Anda di halaman 1dari 103

TESIS

UJI AKTIVITAS PENYEMBUHAN LUKA EKSISI SALEP


EKSTRAK ETANOL DAUN MOBE (Artocarpus lakoocha Roxb.)
TERHADAP TIKUS JANTAN

OLEH:
CUT RISKA ANDRIANI
NIM 167014008

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


UJI AKTIVITAS PENYEMBUHAN LUKA EKSISI SALEP
EKSTRAK ETANOL DAUN MOBE (Artocarpus lakoocha Roxb.)
TERHADAP TIKUS JANTAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar


Magister dalam Ilmu Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
CUT RISKA ANDRIANI
NIM 167014008

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
iii
PERSETUJUAN TESIS

Nama Mahasiswa : Cut Riska Andriani

Nomor Induk Mahasiswa : 167014008

Program Studi : Magister Ilmu Farmasi

Judul Tesis : Uji Aktivitas Penyembuhan Luka Eksisi Salep Ekstrak

Etanol Daun Mobe (Artocarpus lakoocha. Roxb.)

Terhadap Tikus Jantan

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Komisi Penguji Tesis pada hari Senin

tanggal dua puluh satu bulan Januari tahun dua ribu Sembilan belas.

Menyetujui:

Komisi Penguji Tesis

Ketua : Prof. Dr. Rosidah, M. Si., Apt.

Sekretaris : Dr. Aminah Dalimunthe, S.Si.,M.Si., Apt

Anggota : Dr. Poppy Anjelisa Z. Hsb, S.Si.,M.Si., Apt

Yuandani, S.Farm., M.Si., Ph.D., Apt

Universitas Sumatera Utara


iv
Universitas Sumatera Utara
v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia

yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “UJI

AKTIVITAS PENYEMBUHAN LUKA EKSISI SALEP EKSTRAK ETANOL

DAUN MOBE (Artocarpus lakoocha Roxb.) TERHADAP TIKUS JANTAN” Tesis

ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi di

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini, penulis telah banyak

mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik moril maupun materil.

Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Rektor Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada

penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Studi Magister.

2. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara, yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis untuk

mengikuti dan menyelesaikan Program Studi Magister di Fakultas Farmasi.

3. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. selaku Ketua Program Studi Magister

Farmasi dan Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. selaku Sekretaris Program

Studi Magister Farmasi yang telah banyak memberikan motivasi dan

bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

4. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. dan Ibu Dr. Aminah Dalimunthe, S.Si.,

M.Si., Apt selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak

Universitas Sumatera Utara


vi
membantu memberikan saran, koreksi dan bimbingan kepada penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

5. Ibu Yuandani, S. Farm., M.Si., Ph.D., Apt. dan Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z.

Hasibuan, M. Si., Apt selaku anggota komisi penguji yang telah banyak

memberikan saran, dan koreksi kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Studi Magister Farmasi atas

bimbingannya selama penulis menjalani pendidikan.

7. Kedua orangtua saya Ir. T.M Daudsyah dan Irawati yang telah membesarkan,

mendoakan saya tanpa henti, merawat, mendidik penulis sejak kecil tanpa

lelah dan memberi dukungan dan semangat kepada penulis.

8. Suami saya M. Kashah Nasution, S.T yang telah mendoakan dan memberikan

dukungan kepada penulis.

9. Rekan-rekan Program Studi Magister Farmasi atas kerjasama, bantuan, doa

dan kekompakannya selama pendidikan dan seluruh teman-teman yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan perlu mendapatkan

masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berharap adanya kritik dan

saran membangun demi kesempurnaan tesis ini.

Medan,April 2019
Penulis,

Cut RiskaAndriani
NIM 167014008

Universitas Sumatera Utara


vii
UJI AKTIVITAS PENYEMBUHAN LUKA EKSISI SALEP
EKSTRAK ETANOL DAUN MOBE (ArtocarpuslakoochaRoxb.)
TERHADAP TIKUS JANTAN

ABSTRAK
Proses penyembuhan luka merupakan proses biologik dimulai dari adanya
trauma dan berakhir dengan terbentuknya luka parut. Salah satu tumbuhan yang
secara empiris digunakan masyarakat untuk menyembuhankan luka adalah daun
mobe. Mobe (Artocarpus lakoocha) termasuk keluarga Moraceae, yang dikenal
sebagai tanaman obat di wilayah Asia Tenggara biasa disebut jack Monkey. Daun
mobe secara tradisional digunakan sebagai obat penyembuhan luka. Tujuan penelitian
untuk mengetahui pengaruh salep ekstrak etanol daun mobe dalam mempercepat
penutupan luka, meningkatkan jumlah fibroblast dan ekspresi PDGF BB luka eksis
pada tikus jantan.
Serbuk simplisia daun mobe diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut
etanol. Dilakukan skrining fitokimia dan karakterisasi serbuk simplisia dan ekstrak
etanol daun mobe, penyembuhan luka eksisi mengunakan salep ekstrak etanol daun
mobe (SEEDM) yang dibagi dalam masing-masing konsentrasi 1%; 3%; 5%; 7%
diamati selama 15 hari. Salep yang berpotensi akan dilakukan pengamatan gambaran
histopatologi dan perhitungan skor ekspresi PDGF BB menggunakan preparat kulit
tikus. Dilakukan analisis statistik dengan menggunakan one way ANOVA.
Serbuk dan ekstrak daun mobe mengandung senyawa flavonoid, tannin,
saponin, glikosida dan steroid/triterpenoid. Hasil dari uji aktivitas penyembuhan luka
SEEDM konsentrasi yang baik dalam menyembuhkan luka adalah SEEDM 5%
dengan persen pengurangan luka pada hari ke-3 sebesar 28,43%; ke-6 sebesar
45,31%; ke-9 sebesar 60,31%; ke-12 sebesar 75,62% dan ke-15 sebesar 88,75%.
Hasil gambaran histopatologi kulit pada luka eksisi tikus dalam pembentukan jumlah
fibroblast pada hari ke-3 sebesar 43,25 sel/lapang ;hari ke-7 sebesar 70,25 sel/lapang;
hari ke-14 sebesar 60,25 sel/lapang. Hasil ekspresi PDGF BB pada luka eksisi tikus,
pada hari ke-3 sebesar 131,75 sel/lapang; hari ke-7 sebesar 137,25 sel/lapang; hari ke-
14 sebesar 141,25 sel/lapang.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa SEEDM 5% memiliki
kemampuan paling baik dalam penyembuhan luka eksisi, meningkatkan jumlah
fibroblast dan skor ekspresi PDGF BB.

Kata kunci: daun mobe, luka eksisi, fibroblast, Platelet-derived growth factor
(PDGF) BB.

Universitas Sumatera Utara


viii
EXCISION WOUND HEALING ACTIVITYOF OINMENT
ETHANOL EXTRACT OF MOBE LEAF (Artocarpuslakoocha
Roxb.) IN RATS

ABSTRACT
The process of wound healing is a biological process starting from the trauma and
ending with the formation of scarring. One of the plants empirically used by the
community to heal wounds is the leaves of the mobe. Mobe (Artocarpuslakoocha),
including the Moraceae family, which is known as a medicinal plant in the Southeast
Asian region, commonly called jack Monkey. Mobe leaves are traditionally used as
anti-inflammatory drugs. The aim of the study was to determine the effect of leaf
ethanol extract ointment in accelerating wound closure, increasing the number of
fibroblasts and expression of PDGF BB wounds present in male rats.
Mobe leaf simplicia powder was extracted maceratedly. Phytochemical
screening and characterization of simplicia powder and leaf ethanol extract of mobe
were carried out, excision wound healing using mobe leaf ethanol extract ointment
(SEEDM) which was divided into each concentration of 1%; 3%; 5%; 7% were
observed for 15 days. The potential ointment will be observed by histopathology and
the calculation of PDGF BB expression score using rat skin preparations. Statistical
analysis was performed using one way ANOVA.
Mobe powder and leaf extract contain flavonoids, tannins, saponins,
glycosides and steroids / triterpenoids. The results of the SEEDM wound healing
activity test for a good concentration in wound healing are 5% SEED with a percent
reduction in wounds on day 3 of 28.43% the 6th is 45.31%; the 9th is 60.31%; the
12th is 75.62% and the 15th is 88.75%. The results of skin histopathology on rat
excision wounds in the formation of fibroblast counts on day 3 were 43.25 cells /
field; day 7 was 70.25 cells / field; the 14th day is 60.25 cells / field. The results of
PDGF BB expression on rat excision wounds, on day 3 were 131.75 cells / field; the
7th day is 137.25 cells / field; the 14th day is 141.25 cells / field.
From the results of the study it can be concluded that 5% SEEDM has the ability to
heal excision wounds, increase the number of fibroblasts and PDGF BB expression
scores.

Keywords: leaf mobe, excision wound, fibroblast, Platelet-derived growth factor


(PDGF) BB.

Universitas Sumatera Utara


ix
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……………………………..………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN TESIS…………………………….………… iii
HALAMAN PERSETUJUAN TESIS……………………………………… iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………… v
KATA PENGANTAR……………………………………………………… vi
ABSTRAK…………………………………………………………………. vii
ABSTRACT………………………………………………………………... viii
DAFTAR ISI……………………………………………………………..… ix
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. xii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xiii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xiv
BAB I PENDAHULUAN…………………………………….……………. 1
1.1. Latar Belakang…………………………………….………………... 1
1.2. Perumusan Masalah…………………………………………………. 3
1.3. Hipotesis…………………………………………………….………. 4
1.4. Tujuan Penelitian…………………………………………….……… 4
1.5. Manfaat Penelitian……………………………………………........... 4
1.6. Kerangka Pikir Penelitian…………………………………………… 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………….…………..….….. 7


2.1. Luka………………………...………………………………............ 7
2.2. Mekanisme Penyembuhan Luka………………………….……….. 10
2.3. Kulit……………………………………………………….……….. 12
2.4. Sediaan Salep……………………………………………..……….. 15
2.4.1. Jenis dasar salep……………………………………......................... 15
2.4.2. Pemilihan dasa rsalep……………………………..……………….. 17
2.4.3. Jenis salep berdasarkan daya penetrasiobat………..……………… 18
2.5. Pertumbuhan Platelet-Derived Growth Factor (PDGF)….…………. 19
2.6. KlasifikasiTumbuhanMobe (ArtocarpuslakoochaRoxb)…..…….. 20
2.6.1. Morfologi tumbuhan mobe…………………………………………. 20
2.6.2. Manfaat tumbuhan mobe……………………………..….................. 21
2.6.3. Kandungan metabolit sekunder………………………….................. 21
2.7. Metode Ekstraksi…………………………………….……….……. 22

BAB III METODE PENELITIAN……………………..………….……… 22


3.1. Alat-alat…………………………………………………….……… 22
3.2.Bahan……………………………………………………….……… 22
3.3. Penyiapan Hewan Percobaan……………………………………… 23
3.4.Prosedur Pembuatan Simplisia……………………………………. 23
3.4.1. Pengambilan bahan……………………………………………… 23

Universitas Sumatera Utara


x
3.4.2. Identifikas itumbuhan…………………………………………….. 23
3.4.3. Pembuatan simplisia……………………………………………… 23
3.5 . Proses Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Mobe (EEDM)………….. 24
3.6. Pemeriksaan Karakteristik ….…………………………..………….. 24
3.6.1. Pemeriksaan makroskopik………………………………………. 24
3.6.2. Pemeriksaan mikroskopik……………………………………….. 24
3.6.3. Penetapan kadar air……………………………..…...…………… 25
3.6.4. Penetapan kadar sari larut air……………………….…………… 25
3.6.5. Penetapan kadar sari larut etanol…………………….................... 26
3.6.6. Penetapan kadar abu total………………………………………... 26
3.6.7. Penetapan kadar abu tidak larut asam…………………………… 26
3.7. Skrinig Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Daun Mobe…………. 27
3.7.1. Pemeriksaan Flavonoid………………………………………….. 27
3.7.2.Pemeriksaan alkaloid……………………………………………. 27
3.7.3. Pemeriksaan saponin………………………….…………………. 28
3.7.4. Pemeriksaan tannin……………………………………………… 28
3.7.5. Pemeriksaan glikosida…………………………………………… 28
3.8.6. Pemeriksaan steroid/triterpenoid………………………………… 29
3.8. Sediaan Salep Ekstak Daun Mobe……..………………………… 29
3.8.1. Formulasi sediaan salep ekstrak daun mobe…...………………… 29
3.8.2. Pembuatan salep ekstrak daun mobe…………………………….. 29
3.9. Evaluasi Sediaan Salep……………………….………………….. 30
3.9.1. Uji organoleptik…………………………………………………. 30
3.9.2.Uji pH……………………………………………………………. 30
3.9.3. Uji homogenitas…………………………………………………. 30
3.10. Pembuatan Luka Hewan Uji……………………………..…......... 30
3.11. Perawatan Luka Hewan Uji…………………………………........ 31
3.12. Pengamatan Penutupan Luka……………………………………. 31
3.13.Pembuatan Blok Parafin………………………………………… 32
3.14. Pemerikasaan Jumlah Fibroblas…………..…………………….. 32
3.15. Pemeriksaan Imunohistokimia………………………………….. 34
3.15.1. Pemeriksaan imunohisto kimia PDGF BB………….…………… 34
3.16. Analisis Data……………………………………………………. 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………….. 37


4.1.Hasil Identifikasi Tumbuhan…………………………………….. 37
4.2. Hasil Pemeriksaan Makroskopik………………………………… 37
4.3. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik………………………………… 37
4.4. Hasil Karakterisasi Simplisia……………………………………. 37
4.5. Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak………………… 38
4.6. Pembuatan Sedian Salep…………………………………………. 39
4.7. Evaluasi Sediaan Salep…………………………………………… 40
4.7.1. Hasil uji organoleptik…………………………………………….. 40
4.7.2. Hasil uji pH………………………………………………………. 43
4.7.3. Hasil uji homogenitas…………………………………………….. 44

Universitas Sumatera Utara


xi
4.8. Penyembuhan Luka Eksisi……………………………………....... 45
4.9. Pemeriksaan Jumlah Fibroblas……………………………….…… 48
4.10.Imunohistokimia PDGF BB………………………………………. 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………….. 59


5.1. Kesimpulan………………………………………………………… 59
5.2.Saran……………………………………………………………….. 59

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 60

Universitas Sumatera Utara


xii
DAFTAR GAMBAR

1.1. Diagram Kerangka Pikir Penelitian……………………………………….. 6


2.1. Struktur Kulit……………………………………………………………… 12
2.2. (a) Tumbuhan Mobe……………………...……………………………..… 20
2.2. (b) Daun Mobe…………………………………………………….……….. 20
4.1. Luka Eksisi Pada Tikus……………………………………………………. 44
4.2. Grafik Presentase Pengurangan Diameter Luka Hari Ke- 3……………….. 45
4.3. Grafik Presentase Pengurangan Diameter Luka Hari Ke- 6……………….. 46
4.4. Grafik Presentase Pengurangan Diameter Luka Hari Ke- 9……………….. 46
4.5. Grafik Presentase Pengurangan Diameter Luka Hari Ke- 12……………… 47
4.6. Grafik Presentase Pengurangan Diameter Luka Hari Ke- 15……………… 48
4.7. Grafik Rerata Jumlah Fibroblas Luka Eksisi………………………………. 50
4.8. Gambaran Mikroskopik Histopatologi Fibroblas Hari ke- 3 ………………. 51
4.9. Gambaran Mikroskopik Histopatologi Fibroblas Hari ke- 7……………….. 52
4.10. Gambaran Mikroskopik Histopatologi Fibroblas Hari ke- 14…………….. 53
4.11. Imunohistokimia PDGF BB Hari ke- 3…………………………………… 57
4.12. Imunohistokimia PDGF BB Hari ke- 7…………………………………… 58
4.14. Imunohistokimia PDGF BB Hari ke- 14…………………………………. 59

Universitas Sumatera Utara


xiii
DAFTAR TABEL

4.1 Hasil Karakterisasi SimplisiaDaunMobe ...................................... 38


4.2 Hasil Skrining FitokimiaSimplisiadanEkstrak .............................. 40
4.3 Hasil Uji Organoleptik .................................................................. 41
4.4 Hasil Uji pH .................................................................................. 42
4.5 Hasil Uji Homogenitas .................................................................. 43

Universitas Sumatera Utara


xiv
DAFTAR LAMPIRAN

1 Surat hasil identifikasi tumbuhan.................................................. 65


2 Surat rekomendasi persetujuan etik penelitian ............................. 66
3 Gambar daun mobe ....................................................................... 67
4 Hasil pemeriksaan mikroskopik daun mobe ................................. 68
5 Perhitungan kadar air simplisia daun mobe .................................. 69
6 Perhitungan kadar saril arut air simplisia daun mobe ................... 70
7 Perhitungan kadar sari larut etanol simplisia daun mobe ............. 71
8 Perhitungan kadar abu total simplisia daun mobe ........................ 72
9 Perhitungan kadar abu tidak larut asam simplisia daun mobe ...... 73
10 Hasil analisis data statistic pengurangan luka ............................... 77
11 Hasil analisis data statistic uji histopatologi fibroblas .................. 84
12 Hasil analisis data statisik uji ekspresi PDGF BB ........................ 87

Universitas Sumatera Utara


xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka merupakan hilang atau rusaknya sebagian dari jaringan tubuh dan juga

didefinisikan sebagai kerusakan fisik akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit

yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori and

Solanki, 2011).Inflamasi atau radang ialah respon protektif normal yang ditimbulkan

oleh cedera atau kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia

yang merusak atau invasi mikroorganisme patogen.Ada dua fase inflamasi yaitu akut

dan kronis.Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan yang

memicu vasodilatasi lokal dan meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi

akumulasi cairan di daerah cedera. Jika stimulus penyebab inflamasi tidak

dihilangkan tepat waktu, peradangan akan berkembang menjadi fase kronis. Inflamasi

kronis ditandai oleh infiltrasi leukosit dan sel fagosit (Julia dkk, 2010).

Penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan

interaksi yang terus menerus antara sel dengan sel dan antara sel dengan matriks yang

terangkum dalam tiga fase mekanisme penyembuhan luka yang terjadi yaitu fase

inflamasi (0-3 hari), fase proliferasi dan pembentukan jaringan (3-14 hari) serta fase

remodeling jaringan (Reddy et al., 2012).Proses penyembuhan luka merupakan

proses biologik dimulai dari adanya trauma dan berakhir dengan terbentuknya luka

parut. Tujuan dari manajemen luka adalah penyembuhan luka dalam waktu sesingkat

mungkin, dengan rasa sakit, ketidaknyamanan, dan luka parut yang minimal pada

Universitas Sumatera Utara


1
pasien.Luka harus segera ditangani agar tidak timbul masalah lainnya.Namun, masih

banyak masyarakat yang sering menghiraukan luka yang terjadi pada organ

tubuh.Luka yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan penyakit akibat

luka (Soni andSinghai, 2012). Salah satu cara penyembuhan luka yaitu dengan

mengobati luka tersebut menggunakan sediaan topikal. Pemberian sediaan topikal

yang tepat dan efektif diharapkan dapat mengurangi dan mencegah infeksi pada

luka.Bentuk sediaan topikal yang disukai salah satunya adalah salep karena mudah

merata jika dioleskan pada kulit tanpa penekanan.

Salah satu tumbuhan yang secara empiris digunakan masyarakat untuk

membantu penyembuhan luka adalah daun mobe.Daun mobe (Artocarpus lakoocha)

termasuk keluarga Moraceae, yang dikenal sebagai tanaman obat di wilayah Asia

Tenggara ini biasa disebut jack Monkey. Daun mobe ini secara tradisional digunakan

sebagai obat penyembuh luka (Akhil et al, 2014).Tanaman mobe digunakan dalam

pengobatan tradisional Thailand untuk terapi penyembuhan luka dan juga penuaan

dini (Hossain, et al, 2016).Uji paw edema karagenandengan menggunakan ekstrak

daun mobe secara oral menunjukkan aktivitas antiinflamasi yang bergantung dosis (P

<0,05) menunjukkan efek antiinflamasi pada dosis 200 mg / kg (penghambatan

64,90%) dibandingkan dengan indometasin (69,86%) (Luthfun, et al, 2015).

Uji induksi asam asetat daun mobe menunjukkan aktivitas analgesik 57,41%

pada dosis 200mg / kg yang sama dengan Indometasin (p 0,05) dengan jelas

menunjukkan mekanisme perifer yang terlibat dalam tindakan antinociceptive dari

Universitas Sumatera Utara


2
Artocarpus lakoocha. Metabolit sekunder seperti flavonoid dan steroid, triterpen telah

terbukti memiliki aktivitas anti-inflamasi dan analgesik (Luthfun, et al, 2015).

Ekstrak daun mobe menunjukkan kemampuannya dalam perlindungan

terhadap kerusakan hati, menurunkan tekanan darah tinggi dan mengatur kadar gula

darah pada penelitian sebelumnya. Komponen utama daun dari genus Artocarpus

ditemukan adanya flavonoid dengan rantai samping isoprene 3-6 yang memiliki

aktivitas antioksidan, anti-inflamasi, anti-diabetes, tirosinase dan sifat penghambatan

melanin (Mahadeva, et al, 2017).Hal ini pun dijelaskan Jagtap and Bapat (2010) yang

menyatakan genus Artocarpus memiliki flavonoid seperti Artonin A, Artonin b,

Artocarpanone yang dapat menjadi penghambat mediator kimia yang dilepaskan dari

sel mast, neutrofil, dan makrofag. Adapun hasil dari penelitian Anima and Bhatnagar

(2009) menyatakan bahwa familyArtocarpus mengandung metabolit sekunder yang

bemanfaat juga sebagai antibakteri, bakteri yang dihambat adalahE. coli, S. aureus,

Shigella, dan Bacillus.

Berdasarkan hal tersebut diatas, mengenai penelitian daun mobe menjadi

pertimbangan penulis untuk melakukan penelitian dengan menggunakan formulasi

dari ekstrak etanol daun mobe dalam bentuk salepuntuk melihat efek terhadap

penyembuhan luka eksisi dengan parameter penutupan luka, epitalisasi dan jumlah

fibroblast, ekspresi Platelet-Derived Factor(PDGF) BB

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian ini

adalah:

Universitas Sumatera Utara


3
a. Apakah pemberian salep ekstrak daun mobe mampu mempercepat penutupan

luka eksisi pada tikus jantan

b. Apakah pemberian salep ekstrak etanol daun mobe dapat meningkatkan

jumlah fibrolas pada luka eksisi terhadap tikus jantan

c. Apakah pemberian salep ekstrak daun mobe mampu meningkatkan ekspresi

PDGF BB pada luka eksisi terhadap tikus jantan

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis awal dari penelitian ini

adalah:

a. Pemberian salep ekstrak etanol daun mobe mampu mempercepat penutupan

luka eksisi terhadap tikus jantan.

b. Pemberian salep ekstrak etanol daun mobe dapat meningkatkan

jumlahfibrolas pada luka eksisi terhadap tikus jantan.

c. Pemberian salep ekstrak etanol daun mobe mampu meningkatkan ekspresi

PDGF BB pada luka eksisi terhadap tikust jantan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. Pengaruh salep ekstrak etanol daun mobe dalam mempercepat penutupan

lukaeksisi tikus jantan

b. Pengaruh salep ekstrak etanol daun mobe dapat meningkatkan jumlahfibrolas

pada luka eksisi terhadaptikusjantan.

Universitas Sumatera Utara


4
c. Pengaruh salep ekstrak etanol daun mobe dalam meningkatkan ekspresi

PDGF BB pada luka eksisi terhadap tikus jantan.

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuanpenelitian di atas, maka manfaat penelitian ini adalah

memberikan informasi kepada masyarakat tentang adanya khasiat daun mobe sebagai

obat penyembuhan luka.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat variable bebas dalam

penelitian ini adalah hewan percobaan yang digunakan tikus jantan, salep betadine

sebagai kontrol positif kemudian kontrol negative yang digunakan yaitu basis salep

serta salep ekstrak etanol daun mobe dengan varian konsentrasi 1%, 3%, 5% dan 7%.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah evaluasi sediaan salep dan pengujian

aktivitas penyembuhan luka terhadap tikus. Parameter yang digunakan dalam

penelitian ini adalah evaluasi sediaan salep yang termasuk dalam uji organoleptis, uji

pH dan uji homogenitas serta untuk pengamatan aktivitas penyembuhan luka

menggunakan parameter pengamatan penutupan luka, migrasi fibroblast dan

imunohistokimia ekspresi PDGFBB (Gambar 1.1).

Universitas Sumatera Utara


5
Universitas Sumatera Utara
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Luka

Luka merupakan kerusakan sel secara anatomi dan fungsi dari suatu

jaringan.Hal ini dapat terjadi akibat gangguan mekanik, kimia, suhu, mikroba atau

imunologik. Ketika kulit tertusuk, tercabik atau tersayat maka luka yang terbentuk

dikatakan luka terbuka sementara luka tertutup seperti luka bakar umunya disebabkan

oleh api, panas, listrik, radiasi, senyawa kimia dan cahaya matahari (Thakur et al.,

2011).

a. Derajat keparahan luka

Menurut Alam et al. (2011), Berdasarkan derajat keparahan, luka terdiri dari 2

golongan yaitu :

1. Akut

Luka akut merupakan jenis luka yang dalam penyembuhannya dapat terjadi

secara alamiah seiring waktu walaupun tanpa pengobatan.Hal ini terjadi karena siklus

penyembuhan yang dialami berlangsung dengan baik sehingga perbaikan dapat

terjadi pada struktur anatomi maupun fungsi kulit.Waktu yang diperlukan dalam

penyembuhan luka tergantung kedalaman dan lebar luka.

2. Kronis

Umumnya jenis luka yang tergolong kronis sulit mengalami perbaikan anatomi

dan fungi secara total.Penyembuhannya tidak berlangsung sempurna karena

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya infeksi, hipoksia, benda asing dan

Universitas Sumatera Utara


7
beberapa jenis penyakit seperti diabetes mellitus, malnutrisi, imunodefiensi, serta

obat-obatan.oleh sebab itu sebagian besar luka yang terbentuk akan semakin lama

penyembuhannya bahkan semakin buruk.

b. Jenis-jenis kontaminasi luka

Menurut Dunn (2005), jenis-jenis kontaminasi terhadap luka terbagi menjadi :

1. Luka bersih

Sebanyak 75 % dari luka tergolong jenis luka bersih.Luka bersih merupakan

luka bedah yang tidak terkontaminasi serta tidak mengalami inflamasi.Luka bersih

dapat ditemukan pada pembedahan saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran

kemih dan alat pada kelamin.Jenis luka insisi ini dibuatdalam kondisi aseptik

sehingga tidak menimbulkan infeksi.Inflamasi secara normal dapat terjadi dalam

penyembuhan luka namun berbeda halnya jika disebabkan oleh bakteri.Inflamasi

yang terinfeksi bakteri menyebabkan kerusakan yang lebih besar.Resiko terjadi

infeksi pada luka bersih kurang dari 2%.

2. Luka bersih-terkontaminasi

Luka terkontaminasi merupakan luka bedah yang terdapat pada

saluranpernafasan, saluran pencernaan, alat kelamin dan saluran kemih yang dibuat

dengan kondisi yang terkontrol tanpa kontaminasi.Sama halnya dengan luka bersih

yang terjadi kontaminasi dengan masukknya ke suatu cairan menyebabkan

perdarahan.Resiko infeksi pada luka bersih-terkontaminasi sebesar 5-10%.

3. Luka terkontaminasi

Luka terkontaminasi termasuk luka terbuka, luka trauma atau luka

akibatkecelakaan seperti dalam prosedur bedah saluran kemih yang terkontaminasi

Universitas Sumatera Utara


8
urin serta prosedur pembedahan saluran empedu dengan kontaminasi cairan

empedu.Mikroorganisme dapat berkembang dengan cepat sehingga dalam waktu 6

jam setelah terjadi kontaminasi dapat menimbulkan infeksi. Resiko infeksi yang

akanterjadi pada luka terkontaminasi sekitar 20%.

4. Luka kotor dan terinfeksi

Luka jenis ini telah mengalami kontaminasi yang tinggi sehinggamembentuk

nanah.Biasanya hal ini terjadi akiat benda tajam seperti perforasi pada rongga perut

dan luka trauma yang dibiarkan tanpa perawatan.Resiko terjadi infeksi pada luka

kotor dan terinfeksi sekitar 40%.Menurut Thakur et al. (2011), luka dapat dibuat

dengan 4 jenis yaitu:

1. Luka eksisi

Luka eksisi biasanya dibuat pada daerah punggung sekitar 1-1,5 cm dari tulang

punggung. Umunya dibuat dengan ukuran diameter 2,5 cm dan kedalaman 2 mm.

Perdarahan dapat diatasi menggunakan kapas yang telah diolesi garam.

2. Luka insisi

Luka insisi umumnya dibuat pada daerah punggung dibuat mulai dari

kulithingga lapisan subkutan. Panjang luka sekitar 1,5 cm dari tulang belakang dan

dibuat dengan panjang sekitar 4-6 cm sehingga terbentuk luka sayatan dengan

kedalaman 0,5-1 cm. Luka insisi tergolong jenis luka dimana tidak terjadi kehilangan

jaringan kulit. Ketika terjadi perdarahan maka harus segera ditindak lanjuti karena

perdarahan cendrung sulit berhenti (Sharma, 2013; Karakata dan Bachsinar, 1992).

Universitas Sumatera Utara


9
3. Luka dalam

Luka dalam dibuat didaerah aksila dan pangkal paha berbentuk silinder dibuat

dengan ukuran 2,5 x 0,3 cm. Kerusakan fisik dan mekanik jaringan granulosum dari

luka yang dibuat dalam ini sedang dipelajari.

4. Luka bakar

Luka bakar dibuat dengan menggunakan tembaga dengan ukuran 2x2

cmdilengakapi batang pegangan.Tembaga dipanaskan pada suhu 60○C selanjutnya

ditempelkan pada bagian punggung selama 30 detik. Teknik lain dapat pula dilakukan

dengan memanaskan tembaga pada suhu 90○C dan digunakan pada bagian punggung

selama 10 detik (Thakur et al., 2011).

2.2 Mekanisme Penyembuhan Luka

Saat kulit mengalami kerusakan akibat terjadinya luka maka tubuh akansegera

merespon untuk melakukan perbaikan.Mekanisme penyembuhan tersebut tersusun

atas beberapa tahapan hingga diperoleh perbaikan anatomi dan fungsi dari kulit.

Tahapan penyembuhan luka terdiri atas :

a. Koagulasi dan hemostatik

Proses penyembuhan luka diawali dengan tahapan koagulasi danhemostatik.

Tujuan tahapan ini ialah mencegah perdarahan dan membentuk komponen yang

berguna untuk tahapan selanjutnya. Beberapa saat setelah terjadinya luka maka akan

terjadi vasokonstriksi dan ekstravasasi darah ke tempat terjadinya luka.

