Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ASURANSI SYARI'AH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas


Mata kuliah MATEMATIKA KEUANGAN ISLAM
Dosen pembimbing
NOVIS CANDRA S.HUM

Oleh Kelompok 2

ACHMAD ROMADHON
LIGAN
AGUS WIRIANDI
ADETYA SUPRAPTI
JULIAH
PIOLA SAPITRI

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


STAI NATUNA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wb

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam
yang telah memberikan hidayah dan anugerahnya sehingga saya dapat menyusun
makalah asuransi syari'ah yang telah diberikan oleh dosen pengampu yaitu
(Novis Candra S.Hum) Selain itu, kami juga mengucapkan banyak terima kasih
kepada pihak-pihak atau referensi yang ikut serta membantu dalam pembuatan
makalah Distribusi pendapatan ini sehingga makalah ini dapat tersusun.

Dengan terbatasnya waktu, pengetahuan, serta buku (referensi) untuk


penyusunan tugas terstruktur ini,maka saya mengalami sedikit kesulitan untuk
menyajikan sebuah makalah dengan bahasan yang lengkap.dengan keterbatasan
itu,maka makalah ini cenderung lebih menekankan pada pembahasan pokok.

Saya juga menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya


sehingga masih jauh dari kesempurnaan, Oleh karena itu, kritik dan sarannya dari
pembaca demi kesempurnaan makalah yang saya susun ini sangatlah diharapkan.
Semoga kita selalu dalam bimbingan Allah SWT Tuhan yang Maha Esa.

Penyusun

Ttd

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................ii
PENDAHULUAN...................................................................................................ii
A. LATAR BELAKANG.......................................................................ii
B. RUMUSAN MASALAH..................................................................iv
C. TUJUAN...........................................................................................iv
BAB II......................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................4
A . PENGERTIAN ASURANSI SYARIAH.......................................................2
B. SEJARAH ASURANSI SYARIAH...............................................................3
C. LANDASAN HUKUM ASURANSI SYARIAH..........................................6
1. AL-QURAN...................................................................................6
2. HADITS.........................................................................................7
D. PRINSIP DASAR ASURANSI SYARIAH...................................................9
1. SALING BERTANGGUNG JAWAB.........................................10
2. SALING MELINDUNGI SATU SAMA LAIN..........................10
E. PERBEDAAN MENDASAR ANTARA ASURANSI SYARIAH DENGAN
ASURANSI KONVENSIONAL SEBAGAI BERIKUT..................................11
F. DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ASURANSI SYARIAH. . 12
BAB III 14
KESIMPULAN......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan adanya perkembangan perekonomian Islam saat ini, tentunya


berkembang pula lembaga ekonomi Islam di Indonesia sebagai negara yang
mayoritas Islam.Di antara lembaga ekonomi tersebut adalah lembaga asuransi
syariah.Perkembangan asuransi syariah di Indonesia sendiri tidak terlepas dari
adanya asuransi konvensional, berdasarkan hal tersebut masih ada
ketidakpercayaan masyarakat dengan asuransi syariah dengan asumsi tidak ada
perbedaan dengan konvensional dalam operasionalnya.

Padahal kemunculan asuransi syariah adalah sebuah jawaban atas keinginan


demi memberikan kemaslahatan bagi ummat Islam khususnya, akan tetapi
terhadap asumsi tersebut bisa jadi berdasarkan atas pengalaman pribadi seseorang
tersebut yang ikut berkecimpung di dalamnya atau mungkin justru karena
ketidaktahuan atas asuransi syariah itu yang serta merta menjustifikasi negatif
keberadaan asuransi syariah dengan menyamakan dengan asuransi konvensional
tanpa adanya pengetahuan dan dasar yang kuat. Meskipun dalam perjalannya
keberadaan Asuransi Syariah masih menjadi sebuah perdebatan di kalangan ulama
sendiri, ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan, dikarenakan cara
pandang terhadap asuransi syariah itu sendiri.

Berdasarkan hal tersebutlah tulisan ini disusun guna memperkenalkan,


memperjelas dan mengkaji tentang asuransi syariah, meskipun tidak mengurai
secara mendetail, namun setidaknya tulisan ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman secara komprehensif tentang asuransi syariah baik dari historisitas
perkembangan, dasar hukumnya, perbedaannya dengan asuransi konvensional dan
kendala maupun startegi pengembangan asuransi syari’ah.

