serta mudah untuk
Jenis basis salep berdasarkan daya penetrasi obat kedalam lapisan kulit terdiri dari :
1. Epidermis
Lapisan epidermis menjadi target kerja tipe salep antiseptik dan astringent.
Oleh sebab itu dasar salep yang sesuai ialah dasar salep yang sulit diserap seperti
hidrokarbon.
2. Endodermis
3. Diadermis
salep berlemak sehingga obat dapat melewati lapisan kulit dan cepat berpenetrasike
pembuluh darah.
adalah faktor pertumbuhan pertama yang ditunjukkan kemostatik untuk sel yang
matriks ekstraselular dengan sel. Sehingga hal ini merangsang fibroblas untuk
produksi kolagen matriks dan menginduksi fenotipe myofibroblast dalam sel, dengan
peran PDGF dalam penyembuhan luka, yaitu, penyelidikan efek in vitro PDGF pada
jenis sel penting untuk penyembuhan luka, analisis ekspresi PDGF dan reseptor
PDGF selama proses penyembuhan luka, dan studi efek aplikasi topikal PDGF untuk
penyembuhan luka (Heldin, and Westermark, 1999). Sebagai hasil dari persetujuan
FDA, PDGF-BB telah banyak digunakan untuk mengobati bisul diabetes (Borena, et
al., 2015).
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rosales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Species : Artocarpus lakoocha Roxb.
tropis dan subtropis.Tumbuhan ini umumnya mempunyai pohon yang tinggi dan
bergetah putih di seluruh bagian tumbuhan, berkayu keras, berakar tunggang dan
memiliki buah yang umumnya berdaging berwarna kuning, kuning pucat, kuning
keledang tampang bulu, tompang ambon, tampang nangka dan tampang gelugor.
panjang, berkayu keras dan tumbuhnya lurus dengan diameter 0,5-2,5 m. Kulit batang
tumbuhan mobe bertekstur kasar dan berwarna keabu-abuan. Bentuk daun membulat
dan panjang 10-25 cm, bertepi rata dan bagian bawah daun berbulu (Esai Indonesia,
1995).
(a)
(b)
menggunakannya sebagai anti bakteri terhadap penyembuhan luka, anti malaria dan
terdapat pada daun mobe adalah flavonoid, tannin, saponin, fenolik, streroid dan
triterpenoid.
Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang terdapat dalam suatu
tumbuhan dengan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dibagi dalam dua metode yaitu
metode ekstraksi cara dingin dan cara panas. Ekstraksi cara dingin dibagi dalam dua
metode yaitu maserasi dan perkolasi sedangkan cara panas adalah refluks, sokletasi,
yang belum diketahui kandungan senyawanya yang mungkin bersifat tidak tahan
panas.Kelebihan dari metode maserasi ini alat yang digunakan sederhana serta dapat
digunakan untuk zat yang tidak tahan terhadap pemanasan.Sedangkan kelemahan dari
metode maserasi ini adalah pelarut yang digunakan dalam jumlah yang banyak dan
dilihatdan diamati penyembuhan luka eksisi pada tikus jantan dengan parameter
pembuatan ekstrak etanol daun mobe, skrining fitokimia ekstrak dan pembuatan salep
3.1 Alat-alat
laboratorium, blender, neraca listrik, lemari pengering, rotary evaporator, hot plate
bulu, penggaris, cawan petri, mortir, pisau bedah dan sarung tangan.
3.2 Bahan
Bahan tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini daun mobe. Bahan kimia
yang digunakan adalah kloral hidrat, besi (III) klorida, timbal (II) asetat, asam sulfat
Aquades, Alkohol 70%, larutan Buffered Natural Formalin (BNF) 10%, salep
Betadine.
Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus jantandengan berat badan 200-
250 gram dan usia 2-3 bulan, diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Universitas
Sumatera Utara.
3.4.1 PengambilanBahan
dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan tumbuhanmobe diambil
Sampel daun mobe disortasi, dicuci hingga bersih menggunakan air mengalir
dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Selanjutnya kumpulkan semua
kental.
larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan
bentuk, bau dan rasa dari daun mobe dan serbuk simplisia daun mobe.
Serbuk simplisia daun mobediletakkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan
mikroskop.
Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml,alat penampung, pendingin, tabung
dalam labu alas bulat, lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluena dibiarkan
mendingin selama 30 menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan
ketelitian 0,05 ml. Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia
yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah
toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai
sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes
tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan
mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air
dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan
kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam
persen.