Vasokonstriksi bertujuan mencegah terjadinya perdarahan.Sementara ekstravasasi

darah menuju ke tempat luka bertujuan untuk menghadirkan komponen yang dapat

berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadapbenda ag yang masuk.Seiring dengan

Universitas Sumatera Utara


10
terjadinya proses hemostatik, tubuh juga memulai proses koagulasi. Pergerakan darah

menuju tempat luka mengakibatkan terjadinya interaksi antara platelet dengan

komponen dasar ekstraselullar dan kolagen.Hal ini merangsang terjadinya pembekuan

darah yang tersusun atas fibronetin, fibrin, vitronectin dan trombospondin.Makrofag

merupakan pabrik produksi growth factors seperti PDGF, fibroblast growth factor

(FGF), vascular endothelial growth factor (VEGF), TGF-β, dan TGF-αyang akan

berinteraksi dengan neutrophil, makrofag, sel endotel, dan fibroblast. Makrofag

berperan penting dalam pengaturan sel seperti fungsi fagositosis, memakan dan

mencerna serta membunuh organisme patogen, membersihkan debris jaringan dan

merusak sisa netrofil, menarik fibroblas ke jaringan luka dan memicu pembuluh

darah baru.Selain itu platelet mengandung vasoaktif amin (serotonin) yang berfungsi

saat vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah (Velnar et al., 2009).

b. Inflamasi

Fase inflamasi terjadi setelah fase penghentian perdarahan. Fase ini

mulaiterjadi 24-48 jam setelah terjadinya cedera dan akan selesai sekitar 2 minggu

(Alam et al., 2011). Tanda klinis terjadinya inflamasi ialah terbentuknya kemerahan

(rubor), panas (color), pembengkakan (tumor) dan nyeri (dolor).Fase inflamasi

diawali dengan perubahan monosit menjadi makrofag.Makrofag berfungsi sebagai

fagosit yang dapat menjaga tubuh dari bakteri dan benda asing yang

masuk.(Diegelman and Evan, 2004).

c. Proliferasi

Universitas Sumatera Utara


11
Fase ini terjadi pada hari ke 3 sampai 2 minggu setelah terbentuk luka

danditandai dengan pengaktifan limfosit.TGF (Transforming growth factor) yang

dihasilkan platelet, makrofag dan limfosit T menjadi komponen dasar fase

proliferatif.Selain itu TGF berfungsi mengendalikan fibroblast, meningkatkan

transkripsi gen kolagen, proteoglikan dan fibrinektin yang dapat membentuk protein

dasar penyembuhan luka.(Diegelman and Evan, 2004).

d. Remodeling

Fase remodeling terjadi sekitar 3 minggu hingga 2 tahun atau lebih. Tahap ini

mulai terjadi proses pembentukan kembali kolagen dan jaringan tensil mulai

diperkuat. Penyembuhan luka pada fase ini dikendalikan oleh PDGF (Platelet

Derived Growth Factor).Selain itu pada fase ini terjadi proses kontrol kestabilan

antara sintesis dan degradasi dari kolagen. Pembentukan kolagen akan stabil setelah 3

minggu paska cedera. Proses remodeling akan berakhir saat bekas luka menghilang

dan jaringan tensil yang terbentuk semakin kuat (Velnar et al., 2009).

2.3 Kulit

Kulit merupakan organ yang tersebar di seluruh bagian tubuh.Kulittersusun

atas pembuluh darah, saraf serta kelenjar. Kulit berfungsi sebagai perlindungan dari

kerusakkan terhadap radiasi UV, menjaga kestabilan cairan tubuh yang mencegah

masuknya zat-zat kimia yang berbahaya, mengatur suhutubuh melalui pengeluaran

keringat atau vasodilatasi pembuluh darah kulit,sintesis vitamin D dan fungsi

imunologis (Graham dan Burn, 2005). Adapun gambaran struktur kulit manusia

adalah sebagai berikut

Universitas Sumatera Utara


12
Gambar 2.1.Struktur kulit

Kulit tersusun atas beberapa lapisan diantaranya :

1. Epidermis

Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit.Sel utama yang

berdiferensisasi pada lapisan epidermis ialah keratinosit yang berfungsi sebagai

pembentuk keratin yang terletak di stratum malfigi.Sel lainnya yang berkembang

pada lapisan epidermis ialah melanosit.Sel melanosit berfungsi membentuk warna

kulit dan melindungi kulit dari pengaruh yang merugikan dari cahaya matahari.Orang

kulit hitam amerika memiliki sel melanosom yang besar dan tidak mudah tehidrolisis

sedangkan orang kulit putih memiliki sel melanosom yang kecil dan mudah

terhidrolisis. Lapisan epidermis tersusun atas 2 lapisan sel yaitu :

A. Stratum korneum

Ketebalan sratum korneum tergantung letaknya pada tubuh.Bagian tubuhyang

tebal seperti telapak tangan dan telapak kaki.Sel-sel pada sratum korneumberbentuk

pipih yang menglamai keratinasi, tanpa inti dan organel sel sitoplama.

Universitas Sumatera Utara


13
B. Stratum malfigi

Stratum malfigi merupakan lapisan asal dari sel-sel permukaan yang telah

mengalami diferensiasi sehingga membentuk tiga lapisan yaitu:

1.Sratum granulosum

Sratum granulosom terletak di bawah stratum korneum.Sratum granulosum

berfungsi dalam pembentukan protein dan ikatan kimia sratum korneum.

2.Sratum spinosum

Sratum spinosum disebut juga lapisan sel prikel (runcing).Lapisan ini tersusun atas

sel-sel langharhans yang merupakan hasil modifikasi dari makrofag yang bersumber

dari sum-sum tulang dan bermigrasi ke epidermis.Sel ini berfungsi dalam pertahanan

awal tubuh melawan antigen.

3.Sratum germinativum (lapisan sel basal)

Sratum germinativum tersusun atas sel epidermis yang tidak mengalami diferensiasi

dan terus mengalami mitosis untuk terus memperbaharui lapisan epidermis.Hal ini

diatur oleh agen stimulator dan inhibitor seperti epidermalgrowth factor (EGF) dan

tranforming growth factor alfa dan sel beta pada permukaan kulit yang membentuk

srtaum korneum.Sratum germinativum membutuhkan sekitar 8-10 minggu untuk

mecapai permukaan epidermis.

2. Dermis

Dermis tersusun atas serabut kolagen, elastin, dan retikulin yang berada dalam

substansi dasar matriks kulit dan tersusun atas saraf serta pembuluh darah.Pengaturan

nutrisi kulit dilakukan oleh saraf dan pembuluh darah.Disekitar pembuluh darah

terdapat sel limfosit, sel mast, leukosit yang berfungsi dalam perlindungan kulit

Universitas Sumatera Utara


14
terhadap infeksi atau invasi benda asing.Selain itu lapisan dermis banyak

mengandung pembuluh darah, limfe, saraf, dan reseptor sensoris.

3. Subkutan

Lapisan ini mengandung kelenjar keringat yang tersusun atas urea dan

laktat.Lapisan ini berguna dalam pengaturan suhu tubuh.Kelenjar keringat tersebar

hampir diseluruh permukaan tubuh kecuali telinga dan bibir.Lapisan subkutan

memisahkan antara kulit dengan fascia dan otot yang berada di bawahnya (Graham

dan Burn, 2005; Price dan Wilson 1995).

2.4 Sediaan Salep

Sediaan topikal terdiri dari salep, pasta, gel, krim, mikstur gojog dan

linimen.Salep merupakan salah satu sediaan semi solid yang digunakan untuk tujuan

topikal.Sediaan salep bersifat mudah dioleskan dan tidak berbau tengik.Bahan

obatnya harus terdispersi sempurna ke dalam basis yang sesuai (Anief, 1997).

2.4.1 Jenis dasar salep

Dasar salep merupakan komponen yang penting dalam sediaan salep.Dasar

salep berfungsi membentuk masa dari sediaan salep.Dasar salep umumnya bertekstur

setengah padat, mudah dioleskan dan sebagian besar berlemak.Dasar salep dalam

bentuk zat padat harus diubah menjadi cair terlebih dahulu sebelum dicampurkan

dengan komponen salep lainnya.Sementara dasar salep yang berbentuk cair atau

setengah padat dapat langsung diolah.

Menurut Anief (1997) Adapun beberapa jenis dasar salep diantaranya :

1. Dasar salep hidrokarbon

Universitas Sumatera Utara


15
Dasar salep jenis hidrokarbon memiliki sifat sangat lengket pada kulit dan

sukar dicuci, agar mudah dicuci dapat ditambahkan surfaktan dalam jumlah yang

sesuai. Zat yang tergolong dasar salep hidrokarbon seperti vaselin putih, vaselin

kuning, campuran antara vaselin dengan malam kuning atau malam putih, paraffin

cair, parafin padat, jelene dan minyak tumbuhan.

2. Dasar salep serap

Dasar salep serap mampu menyerap air, terdiri dari adeps lanae, lanolin,

petrolatum hidrofilik (vaselin album, cera album, stearil alkohol, kolesterol),

unguentum simpeks (30 bagian malam kuning dan 70 bagian minyak wijen).

3. Dasar salep larut air

Dasar salep ini terdiri dari PEG atau campuran PEG (PEG 4000 40% + PEG

400 60%), tragakan dan PGA.

4. Dasar salep mudah tercuci

Dasar salep ini sangat mudah tercuci dengan air, terdiri dari.

a. Dasar salep emulsi tipe M/A seperti vanishing krim yang terdiri atas lanolin, cetil

alkohol, parafin cair, asam stearat, kalii hidroksi, propilen glikol dan aquades.

b. Emulsifying oitment yang terdiri atas emulsifying wax, vaselin album dan parafin

cair.

c. Hydrophilic ointment yang dibuat dari minyak mineral, stearil alkohol, dan

aquades.

2.4.2 Pemilihan basis (dasar) salep

Menurut Fatimah, 2004 pemilihan dasar salep harus memperhatikan beberapa hal

berikut :

Universitas Sumatera Utara


16
1. Penetrasi dan penyerapan

Tujuan penggunaan obat merupakan salah satu pertimbangan dalam pemilihan

dasar salep.Tujuan penggunaan untuk pengobatan penyakit diharapkan mampu

meneruskan senyawa aktif sediaan salep. Proses penyampaian tersebut melewati dua

tahapan yaitu penetrasi dan penyerapan. Proses penetrasi senyawa aktif dari dasar

salep melalui kulit. Tahapan penyerapan terjadi pada dasar salepmenuju aliran darah

selanjutnya terjadi pelepasan obat dari dasar salep.Daya penetrasi yang baik didukung

oleh dasar salep yang larut dalam minyak karena sebagian besar kulit tersusun atas

lemak.

2. Ketercampuran keringat dan serum

Dasar salep yang tidak tercampur dengan keringat akan mudah diserap dengan

cepat. Keuntungannya dosis obat yang diperlukan lebih efisien.

3. Cocok dengan keringat

Kondisi kulit dengan pH sekitar 4,5-6,5 menjadi pertimbangan dalam

pemilihan dasar salep. Dasar salep dengan pH netral berguna untuk menghindari

reaksi yang tidak dinginkan yang kemungkinan akan terjadi.

4. Iritasi kulit

Pemilihan dasar salep tidak terlepas dari kemungkinan timbulnya efek

alergi.Dasar salep berlemak berpotensi menyebabkan reaksi alergi.

5. Sifat emulsi

Dasar salep berguna sebagai pembawa senyawa aktif dengan tujuann

terapetik.Selain itu dasar salep berfungsi dalam menjaga kelembaban kulit.Oleh sebab

itu tipe dasar salep emulsi sangat cocok sebagai pembawa obat.

Universitas Sumatera Utara


17
6. Kemudahan pemakaian

Sediaan topikal diharapkan mudah tersebar, mudah diolesi serta mudah untuk

dicuci dan hal ini lebih disukai oleh konsumen.

2.4.3 Jenis salep berdasarkan daya penetrasi obat

Jenis basis salep berdasarkan daya penetrasi obat kedalam lapisan kulit terdiri dari :

1. Epidermis

Lapisan epidermis menjadi target kerja tipe salep antiseptik dan astringent.

Oleh sebab itu dasar salep yang sesuai ialah dasar salep yang sulit diserap seperti

hidrokarbon.

2. Endodermis

Pada lapisan endodermis tujuan penggunaanya sebagai emolien dan stimulan

sehingga diharapkan dapat berpenetrasi hingga ke dalam kulit.Contoh dasar salep

tersebut ialah sejenis minyak tumbuhan dan basis serap.

3. Diadermis

Penggunaan obat dengan tujuan sistemik lebih sesuai menggunakan dasar

salep berlemak sehingga obat dapat melewati lapisan kulit dan cepat berpenetrasike

pembuluh darah.

2.5 Pertumbuhan Platelet-Derived Factor (PDGF)

PDGF terdiri dari keluarga homo- atau heterodimeric faktor pertumbuhan,

termasuk PDGF-AA, PDGF-AB, PDGF-BB, PDGF-CC, dan PDGF-DD. PDGF

adalah faktor pertumbuhan pertama yang ditunjukkan kemostatik untuk sel yang

bermigrasi ke dalam kulit penyembuhan luka, seperti neutrofil, monosit, dan

Universitas Sumatera Utara


18
fibroblas. Selain itu, PDGF dapat meningkatkan proliferasi fibroblast dan produksi

matriks ekstraselular dengan sel. Sehingga hal ini merangsang fibroblas untuk

produksi kolagen matriks dan menginduksi fenotipe myofibroblast dalam sel, dengan

demikian PDGF adalah stimulus utama dalam penyembuhan luka.Serangkaian

penelitian eksperimental dan klinis menunjukkan efek yang menguntungkan dari

PDGF untuk pengobatan gangguan penyembuhan luka.Selanjutnya, PDGF

merupakan faktor pertumbuhan pertama yang disetujui untuk pengobatan ulkus

manusia (Sabine and Ricahard, 2003).Penyembuhan luka melibatkan reepitelisasi,

angiogenesis, dan deposisi matriks ekstraseluler.Tiga jalur penelitian mendukung

peran PDGF dalam penyembuhan luka, yaitu, penyelidikan efek in vitro PDGF pada

jenis sel penting untuk penyembuhan luka, analisis ekspresi PDGF dan reseptor

PDGF selama proses penyembuhan luka, dan studi efek aplikasi topikal PDGF untuk

penyembuhan luka (Heldin, and Westermark, 1999). Sebagai hasil dari persetujuan

FDA, PDGF-BB telah banyak digunakan untuk mengobati bisul diabetes (Borena, et

al., 2015).

2.6Klasifikasi Tumbuhan Mobe (Artocarpus lakoocha Roxb)

Menurut Piyush and Ramesh (2013) Tumbuhan mobe secara taksonomi

memiliki klasifikasi ilmiah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rosales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Species : Artocarpus lakoocha Roxb.

Universitas Sumatera Utara


19
2.6.1 Morfologi tumbuhan mobe

Artocarpusmerupakan salah satu family dari Moraceae yang terdapatdi daerah

tropis dan subtropis.Tumbuhan ini umumnya mempunyai pohon yang tinggi dan

bergetah putih di seluruh bagian tumbuhan, berkayu keras, berakar tunggang dan

memiliki buah yang umumnya berdaging berwarna kuning, kuning pucat, kuning

kemerah-merahan dan beraroma harum (Piyush and Ramesh, 2013).

Tumbuhan mobe mempunyai beberapa nama daerah seperti keledang beruk,

keledang tampang bulu, tompang ambon, tampang nangka dan tampang gelugor.

Tumbuhan mobe memiliki tinggi pohon 25-50 m. Batangnya berbentuk bulat

panjang, berkayu keras dan tumbuhnya lurus dengan diameter 0,5-2,5 m. Kulit batang

tumbuhan mobe bertekstur kasar dan berwarna keabu-abuan. Bentuk daun membulat

dan panjang 10-25 cm, bertepi rata dan bagian bawah daun berbulu (Esai Indonesia,

1995).

