Anda di halaman 1dari 30

Referat

TUMOR INTRAKRANIAL

Disusun oleh :

Hilda Fachryza
2108436608

Pembimbing :

dr. Tondi Maspian Tjili, Sp.BS.M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


KSM ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya

penulis dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul “Tumor Intrakranial”.

Penulis menyusun referat ini sebagai sarana untuk memahami bagaimana

permasalahan yang berkaitan dengan tumor intrakranial agar dapat melakukan

penanganan yang tepat pada kasus ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada dr. Tondi

Maspian Tjili, Sp.BS. M.Kes selaku pembimbing di KSM Ilmu Bedah Fakultas

Kedokteran Universitas Riau serta pihak yang telah membantu penulis dalam

mengumpulkan bahan sumber tulisan ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, dan masih

banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu saran dan kritik yang

membangun sangat diharapkan penulis dari dokter pembimbing serta rekan-rekan

dokter muda demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini membawa

manfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, Desember 2021

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumor otak atau tumor intrakranial merupakan neoplasma atau

proses desak ruang (space occupying lession atau space  taking lession) yang

timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial

maupun infratentorial.1X

Di Amerika Serikat insidensi kanker otak ganas dan jinak adalah 21.42

per 100.000 penduduk per tahun (7.25 per 100.000 penduduk untuk kanker otak

ganas, 14.17 per 100.000 penduduk per tahun untuk tumor otak jinak). Angka in-

sidens untuk kanker otak ganas di seluruh dunia berdasarkan angka standar

populasi dunia adalah 3.4 per 100.000 penduduk. Angka mortalitas adalah 4.25

per 100.000 penduduk per tahun. Mortalitas lebih tinggi pada pria.2

Gejala yang disebabkan tumor yang pertumbuhannya lambat akan

memberikan gejala yang perlahan munculnya, sedangkan tumor yang terletak

pada posisi yang vital akan memberikan gejala yang muncul dengan cepat.3

Tumor atau neoplasma susunan saraf pusat dibedakan menjadi tumor

primer dan tumor sekunder atau metastatik. Tumor primer bisa timbul dari

jaringan otak, meningen, hipofisis dan selaput myelin. Tumor sekunder adalah

suatu metastasis yang tumor primernya berada di luar susunan saraf pusat, bisa

berasal dari paru-paru, mamma, prostat, ginjal, tiroid atau digestivus.

Tumor ganas itu dapat pula masuk ke ruang tengkorak secara

perkontinuitatum, yaitu dengan melalui foramina basis kranii, seperti misalnya

pada infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring.3

3
Menurut National Brain Tumor Society, penatalaksanaan standard untuk

tumor otak adalah operasi, terapi radiasi dan kemoterapi. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan

radiologi dan patologi anatomi. Dengan pemeriksaan radiologi dan patologi

anatomi dapat dibedakan tumor benigna dan maligna. Pembedahan dilakukan

untuk mengeluarkan tumor otak bila mungkin. Radiasi dan kemoterapi biasanya

digunakan sebagai perawatan sekunder atau adjuvant dan dapat digunakan tanpa

operasi.

1.2 Batasan Masalah

Referat ini akan membahas mengenai definisi, anatomi, etiologi,

epidemiologi, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, terapi dan prognosis kasus

tumor intrakranial.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Memahami dan menambah wawasan mengenai tumor intrakranial

2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran

khususnya di bagian Ilmu Bedah Saraf

3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik di

Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan

Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Provinsi Riau

1.3 Metode Penulisan

Penulisan Referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan

mengacu pada beberapa literatur.

4
BAB II
PEMBAHASAN

.1 Definisi tumor intrakranial

Menurut Dr. Dito dan Dr. Fritz dalam bukunya yang berjudul 45 Penyakit

dan Gangguan Saraf tahun 2014 definisi dari tumor otak yaitu neoplasma

(keganasan berupa benjolan padat) di dalam rongga kepala, yang merupakan suatu

pertumbuhan abnormal sel-sel di dalam otak atau sumsum tulang belakang.

Singkatnya tumor otak adalah pertumbuhan sel-sel otak yang tak normal.

Tumor adalah satu pertumbuhan abnormal di jaringan otak yang bersifat jinak

(benign) ataupun ganas (malignant), membentuk massa dalam ruang tengkorak

kepala (intrakranial) atau disusun tulang belakang (medulla spinalis). Apabila sel

tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila

berasal dari organ-organ lain disebut sebagai (metastasis) seperti kanker paru,

kanker payudara, dan kanker prostate disebut sebagai tumor otak sekunder.