(2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil
dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu
sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap
dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian
etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang
berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105 oC
sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sariyang larut dalam etanol 96% dihitung
Sebanyak 2 g sampel dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan
ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, jika
arang masih tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, saring melalui kertas
saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan
filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Kadar abu
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam
klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan,
disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan, kemudian
steroid/triterpenoid.
3.7.1 Pemeriksaanflavonoid
dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk
magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan
dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning atau jingga
N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan
dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung
reaksi:
10 menit. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit
dan buih tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan
3.7.4 Pemeriksaantanin
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya
diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan dan
ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru
3.7.5 Pemeriksaanglikosida
96%-air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan
asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat disari dengan
lapisan air diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dengan 2 ml
metanol untuk larutan percobaan. 0,1 ml larutan percobaan diuapkan diatas penangas
air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes Molish, kemudian ditambahkan hati-
3.7.6 Pemeriksaansteroid/triterpenoid
jam, disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan
atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau menunjukkan adanya
Formulasi sediaan salep dibuat menggunakan basis salep yang terdiri dari
R/ Adeps lanae 15 g
Vaselin Album 85 g
Pada penelitian ini dibuat sediaan salep dengan varian konsentrasi ekstrak yaitu
1%, 3%, 5% dan 7% untuk 2 kali pemakaian pagi dan sore dalam sehari selama 15
hari pengamatan.
Disiapkan semua bahan yang akan digunakan. Bahan ditimbang sesuai dengan
formula yang ada.Langkah pembuatan salep diawali dengan dileburkan basis salep
vaselin dimasukkan dalam mortar dan digerus hingga terbentuk basis salep,
sedikit demi sedikit ekstrak etanol daun mobe bersamaan dengan sisa basis
Uji organoleptik dilakukan dengan cara pengamatan sediaan salep secara fisik
Uji homogenitas dilakukan dengan cara sediaan salep dioleskan pada kaca
preparat, kemudian diamati ada tidaknya butiran kasar (Paputungan dkk., 2014).
3.9.3 Uji pH
Selanjutnya dicelupkan elektroda dan dicatat angka yang tertera pada monitor pH
selanjutnya rambut dicukur dibagian punggung tikus yang akan di buat luka sampai
licin kemudian di bersihkan dengan kapas yang diberi alkohol 70%. Bagian
punggung tikus dibuat luka dengan menggunakan punch biopsy 2 cm. Punch biopsy
ditekan pada kulit kemudian diputar sambil ditekan dan ditarik ke atas sampai
Perawatan luka dilakukan dengan cara pengolesan sediaan dua kali sehari,
pada pagi dan sore hari. Tikusjantanakan dibagi dalam 6 kelompok yaitu:
P% =
dengan mengikut sertakan jaringan kulit normal, segera dibuat dalam bentuk blok
parafin. Jaringan hasil eksisi direndam dengan buffer formalin 10% selama 2-4 jam.
dengan alat mikrotom dengan ketebalan 4-6 μm (Warsito dan Wuryastuti, 2014).
diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 400 kali pada 3 lapang pandang
dalam etanol bertingkat selama 1 menit. Kemudian sediaan dicuci dengan air
j. Preparat dicelupkan kedalam larutan etanol 95% dan etanol absolut sebanyak
2 menit.
dilakukan dengan mencari daerah sebaran fibroblas yang relatif merata lalu
menggunakan lensa obyektif 400 kali gambar preparat difoto. Dengan menggunakan
bantuan Image Raster dibuat kotak dengan ukuran 50 μm x 50 μm, lalu dihitung
eksisi pada bagian luka yang paling luas dengan mengikutsertakan jaringan kulit
pemotongan dengan microtome, kemudian difiksasi dalam formalin buffer 10% dan
mengamati dan menghitung ekspresi PDGF BB kulit eksisi pada hari-3, 7, dan 14
i. Protein block
1jam
o. Compact polymer
menit
u. Dehidrasi dengan cara mencelupkan secara berurutan dalam etanol 70%, 90%,
masing-masing 5 menit
Sel berekspresi jika memberikan warna coklat tua, coklat sedang dan coklat muda
mAgNOR, yaitu dengan menghitung ekspresipada 200 sel yang diamati. Pengamatan
preparat dilakukan sebanyak lima lapang pandang yang berbeda untuk tiap preparat
menggunakan perangkat lunak SPSS versi 21.0 dengan metode one way analisys of
halaman 67.