(a)

(b)

Gambar 2.2 Tumbuhan Mobe

Universitas Sumatera Utara


20
2.6.2 Manfaat tumbuhan mobe

Tumbuhan mobe memiliki beragam manfaat yang biasanya masyarakat

menggunakannya sebagai anti bakteri terhadap penyembuhan luka, anti malaria dan

anti oksidan (Piyush and Ramesh, 2013).

2.6.3 Kandungan metabolit sekunder

Menurut penelitian Anima (2009), kandungan metabolit sekunder yang

terdapat pada daun mobe adalah flavonoid, tannin, saponin, fenolik, streroid dan

triterpenoid.

2.7 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang terdapat dalam suatu

tumbuhan dengan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dibagi dalam dua metode yaitu

metode ekstraksi cara dingin dan cara panas. Ekstraksi cara dingin dibagi dalam dua

metode yaitu maserasi dan perkolasi sedangkan cara panas adalah refluks, sokletasi,

digesti, infus dan dekok (Depkes, 2000).

Maserasi adalah proses perendaman sampel dengan pelarut organic dengan

temperature ruangan. Teknik ini dilakukan untuk mengekstrak jaringan tumbuhan

yang belum diketahui kandungan senyawanya yang mungkin bersifat tidak tahan

panas.Kelebihan dari metode maserasi ini alat yang digunakan sederhana serta dapat

digunakan untuk zat yang tidak tahan terhadap pemanasan.Sedangkan kelemahan dari

metode maserasi ini adalah pelarut yang digunakan dalam jumlah yang banyak dan

membutuhkan waktu yang cukup lama (Depkes, 2008).

Universitas Sumatera Utara


21
BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, dimana

dilihatdan diamati penyembuhan luka eksisi pada tikus jantan dengan parameter

pengamatan penutupan luka, jumlah fibroblas dan imunohikstokimia ekspresi

Platelet-Derived Factor(PDGF) BB.Penelitian dilakukan di Laboratorium

Farmakognosi dan Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara. Pembuatan simplisia, pemeriksaan karakteristik simplisia,

pembuatan ekstrak etanol daun mobe, skrining fitokimia ekstrak dan pembuatan salep

dilakukan di Laboratorium Farmakognosi. Pengujian penyembuhan luka eksisi pada

tikusdilakukan di Laboratorium Farmakologi. Pembuatan blok prafin, pengerjaan

pulasan hematoksilin eosin, dan imunohistokimia PDGF BB luka eksisi

tikusdilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Murni Teguh.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas

laboratorium, blender, neraca listrik, lemari pengering, rotary evaporator, hot plate

desikator, oven listrik, tanur, spektrofotometer, pH meter, wadah salep, pencukur

bulu, penggaris, cawan petri, mortir, pisau bedah dan sarung tangan.

3.2 Bahan

Bahan tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini daun mobe. Bahan kimia

yang digunakan adalah kloral hidrat, besi (III) klorida, timbal (II) asetat, asam sulfat

Universitas Sumatera Utara


22
pekat, asam klorida pekat, metanol, kloroform-isopropanol, asam asetat anhidrida,

toluene, Etanol 96%, pereaksi Meyer, pereaksi Bouchardt, pereaksi Dragendroff,

pereaksi Lieberman-Bourchard, pereaksi Molis, Xylol, adeps lanae, vaselin album,

Aquades, Alkohol 70%, larutan Buffered Natural Formalin (BNF) 10%, salep

Betadine.

3.3 Penyiapan Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus jantandengan berat badan 200-

250 gram dan usia 2-3 bulan, diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Universitas

Sumatera Utara.

3.4 Prosedur Pembuatan Simplisia

3.4.1 PengambilanBahan

Pengambilan tumbuhanmobedilakukan secara purposif tanpa membandingkan

dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan tumbuhanmobe diambil

daridaerah kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera

Utara.Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah bagian daunnya.

3.4.2 IdentifikasiTumbuhan Mobe

Determinasi daun mobe dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor.

3.4.3 Pembuatan Simplisia Daun Mobe

Sampel daun mobe disortasi, dicuci hingga bersih menggunakan air mengalir

lalu ditimbang.Kemudian sampel dikeringkan di lemari pengering sampai daun

Universitas Sumatera Utara


23
menjadi kering.Daun kering dihaluskan menggunakan blender sehingga diperoleh

serbuk halus daun (Depkes, 2008).

3.5 Proses Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Mobe (EEDM)

Proses pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut

etanol.Menurut Farmakope Herbal Indonesia (2008), masukkan satu bagian serbuk

kering simplisia kedalam maserator, ditambahakan 10 bagian pelarut. Rendam selama

6 jam pertama sambil sekali-kali diaduk, kemudian didiamkan selama 18 jam.

Pisahkan maserat dengan cara disaring. Ulangi proses penyarian sekurang-kurangnya

dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Selanjutnya kumpulkan semua

maserat, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak

kental.

3.6 Pemeriksaan Karakteristik

Pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia dan ekstrak daun mobe meliputi

pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari

larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan

kadar abu tidak larut asam(Depkes, 1995).

3.6.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dan organolepik dilakukan dengan mengamati

bentuk, bau dan rasa dari daun mobe dan serbuk simplisia daun mobe.

3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia daun mobe.

Serbuk simplisia daun mobediletakkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan

Universitas Sumatera Utara


24
larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, selanjutnya diamati di bawah

mikroskop.

3.6.3 Penetapankadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluena).

Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml,alat penampung, pendingin, tabung

penyambung dan tabung penerima.Dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling ke

dalam labu alas bulat, lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluena dibiarkan

mendingin selama 30 menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan

ketelitian 0,05 ml. Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia

yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah

toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai

sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes

tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan

toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan

mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air

dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan

kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam

persen.

3.6.4 Penetapankadar sari larut air

Sebanyak 2 g sampel, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform

(2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil

dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu

disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan

Universitas Sumatera Utara


25
penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105 oC

sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap

bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).

3.6.5 Penetapankadar sari larut etanol

Sebanyak 2 g sampel, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96%

dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian

dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan

etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang

berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105 oC

sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sariyang larut dalam etanol 96% dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).

3.6.6 Penetapankadar abu total

Sebanyak 2 g sampel dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan

ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, jika

arang masih tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, saring melalui kertas

saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan

filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Kadar abu

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).

3.6.7 Penetapankadar abu tidak larut asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam

klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan,

disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan, kemudian

Universitas Sumatera Utara


26
didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam

asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).

3.7. Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Daun Mobe

Skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak daun mobemeliputi

pemeriksaan senyawa golongan flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, glikosida dan

steroid/triterpenoid.

3.7.1 Pemeriksaanflavonoid

Sebanyak 2 g sampel ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit

dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk

magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan

dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning atau jingga

pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.7.2 Pemeriksaan alkaloid

Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2

N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan

dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung

reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada masing-masing tabung

reaksi:

- Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer

- Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat

- Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

Universitas Sumatera Utara


27
Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga percobaan

diatas (Depkes, 1995).

3.7.3 Pemeriksaan saponin

Seampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama

10 menit. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit

dan buih tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan

adanya saponin (Depkes, 1995).

3.7.4 Pemeriksaantanin

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya

diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan dan

ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru

kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes, 1995).

3.7.5 Pemeriksaanglikosida

Sampel ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 ml campuran etanol

96%-air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan

disaring. Diambil 20 ml filtrat, ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II)

asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat disari dengan

20 ml campuran kloroform-isopropanol (3:2) sebanyak 3 kali. Pada kumpulan sari

lapisan air diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dengan 2 ml

metanol untuk larutan percobaan. 0,1 ml larutan percobaan diuapkan diatas penangas

air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes Molish, kemudian ditambahkan hati-

Universitas Sumatera Utara


28
hati 2 ml asam sulfat, terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan,

menunjukkan adanya ikatan gula (Depkes, 1995).

3.7.6 Pemeriksaansteroid/triterpenoid

Sampel ditimbang sebanyak 1 g, dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2

jam, disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan

pereaksi Liebermann-Burchard melalui dinding cawan. Apabila terbentuk warna ungu

atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau menunjukkan adanya

steroid/triterpenoid (Harborne, 1987).

3.8 Sediaan Salep Daun Mobe

3.8.1 Formulasi sediaan salep daun mobe

Formulasi sediaan salep dibuat menggunakan basis salep yang terdiri dari

jenis hidrokarbon dan basis serap yaitu:

R/ Adeps lanae 15 g

Vaselin Album 85 g

m.f. salep 100 g (Hamdiyah, dkk, 2013).

Pada penelitian ini dibuat sediaan salep dengan varian konsentrasi ekstrak yaitu

1%, 3%, 5% dan 7% untuk 2 kali pemakaian pagi dan sore dalam sehari selama 15

hari pengamatan.

3.8.2 Pembuatan Salep daun mobe

Disiapkan semua bahan yang akan digunakan. Bahan ditimbang sesuai dengan

formula yang ada.Langkah pembuatan salep diawali dengan dileburkan basis salep

Universitas Sumatera Utara


29
adepslanae dan vaselin album diatas penangas air, selanjutnya adeps lanae dan

vaselin dimasukkan dalam mortar dan digerus hingga terbentuk basis salep,

selanjutnya setengah masa basis disisihkan kemudian dimasukkan dalam mortar

sedikit demi sedikit ekstrak etanol daun mobe bersamaan dengan sisa basis

yangdisisihkan digerus hingga homogen.

3.9 Evaluasi Sediaan Salep

3.9.1 Uji organoleptik

Uji organoleptik dilakukan dengan cara pengamatan sediaan salep secara fisik

yang meliputi warna, bau dan bentuk (Anief, 1997).

3.9.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan cara sediaan salep dioleskan pada kaca

preparat, kemudian diamati ada tidaknya butiran kasar (Paputungan dkk., 2014).

3.9.3 Uji pH

Uji pH dilakukan dengan cara mengukur pH sediaan menggunakan pHmeter.

Sebelumnya pH meter dikalibrasi dengan larutan dapar netral (pH 7,01)dan pH

asam (pH 4,01). Selanjutnya dicuci elektroda dengan aquades dan

dikeringkan.Kemudian 1 g sediaan salep dilarutkan dalam 100 mL aquades.

Selanjutnya dicelupkan elektroda dan dicatat angka yang tertera pada monitor pH

meter (Rowlins, 2003).

3.10 Pembuatan Luka Hewan Uji

Tikus jantan yang digunakan sebanyak 24 ekor untuk 6 perlakuan dengan

masing-masing kelompok jumlah 4 tikus jantan.Rancangan Acak Lengkap (RAL).

Universitas Sumatera Utara


30
Tikus diaklimatisasi selama 7 hari, kemudian di anastesi menggunakan ketamin HCl,

selanjutnya rambut dicukur dibagian punggung tikus yang akan di buat luka sampai

licin kemudian di bersihkan dengan kapas yang diberi alkohol 70%. Bagian

punggung tikus dibuat luka dengan menggunakan punch biopsy 2 cm. Punch biopsy

ditekan pada kulit kemudian diputar sambil ditekan dan ditarik ke atas sampai

jaringan yang terpotong (Kintoko, et al, 2017).

3.11 Perawatan Luka Hewan Uji

Perawatan luka dilakukan dengan cara pengolesan sediaan dua kali sehari,

pada pagi dan sore hari. Tikusjantanakan dibagi dalam 6 kelompok yaitu:

1. Kelompok I sebagai kontrol negatif diberikan basis salep

2. Kelompok II sebagai kontrol positif diberikan salep povidone iodine

3. Kelompok III diberikan salep ekstrak etanol daun mobe 1%

4. Kelompok IV diberikan salep ekstrak etanol daun mobe 3%

5. Kelompok V diberikan salep ekstrak etanol daun mobe 5%

6. Kelompok VI diberikan salep ekstrak etanol daun mobe 7%

3.12 Pengamatan Pengurangan Luka

Pengamatan pengurangan luka dengan cara

menghitung presentase pengurangan luka menggunakan rumus :

P% =

Keterangan :d0 : diameter luka hari ke-0


dx : diameter luka hari pengamatan

Universitas Sumatera Utara


31
3.13 Pembuatan Blok Parafin

Pengambilan jaringan luka dilakukan dengan mengorbankan hewan coba

menggunakan klorofrom. Setelah efek tercapai, dilakukan pengambilan luka eksisi

dengan mengikut sertakan jaringan kulit normal, segera dibuat dalam bentuk blok

parafin. Jaringan hasil eksisi direndam dengan buffer formalin 10% selama 2-4 jam.

Kemudian dilakukan proses dehidrasi dengan alkohol bertingkat yaitu:

a. Etanol 80% selama 30 menit-1 jam

b. Etanol 95% selama 30 menit-1 jam

c. Etanol 95% selama 30 menit-1 jam

d. Etanol absolut selama 30 menit-1 jam dengan tiga kali pengulangan

e. Larutan xilen dua kali, masing-masing selama 30 menit-1 jam

f. Parafin cair tiga kali, masing-masing selama 30 menit-1 jam

Dilakukan pencetakan dan dibiarkan membeku, kemudian blok parafin dipotong

dengan alat mikrotom dengan ketebalan 4-6 μm (Warsito dan Wuryastuti, 2014).

3.14 Pemerikasaan Jumlah Fibroblas

Dalam penelitian ini digunakan 12 ekor tikus jantan dengan 3 perlakuan

dengan masing-masing kelompok berjumlah 4 tikus jantanperlakuan yaitu:

1. Kelompok I sebagai kontrol negetif diberikan basis salep

2. Kelompok II sebagai kontrol positif diberikan salep povidone iodine

3. Kelompok III diberikan salep ekstrak etanol daun mobe 5%

Universitas Sumatera Utara


32
Pemeriksaan jumlah fibroblast dilakukan pada hari ke 3,7 dan 14tikus jantan

dikorbankan menggunakan klorofom. Setelah dikorbankan, diambil preparat jaringan

kulit pada sediaan paraffin dengan menggunakan pewaraan Hematoksilin Eosin

diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 400 kali pada 3 lapang pandang

untuk memperjelas fibroblast yang terbentuk.Proses pembuatan preparat histologi dan

pewarnaan HE (Hasibuan, 2014):

a. Jaringan yang telah diblok parafin dimasukkan ke dalam waterbath, kemudian

kulit diambil menggunakan object glass dan disimpan dalam inkubator

dengan suhu 37 0C selama 24 jam.

b. Dideparafinasi dengan larutan xylene (I dan II) selama 2 menit.

c. Kemudian dilakukan proses rehidrasi dengan cara merendamkan sediaan ke

dalam etanol bertingkat selama 1 menit. Kemudian sediaan dicuci dengan air

yang mengalir selama 1 menit.

d. Preparat direndam dalam larutan Mayer’s Haematoxyllin selama 8 menit.

e. Dicuci dengan air mengalir selama 30 detik.

f. Dicelupkan kedalam larutan lithium carbonat selama 15-30 detik.

g. Dicuci dengan air mengalir selama 2 menit.

h. Direndam dalam larutan eosin selama 2-3 menit.

i. Dicuci dengan air mengalir selama 30-60 detik.

j. Preparat dicelupkan kedalam larutan etanol 95% dan etanol absolut sebanyak

10 kali celupan selama 2 menit.

k. Kemudian dicelupkan ke dalam xylene I selama 1 menit dan xylene II selama

2 menit.

Universitas Sumatera Utara


33
l. Setelah pewarnaan, sediaan ditetesi perekat Canada balsem (Entellan®) dan

ditutup dengan cover glass.

m. Diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya.