2.2 Epidemiologi tumor intrakranial

The American Cancer Society memperkirakan bahwa 24.530 kanker otak

dan sistem saraf lainnya akan didiagnosis pada tahun 2021. Perkiraan tingkat

insiden tahunan tumor otak primer berkisar antara 7-19,1 kasus per 100.000

penduduk. Tumor metastatik ke otak lebih umum, dengan lebih dari 200.000

pasien per tahun di Amerika Serikat dengan diagnosis baru metastasis

intrakranial. Adenoma hipofisis sangat umum, dan sering ditemukan secara

kebetulan pada otopsi. Serangkaian otopsi pasien dengan kanker sistemik

menunjukkan bahwa metastasis intrakranial hadir pada 18-24% pasien.4

5
Tumor otak meliputi sekitar 85-90% dari seluruh kanker susunan saraf pusat.

Insiden tumor otak adalah 10-17 per 100.000 per orang untuk tumor intrakranial

dan 1-2 per 100.000 per orang untuk tumor intraspinal. 5 Menurut data

GLOBOCAN (2018), terdapat 296.851 (1,6%) kasus baru tumor otak dari

keseluruhan kanker di seluruh dunia, kasus baru tumor otak di kawasan Asia

sebesar 156.217 (1,8%), kasus baru tumor otak di Indonesia sebesar 5.323 (1,5%).

Tumor otak memiliki proporsi 20% dari keseluruhan tumor pediatrik. Perbedaan

tumor otak pada anak dan dewasa berdasarkan subtipe histologis dan lokasi

tumor. Pada anak, 70% tumor otak sering berada di fossa posterior, sedangkan

pada orang dewasa berada di supratentorial.5

2.3 Etiologi tumor intrakranial

Meskipun beberapa faktor penyebab terkait dengan peningkatan risiko

kanker otak, sebagian besar neoplasma SSP diperkirakan muncul dari mutasi sel

individu. Beberapa penyakit bawaan, seperti neurofibromatosis, tuberous

sclerosis, multiple endokrin neoplasia (tipe 1), dan retinoblastoma, meningkatkan

predileksi untuk mengembangkan tumor SSP. Limfoma SSP primer relatif sering

terjadi pada pasien HIV. Riwayat radiasi sebelumnya ke kepala untuk alasan

selain pengobatan tumor ini dapat meningkatkan kemungkinan tumor otak primer.

Tumor paling umum yang berasal dari cerebellopontin adalah neuroma

akustik dan meningioma. Tumor metastatik mencapai otak melalui penyebaran

hematogen melalui sistem arteri. Kanker paru-paru merupakan tumor paling

umum yang menyebar ke otak, diikuti oleh kanker payudara, melanoma, dan

kanker usus besar. Sumber metastasis yang jarang adalah kanker testis dan kanker

6
sel ginjal. Kanker prostat, rahim, dan ovarium jarang menjadi sumber metastasis

otak. 4

2.4 Faktor resiko tumor intrakranial

Tumor intrakranial hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti,

walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang

perlu ditinjau sebagai penyebab tumor otak, sebagai berikut:6

a. Herediter

Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali

pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada

anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-

Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru,

memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma

tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-

faktor herediter yang kuat pada neoplasma

b. Sisa- sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)

Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan

yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh.

Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam

tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan

abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial

dan kordoma.

c. Radiasi

Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat

mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat

7
memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma

terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.Selain itu pada pasien-pasien

penderita tinea kapitis yang medapat radiasi kepala jangka Panjang.

d. Virus

Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar

yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus

dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan

hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem

saraf pusat.

e. Substansi-substansi Karsinogenik

Penelitian tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.

Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti

methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea Ini berdasarkan percobaan yang

dilakukan pada hewan.

.5 Klasifikasi tumor intrakranial

2.5.1. Tumor intrakranial berdasarkan asal tumor 4

a. Primer

Tumor intrakranial primer merupakan jenis tumor yang

berasal dari otak, bukan dari penyebaran kanker yang lain, dan

tumor dapat muncul dibagian otak mana saja. Astrocytoma,

Glioblastoma, Medulloblastoma, Ependymoma, Neurinoma,

Limfoma, Meningionima, adalah jenis tumor otak yang tergolong

primer. Diantara jenis tumor tersebut, Glioblastoma adalah salah

satu jenis tumor primer yang paling umum ditemukan pada orang

8
dewasa dan tergolong jenis tumor ganas. Glioblastoma terbentuk

dari sel berbentuk bintang di otak yang disebut dengan astrosit.