Hasil dari makroskopik daun mobe adalah bentuk daun membulat dan panjang
Hasil pemeriksaan simplisia daun mobe yaitu rambut penutup dan jaringan
penentuan dalam persyaratan yang akan digunakan sebagai bahan obat dan menjadi
yang terdapat didalam simplisia. Hasil penetapan kadar air daun mobe adalah 8%,
hasil tersebut sesuai dengan standar Materia Medika Indonesia (MMI) yaitu kurang
dari 10% karena kelebihan air didalam suatu simplisia dapat menyebabkan
pertumbuhan mikroba, jamur sehingga dapat merusak bahan aktif didalam simplisia
tersebut (WHO, 1998). Hasil penetapan kadar sari larut air dari daun mobe sebesar
26,58%, sedangkan kadar sari larut etanol sebesar 10,38%. Penetapan kadar sari larut
air dan kadar sari larut etanol ini bertujuan untuk menentukan jumlah senyawa aktif
yang terekstraksi dalam pelarut dari sejumlah serbuk simplisia (Atma, 2018).
Hasil dari penetapan kadar abu total dari daun mobe sebesar 10,04%
sedangkan kadar abu tidak larut asam sebesar 0,48%. Penetapan kadar abu total dan
kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk memperlihatkan gambaran kandungan
mineral yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Kadar abu total
dan kadar abu tidak larut asam ini sebaiknya memiliki nilai yang rendah karena
parameter ini menunjukkan terdapatnya pencemaran logam berat yang bertahan pada
Skrining fitokimia terhadap simplisia daun mobe dan ekstrak etanol daun
Tabel 4.2. Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak daun mobe
Skrining Pereaksi Warna/Endapan Simplisia Ekstrak
Alkaloid Mayer Endapan putih
Bouchardat Endapan kuning - -
Dragendroff Endapan coklat
Flavonoid Mg + HCl pekat Jingga + +
Tanin FeCl3 1% Hijau kehitaman + +
Saponin Air Busa
panas/dikocok + +
Glikosida Molisch Cincin ungu + +
Steroid/triterpenoid Lieberman- Biru ungu + +
Burchard
Hasil pengujian skrining fitokimia simplisia dan ekstrak daun mobe terdapat
tanin yang bersifat sebagai antiseptik yang berperan penting dalam melindungi luka
dari pertumbuhan bakteri pada fase inflamasi dan dapat membantu mempercepat
menjadisediaan salep dengan variasi konsentrasi 1%; 3%; 5% dan 7%.Basis salep
ekstrak ke dalam basis salep dilakukan sedikit demi sedikit bersamaan dengan
setengah basis salep yang telah disisihkan sebelumnya.Hal ini bertujuan agar ekstrak
merata dalam sediaan salep.Pemilihan basis salep diharapkan tidak mengganggu efek
terapi dari zat aktif yang terkandung dari ekstrak (Anief, 1997).
Pengamatan uji organoleptik salep ekstrak daun mobe terdiri dari warna, bau
Bentuk SEEDM yang dihasilkan sesuai dengan kriteria bentuk salep yaitu
akan semakin pekat mendekati warna ekstrak yang dihasilkan. Asumsiini sejalan
dengan pengamatan warna salep pada penelitian yang dilakukan oleh Paputungan dkk
(2014).Bau yang dihasilkan berupa bau khas lemah daun mobe , dimana bau yang
dihasilkan dari SEEDM 7% lebih kuat dibandingkan SEEDM 1%; 3% dan 5%.
Kekuatan bau pada salep mengalami penurunan selama waktu pengamatan.Hal ini
dipengaruhi oleh udara sehingga terjadi reaksi oksidasi dari ekstrak(Young et al.,
2002).
4.7.2 Uji pH
persyaratansediaan salep yang baik karena dimana nilai pH sediaan berada diatas nilai
pH kulit yaitu 4,5-6,5 (Anief, 2007; Rowlins, 2003). Berdasarkan hasil yang
diperoleh diasumsikan nilai pH sediaan salep ekstrak etanol daun mobe dipengaruhi
ekstrak etanol daun mobe kurang stabil karena mengalami sedikit peningkatan setiap
penyimpanan yang kurang baik dan ekstrak yang telah teroksidasi (Young et al.,
sebab itu perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai formulasi yang lebih baik
dengan penambahan eksipien lain agar dihasilkan sediaan salep yang stabil dan
4.5.