Pengamatan hasil jumlah fibroblas pada preparat dengan pewarnaan HE,

dilakukan dengan mencari daerah sebaran fibroblas yang relatif merata lalu

menggunakan lensa obyektif 400 kali gambar preparat difoto. Dengan menggunakan

bantuan Image Raster dibuat kotak dengan ukuran 50 μm x 50 μm, lalu dihitung

jumlah fibroblas perlapang pandang dengan 5 kali pengulangan secara acak

(Palumpum, dkk., 2017)

3.15 Pemeriksaan Imunohistokimia

Pengambilan jaringan luka dilakukan pada hari ke 3,7 dan 14 dengan

mengorbankan tikus jantan menggunakan klorofom. Setelah efek tercapai, dilakukan

eksisi pada bagian luka yang paling luas dengan mengikutsertakan jaringan kulit

normal. Jaringan hasil eksisi segera dibentangkan dikertas untuk mempermudah

pemotongan dengan microtome, kemudian difiksasi dalam formalin buffer 10% dan

dibuat blok paraffin, kemudian dipotong dengan ketebalan 4-6 mikron.

3.15.1 Pemeriksaan imunohistokimia PDGF BB

Pengujian ekspresi PDGF BB menggunakan tikus yang sama pada pengujian

pemeriksaan jumlah fibroblast, pengujian ini menggunakan metode IHC, dengan

mengamati dan menghitung ekspresi PDGF BB kulit eksisi pada hari-3, 7, dan 14

Universitas Sumatera Utara


34
dengan menggunakan mikroskop. Prosedur pulasan immunohistokimia PDGF BB di

Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Murni Teguh:

a. Deparafinisasi dengan mencelupkan slaid ke dalam cairan xylene sebanyak 3

kali, masing-masing 5 menit

b. Rehidrasi dengan cara mencelupkan secara berurutan dalam etanol 100%,

90%, 70% masing-masing selama 5 menit

c. Dimasukkan kedalam microwave, dipanaskan pada suhu 1000C selama 10

menit, kemudian dipanaskan pada suhu 800C selama 10 menit

d. Didinginkan di suhu ruang ±40-60 menit

e. Bilas/rendam dengan air mengalir selama 5 menit.

f. Novopen (untuk memberikan batasan pada jaringan

g. Peroxidase block reagen selama 5 menit

h. Bilas dengan PBS cuci selama 5 menit

i. Protein block

j. Bilas dengan PBS cuci sebanyak 2 kali masing-masing selama 5 menit

k. Inkubasi dengan antibodi primer PDGF BB dengan pengenceran 1 : 50 selama

1jam

l. Bilas dengan PBS cuci sebanyak 2 kali masing-masing selama 5 menit

m. Post primary selama 30 menit

n. Bilas dengan PBS cuci sebanyak 2 kali masing-masing selama 5 menit

o. Compact polymer

p. Bilas dengan PBS cuci sebanyak 2 kali masing-masing selama 5 menit

Universitas Sumatera Utara


35
q. DAB (1:20), Chromogen 1 bagian + substrate chromogen 19 bagian selama 5

menit

r. Bilas dengan aquades sebanyak 2 kali, masing-masing selama 5 menit

s. Haematoxylin selama 5 menit

t. Bilas dengan aquades sebanyak 2 kali, masing-masing selama 5 menit

u. Dehidrasi dengan cara mencelupkan secara berurutan dalam etanol 70%, 90%,

100% masing-masing selama 5 menit

v. Clearing dengan mencelupkan slaid ke dalam cairan xylene sebanyak 3 kali,

masing-masing 5 menit

w. Teteskan Entellan dan tutup dengan cover slide

Sel berekspresi jika memberikan warna coklat tua, coklat sedang dan coklat muda

keunguan, sedangkan yang tidak mengekpresikan berwarna ungu.Analisis

mikroskopis dilakukan dengan mengamati tingkat proliferasi dengan metode

IHC.Analisis kuantitatif tingkat proliferasi sel dilakukan dengan parameter

mAgNOR, yaitu dengan menghitung ekspresipada 200 sel yang diamati. Pengamatan

preparat dilakukan sebanyak lima lapang pandang yang berbeda untuk tiap preparat

(Pratiwi, dkk. 2010).

3.16 Analisis Data

Data yang dihasilkan dalam penelitian ini akan dianalisis dengan

menggunakan perangkat lunak SPSS versi 21.0 dengan metode one way analisys of

variance (ANOVA) untuk menentukan perbedaan rata-rata di antara sampel. Harga

P<0,05 menunjukkan perbedaan yang signifikan (α = 0.05)

Universitas Sumatera Utara


36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia Pusat Penelitian Biologi- LIPI Bogordapat dilihat pada Lampiran 1

halaman 67.

4.2. Hasil Pemeriksaan Makroskopik

Hasil dari makroskopik daun mobe adalah bentuk daun membulat dan panjang

bertepi rata dan bagian bawah daun berbulu(Lampiran 3 halaman 69).

4.3. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik

Hasil pemeriksaan simplisia daun mobe yaitu rambut penutup dan jaringan

vascular dan memiliki tipe stomata anisositik.Hasil pemeriksaan mikroskopik dapat

dilihat pada Lampiran 4 halaman 70.

4.4 Hasil Karakterisasi Simplisia

Dalam Depkes (2000), pemeriksaan standarisasi simplisia dan ekstrak adalah

penentuan dalam persyaratan yang akan digunakan sebagai bahan obat dan menjadi

menjadi penetapan nilai parameter produk. Hasil pemeriksaan karaterisasi simplisia

daun mobe dapat dilihat pada Table 4.1.

Universitas Sumatera Utara


37
Tabel 4.1.Hasil karakterisasi simplisia daun mobe.
No. Karakterisasi Hasil karakterisasi
simplisia daun mobe (%)
1 Kadar air 7,99
2 Kadar sari larut air 26,58
3 Kadar sari larut etanol 10,38
4 Kadar abu total 10,04
5 Kadar abu tidak larut dalam asam 0,48
Penetapan kadar air pada simplisia bertujuan untuk mengetahui jumlah air

yang terdapat didalam simplisia. Hasil penetapan kadar air daun mobe adalah 8%,

hasil tersebut sesuai dengan standar Materia Medika Indonesia (MMI) yaitu kurang

dari 10% karena kelebihan air didalam suatu simplisia dapat menyebabkan

pertumbuhan mikroba, jamur sehingga dapat merusak bahan aktif didalam simplisia

tersebut (WHO, 1998). Hasil penetapan kadar sari larut air dari daun mobe sebesar

26,58%, sedangkan kadar sari larut etanol sebesar 10,38%. Penetapan kadar sari larut

air dan kadar sari larut etanol ini bertujuan untuk menentukan jumlah senyawa aktif

yang terekstraksi dalam pelarut dari sejumlah serbuk simplisia (Atma, 2018).

Hasil dari penetapan kadar abu total dari daun mobe sebesar 10,04%

sedangkan kadar abu tidak larut asam sebesar 0,48%. Penetapan kadar abu total dan

kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk memperlihatkan gambaran kandungan

mineral yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Kadar abu total

dan kadar abu tidak larut asam ini sebaiknya memiliki nilai yang rendah karena

parameter ini menunjukkan terdapatnya pencemaran logam berat yang bertahan pada

suhu tinggi (Ratnani, dkk, 2015).

Universitas Sumatera Utara


38
4.5 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak

Skrining fitokimia terhadap simplisia daun mobe dan ekstrak etanol daun

mobe dilkakukan untuk mendapatkan informasi tentang kandungan senyawa

metabolit sekunder yang terdapat didalamnya.Hasil skrining fitokimia simplisia dan

ekstrak daun mobe dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak daun mobe
Skrining Pereaksi Warna/Endapan Simplisia Ekstrak
Alkaloid Mayer Endapan putih
Bouchardat Endapan kuning - -
Dragendroff Endapan coklat
Flavonoid Mg + HCl pekat Jingga + +
Tanin FeCl3 1% Hijau kehitaman + +
Saponin Air Busa
panas/dikocok + +
Glikosida Molisch Cincin ungu + +
Steroid/triterpenoid Lieberman- Biru ungu + +
Burchard
Hasil pengujian skrining fitokimia simplisia dan ekstrak daun mobe terdapat

senyawa flavonoid, tannin, saponin, glikosida dan steroid/triterpenoid sedangkan

alkaloid tidak terkandung didalam daun mobe.Senyawa-senyawa diatas memiliki sifat

antibakteri sehingga dapat mempercepat terjadinya penyembuhan luka.Flavonoid dan

tanin yang bersifat sebagai antiseptik yang berperan penting dalam melindungi luka

dari pertumbuhan bakteri pada fase inflamasi dan dapat membantu mempercepat

penyembuhan luka dan meningkatan jumlah pembentukan pembuluh darah kapiler

dan sel-sel fibroblast (Lydia, dkk, 2016).

4.6 Pembuatan Sediaan Salep

Ekstrak etanol daun mobe yang diperoleh selanjutnya diformulasi

menjadisediaan salep dengan variasi konsentrasi 1%; 3%; 5% dan 7%.Basis salep

Universitas Sumatera Utara


39
yang digunakan terdiri atas campuran vaselin album dan adeps lanae.Penambahan

ekstrak ke dalam basis salep dilakukan sedikit demi sedikit bersamaan dengan

setengah basis salep yang telah disisihkan sebelumnya.Hal ini bertujuan agar ekstrak

merata dalam sediaan salep.Pemilihan basis salep diharapkan tidak mengganggu efek

terapi dari zat aktif yang terkandung dari ekstrak (Anief, 1997).

4.7. Evaluasi Sediaan Salep

4.7.1 Uji organoleptik

Pengamatan uji organoleptik salep ekstrak daun mobe terdiri dari warna, bau

dan bentuk.Hasil pengamatan uji organoleptik tertera pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil uji organoleptik


Formula Bentuk Warna Bau

Basis salep Setengah padat Putih kekuningan Khas salep


Salep povidone iondine Setengah padat Merah kehitaman Khas povidone iodine
SEEDM 1% Setengah padat Hijau kecoklatan Khas lemah daun mobe
SEEDM 3% Setengah padat Hijau kecoklatan Khas lemah daun mobe
SEEDM 5% Setengah padat Hijau tua Khas kuat daun mobe
SEEDM 7% Setengah padat Hijau kehitaman Khas kuat daun mobe
Keterangan : SEEDM : Salep Ekstrak Etanol Daun Mobe

Bentuk SEEDM yang dihasilkan sesuai dengan kriteria bentuk salep yaitu

setengah padat.Bentuk dan konsistensi yang dihasilkan tidakmengalami perubahan

setiap minggu selama waktu pengamatan.Berdasarkan warna salep yang dihasilkan

SEEDM 1% dan 3% terlihat berwarna hijau kecoklatan sementara SEEDM 5%

berwarna hijau tua dan SEEDN 7% berwarna hijau kehitaman.Warna SEEDM

yangdihasilkan tidak mengalami perubahan selama 3 minggu.Perbedaan warna yang

dihasilkan dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi ekstrak yang digunakan.Semakin

Universitas Sumatera Utara


40
besar konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam komposisi salep maka warnanya

akan semakin pekat mendekati warna ekstrak yang dihasilkan. Asumsiini sejalan

dengan pengamatan warna salep pada penelitian yang dilakukan oleh Paputungan dkk

(2014).Bau yang dihasilkan berupa bau khas lemah daun mobe , dimana bau yang

dihasilkan dari SEEDM 7% lebih kuat dibandingkan SEEDM 1%; 3% dan 5%.

Kekuatan bau pada salep mengalami penurunan selama waktu pengamatan.Hal ini

dipengaruhi oleh udara sehingga terjadi reaksi oksidasi dari ekstrak(Young et al.,

2002).

4.7.2 Uji pH

Uji pH dengan pH meter dilakukan setiap minggu selama waktu pengamatan.

Hasil uji pH sediaan salep dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Hasil uji pH salep


Formula pH rata-rata pada hari ke
1 7 14
Basis 6,61 6,71 6,90
Salep
Salep Povidone 5,62 5,89 5,97
Iodine
SEEDM 6,52 6,66 6,70
1%
SEEDM 3% 6,66 6,67 6,69

SEEDM 5% 6,57 6,66 6,71


SEEDM 7% 6.67 6,71 6,72

Salep ekstrak etanol daun mobe memiliki rata-rata belum memenuhi

persyaratansediaan salep yang baik karena dimana nilai pH sediaan berada diatas nilai

pH kulit yaitu 4,5-6,5 (Anief, 2007; Rowlins, 2003). Berdasarkan hasil yang

diperoleh diasumsikan nilai pH sediaan salep ekstrak etanol daun mobe dipengaruhi

Universitas Sumatera Utara


41
oleh nilai pH basis salep yang berada di atas 6,5. Nilai pH salep yang terlalu basa

mengakibatkan kulit menjadi bersisik (Tranggono dan Latifah, 2007).Nilai pH salep

ekstrak etanol daun mobe kurang stabil karena mengalami sedikit peningkatan setiap

minggunya selama waktu pengamatan.Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi

penyimpanan yang kurang baik dan ekstrak yang telah teroksidasi (Young et al.,

2002).Uji pH bertujuan untuk menentukan kestabilan salep yang dihasilkan. Oleh

sebab itu perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai formulasi yang lebih baik

dengan penambahan eksipien lain agar dihasilkan sediaan salep yang stabil dan

memenuhi nilai pH kulit.

4.7.3 Uji homogenitas

Homogenitas salep ekstrak etanol daun mobe menunjukkan sediaan yang

homogen.Kestabilan homogenitas salep selama 2 minggu dapat dilihat pada Tabel

4.5.

Tabel 4.5. Hasil uji homogenitas


Formula Homogenitas (Hari)
1 7 14
Basis Salep Homogen Homogen Homogen
Povidone iodine Homogen Homogen Homogen
SEEDM 1% Homogen Homogen Homogen
SEEDM 3% Homogen Homogen Homogen
SEEDM 5% Homogen Homogen Homogen
SEEDM 7% Homogen Homogen Homogen

Homogenitas salep ditandai dengan tidak ada butiran kasar dan tidak

menggumpal(Muthalib dkk., 2013).Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa

Universitas Sumatera Utara


42
ketercampuran bahan dasar salep dan ekstrak etanol daun mobe tergolong baik

sehingga pada penggunaanya dapat merata.

4.8 Penyembuhan Luka Eksisi

Saat kulit mengalami kerusakan akibat terjadinya luka maka tubuh akansegera

merespon untuk melakukan perbaikian pada kulit. Mekanisme penyembuhan tersebut

tersusun atas beberapa tahapan hingga diperoleh perbaikan anatomi dan fungsi dari

kulit, proses penyembuhan luka termasuk dalam fase yaitu, fase hemostasis, fase

inflamasi, fese proliferasi, dan fase remodeling.

Gambar 4.1 Luka Eksisi Pada Tikus

Pada penelitian ini seperti pada gambar 4.1, punggung tikus yang telah dibuat

luka dirawat dengan pengolesan salepsebanyak 2 kali sehari pagi dan sore hari selama

15 hari. Penelitian ini menggunakan 6 perlakuan yaitu perlakuan 1 dioleskan basis

salep, perlakuan 2 dioleskan salep povidone iodine, perlakuan 3 dioleskan SEEDM

1%, perlakuan 4 dioleskan SEEDM 3%, perlakuan 5 dioleskan SEEDM 5% dan

perlakuan 6 dioleskan SEEDM 7%. Salep dioleskan sepanjang luka yang terbuka

menggunakan cotton bud.

Penyembuhan luka eksisi dilihat berdasarkan pengurangan presentase luka

selama 15 hari perlakuan. Pada hari ke- 3 sudah terlihat pengurangan luka pada

Universitas Sumatera Utara


43
kontrol positif yaitu salep povidone iodine sebesar 32,8%, kontrol negatif yaitu basis

salep terjadi pengurangan luka sebesar 4,31%, SEEDM 1% sebesar 12,42%, SEEDM

3% sebesar 22,17%, SEEDM 5% sebesar 28,43% dan SEEDM 7% sebesar 25,52%

(Gambar 4.2).Berdasarkan perhitungan statistik, pada hari ke-3 terdapat perbedaan

yang signifikan antara perlakuan dengan pemberian SEEDM 1%, SEEDM 3%,

SEEDM 5% dan SEEDM 7% memberikan perbedaan yang signifikan terhadap

kontrol positif.