4
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian asuransi syariah

2. Sejarah asuransi syariah

3. Landasan hukum asuransi syariah

4. Prinsip dasar asuransi syariah

5. Perbedaan mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi


konvensional sebagai berikut

6. Kendala dan strategi pengembangan asuransi syariah

C. TUJUAN
1. mengetahui memahami pengertian asuransi syariah

2. mengetahui memahami sejarah asuransi syariah

3. mengetahui memahami landasan hukum asuransi syariah

4. mengetahui memahami prinsip dasar asuransi syariah

5. mengetahui memahami perbedaan mendasar antara asuransi syariah


dengan asuransi konvensional sebagai berikut

6. mengetahui memahami kendala dan strategi pengembangan asuransi


syariah

5
BAB II

PEMBAHASAN

A . PENGERTIAN ASURANSI SYARIAH


Asuransi Syariah Dalam bahasa arab asuransi disebut at-ta’min
(penanggung disebut mu’ammin, tertanggung disebut mu’amman lahu atau
musta’min) yang mempunyai arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman
dari rasa takut dan islamic insurance (bahasa Inggris).Sedangkan asuransi syariah
atau takaful secara bahasa berasal dari kafala-yakfulu-kafalatan,artinya
menanggung.Menurut al-Fanjari asuransi syariah diartikan dengan tadhamun,
takaful, at ta’min dengan pengertian saling menanggung atau tanggung jawab
sosial.

Menurut Gemala Dewi, istilah yang sering digunakan dalam praktiknya


atau lebih populer yang digunakan dibeberapa negara termasuk Indonesia adalah
istilah takaful. Istilah takaful pertama kali digunakan oleh Daar al Mal al Islami,
sebuah perusahaan asuransi Islam di Genewa yang berdiri tahun 1983.
Kata takaful dalam pengertian muamalah ialah saling memikul resiko di
antara sesama orang sehingga antara satu orang dengan yang lainnya menjadi
penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini didasarkan atas dasar
tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana
tabarru’ (dana ibadah), sumbangan, derma yang ditujukan untuk menanggung
risiko.

Di Indonesia asuransi syariah belum mempunyai payung hukum, sehingga


masih berpayung pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. Karena masih
berpayaung pada aturan asuransi konvensional, maka pengertian tentang asuransi
yang berprinsip syariah sendiri dianggap kurang diakomodasi di dalamnya.

Dalam ensiklopedi hukum Islam disebutkan bahwa asuransi adalah


transaksi perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar

6
iuran dan pihak yang lain bekewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada
pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan
perjanjian yang dibuat.

Pengertian lebih spesifik terdapat dalam Fatwa DSN Nomor 21/DSN-


MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-
menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan
atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko
tertentu melalui akad (perikatan) yang syariah adalah akad yang tidak
mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan)
risywah (suap), barang haram dan maksiat.

B. SEJARAH ASURANSI SYARIAH


Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang, sebenarnya tidak
dikenal pada masa awal Islam, akibatnya banyak literatur Islam menyimpulkan
bahwa asuransi tidak dapat dipandang sebagai praktik yang halal, walaupun secara
jelas mengenai lembaga asuransi ini tidak dikenal di masa Islam, akan tetapi
dalam historisitas Islam, terdapat beberapa aktifitas dari kehidupan pada masa
Rasulullah SAW yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi. Misalnya konsep
tanggung jawab bersama yang disebut dengan sistem aqilah.

Menurut Muhammad Syakir Sula dalam bukunya, disebutkan bahwa


sistem aqilah menurut Thomas Patrick dalam bukunya Dictionary of Islam,
merupakan suatu kegiatan yang sudah menjadi kebiasaan suku Arab sejak zaman
dulu bahwa jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota dari
suku lain, pewaris korban akan dibayar sejumlah uang darah (diyat) sebagai
kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh saudara terdekat pembunuh
tersebut yang disebut aqilah, harus membayar uang darah atas nama pembunuh.