Dan biasanya biasanya dimulai di serebrum, bagian otak terbesar

pada orang dewasa.

b. Sekunder

Tumor sekunder berasal adalah tumor metastasis yang biasa

berasal dari hampir semua tumor pada tubuh. Tumor metastasis

SSP yang melalui perderan darah yaitu yang paling sering adalah

tumor paru-paru dan prostat, ginjal, tiroid, atau traktus digestivus,

sedangkan secara perkontinuitatum masuk ke ruang tengkorak

melalui foramina basis kranii yaitu infiltrasi karsinoma anaplastik

nasofaring.

2.5.2. Tumor intrakranial berdasarkan matriks 4

a. Glial

i. Astrositoma

Strositoma merupakan tumor susunan saraf pusat otak

primer dengan frekuensi kasus 17-30% dari semua glioma

dan 11-13% dari seluruh tumor otak. Tumor ini berasal dari

sel astrosit yang merupakan bagian dari jaringan penunjang

otak. Sel ini dinamakan astrosit karena bentuknya yang

menyerupai bintang.

Elvidge dan kawan-kawan membagi astrositoma menjadi

tipe-tipe: piloid, gemistositik dan difusl; namun system

gradai yang popular adalah pembagian atas:

9
Grade I sampai IV (bukan berdasarkan tipe di atas).

Kernohan dan kawan-kawan menggabungkan Grade III dan

IV dan menamakannya menjadi astrositoma anaplastik atau

glioblastoma (sesuai dengan derajat anaplasianya). WHO

membagi astrositoma atas subtype: fibriler, protoplasmic,

dan gemistositik, dan tipe-tipe pilositik, subependymal

giant cell, astroblastoma, anaplastic.

Astrositoma serebri dapat terjadi pada semua

golongan umur dengan usia kasus rata-rata berkisar antara

35-40 tahun. Astrositoma yang diferensiasinya baik

cenderung pada kelompok usia yang lebih muda;

sedangkan yang anaplastik lebih sering kelompok usia

menengah. Predileksi jenis kelamin kasus usia dewasa

didominasi oleh laki-laki.

Durasi gejala astrositoma Grade I rata-rata: 21 bulan

sedangkan Grade II: 11 bulan. Walaupun sakit kepala dan

muntah bukanlah merupakan keluhan yang tersering,

namun 72% astrositoma serebrum mempunyai keluhan ini,

dimana 11% diantaranya cenderung melibatkan nyeri

sebelah saja (75% darinya ipsilateral terhadap tumor).

Muntah dijumpai pada kira-kira 31% kasus. Gejala awal

yang sering adalah kejang (40-75%), baik kejang umum

maupun fokal. Kejang ini merupakan akibat insufisiensi

aliran darah yang sesaat menimbulkan elektrik yang

10
berlebihan. 19% penderita menunjukkan gejala paresis atau

paralisa, 55% parese fasial dan 41% parese tungkai.

ii. Tumor Oligodendroglioma

Tumor oligodendroglioma berasal dari sel-sel

oligodendrosit. Tumor ini banyak ditemukan pada usia

dewasa dengan puncak insiden antara dekade ke empat dan

keenam. Derajat rendah muncul pada usia yang sedikit

lebih muda. Pada laki-laki sedikit lebih dominan

dibandingkan wanita. Oligondendroglioma merupakan

tumor yang pertumbuhan nya lambat dan mungkin hanya

menyebabkan kejang. Jika lebih ganas (astrositoma

anaplastik dan oligodendroglioma anaplastik). Bisa

menyebabkan kelainan fungsi otak, seperti kelemahan,

hilangnya rasa dan langkah yang goyah.

iii. Tumor Ependimoma

Tumor ini merupakan neoplasma glial yang

susunannya didominasi oleh sel-sel ependim dan

mempunyai frekuensi kira-kira 5% dari seluruh glioma.

Pada ependimoma klasik, secara makroskopisnya tumor

tampak padat dengan batas yang tegas dan berasal dari

lantai ventrikel IV/ kanalis spinalis. Tumor dapat meluas

hingga sudut serebro pontin melalui foramen Luscka,

sisterna magna, dan foramen magendi.serta dapat mencapai

batang otak jika sudah melalui foramen magnum. Secara

11
histologis akan tampak sel kolumnar uniform dan sel

astrosyte like fibriler yang membentuk barisan ependimal

roossete. Gejala yang ditemukan mual, muntah, dan nyeri

kepala dengan intensitas yang terasa lebih berat di pagi

hari, diplopia, ataksia, hemiparesis dan paresis nervus

kranialis.

Pada hasil pemeriksaan CT-Scan dan MRI akan

tampak kontras mengisi daerah tumor di ventrikel lateral.

Pasien didapati mengalami hidrosefalus.Tumor jenis ini

memang dapat menutupi saluran cairan serebrospinalis

sehingga menyebabkan hidrosefalus (ventrikel melebar,

jaringan otak tipis)

Gambaran Penumpukan zat Kontras pada Tumor di Ventrikel

Lateral Ependimoma

b. Tumor neuronal dan campuran neuronal-glial

i. Gangliglioma

Tumor ini berisi sel ganglion dan neuron abnormal. Tumor

ini jarang terjadi terhadap seseorang.