40
a
Pengurangan diameter luka

35
a
30 ab
25 ab
20
ab
(%)

15
10 b
5
0
kontrol kontrol SEEDM SEEDM SEEDM SEEDM
positif negatif 1% 3% 5% 7%
Perlakuan Hari ke- 3

Gambar 4.2Grafik Persentase Pengurangan Diameter Luka Eksisi Tikus Pada Hari
ke-3(a) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol
negatif. (b) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok
kontrol positif.

Pengurangan hari ke-6 pada kontrol positif sebesar 56,37%, kontrol negatif

terjadi pengurangan luka sebesar 20,38%, SEEDM 1% sebesar 25,49%, SEEDM 3%

sebesar 37,68%, SEEDM 5% sebesar 45,31% dan SEEDM 7% sebesar 49,85%

(Gambar 4.3). Berdasarkan hasil statistik perbandingan SEEDM 7% lebih besar

dengan SEEDM 5% pada hari ke- 6 dibandingkan pada hari ke-3.Pengurangan luka

Universitas Sumatera Utara


44
pada kontrol positif memberikan hasil yang berbeda secara signifikan dengan

perlakuan SEEDM 1%, SEEDM 3%, SEEDM 5% dan SEEDM 7%.

Pemgurangan 80 a
diameter luka 60 ab ab ab
(%) 40 b b
20
0
kontrol kontrol SEEDM SEEDM SEEDM SEEDM
positif negatif 1% 3% 5% 7%
Perlakuan Hari ke- 6

Gambar 4.3Grafik Persentase Pengurangan Diameter Luka Eksisi Tikus Pada Hari
ke-6(a) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol
negatif. (b) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok
kontrol positif.
Pengurangan luka pada hari ke- 9 pada kontrol positif sebesar 67,85%, kontrol

negatif pengurangan luka sebesar 32,47%, SEEDM 1% sebesar 42,85%, SEEDM 3%

sebesar 49,71%, SEEDM 5% sebesar 60,31% dan SEEDM 7% sebesar 61,58%

(Gambar 4.4). Berdasarkan hasil dari statistik SEEDM 5% dan SEEDM 7% tidak

berbeda secara signifikan pada hari ke 6 tetapi terhadap kontrol positif berbeda secara

signifikan terhadap setiap perlakuan.

80 a ab ab
diameter luka
Pengurangan

60 ab ab
40 b
(%)

20
0
kontrol kontrol SEEDM 1% SEEDM 3% SEEDM 5% SEEDM 7%
positif negatif
Perlakuan Hari ke- 9

Gambar 4.4Grafik Persentase Pengurangan Diameter Luka Eksisi Tikus Pada Hari
ke-9(a) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol
negatif. (b) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok
kontrol positif.

Universitas Sumatera Utara


45
Pengurangan luka pada hari ke- 12 pada kontrol positif sebesar 72,05%,

kontrol negatif pengurangan luka sebesar 47,68%, SEEDM 1% sebesar 61,97%,

SEEDM 3% sebesar 63,66%, SEEDM 5% sebesar 75,62% dan SEEDM 7% sebesar

73,54% (Gambar 4.5).Berdasarkan hasil statistik pada hari ke-12 SEEDM 5%

memiliki pengurangan paling besar tetapi tidak berbeda secara signifikan dengan

kontrol positif.

100
Pengurangan diameter luka

a ab
80 a
ab ab
60 b
40
(%)

20
0
kontrol kontrol SEEDM 1% SEEDM 3% SEEDM 5% SEEDM 7%
positif negatif
Perlakuan Hari ke- 12

Gambar 4.5Grafik Persentase Pengurangan Diameter Luka Eksisi Tikus Pada Hari
ke-12a) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok
kontrol negatif. (b) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan
kelompok kontrol positif.
Pengurangan luka pada hari ke- 15 yaitu hari terakhir masa penyembuhan luka

pada kontrol positif sebesar 91,92%, kontrol negatif pengurangan luka sebesar

67,16%, SEEDM 1% sebesar 75,42%, SEEDM 3% sebesar 75,67%, SEEDM 5%

sebesar 88,75% dan SEEDM 7% sebesar 86,00% (Gambar 4.6). Berdasarkan hasil

statistik pengurangan luka terhadap perlakuan SEEDM 5% tidak berbeda secara

signifikan terhadap perlakuankontrolpositif.

Universitas Sumatera Utara


46
120

Pengurangan diameter luka


100 a ab a
ab ab
80 b

(%)
60

40

20

0
kontrol kontrol SEEDM 1%SEEDM 3%SEEDM 5%SEEDM 7%
positif negatif
Perlakuan Hari ke- 15

Gambar 4.6Grafik Persentase Pengurangan Diameter Luka Eksisi Tikus Pada Hari
ke-15a) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok
kontrol negatif. (b) p<0,05 terdapat perbedaan signifikan dengan
kelompok kontrol positif

Penyembuhan luka eksisi pada tikus mengalami fase hemostasis, inflamasi,

proliferasi, dan remodeling.Dibandingkan dengan kontrol negatif yaitu basis salep

memiliki penyembuhan paling lambat dibandingkan perlakuan yang lainnya, salep

yang mengandung ekstrak etanol daun mobe memberikan penyembuhan luka

dibandingakn kontrol negatif karena terdapatnya kandungan metabolit sekunder.

Peran metabolit sekunder salah satunya adalah flavonoid karena memiliki fungsi efek

anti inflamasi dan antikosidan serta dapat menurunkan udem pada proses

penyembuhan luka (Herni dan Abdul, 2014).

Jumlah presentase pengurangan luka eksisi pada tikus yang diberikan

perawatan menggunakan salep ekstrak etanol daun mobe dengan konsentrasi 1%; 3%;

5% dan 7%, basis salep dan salep povidone iodine dari awal sampai hari ke- 15

memberikan hasil bahwa pengurangan luka paling tinggi adalah kontrol positif yaitu

Universitas Sumatera Utara


47
povidone iodine dan paling rendah adalah kontrol negatif yaitu basis salep. Hasil

pengujian pemberian SEEDM yang paling baik dalam peningkatan presentase

pengurangan luka adalah pemberian SEEDM 5% karena selama masa pengamatan

pengurangan luka presentase yang dihasilkan tidak berbeda secara signifikan dengan

kontrol positif.

4.9 Pemeriksaan Jumlah Fibroblas

Proses penyembuhan luka merupakan proses biologis yang terjadi di dalam

tubuh, melibatkan rangkaian proses yang rumit, rentan, dan sangat mungkin terjadi

gangguan ataupun kegagalan, sehingga diperlukan kondisi yang optimal untuk

mendapatkan penyembuhan yang baik. Pada proses penyembuhan luka, terjadi

serangkaian interaksi antara berbagai jenis sel mediator sitokin, dan matriks ekstrasel

terangkum dalam tiga fase yang saling tumpang tindih, yaitu fase inflamasi, fase

proliferasi, serta fase remodeling jaringan (Eva et al, 2017). Proliferasi dari fibroblas

menentukan hasil akhir dari penyembuhan luka.Fibroblas akan menghasilkan kolagen

yang akan menautkan luka dan fibroblas juga akan mempengaruhi proses reepitelisasi

yang akan menutup luka. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu

bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan

digunakan selama proses rekonstruksi jaringan.

Gambaran histopatologi fibroblast dapat dilihat pada (Gambar 4.8), pada hari

ke-3 rerata jumlah fibroblast pada perlakuan kontrol positif adalah 35,4 sel/lapang

sedangkan kontrol negatif adalah 27,25 sel/lapang dan SEEDM 5% jumlah fibroblast

sebanyak 43,25 sel/lapang. Pada gambar 4.8, dapat dilihat SEEDM 5% lebih dapat

Universitas Sumatera Utara


48
meningkatkan jumlah fibroblast dibandingkan kontrol positif dan negatif.

Berdasarkan hasil statistik pembentukan jumlah fibroblast pada hari ke-3 kontrol

positif berbeda secara signifikan dengan kontrol negatif akan tetapi perlakuan

SEEDM 5% tidak berbeda secara signifikan terhadap kontrol positif(Lampiran 11

halaman 84)

80
a
70
a a
60 a
Rerata Fibroblas

50
Sel/Lapang

a b
40 a b

30 b

20

10

0
HARI KE 3 HARI KE 7 HARI KE 14

KONTROL NEGATIF KONTROL POSITIF SEEDM 5%

Gambar 4.7 Grafik Rerata Jumlah Fibroblas Luka Eksisia) p<0,05 terdapat
perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol negatif. (b) p<0,05
terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol positif

Dibandingkan hari ke- 3, rerata jumlah fibroblast pada hari ke- 7 pada kontrol

negatif adalah 35,75 sel/lapang sedangkan kontrol positif menghasilkan jumlah

fibroblast sebanyak 60,2 sel/lapang dan SEEDM 5% adalah 70,25 sel/lapang. Rerata

jumlah fibroblas terbanyak dihasilkan oleh SEEDM 5%, Berdasarkan hasil statistik

pada hari ke- 7 kontrol positif berbeda secara signifikan terhadap kontrol negatif akan

tetapi SEEDM 5% tidak berbeda secara signifikan dengan kontrol positif.

Hari ke- 14 rerata jumlah fibroblast kontrol positif adalah 53,4 sel/lapang,

sedangkan negatif sebanyak 41,5 sel/lapang dan SEEDM 5% rerata jumlah fibroblast

Universitas Sumatera Utara


49
sebanyak 60,25 sel/lapang. Berdasarkan hasil statistik kontrol positif berbeda secara

signifikan terhadap kontrol negatif akan tetapi perlakuan SEEDM 5% tidak berbeda

secara signifikan dengan kontrol positif.

(a) (b)

(c)
Gambar 4.8Gambaran mikroskopik histopatologi fibroblas pada kulit tikus hari ke- 3
dengan perbesaran 400 kali.

Keterangan: : Fibroblas : Kolagen


a. Kontrol positif
b. Kontrol negatif
c. SEEDM 5%

Universitas Sumatera Utara


50
(a) (b)

(c)
Gambar 4.9Gambaran mikroskopik histopatologi fibroblas pada kulit tikus hari ke- 7
dengan perbesaran 400 kali

Keterangan: : Fibroblas : Kolagen


a. Kontrol positif
b. Kontrol negatif
c. SEEDM 5%

Universitas Sumatera Utara


51
(a) (b)

(c)
Gambar 4.10Gambaran mikroskopik histopatologi fibroblas pada kulit tikus hari ke-
14 dengan perbesaran 400 kali

Keterangan: : Fibroblas : Kolagen


a. Kontrol positif
b. Kontrol negatif
c. SEEDM 5%

Fibroblast merupakan sel utama dalam menghasilkan kolagen yang berperan

dalam penyembuhan luka, seperti kolagen tipe I (berperan dalam pembentukan

fibrosis), III (granulasi) dan VIII (integritas jaringan). Disamping itu fibroblast juga

Universitas Sumatera Utara


52
menghasilkan fibronektin, yang bersama sama dengan kolagen menjadi penyusun

matriks ekstraseluler. Dari hasil rerata jumlah fibroblast pada hari ke 14 terjadi

penurunan hal ini disebabkan karena kebutuhan kolagen yang diproduksi oleh

fibroblast sudah optimal dalam pembentukan jaringan baru pada hari ke-7 yang

mampu menginduksi sel-sel sekitar luka untuk menghasilkan kolagen, maka dari itu

fibroblas akan berhenti menghasilkan kolagen apabila fase granulasi jaringan

mencapai puncaknya dan jaringan granulasi yang kaya firoblas digantikan oleh

jaringan parut yang aseluler sehingga jumlah firoblas akan menurun setelah hari ke-7

(Oky dkk, 2012).

Meningkatkan jumlah fibroblas dan kolagen karena adanya kandungan

metabolit sekunder yaitu tanin dan flavonoid.Tanin mempunyai aktivitas mekanisme

seluler yaitu membersihkan radikal bebas dan oksigen reaktif, meningkatkan

penyambungan luka, serta meningkatkan pembentukan pembuluh darah kapiler serta

aktivasi fibroblas. Flavonoid bekerja sebagai antioksidan dan antibakteri yang bisa

meningkatkan aktivasi dan proliferasi fibroblas, sehingga memicu pembentukan

kolagen dan mempercepat proses penyembuhan luka (Nurdiana dkk, 2016).

4.10 Imunohistokimia PDGF BB

Dalam penelitian ini menghitung skor ekspresi PDGF BB kulit tikus untuk

melihat apakah terdapat peningkatan proliferasi sel sehingga dapat memperbaiki sel

yang rusak akibat luka.Semakin tinggi nilai skor ekspresi PDGF BB, maka semakin

besar pula proliferasi selnya sehingga sel-sel yang rusak mengalami

perbaikan.Gambaran mikroskopik pulasan kulit dengan protein PDGF BB dapat

Universitas Sumatera Utara


53
dilihat pada gambar 4.10-4.12.Rerata skor ekspresi PDGF BB pada kulit tikus dapat

dilihat pada gambar 4.9.Perhitungan skor ekspresi PDGF BB pada tiap-tiap kelompok

perlakuan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali dan

dibagi menjadi 4 lapangan pandang.Dihitung persentase sel yang mengekspresikan

PDGF BB (berwarna coklat) dari 200 sel yang diamati dengan bantuan aplikasi

Image Raster.

200
Jumlah ekspresi PDGF

ab ab ab
150 a
b
Sel/Lapang

100
BB

50
0
Hari ke 3 Hari ke 7 Hari ke 14

Kontrol negatif Kontrol positif SEEDM 5%

Gambar 4.11Rerata skor ekspresi PDGF BB pada kulit tikusa) p<0,05 terdapat
perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol negatif. (b) p<0,05
terdapat perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol positif
Pada hari ke- 3 rerata jumlah skor ekspresi PDGF BB untuk kontrol positif

sebanyak 89 sel/lapang, sedangkan untuk kontrol negatif sebanyak 87 sel/lapang dan

untuk SEEDM 5% sebanyak 131,75 sel/lapang. Berdasarkan hasil statistik kontrol

positif berbeda secara signifikan terhadap SEEDM 5% (Lampiran 12 halaman

87).Rerata jumlah skor ekspresi PDGF BB dibandingkan hari ke-3, pada hari ke- 7

mengalami peningkatan pada masing-masing perlakuan kontrol positif adalah 118,25

sel/lapang, sedangkan untuk kontrol negatif sebanyak 91,25 sel/lapang dan SEEDM

5% sebanyak 137,25 sel/lapang. Berdasarkan hasil statistik kontrol positif berbeda

secara signifikan terhadap SEEDM 5% (Lampiran 12 halaman 87).Pada hari ke- 14

Universitas Sumatera Utara


54
rerata skor PDGF BB untuk kontrol positif sebanyak 122,5 sel/lapang, sedangkan

untuk kontrol negatif rerata skor PDGF BB sebanyak 109,5 dan rerata skor PDGF BB

untuk SEEDM 5% sebanyak 141,5 sel/lapang. Berdasarkan hasil statistik kontrol

positif berbeda secara signifikan terhadap SEEDM 5%(Lampiran 12 halaman 87) dari

hari ke 3 sampai hari ke 14 hasil rerata pada SEEDM 5% lebih meningkat

dibandingkan kontrol positif dan kontrol negatif.