7
Sistem tersebut tersebut telah berkembang pada masyarakat Arab sebelum
lahirnya Rasulullah, SAW., kemudian pada zaman Rasulullah SAW atau pada
masa awal Islam, sistem tersebut dipraktikkan di antara kaum Muhajirin dan
Anshar. Sistem aqilah adalah sistem menghimpun anggota untuk menyumbang
dalam suatu tabungan bersama yang dikenal sebagai “kunz”.Tabungan ini
bertujuan untuk memberikan pertolongan kepada keluarga korban yang terbunuh
secara tidak sengaja dan untuk membebaskan hamba sahaya.

Dengan adanya keyakinan umat Islam di dunia dan keuntungan yang


diperoleh melalui konsep asuransi syariah, lahirlah berbagai perusahaan asuransi
yang mengendalikan asuransi berlandaskan syariah.Perusahaan yang mewujudkan
asuransi syariah ini bukan saja perusahaan orang Islam, namun juga berbagai
perusahaan bukan Islam ikut terjun ke dalam usaha asuransi syariah.

Pada dekade 70-an di beberapa negara Islam atau negara Islam atau di
negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim bermunculan asuransi yang
prinsip operasionalnya mengacu kepada nilai-nilai Islam dan terhindar dari ketiga
unsur yang diharamkan Islam. Pada tahun 1979 Faisal Islamic Bank of Sudan
memprakarsai berdirinya perusahaan asuransi syarian islamic insurance Co. Ltd.
Di Sudan dan Islamic Insurance Co. Ltd. Di Arab Saudi. Keberhasilan asuransi
syariah ini kemudian diiukuti oleh berdirinya dar al mal al-islami di Genewa,
swiss dan takaful Islami di Luxemburg dll.Sampai akhirnya di Malaysia berdiri
Syariat Takaful Sendirian Berhad tahun 1983. Di Indonesia sendiri asuransi
takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring dengan diresmikannya PT Syarikat
Takaful Indonesia yang kemudian mendirikan 2 anak perusahaan yaitu PT.
Syarikat Takaful Indonesia yang kemudian mendirikan 2 anak perusahaan yaitu
PT. Asuransi Takaful keluarga pada tahun 1994 dan PT. Asuransi Takaful Umum
pada tahun 1995.

Gagasan dan pemikiran didirikannya asuransi berlandaskan syariah


sebenarnya sudah muncul tiga tahun sebelum berdirinya takaful dan makin kuat

8
setelah diresmikannya Bank Muamalat Indonesia tahun 1991.[30] Dengan
beroperasinya bank-bank syariah dirasakan kebutuhan akan dihadirkannya jasa
asuransi yang berdasarkan syariah pula. Berdasatkan pemikiran tersebut ikataan
cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) pada tanggal 27 Juli 1993 melalui
yayasan Abdi Bangsanya bersama Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan
perusahaan Asuransi Tugu Mandiri sepakat memprakarsai pendirian asuransi
takaful dengan menyusun Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia
(TEPATI).

TEPATI itulah yang kemudian menjadi perumus dan perealisir dari


berdirinya asuransi takaful Indonesia dengan mendirikan PT Asuransi Takaful
Keluarga (Asuransi Jiwa) dan PT Asuransi Umum (asuransi kerugian). Pendirian
dua perusahaan asuransi tersebut dimaksudkan untuk memenuhi pasal 3 UU
Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian yang menyebutkan bahwa
perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan asuransi kerugian harus didirikan secara
terpisah.

Langkah awal yang dilakukan TEPATI dalam membentuk asuransi yang


berdasarkan syariah adalah melakukan studi banding ke syariakat takaful malaysia
sendirian berhad Kuala Lumur pada tanggal 7 sampai dengan 10 September 1993.
Hasil studi banding ini diseminarkan di Jakarta pada tanggal 19 Oktober 1993
yang merekomendasikan untuk segera dibentuk Asuransi Takaful Indonesia.
Kemudian TEPATI merumuskan dan menyusun konsep asuransi takaful serta
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk mendirikan sebuah
perusahaan asuransi.Akhirnya tanggal 23 Agustus 1994, Asurandi Takaful
Indinesia berdiri secara resmi.Pendirian ini dilakukan secara resmi di Puri Agung
Room Hotel Syahid, Jakarta. Izin operasionalnya diperoleh dari Departemen
Keuangan melalui surat Keputusan nomor Kep-385/KMK.017/1994 tanggal 4
Agustus 1994.