12
c. Tumor non glial

i. Tumor Primitive Neuroektodermal Suratentorial

(PNET)

Tumor embrional maligna yang memiliki diferensiasi

yang divergen dengan derejat yang bervariasi yang

berasal dari matriks germinal dari primitive neural tube.

ii. Tumor Plexus Khoroideus

Pleksus khoroid secara embriologis berasal dari lapisan

ependimal tabung neural. Tumor ini dapat terjadi pada

semua kelompok usia termasuk bayi. 35-45% usia < 20

tahun dan kasus tertua 74 tahun. Rasio pria dan wanita

seimbang. Persentasi gejala tumor pleksus khoroid

biasanya hanya berupa tanda-tanda peningkatan tekanan

intrakranial tanpa disertai gejala neurologis fokal.

Tumor intraventikel IV kadang juga menimbulkan

gejala nistagmus dan ataksia. Secara makroskopis,

permukaan tumor plexus khoroideus berwarna kuning

kecoklatan, dengan struktur yang tampak seperti brokoli

dengan batas tegas pada ventrikel, dan disertai adanya

kalsifikasi. Penanganan tumor ini berupa operasi

pengangkatan tumor.

13
Gambaran MRI T1 Sagital. Postkontras. Tumor Plexus Khoroideus.

iii. Medulablastoma

Tumor ini sering terjadi pada anak, dan bahkan

merupakan tumor primer maligna yang solid dan

paling banyak pada anak 30%. Sekitar 75% kasus

tumor ini terjadi pada anak usia kurang 15 tahun.

Sedangkan pada orang dewasa, meduloblastoma sangat

jarang yaitu sekitar 1%. Di Amerika Serikat, insiden

tahunan dari tumor ini diperkirakan sekitar 0,5 setiap

100.000 anak. Tumor ini sebagian besar berasal dari

vermis serebelar (75%) yang meluas hingga ventrikel

IV dan dapat mengisi seluruh ventrikel. Sedangkan

sekitar 25% terjadi pada bagian lateral serebelum. Pada

pemeriksaan fisik, dapat dijumpai papiledema,

nistagmus, dan diplopia akibat paresis nervus IV dan

VI. Selain itu, dapat terjadi ataksia, disdiadukokinesia,

hipotonia, dismetria. Pada bayi, keluhan klinis dapat

14
berupa letargi, irritable, dan dapat terjadi makrosefali

yang progresif dengan fontanella anterior yang

membonjol. Durasi rata-rata gejala sebelum operasi

adalah 4-5 bulan yang kemudian akan secara progresif

memburuk setelah onset. Penanganan pada tumor ini

dapat berupa operasi yang dikombinasikan dengan

radiasi. Tindakan operasi pengangkatan diharapkan

minimal dilakukan sampai sumbatan saluran likuor

dapat lancer kembali. Radioterapi secara bermakna

dapat meningkatkan five years survival penderita.

Gambaran MRI Meduloblastoma di Cerebellum

d. Meningens

i. Meningioma

Tumor jinak yang berasal dari selaput yang

membungkus otak (meningen), bisa menyebabkan

berbagai gejala yang tergantung kepada lokasi

15
pertumbuhannya. Para ahli masih belum memastikan

apa penyebab meningioma, namun beberapa teori telah

diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson

yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma.

Di antara 40% dan 80% dari meningioma berisi

kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen

neurofibromatosis 2 (NF2). Tumor ini tumbuhnya

lambat sehingga sering gejala klinisnya tidak begitu

menonjol. Bisa terjadi kelemahan atau mati rasa,

kejang, gangguan penciuman, penonjolan mata dan

gangguan penglihatan. Pada penderita lanjut usia bisa

menyebabkan hilang ingatan dan kesulitan dalam

berfikir, mirip dengan yang terjadi pada penyakit

Alzheimer.

ii. Hemangioperisitoma

Tumor ini termasuk golongan tumor yang vaskuler,

dengan terapi definitifnya adalah reseksi. Seperti pada

meningioma, peranan angiografi dan embolisasi juga

diharapkan akan meningatkan efektifitas dan

keamanann dari reseksi yang dilakukan.