(a) (b)

(c)

Gambar 4.11.Gambaran Mikroskopik IHC Ekspresi PDGF BB Luka Eksisi Tikus


Hari ke- 3 (perbesaran 400 kali)

Keterangan : : Ekspresi (+) : Ekspresi (-)

a. Kontrol positif
b. Kontrol negatif
c. SEEDM 5%

Universitas Sumatera Utara


55
(a) (b)

(c)

Gambar 4.12.Gambaran Mikroskopik IHC Ekspresi PDGF BB Luka Eksisi Tikus


Hari ke- 7 (perbesaran 400 kali)

Keterangan : : Ekspresi (+) : Ekspresi (-)

a. Kontrol positif
b. Kontrol negatif
c. SEEDM 5%

Universitas Sumatera Utara


56
(a) (b)

(c)

Gambar 4.13.Gambaran Mikroskopik IHC Ekspresi PDGF BB Luka Eksisi Tikus


Hari ke- 14 (perbesaran 400 kali)

Keterangan : : Ekspresi (+) : Ekspresi (-)

a. Kontrol positif
b. Kontrol negatif
c. SEEDM 5%
d.
Platelet derived growth factorBB(PDGF) berperan pada setiap fase pada

proses penyembuhan luka. PDGF BB dilepaskan dari degranulasi trombosit pada luka

Universitas Sumatera Utara


57
dan terdapat pada cairan luka.PDGF BB menstimulasi mitogenisitas dan kemotaksis

neutrofil, makrofag, fibroblas, dan sel otot polos ke lokasi luka dengan menginisiasi

respon inflamasi selama proses penyembuhan luka. Platelet yang beraktivasi akan

menyebabkan platelet lain untuk beregenerasi dan segera akan memenuhi daerah luka

sehingga platelet dan bekuan darah menjadi stabil. Pembentukan bekuan darah pada

daerah luka akan diisi oleh sel fibroblast, masenkim,osteoblas dan kondroblas yang

bermigrasi, kemudian berproliferasi akibat pengaruh adanya PDGF BB yang akan

menarik makrofag untuk fagositosis mikroba saat terjadinya luka (Hendrik dkk,

2017). Secara keseluruhan pemberian salep ekstrak etanol daun mobe 5% (SEEDM)

dapat meningkatkan ekspresi PDGF BB, hal ini disebabkan adanya kandungan

metabolit sekunder seperti flavonoid, tannin, saponin didalam ekstrak etanol daun

mobe.

Universitas Sumatera Utara


58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian diperoleh kesimpulan :

a. Salep ekstrak etanol daun mobe (SEEDM) dapat menyembuhkan luka eksisi

pada tikus, dari hasil pengujian SEEDM 5% yang paling berpotensi dalam

menyembuhkan luka dengan persen pengurangan luka pada hari ke-3 sebesar

28,43% ± 5,03; ke-6 sebesar 45,31% ± 1,19; ke-9 sebesar 60,31% ± 2,77; ke-

12 sebesar 75,62%± 2,97 dan ke-15 sebesar 88,75% ± 2,70.

b. SEEDM 5% berpengaruh terhadap gambaran histopatologi kulit pada luka

eksisi tikus dalam pembentukan jumlah fibroblast pada hari ke-3 sebesar

43,25 ± 11,35 sel/lapang ;hari ke-7 sebesar 70,25 ± 0,95 sel/lapang; hari ke-

14 sebesar 60,25 ± 2,06 sel/lapang.

c. SEEDM 5% dapat meningkatkan ekspresi PDGF BB pada luka eksisi tikus,

pada hari ke-3 sebesar 131,75 ± 6,70 sel/lapang; hari ke-7 sebesar 137,25 ±

6,84 sel/lapang; hari ke-14 sebesar 141,25 ± 8,69 sel/lapang.

5.2 Saran

Dari kesimpulan penelitian ini, disarankan kepada peneliti selanjutnya

meneliti lebih lanjut kandungan senyawa aktif dari ekstrak etanol daun mobe yang

berkhasiat dalam menyembuhkan luka dan menguji toksisitasnya.

Universitas Sumatera Utara


59
DAFTAR PUSTAKA

Alam, G., Singh M.P., and Singh, A. (2011). Wound Healing Potensial Of Some
Medical Plants. Int J Pharm. Sci. Rev and Res. 9 (1) : 136-145.

Alkhil H., Revikumar K.G., and Divya D. (2014).Artocarpus a review of it


phytochemistry and pharmacology.Journal of Pharma Search. Vol 9(1)
ISSN:621-5370

Anief.(1997). Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek.Gadjah Mada University


Press.Yogyakarta. Hal 52-53.

Anima, P., and Bhatnagar, S.P. (2009). Preliminary Phytochemical Screening And
Antimicrobial Studies OnArtocarpus lookcha Roxb. Journal Acient Science
Of Life. Vol 28 (4): 21-24.

Borena, B.M., Martens, A., Broeckx, S.Y., Meyer, E., Chiers, K., Duchateau, A., et
al. (2015). Regenerative Skin Wound Healing in Mammals: State-of-theArt
on Growth Factor and Stem Cell Based Treatments. Cell Physiol Biochem.
36:1-2.

Diegelman, R.F and Evan, M.C. (2004) . Wound Healing : An Overview of Acute,
Fibrotic and Delayed Healing. Frontier in Biosci.9: 283-289.

Depkes.(1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan


RI. Hal 321-325, 333-337.

Depkes.(2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:


Departemen Kesehatan RI. Hal 5, 10-11.

Depkes.(2008). Farmakope Herbal Indonesia. Edisi I. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI. Hal 174-175.

Dunn, D.L. (2005). Wound Closure Manual. Penerbit Ethicon Inc. Somerville. Page
34-37.

Eisai Indonesia.(1995). Indeks Tumbuh-tumbuhan Obat Di Indonesia. Edisi Kedua.


Hal 137.

Fatimah, C. (2004). Uji aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Angsana (Pterocarpus


indicus Willd.) secara in vitro dan Efek penyembuhan Sediaan SalepTerhadap
Luka Buatan Kulit Marmut yang diinfeksi.Tesis.UniversitasSumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


60
Franswort, N. (1996). Biological and Phytochemical Screening Of Plants. Journal
Pharmaceutical Sciences. Vol 55 (3): Page 245-264.

Graham-Brown, R dan Burn, T. (2005).Dermatologi.Terjemahan dari Dermatology


oleh M. Anis Zakaria. Penertbit Erlangga. Jakarta. Hal 1-4.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa


Tumbuhan. Penerjemah Kosasih Padmawinata. Edisi II. Bandung: ITB
Press.Halaman 152-153.

Hamdiyah, H., Fatimah, P. V., Yamlean dan Jeane, M. (2013). Formulasi Salep
Ekstrak Etanol Daun Nangka (Artocarpus heterophyllusLam.) Dan Uji
Efektivitas Terhadap Penyembuhan Luka Terbuka Pada Kelinci. Jurnal
Ilmiah Farmasi. Vol 2 (03). ISSN: 20302-2493.

Hendrik, S. B, Pratiwi, S, dan Zhafirah, I. (2017).Gambaran Histopatologi


Penyembuhan Luka Pencabutan Gigi Pada Makrofag dan Neovaskular
Dengan Pemberian Getah Daun Pisang.Majalah Kedokteran Gigi
Indonesia.Vol 3 (3): 2442-2576.

Hossain, M.F., Islam, M.A., Akhtar S., and Numan, S.M. (2016).Nutritional Value
and Medicinal Uses of Monkey Jack fruit (ArtocarpusLakoocha).
International Research Journal of Biological Sciences. Vol 5 (1): 60-63.

Hasibuan, P. A. Z. (2014). Aktivitas Antioksidan dan Antikanker Ekstrak Daun Bangun-


Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.)Spreng.) Terhadap 98 Kanker
Payudara Secara In Vitro dan In Vivo. Disertasi. Program Studi Doktor Ilmu
Farmasi Universitas Sumatera Utara. Halaman 80-85.

Jagtap U.B and Bapat V.A,.(2010). Artocarpus: A review of its tradisional uses,
phytochemistry and pharmacology. Journal of Ethnopharmacology. 129:
142-166.

Jeanly V.A., Paulina V.Y, dan Hamidah S. (2014). Uji Efektivitas Sediaan Gel
Ekstrak Jambu Biji (Psidium guajava Lim.) Terhadap Penyembuhan Luka
yang Terinfeksi Bakteri Staphylococcus aureus pada Kelinci.Jurnal Ilmiah
Farmasi. Vol 3 (3): 2302-2493.

Julia M. N., Anne W., dan Aduthya Y. (2010). Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol
Daun Suji (Dracaena angustifolia Roxb.) Terhadap Edema Kaki Tikus
Putih Jantan.Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 2 (3): 2302-2493.

Kintoko, Karimatulhajj, H., Elfasyari, T.Y., Ihsan, E.A., Putra, T.A., Hariadi, P., et al.
(2017). Effect of Diabetes Condition on Topical Treatment of Binahong
Leaf Fraction in Wound Healing Process.Trad. Med. J. 22(2):103-110.

Universitas Sumatera Utara


61
Kristanti, A.N., Aminah, N., Tanjung, M., dan Kurniadi, B., (2008).Buku Ajar
Fitokimia.Airlangga University Press. Surabaya. Hal 47-48.

Lydia, S. D., Muhammad, A. L., dan Seila, Z. (2016).Uji Efektivitas Sediaan Gel
Fraksi Etil Asetat Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn) Terhadap
Penyembuhan Luka Terbuka Pada Mencit.Jurnal Natural. Vol 16 (2): ISSN
1141-8513

Luthfun, N., Shirajun, M., Anamika, S. B. Monirul, I., Habibullah, C., and Mamunur,
R. (2015). Cytotoxic, Anti-Inflamasi, Analgesic, CNS Depressan,
Antidiarrhoeal Activities Of The Methanolic Extract Of the Artocarpus
lakoocha Roxb Leaves. Journal Of Pharmaceutical Sciense: Vol 3 (2): 167-
174.

Mahaveda, N., Ananthanarayanan, N., and Muhammed, M. (2017).Pharmacognostic


Evaluation of Leaf and Stem Wood Extract of Artocarpus hirsutus Lam.
Journal in the field of Natural Products and Pharmacognosy. 9 (6): 887-
894.

Muthalib, E. M., Fatimawali.,dan Edy, H. J. (2013). Formulasi Salep Ekstrak


EtanolDaun Tapak Kuda (Ipomoea pes-caprae) dan Uji
Efektivitasnyaterhadap Luka Terbuka pada Punggung Kelinci.
PHARMACON JurnalIlmiah Farmasi – UNSRAT. 2 (3) : 79-82

Nagori, B.D. and Solanki, R. (2011).Role of Medicinal Plants in Wound


Healing.Research Journal of Medicinal Plant 5 (4). p. 392-405.

Nurdiana, Ikhda. U, dan Putu, R. A. P. (2016).Pengaruh Pemberian Gel Ekstrak Daun


Melati (Jasminum sambac I, Ait) Terhadap Jumlah Fibroblas Dalam
Penyembuhan Luka Bakar Derajat II A Pada Tikus Putih.Jurnal Ilmu
Keperawatan. Vol 4 (1).

Oky, M, Menkher, M, Andani E. P, dan Salmiah, (2012). Pengaruh Cairan Cultur


Filtrate Fibroblast (CFF) Terhadap Penyembuhan Luka Terhadap Rattus
Norvegicus Galur Wistar.Majalah Kesehatan Andalas. Vol 1 (3). Hal 112-
117.

Paputungan, F., Yamelan, P.V.Y., dan Citraningtyas, G. (2014).Uji Efektifitas Salep


Ekstrak Etanol Daun Bakau Hitam (Rhizopura mucronata Lamk.) dan
Pengujian Terhadap Proses penyembuhan Luka Punggung Kelincinyang
diinfeksi Bakteri Staphylococcus aureus.J Ilm Far-UNSRAT.3 (1) : 15-26.

Perez, W. P., Dina, F., dan Iwang, Y. (2012).Pengaruh Lendir Bekicot (Achatina
fulica) Terhadap Jumlah Sel Fibroblas Pada Penyembuhan Luka Sayat

Universitas Sumatera Utara


62
Pada Kulit Mencit.Bagian Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Sultan Agung. Semarang.Vol 4 (2): 195-203.

Piyush, G and Ramesh, P. (2013).Artocarpus lakoocha Roxb On review.Journal Of


Complementary and Alternative Medicine. Vol 1 (1): 10-14

Palumpun, E.F., Wiraguna, A.A., dan Pangkahila, W. (2017). Pemberian Ekstrak


Daun Sirih (Piper betle) Secara Topikal Meningkatkan Ketebalan
Epidermis, Jumlah Fibroblas, dan Jumlah Kolagen dalam Proses
Penyembuhan Luka pada Tikus Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus).
Jurnal e-Biomedik (eBm). 5(1): 1-7.

Pratiwi, D., Hastuti, N., Nur, N.W., Armandari, I., Ikawati, M, Hermawan, A., et. al.
(2010).Potency of Citrus Peels (Citrus aurantiifolia (Cristm.) Swingle)
Ethanolic Extract as Chemopreventive Agent Through Downregulation of c-
myc Expression and Inhibition of 7.12-dimethylbenz[a]antrachene Induced
Female Sprague Dawley Rats Breast Cell Proliferation. Majalah Obat
TRadisional.15(1): 8-15.

Ratnami, R. D., Hartati, I., Anas, T., Endah.P.D., dan Khilyati, D. (2015).Standarisasi
Spesifik dan Non Spesifik Ekstraksi Hidrotropi Andrographolid dari
Sambiloto (Andrographis paniculata).Prosiding Seminar Nsional Peluang
Herbal Sebagai Alternatif Medicine: 152-153.

Rawee, T., Sukunlaya, S., and Jindaporn, P. (2014). In vitro Antimicrobial and
Antibiofilm Activity OfArtocarpus lakoocha Roxb Extract against Some
Oral. Journal Of Pharmaceutical Research. Vol 13 (7): 1149-1155

Reddy, G.A.K., Priyanka, B., Saranya, Ch.S., and Kumar, C.K.A. (2012). Wound
Healing Potential Of Indian Medicinal Plants. International Journal of
Pharmacy Review & Research. Vol: 2. p. 75-78.

Rowlins, E. A. (2003). Bentley’s Textbook of Pharmaceutic. Bailierre Tindall. London.

Sabine, W and Richrad, G. (2003).Regulation of Wound Healingby Growth Factors


and Cytokines.Physiol Review. 83: 835-870.

Sharma, Y., Jeyabalan, G., Singh, R., and Semwal, A. (2013). Current Aspects of
Wound Healing Agents From Medicinal Plants: A Review. Journal
ofMedicinal Plants Studies. 1(3) : 1-11.

Soni, H. and Singhai, A.K. (2012).A Recent Update of Botanicals for Wound Healing
Activity.International Research Journal of Pharmacy, 3. p. 1-6.

Universitas Sumatera Utara


63
Tranggono, R.I, dan Latifah,.(2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahun
Kosmetik.Penerbit Gramedia, Jakarta.

Thakur, R., Jain, N., Pathak, R., and Shandu, S.S. (2011).Practices in Wound Healing
Studies of Plant.Evidence-Based Comp and Alt Med. 2011 (1) :1-17

Velnar, T., Bailey, T., Smrkolj.(2009). The Wound Healing Process : an Overview of
the Celluar and Molecular Mechanism. The J Int Med Res. 37 (5) : 1528-
1542.

Warsito, R. dan Wuryastuti, H. (2014).Antibodi dan Imunohistokimia. Yogyakarta:


Rapha Publishing. Halaman 56.