Homogenitas salep ditandai dengan tidak ada butiran kasar dan tidak
Saat kulit mengalami kerusakan akibat terjadinya luka maka tubuh akansegera
tersusun atas beberapa tahapan hingga diperoleh perbaikan anatomi dan fungsi dari
kulit, proses penyembuhan luka termasuk dalam fase yaitu, fase hemostasis, fase
Pada penelitian ini seperti pada gambar 4.1, punggung tikus yang telah dibuat
luka dirawat dengan pengolesan salepsebanyak 2 kali sehari pagi dan sore hari selama
perlakuan 6 dioleskan SEEDM 7%. Salep dioleskan sepanjang luka yang terbuka
selama 15 hari perlakuan. Pada hari ke- 3 sudah terlihat pengurangan luka pada
salep terjadi pengurangan luka sebesar 4,31%, SEEDM 1% sebesar 12,42%, SEEDM
yang signifikan antara perlakuan dengan pemberian SEEDM 1%, SEEDM 3%,
kontrol positif.
40
a
Pengurangan diameter luka
35
a
30 ab
25 ab
20
ab
(%)
15
10 b
5
0
kontrol kontrol SEEDM SEEDM SEEDM SEEDM
positif negatif 1% 3% 5% 7%
Perlakuan Hari ke- 3
Gambar 4.2Grafik Persentase Pengurangan Diameter Luka Eksisi Tikus Pada Hari
ke-3(a) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol
negatif. (b) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok
kontrol positif.
Pengurangan hari ke-6 pada kontrol positif sebesar 56,37%, kontrol negatif
dengan SEEDM 5% pada hari ke- 6 dibandingkan pada hari ke-3.Pengurangan luka
Pemgurangan 80 a
diameter luka 60 ab ab ab
(%) 40 b b
20
0
kontrol kontrol SEEDM SEEDM SEEDM SEEDM
positif negatif 1% 3% 5% 7%
Perlakuan Hari ke- 6
Gambar 4.3Grafik Persentase Pengurangan Diameter Luka Eksisi Tikus Pada Hari
ke-6(a) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol
negatif. (b) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok
kontrol positif.
Pengurangan luka pada hari ke- 9 pada kontrol positif sebesar 67,85%, kontrol
(Gambar 4.4). Berdasarkan hasil dari statistik SEEDM 5% dan SEEDM 7% tidak
berbeda secara signifikan pada hari ke 6 tetapi terhadap kontrol positif berbeda secara
80 a ab ab
diameter luka
Pengurangan
60 ab ab
40 b
(%)
20
0
kontrol kontrol SEEDM 1% SEEDM 3% SEEDM 5% SEEDM 7%
positif negatif
Perlakuan Hari ke- 9
Gambar 4.4Grafik Persentase Pengurangan Diameter Luka Eksisi Tikus Pada Hari
ke-9(a) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol
negatif. (b) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok
kontrol positif.
memiliki pengurangan paling besar tetapi tidak berbeda secara signifikan dengan
kontrol positif.
100
Pengurangan diameter luka
a ab
80 a
ab ab
60 b
40
(%)
20
0
kontrol kontrol SEEDM 1% SEEDM 3% SEEDM 5% SEEDM 7%
positif negatif
Perlakuan Hari ke- 12
Gambar 4.5Grafik Persentase Pengurangan Diameter Luka Eksisi Tikus Pada Hari
ke-12a) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok
kontrol negatif. (b) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan
kelompok kontrol positif.
Pengurangan luka pada hari ke- 15 yaitu hari terakhir masa penyembuhan luka
pada kontrol positif sebesar 91,92%, kontrol negatif pengurangan luka sebesar
sebesar 88,75% dan SEEDM 7% sebesar 86,00% (Gambar 4.6). Berdasarkan hasil
(%)
60
40
20
0
kontrol kontrol SEEDM 1%SEEDM 3%SEEDM 5%SEEDM 7%
positif negatif
Perlakuan Hari ke- 15
Gambar 4.6Grafik Persentase Pengurangan Diameter Luka Eksisi Tikus Pada Hari
ke-15a) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok
kontrol negatif. (b) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan
kelompok kontrol positif
Peran metabolit sekunder salah satunya adalah flavonoid karena memiliki fungsi efek
anti inflamasi dan antikosidan serta dapat menurunkan udem pada proses
perawatan menggunakan salep ekstrak etanol daun mobe dengan konsentrasi 1%; 3%;
5% dan 7%, basis salep dan salep povidone iodine dari awal sampai hari ke- 15
memberikan hasil bahwa pengurangan luka paling tinggi adalah kontrol positif yaitu
pengurangan luka presentase yang dihasilkan tidak berbeda secara signifikan dengan
kontrol positif.