9
Perkembangan asuransi syariah di Indonesia termasuk hitungan terlambat
dibanding dengan perkembangan asurandi syariah di luar negeri. Pada akhir abad
ke 20 negara non muslim telah membuka perusahaan asuransi yang bernuansa
Islam seperti Turki dengan berdirinya perusahaan Ihlas Sigarta As (1993),.
Asutralia dengan berdirinya Takaful Australia (1993), Bahamas dengan berdirinya
perusahaan asuransi Islam Takaful & Re-Takaful (1993), Ghana dengan
berdirinya Asuransi Metropolitan Insurance Co. Ltd. (1993), dll.

C. LANDASAN HUKUM ASURANSI SYARIAH

Asuransi syariah mempunyai beberapa dasar hukum, yang akan diuraikan sebagai
berikut:

1. AL-QURAN
Praktik asuransi syariah tidak disebutkan secara tegas dalam al-Qur’an,
tidak ada sebuah ayat pun secara nyata menjelaskan tentang praktik asuransi. Al-
Qur’an hanya mengakomodasi beberapa ayat yang mempunyai muatan nilai-nilai
dasar yang ada dalam praktik asuransi seperti nilai dasar tolong-menolong, kerja
sama, atau semangat untuk melakukan proteksi terhadap peristiwa kerugian yang
diderita di masa yang akan datang. Dengan hal ini, praktik asuransi tidak dilarang
dalam syariat Islam, karena prinsip dalam praktik asuransi dalam Islam adalah
mengajak kepada kebaikan manusia.

Ayat-ayat al-Quran yang dimaksud adalah:


Al-Quran surat al-Maidah (5) ayat 2, Allah berfirman yang artinya:
“.... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

Ayat itu memuat perintah tolong-menolong antara sesama manusia dalam


kehidupan bermasyarakat. Dalam bidang asuransi para nasabah diharapakan dapat
memberikan sebagian uang yang dimilikinya untuk digunakan sebagai dana sosial

10
(tabarru’) yang digunakan untuk menolong salah satu anggota asuransi yang
mengalami musibah.

Al-Hasyr (59): 18. Yang artinya sebagai berikut:


“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan) dan
bertaqwalah kepada Allah sesuangguhnya Allah Maha mengetahui yang kamu
kerjakan”al-Qur’an mengajarkan kepada kita suatu pelajaran yang luar biasa
berharga, dalam peristiwa mimpi Raja Mesir yang kemudian ditafsirkan oleh Nabi
Yusuf dengan sangat akurat, sebagai suatu perencanaan negara dalam menghadapi
krisis pangan tujuh tahun mendatang”.

2. HADITS

Hadits yang diriwayatakan oleh Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi dari
Amir bin ‘Auf, sebagai berikut:
“Perjanjian itu boleh bagi orang Islam kecuali perjanjian yang
mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram dan orang Islam itu
wajib memenuhi syarat-syarat yang mereka kemukakan kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram”.
Hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah ra.Yang artinya “barangsiapa yang
melepaskan dari seseorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah SWT akan
melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat dan Allah SWT senantiasa
menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya”.

Dalam hadits tersebut tersirat adanya anjuran untuk saling membantu


antara sesama muslim di dunia ini dengan menghilangkan kesukaran hidup yang
dideritanya. Bagi yang berkelebihan hartanya dianjurkan untuk membantu orang-
orang yang berada dalam kesulitan dan apabila ini dilakukan maka Allah SWT
akan mempermudah urusan dunia dan akhirat baginya. Daalam kaitan dengan
asuransi hadits ini terlihat adanya anjuran agar melaksanakan pembayaran premi
asuransi dalam bentuk pembayaran dana sosial (tabarru’) yang akan digunakan

11
untuk membantu dan mempermudah urusan bagi orang/anggota yang
mendapatkan musibah dan bencana.

Rasulullah SAW. menghendaki agar setiap orang mempersiapkan segala


sesuatunya dengan baik untuk bekal yang harus diberikan kepada anak turunannya
di masa yang akan datang. Meninggalkan ahli waris yang berkecukupan secara
materi merupakan hal yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW.Dalam
kaitannya dengan prinsip asuransi yang terkandung dalam hadits tersebut yaitu
mewajibkan anggota untuk membayar uang iuran (premi) yang digunakan sebagai
tabungan dan dapat dikembalikan ke ahli warisnya jika pada suatu saat terjadi
peristiwa yang merugikan, baik dalam bentuk kematian nasabah atau kecelakaan
diri. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Menurut
Abdul Manan, perundang-undang ini kurang mengakomodasi asuransi dengan
prinsip syariah.

