Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ASY-SYAIBANI

Diajukan untuk melengkapi tugas makalah “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”

Semester III

Dosen Pengampu :

Dallah S.E, M.E

Oleh kelompok III:

SARI SAFITRI

MELYANA HUMAIRA

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) NATUNA

2021/2022
ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asy-Syaibani mengatakan kebutuhan hidup masyarakat umumnya


dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu kebutuhan primer, kebutuhan sekunder,
dan kebutuhan tersier. Ketiga kebutuhan tersebut sangat penting untuk
dipenuhi, tetapi setiap individu atau masyarakat akan mengutamakan
pemenuhan kebutuhan pokok (primer) daripada kebutuhan sekunder
apalagi kebutuhan tersiernya. Kebutuhan pokok tersebut meliputi
kebutuhan sandang (pakaian), pangan (makanan), papan (rumah).
(Waryani Fajar R,2010) Ditinjau dari situs resmi BPS (Badan Pusat
Statistik), jumlah penduduk di Negara Indonesia selalu mengalami
peningkatan dalam kurun waktu 5 tahun. Peningkatan tersebut dipastikan
akan memberikan dampak terhadap kebutuhan-kebutuhan di masyarakat,
salah satunya adalah kebutuhan papan (rumah) yang diprediksi akan
mengalami peningkatan yang signifikan. Tentunya peningkatan kebutuhan
rumah yang akan terjadi harus disertai dengan tingkat kenyamanan dan
keamanan rumah yang lebih. Selaras dengan meningkatnya permintaan
akan rumah maka peluang investasi dibidang properti khususnya
perumahan dirasa akan sangat menjanjikan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Keluarga dan Pendidikannya

Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin al-Hasan bin Farqad


Jazariya asy-Syaibani. Lahir di Wasith 132 H/748 M dan wafat 189 H/804 M),
hidup di masa akhir dinasti Umawiyyah dan permulaan Abbasiyah. Ayahnya
seorang tentara Syam pada masa dinasti Umawiyah dan tinggal di Damaskus
kemudian pindah dan menetap ke Kufah. Dan ketika itu Kufah adalah sebagai
markaz ilmu fikih, lughah dan nahwu, sama seperti halnya di Basrah markaznya
ilmu adab, lughah dan nawhu.

Ahli fikih dan tokoh ketiga Mazhab Hanafi yang berperan besar
mengembangkan dan menulis pandangan Imam Abu Hanifah. Pendidikannya
berawal di rumah di bawah bimbingan langsung dari ayahnya, seorang ahli fikih
di zamannya. Pada usia belia asy-Syaibani telah menghafal Alquran. Pada usia 19
tahun ia belajar kepada Imam Abu Hanifah. Kemudian ia belajar kepada Imam
Abu Yusuf, murid Imam Abu Hanifah. Dari kedua imam inilah asy-Syaibani
memahami fikih Mazhab Hanafi dan tumbuh menjadi pendukung utama mazhab
tersebut. Asy-syaibani sendiri di kemudian hari banyak menulis pelajaran yang
pernah diberikan Imam Abu Hanifah kepadanya.

Ia belajar hadis dan ilmu hadis kepada Sufyan as-Sauri dan Abdurrahman
al-Auza’i. di samping itu, ketika berusia 30 tahun ia mengunjungi Madinah dan
berguru kepada Imam Malik yang mempunyai latar belakang sebagai ulama
ahlulhadis dan ahlurra’yi. Berguru kepada ulama-ulama di atas memberikan
nuansa baru dalam pemikiran fikihnya. Asy-Syaibani menjadi tahu lebih banyak
tentang hadis yang selama ini luput dari pengamatan Imam Abu Hanifah.

2
Dari keluasan pendidikannya ini, asy-Syaibani dapat membuat kombinasi antara
aliran ahlurra’yi di Irak dan ahulhadis di Madinah. Ia tidak sepenuhnya
sependapat dengan Imam Abu Hanifah yang lebih mengutamakan metodologi
nalar (ra’yu). Ia juga mempertimbangkan serta mengutip hadis-hadis yang tidak
dipakai Imam Abu Hanifah dalam memperkuat pendapatnya. Di Baghdad asy-
Syaibani, yang berprofesi sebagai guru, banyak berjasa dalam mengembangkan
fikih Mazhab Hanafi, Imam asy-Syafi’I sendiri sering ikut dalam majelis
pengajian asy-Syaibani. Hal ini ditopang pula oleh kebijaksanaan pemerintah
Dinasti Abbasiyah yang menjadikan Mazhab Hanafi sebagai mazhab resmi
negara. Tidak mengherankan kalau Imam Abu Yusuf, yang diangkat oleh
Khalifah Harun ar-Rasyid (149 H/766 M-193 H/809 M) untuk menjadi hakim
agung (qadi al-qudah), mengangkat asy-Syaibani sebagai hakim di ar-Riqqah
(Irak).