16
e. Tumor sella

i. Kraniofaringioma

Termasuk jenis tumor yang tumbuh lambat dan

merupakan tumor epithelial jinak region sellar. Secara

embriologi, tumor ini berasal dari sisa sel epitel

squamosa duktus kraniofaringeal. Pada minggu

keempat gestasi, divertikulum stomadeum yang berasal

dari atap kavum oral akan membentuk kantung rathke

(Rathke Pouch) yang akan bermigrasi kearah cranial

membentuk vesikel Rathke dan bersatu dengan

infundibulum. Vesikel Rathke ini akan membentuk

adenohipofisis yang terdiri dari pars distalasis, tuberalis,

dan intermedia pada jalur sepanjang lintasan migrasinya

akan terbentuk duktus kraniofaringeal.

Tumor ini cukup banyak ditemukan. Bahkan ada yang

menyatakan sebagai jenis tumor ketiga terbanyak

setelah glioma dan mengioma. Beberapa literature

menyebutkan tumor ini merupakan 10-15% dari tumor

primer intrakranial. Insiden pertahunnya sekitar 0,5-

8,2% per 100.000 individu dengan perbandingan

kejadian pada pria dan wanita yang tidak berbeda.

Kelenjar hipofisis merupakan organ yang berada dalam

fossa hiposfisis atau sela tursika, dan mempunyai berat

sekitar 0,5 gr. Organ ini terdiri dari dua bagian yang

17
berasal dari sel embrional yang berbeda, yaitu

adenohipofisis yang merupakan lobus anterior kelenjar

hipofisis, yang berasal dari kantung Rathke; lobus

posteriornya, neurohipofisis yang berasal dari

hipothalamus ventral.

.5.3 Tumor intrakranial berdasarkan keganassan nya

Keganasan tumor otak yang memberikan implikasi pada

prognosisnya didasari oleh morfologi sitologi tumor dan

konsekuensi klinis yang berkaitan dengan tingkah laku biologis.

Sifat-sifat keganasan otak secara klasik didasari oleh hasil evaluasi

morfologi makroskopis dan histologis neoplasma, dikelompokan

atas kategori-kategori: 4

i. Beniga (jinak) dimana morfologi tumor tersebut

makroskopis menunjukkan batas yang jelas, tidak

infiltratif dan hanya mendesak organ-organ sekitarnya.

Di samping itu, biasanya juga dijumpai adanya

pembentukan kapsul serta tidak adanya metastasis

maupun rekurensi setelah dilakukan pengangkatan total.

Tampilan histologisnya menunjukkan struktur sel yang

regular, pertumbuhan lambat tanpa mitosis, densitas sel

yang rendah dengan diferensiasi struktur yang jelas

parenkhim, stroma yang tersusun teratur tanpa adanya

formasi yang baru.

18
ii. Maligna (ganas) ditandai oleh tampilan makroskopis

yang infiltrative atau ekspansi destruktif tanpa batas

yang jelas, tumbuh cepat serta cenderung membentuk

metastasis dan rekurensi pasca-pengangkatan total.

Gambaran histologis menunjukkan meningkatnya

selularitas, pleomorfisme walaupun susunan sel dan

jaringannya masih baik diferensiasi sel kurang begitu

jelas, disporporsi rasio nukleus terhadap sitoplasma,

multinukleus, formasi sel-sel raksasa, tumbuh cepat

dengan mitosis yang banyak, area nekrosis,

pertumbuhan patologis dan neoformasi terutama seperti

bentuk-bentuk fistula atau sinusoidal (pintas arteri-

vena).

2.6 Manifestasi klinis tumor intrakranial

Perubahan pada parenkhim intrakranial baik difus maupun regional

akan menampilkan gejala dan tanda gangguan neurologis sehubungan

dengan gangguan pada nukleus spesifik tertentu atau serabut traktus pada

tingkat neurofisiologi dan neuroanatomi tertentu seperti gejala-gejala:

kelumpuhan, gangguan mental, gangguan endokrin, dan sebagainya.

Persentasi klinis sering kali dapat mengarahkan perkiraan kemungkinan

lokasi tumor otak. Secara umum persentasi klinis pada kebanyakan kasus

tumor otak merupakan manifestasi dari peninggian tekanan intrakranial;

namun sebaliknya gejala neurologis yang bersifat progresif, walaupun

19
tidak jelas ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial, perlu

dicurigai adanya tumor otak.7

a. Tekanan tinggi intrakranial

Trias gejala klasik dari sindroma tekanan tinggi intrakranial adalah:

nyeri kepala, muntah proyekil, dan papiledema. Keluhan nyeri kepala

disini cenderung bersifat intermittent, tumpul, berdenyut dan tidak begitu

hebat terutama di pagi hari karena selama tidur malam PCO 2 serebral

meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan CBF (Cerebral Blood

Flow) dan dengan demikian mempertinggi tekanan intrakranial. Juga

lonjakan sejenak seperti karena batuk, mengejan atau berbangkis

memperberat nyeri kepala. Nyeri dirasa berlokasi di sekitar daerah frontal

atau oksipital. Penderita sering kali disertai muntah yang “menyemprot”

(proyektil) dan tidak didahului oleh mual. Tumor otak pada bayi yang

menyumbat aliran likuor serebrospinal sering kali ditampilkan dengan

pembesaran lingkar kepala yang progresif dan ubun-ubun besar yang

menonjol; sedangkan pada anak-anak yang lebih besar di mana suturanya

relative sudah merapat, biasanya gejala papiledema terjadi lebih menonjol.