tubuh, melibatkan rangkaian proses yang rumit, rentan, dan sangat mungkin terjadi
serangkaian interaksi antara berbagai jenis sel mediator sitokin, dan matriks ekstrasel
terangkum dalam tiga fase yang saling tumpang tindih, yaitu fase inflamasi, fase
proliferasi, serta fase remodeling jaringan (Eva et al, 2017). Proliferasi dari fibroblas
yang akan menautkan luka dan fibroblas juga akan mempengaruhi proses reepitelisasi
yang akan menutup luka. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu
bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan
Gambaran histopatologi fibroblast dapat dilihat pada (Gambar 4.8), pada hari
ke-3 rerata jumlah fibroblast pada perlakuan kontrol positif adalah 35,4 sel/lapang
sedangkan kontrol negatif adalah 27,25 sel/lapang dan SEEDM 5% jumlah fibroblast
sebanyak 43,25 sel/lapang. Pada gambar 4.8, dapat dilihat SEEDM 5% lebih dapat
Berdasarkan hasil statistik pembentukan jumlah fibroblast pada hari ke-3 kontrol
positif berbeda secara signifikan dengan kontrol negatif akan tetapi perlakuan
halaman 84)
80
a
70
a a
60 a
Rerata Fibroblas
50
Sel/Lapang
a b
40 a b
30 b
20
10
0
HARI KE 3 HARI KE 7 HARI KE 14
Gambar 4.7 Grafik Rerata Jumlah Fibroblas Luka Eksisia) p<0,05 terdapat
perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol negatif. (b) p<0,05
terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol positif
Dibandingkan hari ke- 3, rerata jumlah fibroblast pada hari ke- 7 pada kontrol
fibroblast sebanyak 60,2 sel/lapang dan SEEDM 5% adalah 70,25 sel/lapang. Rerata
jumlah fibroblas terbanyak dihasilkan oleh SEEDM 5%, Berdasarkan hasil statistik
pada hari ke- 7 kontrol positif berbeda secara signifikan terhadap kontrol negatif akan
Hari ke- 14 rerata jumlah fibroblast kontrol positif adalah 53,4 sel/lapang,
sedangkan negatif sebanyak 41,5 sel/lapang dan SEEDM 5% rerata jumlah fibroblast
signifikan terhadap kontrol negatif akan tetapi perlakuan SEEDM 5% tidak berbeda
(a) (b)
(c)
Gambar 4.8Gambaran mikroskopik histopatologi fibroblas pada kulit tikus hari ke- 3
dengan perbesaran 400 kali.
(c)
Gambar 4.9Gambaran mikroskopik histopatologi fibroblas pada kulit tikus hari ke- 7
dengan perbesaran 400 kali
(c)
Gambar 4.10Gambaran mikroskopik histopatologi fibroblas pada kulit tikus hari ke-
14 dengan perbesaran 400 kali
fibrosis), III (granulasi) dan VIII (integritas jaringan). Disamping itu fibroblast juga
matriks ekstraseluler. Dari hasil rerata jumlah fibroblast pada hari ke 14 terjadi
penurunan hal ini disebabkan karena kebutuhan kolagen yang diproduksi oleh
fibroblast sudah optimal dalam pembentukan jaringan baru pada hari ke-7 yang
mampu menginduksi sel-sel sekitar luka untuk menghasilkan kolagen, maka dari itu
mencapai puncaknya dan jaringan granulasi yang kaya firoblas digantikan oleh
jaringan parut yang aseluler sehingga jumlah firoblas akan menurun setelah hari ke-7
aktivasi fibroblas. Flavonoid bekerja sebagai antioksidan dan antibakteri yang bisa
Dalam penelitian ini menghitung skor ekspresi PDGF BB kulit tikus untuk
melihat apakah terdapat peningkatan proliferasi sel sehingga dapat memperbaiki sel
yang rusak akibat luka.Semakin tinggi nilai skor ekspresi PDGF BB, maka semakin
dilihat pada gambar 4.9.Perhitungan skor ekspresi PDGF BB pada tiap-tiap kelompok
perlakuan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali dan
PDGF BB (berwarna coklat) dari 200 sel yang diamati dengan bantuan aplikasi
Image Raster.
200
Jumlah ekspresi PDGF
ab ab ab
150 a
b
Sel/Lapang
100
BB
50
0
Hari ke 3 Hari ke 7 Hari ke 14
Gambar 4.11Rerata skor ekspresi PDGF BB pada kulit tikusa) p<0,05 terdapat
perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol negatif. (b) p<0,05
terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol positif
Pada hari ke- 3 rerata jumlah skor ekspresi PDGF BB untuk kontrol positif
87).Rerata jumlah skor ekspresi PDGF BB dibandingkan hari ke-3, pada hari ke- 7
sel/lapang, sedangkan untuk kontrol negatif sebanyak 91,25 sel/lapang dan SEEDM
untuk kontrol negatif rerata skor PDGF BB sebanyak 109,5 dan rerata skor PDGF BB
positif berbeda secara signifikan terhadap SEEDM 5%(Lampiran 12 halaman 87) dari
(a) (b)
(c)
a. Kontrol positif
b. Kontrol negatif
c. SEEDM 5%
(c)
a. Kontrol positif
b. Kontrol negatif
c. SEEDM 5%
(c)
a. Kontrol positif
b. Kontrol negatif
c. SEEDM 5%
d.