Fatwa DSN Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum


asuransi syariah. Fatwa tersebut dikeluarkan karena regulasi yang ada tidak dapat
dijadikan pedoman untuk menjalankan kegiatan asuransi syariah.Tetapi fatwa
DSN-MUI tersebut tidaklah memiliki kekuaatan hukum dala hukum nasional
karena tidak termasuk dalam perundang-undangan di Indonesia. Agar ketentuan
Asuransi syariah memiliki kekuatan hukum, maka perlu dibentuk peraturan yang
termasuk peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia meskipun dirasa
belum memberi kepastian hukum yang lebih kuat, peraturan tersebut yaitu:

Keputusan Menteri Keuangan RI No. 426/KMK.06/2003 tentang


Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi.Peraturan ini mendasari berdirinya asuransi syariah sebagaimana
ketentuan dalam pasal 3 yang menyebutkan bahwa “setiap pihak yang melakukan
usaha asuransi atau usaha reasuransi berdasarkan prinsip syariah”. Adapun
ketentuan yang berkaitan dengan asuransi tercantum dalam pasal 4 mengenai
persyaratan dan tata cara memperoleh izin usaha perusahaan asuransi dan

12
reasuransi dengan prinsip syariah, pasal 32 dan 33 mengenai pembukaan kantor
cabang dengan prinsip syariah.

Keputusan Menteri Keuangan RI No. 224/KMK.06/2003 tentang


Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi.Keuntungan yang berkaitan dengan asuransi syariah yang tercantum
pada pasal 15-18 mengenai kekayaan yang diperkenankan harus memiliki dan
dikuasai oleh perusahaan asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah.
Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan no. 4499/LK/2000 tentang
Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Reasuransi
Dengan Sistem Syariah.
Sedangkan dasar operasional asuransi syariah didasarkan pada fatwa DSN yaitu:
 Nomor 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Pedoman Mudharabah
Musytarakah Pada Asuransi Syariah.
 Nomor 52/DSN-MUI/III/2006 tentang pedoman Wakalah bil Ujrah pada
Asuransi Syariah.
 Nomor 53/DSN-MUI/III/2006 tentang pedoman Tabarru’ pada asuransi
syariah.

D. PRINSIP DASAR ASURANSI SYARIAH

Prinsip utama dalam asurabsi syariah adalah ta’awanu ‘ala birri wa al-
taqwa (tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa), dan al-ta’min (rasa
aman).Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah
keluarga besar yang satu dengan lainnya saling menjamin dan menanggung
resiko.Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi takaful adalah
akad takaful (saling menanggung) bukan akad tabaduli (saling menukar) yang
selama ini digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran
premi dengan uang pertanggungan.

13
Para pakar ekonomi Islam mengemukakan bahwa asuransi syariah atau
asuransi takaful ditegakkan atas tiga prinsip utama:

1. SALING BERTANGGUNG JAWAB

Yang berarti para peserta asuransi takaful memiliki rasa tanggung jawab
bersama untuk membantu dan menolong peserta yang mengalami musibah atau
kerugian dengan niat ikhlas, karena memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas
adalah ibadah. Hal ini dapat diperhatikan dari hadits-hadits berikut:
1. “setiap orang dari kamu adalah pemikul tanggung jawab dan setiap kamu
bertanggung jawab terhadap orang-orang di bawah tanggung jawab kamu”
(HR. Bukhari dan Muslim)
2. “kedudukan hubungan persaudaraan dan perasaan orang-orang beriman
antara satu dengan lain seperti satu tubuh (jasad) apabila satu dari
anggotanya tidak sehat, maka akan berpengaruh kepada seluruh tubuh” (HR.
Bukhari dan Muslim).
3. “seorang mukmin dengan mukmin lainnya (dalam satu masyarakat) seperti
sebuah bangunan dimana tiap-tiap bagian dalam banguna itu mengukuhkan
bagian-bagian yang lain” (HR Bukhari dan Muslim).
4. “seseorang tidak dianggap beriman sehingga ia mengasihi saudaranya
sebagaimana ia mengasihi dirinya sendiri” (HR. Bukhari).