Papiledema dapat timbul pada tekanan intrakranial yang meninggi atau

akibat penekanan pada nervus optikus oleh tumor secara langsung.

Papiledema memperlihatkan kongesti venosa yang jelas, dengan papil

yang berwarna merah tua dan perdarahan-perdarahan di sekitarnya.8

Teori mekanisme peninggian tekanan intrakranial, pada tumor

otak: 8

20
1. Karena adanya obstruksi pada system ventrikel sehingga

menghalangi liquor cerebrospinalis,

2. Adanya massa tumor yang membesar, padahal kapasitas

tengkorak terbatas untuk otak dan liquor saja,

3. Tenaga penyerapan terhadap liquor cerebrospinal terganggu,

4. Karena adanya obstruksi pada system vena, sehingga aliran

darah yang kembali ke vena terhalang,

5. Karena tumor sendiri merupakan stimulasi produksi liquor

cerebrospinalis, sehingga terjadi produksi yang berlebihan,

seperti pada “papiloma plexus”.

b. Kejang

Gejala kejang pada tumor otak khususnya di daerah supratentorial

dapat berupa kejang umum, psikomotor ataupun kejang fokal. Kejang

dapat merupakan gejala awal yang tunggal dari neoplasma hemisfer otak

dan menetap untuk beberapa lama sampai gejala lainnya timbul.9

c. Perdarahan intrakranial

Bukanlah suatu hal yang jarang bahwa tumor otak diawali dengan

perdarahan intrakranial-subarakhnoid, intraventrikuler atau intraserebral.10

d. Gejala Disfungsi Umum

Abnormalitas umum dari fungsi serebrum bervariasi mulai dari

gangguan fungsi intelektual yang tak begitu hebat sampai dengan koma.

Penyebab umum dari disfungsi serebral ini adalah tekanan intrakranial

yang meninggi dan pergeseran otak akibat gumpalan tumor dan edema

perifokal di sekitarnya atau hidrosefalus sekunder yang terjadi.8

21
e. Gejala Neurologis Fokal

Perubahan personalitas atau gangguan mental biasanya menyertai tumor-

tumor yang terletak di daerah frontal, temporal, dan hipotalamus, sehingga

sering kali penderita-penderita tersebut diduga sebagai penyakit

nonorganik atau fungsionil. Gejala afasia agak jarang dijumpai, terutama

pada tumor yang berada di hemisfer kiri (dominan). Tumor-tumor daerah

supraselar, nervus optikus dan hipotalamus dapat mengganggu akuitas

visus. Kelumpuhan saraf okulomotorius merupakan tampilan khas dari

tumor-tumor paraselar, dan dengan adanya tekanan intrakranial yang

meninggi kerap disertai dengan kelumpuhan saraf abdusens. Nistagmus

biasanya timbul pada tumor-tumor fosa posterior; sedangkan tumor-tumor

supraselar atau paraselar kadang (jarang sekali) menyebabkan gejala

patognomonik berupa nistagmus ‘gergaji’ (seesaw nystagmus); gerakan

mata diskonjugat, ventrikal dan rotasional di mana masing-masing mata

geraknya saling berlawanan. Kelemahan wajah dan hemiparesis yang

berkaitan dengan gangguan sensorik serta kadang ada efek visual

merupakan refleksi kerusakan yang melibatkan kapsula interna atau

korteks yang terkait. Ataksia trukal adalah pertanda suatu tumor fosa

posterior yang terletak di garis tengah. Gangguan endokrin menunjukkan

adanya kelainan pada hipotalamus-hipofise.9,10

2.7 Diagnosis tumor intrakranial

Diagnosis tumor intrakranialmeliputi anamnesis, pemeriksaan fisik

serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis tumor intrakranialadalah dengan

mengetahui informasi jenis tumor, karakteristiknya, lokasinya, batasnya,

22
hubungannya dengan sistem ventrikel, dan hubungannya dengan struktur

vital otak misalnya; sirrkulus willisi dan hipotalamus. Selain itu, juga

diperlukan periksaan radiologis canggih yang invasive maupun non

invasive. Pemeriksaan non invasive mencakup CT-Scan dan MRI bila

perlu diberikan kontras agar dapat mengetahui batas-batas tumor.