Platelet derived growth factorBB(PDGF) berperan pada setiap fase pada
proses penyembuhan luka. PDGF BB dilepaskan dari degranulasi trombosit pada luka
neutrofil, makrofag, fibroblas, dan sel otot polos ke lokasi luka dengan menginisiasi
respon inflamasi selama proses penyembuhan luka. Platelet yang beraktivasi akan
menyebabkan platelet lain untuk beregenerasi dan segera akan memenuhi daerah luka
sehingga platelet dan bekuan darah menjadi stabil. Pembentukan bekuan darah pada
daerah luka akan diisi oleh sel fibroblast, masenkim,osteoblas dan kondroblas yang
menarik makrofag untuk fagositosis mikroba saat terjadinya luka (Hendrik dkk,
2017). Secara keseluruhan pemberian salep ekstrak etanol daun mobe 5% (SEEDM)
dapat meningkatkan ekspresi PDGF BB, hal ini disebabkan adanya kandungan
metabolit sekunder seperti flavonoid, tannin, saponin didalam ekstrak etanol daun
mobe.
5.1 Kesimpulan
a. Salep ekstrak etanol daun mobe (SEEDM) dapat menyembuhkan luka eksisi
pada tikus, dari hasil pengujian SEEDM 5% yang paling berpotensi dalam
menyembuhkan luka dengan persen pengurangan luka pada hari ke-3 sebesar
28,43% ± 5,03; ke-6 sebesar 45,31% ± 1,19; ke-9 sebesar 60,31% ± 2,77; ke-
eksisi tikus dalam pembentukan jumlah fibroblast pada hari ke-3 sebesar
43,25 ± 11,35 sel/lapang ;hari ke-7 sebesar 70,25 ± 0,95 sel/lapang; hari ke-
pada hari ke-3 sebesar 131,75 ± 6,70 sel/lapang; hari ke-7 sebesar 137,25 ±
5.2 Saran
meneliti lebih lanjut kandungan senyawa aktif dari ekstrak etanol daun mobe yang
Alam, G., Singh M.P., and Singh, A. (2011). Wound Healing Potensial Of Some
Medical Plants. Int J Pharm. Sci. Rev and Res. 9 (1) : 136-145.
Anima, P., and Bhatnagar, S.P. (2009). Preliminary Phytochemical Screening And
Antimicrobial Studies OnArtocarpus lookcha Roxb. Journal Acient Science
Of Life. Vol 28 (4): 21-24.
Borena, B.M., Martens, A., Broeckx, S.Y., Meyer, E., Chiers, K., Duchateau, A., et
al. (2015). Regenerative Skin Wound Healing in Mammals: State-of-theArt
on Growth Factor and Stem Cell Based Treatments. Cell Physiol Biochem.
36:1-2.
Diegelman, R.F and Evan, M.C. (2004) . Wound Healing : An Overview of Acute,
Fibrotic and Delayed Healing. Frontier in Biosci.9: 283-289.
Dunn, D.L. (2005). Wound Closure Manual. Penerbit Ethicon Inc. Somerville. Page
34-37.
Hamdiyah, H., Fatimah, P. V., Yamlean dan Jeane, M. (2013). Formulasi Salep
Ekstrak Etanol Daun Nangka (Artocarpus heterophyllusLam.) Dan Uji
Efektivitas Terhadap Penyembuhan Luka Terbuka Pada Kelinci. Jurnal
Ilmiah Farmasi. Vol 2 (03). ISSN: 20302-2493.
Hossain, M.F., Islam, M.A., Akhtar S., and Numan, S.M. (2016).Nutritional Value
and Medicinal Uses of Monkey Jack fruit (ArtocarpusLakoocha).
International Research Journal of Biological Sciences. Vol 5 (1): 60-63.
Jagtap U.B and Bapat V.A,.(2010). Artocarpus: A review of its tradisional uses,
phytochemistry and pharmacology. Journal of Ethnopharmacology. 129:
142-166.