Yang berarti di antara peserta asuransi takaful yang satu dengan lainnya
saling bekerja sama dan saling tolong-menolong dalam mengatasi kesulitan yang
dialami karena sebab musibah yang dideritanya. Sebagaimana firman Allah dalam
QS. Al-Maidah ayat 2 dan hadits Nabi yang mengajarkan bahwa orang yang
meringankan kebutuhan hidup saudaranya akan diringankan kebtuhannya oleh
Allah. Allah akan menolong hamba-Nya selagi ia menolong saudaranya.

14
2. SALING MELINDUNGI SATU SAMA LAIN.

Yang berarti bahwa para peserta asuransi takaful akan beroeran sebagai
pelingdung bagi peserta lain yang mengalami gangguan keselamatan berupa
musibah yang dideritanya. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-Quraisy ayat 4
yang artinya “(Allah) telah menyediakan makanan untuk menghilangkan bhaya
kelaparan dan menyelamatkan/mengamankan mereka dari mara bahaya
ketakutan”, Firman Allah QS.Al- Baqarah ayat 126 yang artinya “ketika Nabi
Ibrahim berdoa ya Tuhanku jadikanlah negeri ini aman dan selamat”.

Dengan begitu maka asuransi takaful (syariah) merealisir perintah Allah


SWT dalam al-Quran dan Rasulullah SAW dala sunnah tentang kewajiban saling
melindungi di antara sesama warga masyarakat.Gemala Dewi mengemukakan
prinsip-prinsip asuransi takaful yang sama, beliau menambahkan satu prinsip dari
prinsip yang telah ada takni prinsip menhindari unsur-unsur gharar, maysir, dan
riba. Sehingga terdapat 4 prinsip syariah yakni:
1. Saling bertanggung jawab
2. Saling bekerja sama atau saling membantu
3. Saling melindungi penderitaan satu sama lain, dan
4. Menghindari unsur gharar, maysir dan riba.

E. PERBEDAAN MENDASAR ANTARA ASURANSI SYARIAH


DENGAN ASURANSI KONVENSIONAL SEBAGAI BERIKUT

Asuransi syari’ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dari MUI


yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi
dananya. Akad yang dilaksanakan pada asuransi syari’ah berdasarkan tolong
menolong. Sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual beli Investasi dana
pada asuransi syari’ah berdasarkan Wakallah bil Ujrah dan terbebas dari riba.
Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai bagian
penempatan investasinya.

15
Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta.
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi
konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik
perusahaan.

Pembayaran klaim pada asuransi syari’ah diambil dari dana tabarru’ (dana
kebajikan) seluruh peserta. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran
klaim diambilkan dari rekening dana perusahaan. Pembagian keuntungan pada
asuransi syari’ah dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil
dengan proporsi yang telah ditentukan.Sedangkan pada asuransi konvensional
seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.

F. KENDALA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ASURANSI


SYARIAH

Dalam perkembangannya, asuransi syariah menghadapi beberapa kendala,


di antaranya:

Rendahnya tingkat perhatian masyarakat terhadap keberadaan asuransi


syariah yang relatif baru disbanding dengan asuransi konvensional yang telah
lama dikenal oleh masyarakat baik nama dan operasinya. Keadaan ini kadang kala
menurunkan motivasi pengelola dan pegawai asuransi syariah untuk tetap
mempertahankan idealismenya.

Asuransi bukanlah bank yang banyak berpeluag untuk bisa berhubungan


dengan masyarakat dalam hal pendanaan atau pembiayaan.Artinya dengan
produknya, bank lebih banyak berpeluang untuk bisa selalu berhubungan dalam
masyarakat. Di lain pihak masyarakat memiliki sedikit peluang untuk
berhubungan dengan asuransi syariah, berkenaan dengan rendahnya kepentingan
masyarakat terhadap produk asuransi syariah.