Pemeriksaan invasif seperti angiografi serebral yang dapat memberikan

gambaran sistem pendarahan tumor, dan hubungannya dengan sistem

pembuluh darah sirkulus willisi.11

Penegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita

tumor otak yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik

yang teliti. Dari anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang

dirasakan oleh penderita yang mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang

telah diuraikan di atas. Misalnya; ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan

kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik mungkin

ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan deficit lapangan

pandang.12

Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan

yang spesifik untuk memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.

 Elektroensefalografi (EEG)

 Foto polos kepala

 Arteriografi

 Magnetic Resonance Imaging (MRI)

 Computerized Tomografi (CT Scan)

23
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi

pasen yang diduga menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk

mendeteksi tumor yang berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada

basis kranil. Gambaran CT Scan pada tumor otak, umumnya tampak

sebagai lesi abnormal berupa massa yang mendorong struktur otak

disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan udem yang terlihat

jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan atau

invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya yang

hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada waktu

pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras. 12

Penilaian CT Scan pada tumor otak:

Tanda proses desak ruang:

 Pendorongan struktur garis tengah otak

 Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel

 Kelainan densitas pada lesi:

Hipodens

Hiperdens atau kombinasi

 Kalsifikasi, perdarahan

 Edema perifoka

2.8 Tatalaksana tumor intrakranial

Pemilihan tindakan penanganan yang dapat dilakukan pada penderita

tumor otak tergantung dari beberapa faktor, antara lain:13

a. Kondisi umum penderita

b. Tersedianya alat yang lengkap

24
c. Pengertian penderita dan keluarga

Luasnya metastasis Adapun terapi dan modalitas penanganan terhadap

tumor otak mencakup tindakan-tindakan:

a. Terapi kortikosteroid

Biasanya deksametason diberikan 4 - 20 mg intravena setiap 6 jam

untuk mengatasi edema vasogenik (akibat tumor) yang menyebabkan

TTIK. Peranan nya masih kontroversial dalam terapi TTIK. Beberapa efek

samping yang dapat timbul adalah berkaitan dengan penggunaan steroid

lama seperti: penurunan kekebalan, supresi adrenal, hiperglikemia,

hipokalemia, alkalosis metabolic, retensi cairan, penyembuhan luka yang

terlambat, psikosis, miopatia, ulserasi lambung, dan hipertensi.

b. Terapi operatif

Tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan diagnosa pasti dan

dekompresi internal, mengingat bahwa obat-obatan antiedema otak tidak

dapat diberikan secara terus-menerus. Persiapan praoperasi, penanganan

pembiusan, teknik operasi dan penanganan pascaoperasi sangat berperan

penting dalam menentukan keberhasilan penanganan operatif terhadap

tumor otak.

c. Terapi konservatif

i. Radioterapi

Tindakan ini untuk tumor-tumor susunan saraf pusat

kebanyakan menggunakan sinar X dan sinar Gamma, disamping

juga radiasi lainnya seperti: proton, partikel alfa, neutron, dan

25
pimeson. Keberhasilan terapi radiasi pada tumor ganas otak

diperankan oleh beberapa faktor:

 Terapi yang baik dan tidak melukai struktur kritis lainnya

 Sensitivitas sel tumor dengan sel normal

 Tipe sel yang disinar

 Metastasis yang ada

 Kemampuan sel normal untuk repopulasi, dan

 Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval

antarfraksi radiasi.

ii. Kemoterapi

Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum

mempunyai nilai keberhasilan yang bermakna sekali. Saat ini yang

menjadi titik pusat perhatian modalitas terapi ini adalah tumor-

tumor otak jenis astrositoma (Grade III dan IV) glioblastoma dan

astrositoma anaplastik beserta variannya. Ada beberapa obat

kemoterapi untuk tumor ganas otak yang saat ini beredar di

kalangan medis yaitu: HU (hidroksiurea), 5-FU (5-Fluorourasil),

PCV (prokarbazin, CCNU, Vincristine), Nitrous Urea (PCNU,

BCNU/Karmustin, CCNU/lomustin, MTX (metotrksat), DAG

(dianhidrogalaktitol) dan sebagainya. Potensi kemoterapi pada

susunan saraf di samping didasarkan oleh farmakologi sendiri juga

perlu dipertimbangkan aspek farmakokinetiknya (transportasi obat

mencapai target) mengingat adanya sawar darah otak. Pemberian

kemoterapi dapat dilakukan melalui intra-arterial (infuse, perfusi),

26
melalui intratekal/intraventrikuler (punksi lumbal, punksi sisterna,

via pudentz/omyama reservoir) atau intra tumoral.

iii. Immunoterapi

Yang mendasari modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa

tumbuhnya suatu tumor disebabkan oleh adanya gangguan fungsi

immunologi tubuh sehingga diharapkan dengan melakukan

restorasi sistem imun dapat menekan dapat menekan pertumbuhan

tumor.