Jeanly V.A., Paulina V.Y, dan Hamidah S. (2014). Uji Efektivitas Sediaan Gel
Ekstrak Jambu Biji (Psidium guajava Lim.) Terhadap Penyembuhan Luka
yang Terinfeksi Bakteri Staphylococcus aureus pada Kelinci.Jurnal Ilmiah
Farmasi. Vol 3 (3): 2302-2493.
Julia M. N., Anne W., dan Aduthya Y. (2010). Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol
Daun Suji (Dracaena angustifolia Roxb.) Terhadap Edema Kaki Tikus
Putih Jantan.Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 2 (3): 2302-2493.
Kintoko, Karimatulhajj, H., Elfasyari, T.Y., Ihsan, E.A., Putra, T.A., Hariadi, P., et al.
(2017). Effect of Diabetes Condition on Topical Treatment of Binahong
Leaf Fraction in Wound Healing Process.Trad. Med. J. 22(2):103-110.
Lydia, S. D., Muhammad, A. L., dan Seila, Z. (2016).Uji Efektivitas Sediaan Gel
Fraksi Etil Asetat Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn) Terhadap
Penyembuhan Luka Terbuka Pada Mencit.Jurnal Natural. Vol 16 (2): ISSN
1141-8513
Luthfun, N., Shirajun, M., Anamika, S. B. Monirul, I., Habibullah, C., and Mamunur,
R. (2015). Cytotoxic, Anti-Inflamasi, Analgesic, CNS Depressan,
Antidiarrhoeal Activities Of The Methanolic Extract Of the Artocarpus
lakoocha Roxb Leaves. Journal Of Pharmaceutical Sciense: Vol 3 (2): 167-
174.
Perez, W. P., Dina, F., dan Iwang, Y. (2012).Pengaruh Lendir Bekicot (Achatina
fulica) Terhadap Jumlah Sel Fibroblas Pada Penyembuhan Luka Sayat
Pratiwi, D., Hastuti, N., Nur, N.W., Armandari, I., Ikawati, M, Hermawan, A., et. al.
(2010).Potency of Citrus Peels (Citrus aurantiifolia (Cristm.) Swingle)
Ethanolic Extract as Chemopreventive Agent Through Downregulation of c-
myc Expression and Inhibition of 7.12-dimethylbenz[a]antrachene Induced
Female Sprague Dawley Rats Breast Cell Proliferation. Majalah Obat
TRadisional.15(1): 8-15.
Ratnami, R. D., Hartati, I., Anas, T., Endah.P.D., dan Khilyati, D. (2015).Standarisasi
Spesifik dan Non Spesifik Ekstraksi Hidrotropi Andrographolid dari
Sambiloto (Andrographis paniculata).Prosiding Seminar Nsional Peluang
Herbal Sebagai Alternatif Medicine: 152-153.
Rawee, T., Sukunlaya, S., and Jindaporn, P. (2014). In vitro Antimicrobial and
Antibiofilm Activity OfArtocarpus lakoocha Roxb Extract against Some
Oral. Journal Of Pharmaceutical Research. Vol 13 (7): 1149-1155
Reddy, G.A.K., Priyanka, B., Saranya, Ch.S., and Kumar, C.K.A. (2012). Wound
Healing Potential Of Indian Medicinal Plants. International Journal of
Pharmacy Review & Research. Vol: 2. p. 75-78.
Sharma, Y., Jeyabalan, G., Singh, R., and Semwal, A. (2013). Current Aspects of
Wound Healing Agents From Medicinal Plants: A Review. Journal
ofMedicinal Plants Studies. 1(3) : 1-11.
Soni, H. and Singhai, A.K. (2012).A Recent Update of Botanicals for Wound Healing
Activity.International Research Journal of Pharmacy, 3. p. 1-6.
Thakur, R., Jain, N., Pathak, R., and Shandu, S.S. (2011).Practices in Wound Healing
Studies of Plant.Evidence-Based Comp and Alt Med. 2011 (1) :1-17
Velnar, T., Bailey, T., Smrkolj.(2009). The Wound Healing Process : an Overview of
the Celluar and Molecular Mechanism. The J Int Med Res. 37 (5) : 1528-
1542.