Universitas Sumatera Utara


64
Lampiran 1.Surat hasil identifikasi tumbuhan

Universitas Sumatera Utara


65
Lampiran 2.Surat rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan

Universitas Sumatera Utara


66
Lampiran 3. Gambar daun mobe

Permukaan atas daun mobe

Permukaan bawah daun mobe

Universitas Sumatera Utara


67
Lampiran 4.Hasil pemeriksaan mikroskopik daun mobe

Gambar mikroskop simplisia daun mobe


Keterangan :
a. Stomata dengan tipe anisocytic
b. Rambut penutup
c. Jaringan vaskular

Universitas Sumatera Utara


68
Lampiran 5. Perhitungan kadar air daun mobe

% = Kadar air simplisia = x 100%

a. Kadar air = x 100% = 6,99%

b. Kadar air = x 100% = 7,99 %

c. Kadar air = x 100% = 8,99%

% Rata-rata = = 7,99%

Universitas Sumatera Utara


69
Lampiran 6. Perhitungan kadar sari larut air daun mobe

% = Kadar sari larut dalam air = x x 100%

a. Kadar sari larut dalam air = 100% = 24,6%

b. Kadar sari larut dalam air = 100% = 26,98%

c. Kadar sari larut dalam air = 100% = 28,08%

% Rata-rata kadar sari larut dalam air = = 26,58%

Universitas Sumatera Utara


70
Lampiran 7. Perhitungan kadar sari larut etanol daun mobe

% = Kadar sari larut dalam etanol = x x 100%

a. Kadar sari larut dalam etanol = 100% = 10,82%

b. Kadar sari larut dalam etanol = 100% = 8,01%

c. Kadar sari larut dalam etanol = 100% = 12,31%

% Rata-rata kadar sari larut dalam etanol = = 10,38%

Universitas Sumatera Utara


71
Lampiran 8. Perhitungan kadar abu total daun mobe

% Kadar abu total = 100%

a. Kadar abu total = 100% = 10,04%

b. Kadar abu total = 100% = 10%

c. Kadar abu total = 100% = 10,07%

% Rata-rata kadar abu total = = 7,07%

Universitas Sumatera Utara


72
Lampiran 9. Perhitungan kadar abu tidak larut asam daun mobe

% Kadar abu tidak larut dalam asam = x 100%

a. Kadar abu tidak larut dalam asam = x 100% = 0,46%

b. Kadar abu tidak larut dalam asam = x 100% = 0,52%

c. Kadar abu tidak larut dalam asam = x 100% = 0,48%

% Rata-rata kadar abu tidak larut dalam asam = = 0,48%

Universitas Sumatera Utara


73
Lampiran 10. Hasil data statistik pengurangan diameter luka

1. Uji deskriptif

95% Confidence
Std. Interval for Mean
Deviatio Std. Lower Upper
N Mean n Error Bound Bound Minimum Maximum
harike-3 kontrol positif 4 32,8000 4,62169 2,31084 25,4459 40,1541 26,00 36,20
kontrol
4 4,3150 2,07860 1,03930 1,0075 7,6225 2,50 7,31
negatif
SEEDM 1% 4 12,4225 ,53965 ,26983 11,5638 13,2812 11,62 12,79
SEEDM 3% 4 22,1750 ,64273 ,32136 21,1523 23,1977 21,68 23,12
SEEDM 5% 4 28,4375 5,03891 2,51946 20,4195 36,4555 21,25 32,50
SEEDM 7% 4 25,5250 1,31708 ,65854 23,4292 27,6208 24,39 26,82
Total 24 20,9458 10,28710 2,09985 16,6020 25,2897 2,50 36,20
harike-6 kontrol positif 4 56,3750 5,98686 2,99343 46,8486 65,9014 48,70 62,60
kontrol
4 20,3875 2,36375 1,18187 16,6263 24,1487 17,50 23,10
negatif
SEEDM 1% 4 25,4950 2,00952 1,00476 22,2974 28,6926 23,25 27,58

Universitas Sumatera Utara


74
SEEDM 3% 4 37,6850 ,23000 ,11500 37,3190 38,0510 37,34 37,80
SEEDM 5% 4 45,3125 1,19678 ,59839 43,4081 47,2169 43,75 46,25
SEEDM 7% 4 49,8500 1,24502 ,62251 47,8689 51,8311 48,19 51,21
Total 24 39,1842 13,35908 2,72691 33,5431 44,8252 17,50 62,60
harike-9 kontrol positif 4 67,8500 1,15614 ,57807 66,0103 69,6897 66,20 68,70
kontrol
4 32,4750 1,09962 ,54981 30,7253 34,2247 31,20 33,70
negatif
SEEDM 1% 4 49,7100 ,99690 ,49845 48,1237 51,2963 48,27 50,57
SEEDM 3% 4 42,8525 1,05418 ,52709 41,1751 44,5299 41,46 43,90
SEEDM 5% 4 60,3125 2,77169 1,38585 55,9021 64,7229 57,50 63,75
SEEDM 7% 4 61,5800 ,70437 ,35218 60,4592 62,7008 60,97 62,19
Total 24 52,4633 12,44520 2,54037 47,2082 57,7185 31,20 68,70
harike12 kontrol positif 4 72,0500 ,51962 ,25981 71,2232 72,8768 71,60 72,50
kontrol
4 47,6825 2,93419 1,46710 43,0135 52,3515 44,44 51,20
negatif
SEEDM 1% 4 61,9725 1,69926 ,84963 59,2686 64,6764 59,77 63,71
SEEDM 3% 4 63,6650 3,52860 1,76430 58,0502 69,2798 60,97 68,85
SEEDM 5% 4 75,6250 2,97560 1,48780 70,8902 80,3598 72,50 78,75
SEEDM 7% 4 80,5475 1,59869 ,79935 78,0036 83,0914 78,31 81,70
Total 24 66,9238 11,18755 2,28365 62,1997 71,6478 44,44 81,70

Universitas Sumatera Utara


75
harike15 kontrol positif 4 91,9250 ,67515 ,33758 90,8507 92,9993 91,20 92,50
kontrol
4 67,1675 ,72862 ,36431 66,0081 68,3269 66,20 67,90
negatif
SEEDM 1% 4 75,4275 ,69106 ,34553 74,3279 76,5271 74,41 75,86
SEEDM 3% 4 75,6725 2,32239 1,16119 71,9771 79,3679 73,17 78,31
SEEDM 5% 4 88,7500 2,70031 1,35015 84,4532 93,0468 85,00 91,25
SEEDM 7% 4 86,0025 3,55976 1,77988 80,3381 91,6669 82,92 89,15
Total 24 80,8242 9,09034 1,85556 76,9857 84,6627 66,20 92,50

Universitas Sumatera Utara


76
Lampiran 10. Lanjutan

2. Uji Homogenitas

Levene df1 df2 Sig.


Statistic
harike-3 3,070 5 18 ,035
harike-6 4,974 5 18 ,005
harike-9 3,307 5 18 ,027
harike12 2,585 5 18 ,062
harike15 7,524 5 18 ,001

3. Uji Annova

Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
harike-3 Between Groups 2273,431 5 454,686 50,983 ,000
Within Groups 160,531 18 8,918
Total 2433,962 23
harike-6 Between Groups 3959,187 5 791,837 97,953 ,000
Within Groups 145,510 18 8,084
Total 4104,696 23
harike-9 Between Groups 3523,820 5 704,764 329,602 ,000
Within Groups 38,488 18 2,138
Total 3562,308 23
harike12 Between Groups 2771,827 5 554,365 93,359 ,000
Within Groups 106,884 18 5,938
Total 2878,711 23
harike15 Between Groups 1820,123 5 364,025 81,433 ,000
Within Groups 80,464 18 4,470
Total 1900,587 23

Universitas Sumatera Utara


77
Lampiran 10. Lanjutan

4. Uji Tukey

Hari ke 3
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
Kontrol negatif 4 4,3150

SEEDM 1% 4 12,4225

SEEDM 3% 4 22,1750

SEEDM 7% 4 25,5250

SEEDM 5% 4 28,4375 28,4375

Kontrol positif 4 32,8000

Sig. 1,000 1,000 ,076 ,347


Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

Hari ke 6
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
Kontrol negatif 4 20,3875
SEEDM 1% 4 25,4950
SEEDM 3% 4 37,6850
SEEDM 5% 4 45,3125
SEEDM 7% 4 49,8500
Kontrol positif 4 56,3750
Sig. ,164 1,000 ,261 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

Universitas Sumatera Utara


78
Hari ke 9
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
Kontrol negatif 4 32,475
0
SEEDM 3% 4 42,852
5
SEEDM 1% 4 49,710
0
SEEDM 5% 4 60,312
5
SEEDM 7% 4 61,580
0
Kontrol positif 4 67,850
0
Sig. 1,000 1,000 1,000 ,819 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

Hari ke 12
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
Kontrol negatif 4 47,6825

SEEDM 1% 4 61,9725

SEEDM 3% 4 63,6650

Kontrol positif 4 72,0500

SEEDM 5% 4 75,6250 75,6250

SEEDM 7% 4 80,5475
Sig. 1,000 ,918 ,342 ,093
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

Universitas Sumatera Utara


79
Hari ke 15
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
Kontrol negatif 4 67,1675

SEEDM 1% 4 75,4275

SEEDM 3% 4 75,6725

SEEDM 7% 4 86,0025

SEEDM 5% 4 88,7500 88,7500

Kontrol positif 4 91,9250

Sig. 1,000 1,000 ,468 ,319


Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

Universitas Sumatera Utara


80
Lampiran 11. Hasil data statistik jumlah fibroblast
1. Uji Deskritif

N Mean Std. Std. 95% Confidence Interval Min Max


Deviatio Error for Mean
n Lower Upper
Bound Bound
Jumlah Kontrol Negatif 4 27.2500 1.70783 .85391 24.5325 29.9675 25.00 29.00
fibroblas luka
Kontrol positif 4 43.5000 2.08167 1.04083 40.1876 46.8124 41.00 46.00
hari ke 3
SEEDM 5% 4 43.2500 11.35415 5.67707 25.1830 61.3170 35.00 60.00

Total 12 38.0000 10.00909 2.88937 31.6405 44.3595 25.00 60.00

Jumlah Kontrol Negatif 4 35.7500 3.59398 1.79699 30.0312 41.4688 33.00 41.00
fibroblas luka
Kontrol positif 4 73.5000 2.64575 1.32288 69.2900 77.7100 70.00 76.00
hari ke 7
SEEDM 5% 4 70.2500 .95743 .47871 68.7265 71.7735 69.00 71.00

Total 12 59.8333 17.99916 5.19591 48.3972 71.2695 33.00 76.00

Jumlah Kontrol Negatif 4 41.5000 3.51188 1.75594 35.9118 47.0882 38.00 45.00
fibroblas luka
Kontrol positif 4 63.2500 4.03113 2.01556 56.8356 69.6644 59.00 68.00
hari ke 14
SEEDM 5% 4 60.2500 2.06155 1.03078 56.9696 63.5304 58.00 63.00

Total 12 55.0000 10.48809 3.02765 48.3362 61.6638 38.00 68.00

Universitas Sumatera Utara


81
Lampiran 11. Lanjutan

2. Uji Homogenitas

Levene df1 df2 Sig.


Statistic
Jumlah fibroblas luka 5.223 2 9 .031
hari ke 3
Jumlah fibroblas luka 1.966 2 9 .196
hari ke 7
Jumlah fibroblas luka 2.941 2 9 .104
hari ke 14

3. Uji Anova

Sum of df Mean F Sig.


Squares Square
Jumlah fibroblas Between Groups 693.500 2 346.750 7.640 .011
luka hari ke 3 Within Groups 408.500 9 45.389
Total 1102.000 11
Jumlah fibroblas Between Groups 3501.167 2 1750.583 252.08 .000
luka hari ke 7 4
Within Groups 62.500 9 6.944
Total 3563.667 11
Jumlah fibroblas Between Groups 1111.500 2 555.750 50.779 .000
luka hari ke 14 Within Groups 98.500 9 10.944
Total 1210.000 11

Universitas Sumatera Utara


82
4. Uji Tukey

Hari ke 3
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2
Kontrol Negatif 4 27.2500
SEEDM 5% 4 43.2500
Kontrol positif 4 43.5000
Sig. 1.000 .998
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

Hari ke 7
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2
Kontrol Negatif 4 35.7500

SEEDM 5% 4 70.2500
Kontrol positif 4 73.5000
Sig. 1.000 .242
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

Hari ke 14

Sampel N Subset for alpha = 0.05


1 2
Kontrol Negatif 4 41.5000

SEEDM 5% 4 60.2500
Kontrol positif 4 63.2500
Sig. 1.000 .439
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

Universitas Sumatera Utara


83
Universitas Sumatera Utara
84
Lampiran 12. Hasil data statistik jumlah ekspresi PDGF BB

1. Uji Deskriptif

N Mean Std. Std. 95% Confidence Interval for Min Max


Deviation Error Mean
Lower Bound Upper
Bound
Jumlah Ekspresi PDGF Kontrol Negatif 4 87.0000 2.94392 1.47196 82.3156 91.6844 83.00 90.00
luka hari ke 3 Kontrol positif 4 96.0000 14.16569 7.08284 73.4592 118.5408 85.00 116.00

SEEDM 5% 4 131.7500 6.70199 3.35099 121.0856 142.4144 125.00 141.00

Total 12 104.9167 21.83599 6.30351 91.0427 118.7906 83.00 141.00

Jumlah Ekspresi PDGF Kontrol Negatif 4 91.2500 4.78714 2.39357 83.6326 98.8674 87.00 98.00
luka hari le 7
Kontrol positif 4 118.2500 2.75379 1.37689 113.8681 122.6319 115.00 121.00

SEEDM 5% 4 137.2500 6.84957 3.42479 126.3508 148.1492 129.00 145.00

Total 12 115.5833 20.24153 5.84323 102.7225 128.4442 87.00 145.00

Jumlah Ekspresi PDGF Kontrol Negatif 4 109.5000 6.65833 3.32916 98.9051 120.0949 100.00 115.00
luka hari ke 14 Kontrol positif 4 122.5000 4.20317 2.10159 115.8118 129.1882 118.00 128.00

SEEDM 5% 4 141.5000 8.69866 4.34933 127.6585 155.3415 130.00 150.00

Total 12 124.5000 15.03027 4.33887 114.9502 134.0498 100.00 150.00

Universitas Sumatera Utara


84
Lampiran 12. Lanjutan

2. Uji Homogenitas

Levene df1 df2 Sig.


Statistic
Jumlah Ekspresi PDGF 2.292 2 9 .157
luka hari ke 3
Jumlah Ekspresi PDGF 1.472 2 9 .280
luka hari le 7
Jumlah Ekspresi PDGF .936 2 9 .427
luka hari ke 14

3. Uji Anova

Sum of df Mean F Sig.


Squares Square
Jumlah Ekspresi Between Groups 4482.167 2 2241.083 26.443 .000
PDGF luka hari ke 3
Within Groups 762.750 9 84.750

Total 5244.917 11

Jumlah Ekspresi Between Groups 4274.667 2 2137.333 82.825 .000


PDGF luka hari le 7
Within Groups 232.250 9 25.806

Total 4506.917 11

Jumlah Ekspresi Between Groups 2072.000 2 1036.000 22.576 .000


PDGF luka hari ke
Within Groups 413.000 9 45.889
14
Total 2485.000 11

Universitas Sumatera Utara


85
4. Uji Tukey

Hari ke 3
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2
Kontrol Negatif 4 87.0000

Kontrol positif 4 96.0000


SEEDM 5% 4 131.7500
Sig. .389 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

Hari ke 7
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Kontrol Negatif 4 91.2500

Kontrol positif 4 118.2500


SEEDM 5% 4 137.2500
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

Hari ke 14
Sampel N Subset for alpha = 0.05
1 2
Kontrol Negatif 4 109.5000

Kontrol positif 4 122.5000


SEEDM 5% 4 141.5000
Sig. .056 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

Universitas Sumatera Utara


86
Universitas Sumatera Utara
87

Anda mungkin juga menyukai