2.9 Prognosis tumor intrakranial

Prognosis tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di

Negara-negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang

tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka

ketahanan hidup 5 tahun (5 years survival) berkisar 50-60% dan angka

ketahanan hidup 10 tahaun (10 years survival) berkisar 30-40%.14

27
BAB III

KESIMPULAN

Tumor intrakranial adalah suatu pertumbuhan jaringan yang abnormal di

dalam otak. Yang terdiri atas Tumor otak benigna dan maligna. Tumor otak

benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak, tetapi tidak ganas,

sedangkan tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi

menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar

(metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.

Tumor disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari

mutasi-mutasi tersebut menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel kita

memiliki mekanisme perbaikan DNA (DNA repair) dan mekanisme lainnya yang

menyebabkan sel merusak dirinya dengan apoptosis jika kerusakan DNA sudah

terlalu berat. Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang ditandai dengan

pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi nukleus dan

sel itu sendiri. Mutasi yang menekan gen untuk mekanisme tersebut biasanya

dapat memicu terjadinya kanker.

Pengobatan tumor otak tergantung kepada lokasi dan jenisnya. Pemilihan

jenis terapi pada tumor otak tergantung pada beberapa faktor, antara lain kondisi

umum penderita, tersedianya alat yang lengkap, pengertian penderita dan

keluarganya, luasnya metastasis. adapun terapi yang dilakukan, meliputi terapi

steroid, pembedahan, radioterapi dan kemoterapi.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Priyanto B, Rohadi, Siradz BF. Pilocytic Astrocytoma Cerebellum. J

Kedokt Unram. 2018;7(4):27-32.

2. YSP R, Amroisa N. Primary Brain Tumor With Hemiparese Dextra and

Parese Nerve II, III, IV, VI. Fak Kedokt Univ Lampung.

2013;1(September):72-78.

3. Bruce M Lo, MD, MBA, CPE, RDMS, FACEP, FAAEM F. Brain

Neoplasms. Medscape. 2021.

4. Putri, F. A., Aspitriani, A., & Inggarsih, R. (2021). HUBUNGAN

FAKTOR KLINIKOPATOLOGI DENGAN DERAJAT

HISTOPATOLOGI TUMOR OTAK DI BAGIAN PATOLOGI

ANATOMI RSUP DR MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

5. National Cancer Institute 2009, Harsono, 2015 ;Herbert B. Newton, 2016

6. Ganong W.F (2016). Review of Medical Physiology, 25nd ed. Mc Graw-

Hill, Boston.

7. Wijdicks EF, Varelas PN, Gronseth GS, Greer DM, (2010) American

Academy of N. Evidence-based guideline update: Determining brain death

in adults: Report of the quality standards subcommittee of the American

Academy of Neurology. Neurology; 74:1911-8.)

8. Yeo SS, Chang PH, Jang SH.(2013) The ascending reticular activating

system from pontine reticular formation to the thalamus in the human

brain. Frontiers in Human Neuroscience [Internet]. [cited 2018 August

25];7.

9. Thavaraputta S, Rivas AMGiant craniopharyngioma in an adult

29
presenting with new onset seizure Case Reports 2018;2018:bcr-2018-

227244.

10. Lipton JM, Rosenstein J, Sklar FH. Thermoregulatory disorders after

removal of a craniopharyngioma from the third cerebral ventricle. Brain

Res Bull. 1981 Oct;7(4):369-73. doi: 10.1016/0361-9230(81)90031-9.

PMID: 7296306.

11. Amalia Y, anindhita T, Mulyadi R. Prihartono J. Kesesuaian aktivitas

epileptiform dan lokasi tumor primer intrakranial pada MRI dengan klinis

bangkitan kejang. Neuroma; 2015;32(2):1-8.

12. Mak CHKM, Lu YY, Wong GK. Review and recommendations on

management of refractory raised intrakranial pressure in aneurysmal

subarachnoid hemorrhage. Vascular Health and Risk Management.

2013;9(1):353–359

13. David S, Stephen A M, Jennifer A F, 2009, Management of Elevated

Intrakranial Pressure in Decision Making in Neurocritical Care. Thieme.

New York, 195-218.

14. Raju MS, Khader AA. Ocular Manifestations of IntrakranialSpace

Occupying Lession – a Clinical Studies. Kerala Juornal of Opthalmology

2009 September ; 21(3) : 248-252

30

Anda mungkin juga menyukai