% Rata-rata = = 7,99%
1. Uji deskriptif
95% Confidence
Std. Interval for Mean
Deviatio Std. Lower Upper
N Mean n Error Bound Bound Minimum Maximum
harike-3 kontrol positif 4 32,8000 4,62169 2,31084 25,4459 40,1541 26,00 36,20
kontrol
4 4,3150 2,07860 1,03930 1,0075 7,6225 2,50 7,31
negatif
SEEDM 1% 4 12,4225 ,53965 ,26983 11,5638 13,2812 11,62 12,79
SEEDM 3% 4 22,1750 ,64273 ,32136 21,1523 23,1977 21,68 23,12
SEEDM 5% 4 28,4375 5,03891 2,51946 20,4195 36,4555 21,25 32,50
SEEDM 7% 4 25,5250 1,31708 ,65854 23,4292 27,6208 24,39 26,82
Total 24 20,9458 10,28710 2,09985 16,6020 25,2897 2,50 36,20
harike-6 kontrol positif 4 56,3750 5,98686 2,99343 46,8486 65,9014 48,70 62,60
kontrol
4 20,3875 2,36375 1,18187 16,6263 24,1487 17,50 23,10
negatif
SEEDM 1% 4 25,4950 2,00952 1,00476 22,2974 28,6926 23,25 27,58
2. Uji Homogenitas
3. Uji Annova
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
harike-3 Between Groups 2273,431 5 454,686 50,983 ,000
Within Groups 160,531 18 8,918
Total 2433,962 23
harike-6 Between Groups 3959,187 5 791,837 97,953 ,000
Within Groups 145,510 18 8,084
Total 4104,696 23
harike-9 Between Groups 3523,820 5 704,764 329,602 ,000
Within Groups 38,488 18 2,138
Total 3562,308 23
harike12 Between Groups 2771,827 5 554,365 93,359 ,000
Within Groups 106,884 18 5,938
Total 2878,711 23
harike15 Between Groups 1820,123 5 364,025 81,433 ,000
Within Groups 80,464 18 4,470
Total 1900,587 23
4. Uji Tukey
Hari ke 3
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
Kontrol negatif 4 4,3150
SEEDM 1% 4 12,4225
SEEDM 3% 4 22,1750
SEEDM 7% 4 25,5250
Hari ke 6
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
Kontrol negatif 4 20,3875
SEEDM 1% 4 25,4950
SEEDM 3% 4 37,6850
SEEDM 5% 4 45,3125
SEEDM 7% 4 49,8500
Kontrol positif 4 56,3750
Sig. ,164 1,000 ,261 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
Hari ke 12
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
Kontrol negatif 4 47,6825
SEEDM 1% 4 61,9725
SEEDM 3% 4 63,6650
SEEDM 7% 4 80,5475
Sig. 1,000 ,918 ,342 ,093
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
SEEDM 1% 4 75,4275
SEEDM 3% 4 75,6725
SEEDM 7% 4 86,0025
Jumlah Kontrol Negatif 4 35.7500 3.59398 1.79699 30.0312 41.4688 33.00 41.00
fibroblas luka
Kontrol positif 4 73.5000 2.64575 1.32288 69.2900 77.7100 70.00 76.00
hari ke 7
SEEDM 5% 4 70.2500 .95743 .47871 68.7265 71.7735 69.00 71.00
Jumlah Kontrol Negatif 4 41.5000 3.51188 1.75594 35.9118 47.0882 38.00 45.00
fibroblas luka
Kontrol positif 4 63.2500 4.03113 2.01556 56.8356 69.6644 59.00 68.00
hari ke 14
SEEDM 5% 4 60.2500 2.06155 1.03078 56.9696 63.5304 58.00 63.00
2. Uji Homogenitas
3. Uji Anova
Hari ke 3
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2
Kontrol Negatif 4 27.2500
SEEDM 5% 4 43.2500
Kontrol positif 4 43.5000
Sig. 1.000 .998
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Hari ke 7
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2
Kontrol Negatif 4 35.7500
SEEDM 5% 4 70.2500
Kontrol positif 4 73.5000
Sig. 1.000 .242
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Hari ke 14
SEEDM 5% 4 60.2500
Kontrol positif 4 63.2500
Sig. 1.000 .439
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
1. Uji Deskriptif
Jumlah Ekspresi PDGF Kontrol Negatif 4 91.2500 4.78714 2.39357 83.6326 98.8674 87.00 98.00
luka hari le 7
Kontrol positif 4 118.2500 2.75379 1.37689 113.8681 122.6319 115.00 121.00
Jumlah Ekspresi PDGF Kontrol Negatif 4 109.5000 6.65833 3.32916 98.9051 120.0949 100.00 115.00
luka hari ke 14 Kontrol positif 4 122.5000 4.20317 2.10159 115.8118 129.1882 118.00 128.00
2. Uji Homogenitas
3. Uji Anova
Total 5244.917 11
Total 4506.917 11
Hari ke 3
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2
Kontrol Negatif 4 87.0000
Hari ke 7
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Kontrol Negatif 4 91.2500
Hari ke 14
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2
Kontrol Negatif 4 109.5000