16
Asuransi syariah sebagaimana bank dan lembaga keuangan syariah lain,
masih dalam proses mencari bentuk. Oleh karenanya diperlukan langkah-langkah
sosialisasi baik utnuk mendapatkan perhatian masyarakat maupun sebagai upaya
mencari masukan demi perbaikan sistem yang ada. Rendahnya profesionalisme
sumber daya manusia (SDM) menghambat lajunya pertumbuhan asuransi syariah.
Pengabdian sumber daya manusia dapat dilakukan dengan cara bekerja sama
dengan berbagai pihak terutama lembaga-lembaga pendidikan untuk membuka
dan memperkenalkan pendidikan asuransi syariah.

Sumber daya manusia dalam bidang asuransi syariah masih sangat rendah.
Masih sedikitnya minat masyarakat untuk mengkaji masalah-masalah yang
berhubungan dengan asuransi syariah, dibandingkan dengan kajian bank
syariah.Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang keberadaan
asuransisyariah sehingga kurangnya perhatian masyarakat tentang arti pentingnya
keberadaan asuransi syariah. Masih banyak masyarakat yang belum mengerti
apaitu asuransiyariah baik dari nama maupun operasionalnya.Masih terbatasnya
produk-produk yang ditawarkan oleh asuransi syariah.

17
BAB III

KESIMPULAN

Dengan pembahasan yang telah uraian di atas, maka penyusun dapat


memberikan kesimpulan dari pembahasan makalah ini sebagai berikut:
Pengertian Asuransi Syariah secara lebih spesifik terdapat dalam Fatwa
DSN Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan asuransi syariah adalah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang syariah adalah akad
yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm
(penganiayaan) risywah (suap), barang haram dan maksiat.

Bahwa sejarah ada dan berkembangnya asuransi syariah berasal karena


adanya asuransi konvensional.Dalam Islam sebenarnya telah ada praktik tersebut,
hanya saja tidak tersebutkan dengan asuransi seperti dikenal dengan adanya
praktik aqilah diyat atas pembunuhan yang tidak disengaja.

Asuransi syariah selain memiliki landasan hukum berupa perundang-


undangan, peraturan maupun fatwa, yang terpenting adalah landasan atau dasar
hukum yang berasal dari al-Quran dan Sunnah yang tidak dimiliki asuransi
konvensional.

Asuransi konvensional dan asuransi syariah merupakan dua hal yang


berbeda, baik dari dari prinsipnya yakni saling bertanggung jawab, saling
membantu, saling melindungi), operasionalnya yang menghilangkan unsur gharar,
maisir maupun riba maupun akad yang digunakannya yakni asuransi syariah
menggunakan akad takafuli (tolong-menolong) sedangkan asuransi konvesional
menggunakan akad tabaduli (saling tukar-menukar).

18
Struktur Kelembagaan atau keorganisasian Asuransi Syariah secara garis
besar sama dengan Asuransi konvensional, hanya saja dalam Asuransi Syariah
terdapat DPS (Dewan pengawas Syariah) yang mempunyai tugas sesuai dengan
(Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No:
Kep-98/MUI/III/2001), sedangkan badan hukum yang digunakan adalah PT.
Perseroan Terbatas.

Asuransi syariah juga memiliki beberapa kendala, untuk mengantisipasi


hal tersebut maka segera diperlukan payung hukum yang kuat terhadap eksistensi
asuransi syariah di Indonesia.Payung hukum yang diperlukan berupa undang-
undang yang khusus mengatur tentang asuransi syariah. Hal ini dapat terwujud
apabila political will dari pemerintah Indonesia. Sementara ini yang mengatur
usaha asuransi syariah di Indonesia hanya berdasarkan surat Keputusan Direktur
Jenderal Lembaga keuangan Departemen Keuangan RI No. Kep.4499/LK/2000
tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi Dengan Sistem Syariah.Adapun operasionalnya
dilaksanakan berdasarkan fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/III/2002 tentang
Asuransi Syariah.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ali, AM. Hasan, Asuransi Dalam Prespektif Hukum Islam Suatu Tinjauan
Analisis Historis, Teoritis Dan Praktis, Jakarta: Kencana, 2004.
Barakatullah, Abdul Halim, Hukum Lembaga Ekonomi Islam di Indonesia,
Bandung: Penerbit Nusa Media, 2011.
Dahlan dkk. (editor), Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 2, 3 dan 5,
Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Proyek
Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an, 1985.
Dewi, Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasurasian Syariah
Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Goup, 2007.

20

Anda mungkin juga menyukai