B. Pemikiran Ekonomi

Dalam mengungkapkan pemikiran ekonomi Al Syaibani, para ekonom


muslim banyak merujuk pada kitab al Kasb. Secara keseluruhan, kitab ini
mengemukakan kajian mikro ekonomi yang berkisar pada teori Kasb (pendapatan)
dan sumber-sumbernya serta pedoman perilaku produksi dan konsumsi. Kitab
tersebut termasuk kitab pertama didunia islam yang membahas permasalahan ini.
Oleh karena itu, tidak berlebihan bila Dr. Al Janidal menyebut Al Syaibani
sebagai salah seorang perintis ilmu ekonomi dalam islam.

1. Al Kasb (Kerja)

Al Syaibani mendefinisikan al kasb (kerja) sebagai mencari perolehan


harta melalui berbagai cara yang halal. Dalam ilmu ekonomi, aktivitas demikian
termasuk dalam aktivitas produksi. Definisi ini mengindikasikan bahwa yang
dimaksud dengan aktivitas produksi dalam ekonomi islam adalah berbeda dengan
aktivitas produksi dalam ekonomi konvensional.

3
Dalam ekonomi islam, tidak semua aktivitas yang menghasilkan barang
atau jasa disebut sebagai aktivitas produksi, karena aktivitas produksi sangat
terkait erat dengan halal haramnya suatu barang atau jasa dan cara
memperolehnya. Dengan kata lain, aktivitas menghasilkan barang dan jasa yang
halal saja yang dapat disebut sebagai aktivitas produksi.

Menurut Al Syatibi, kemaslahatan hanya dapat dicapai dengan memelihara


lima unsur pokok kehidupan yaitu Agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
Dengan demikian, seorang muslim termotivasi untuk memproduksi setiap barang
atau jasa yna memiliki maslahah tersebut. Hal ini berarti bahwa konsep maslahah
merupakan konsep yang objektif terhadap perilaku produsen karena ditentukan
oleh tujuan(maqashid) syariah, yakni memelihara kemaslahatan manusia didunia
dan akhirat, tentu jauh berbeda dengan konsep ekonomi. Dalam ekonomi
konvensional, nilai guna suatu barang atau jasa ditentukan oleh keinginan (wants)
orang per orang dan ini bersifat subjektif.

Dalam pandangan islam, aktivitas produksi merupakan bagian dari


kewajiban imaratul kaum, yakni menciptakan kemakmuran semesta untuk semua
makhluk. Berkenaan dengan hal tersebut, Al Syaibani menegaskan bahwa kerja
yang merupakan unsur utama produksi mempunyai kedudukan yang sangat
penting dalam kehidupan karena menunjang pelaksanaan ibadah kepada Allah
SWT dan karenanya hokum bekerja adalah wajib.Ia menguraikan bahwa untuk
menunaikan berbagai kewajiban, seseorang memerlukan kekuatan jasmani itu
sendiri merupakan hasil mengkonsumsi makanan yang diperoleh melalui kerja
keras.

Dengan demikian, kerja mempunyai peranan yang sangat penting dalam


menunaikan suatu kewajiban dan karenanya hokum bekerja adalah wajib.Dari hal
tersebut, bahwa orientasi bekerja dalam pandangan Al Syaibani adalah hidup
untuk meraih keridhaan Allah Swt. Kerja mempunyai peranan yang sangat
penting dalam memenuhi hak Allah, hak hidup, hak keluarga, dan hak
masyarakat.

4
Dengan menerapkan instrument incentive-reward and punishment, setiap
komponen masyarakat dipacu dan dipacu untuk menghasilkan sesuatu menurut
bidangnya masing-masing. Sementara, di sisi lain, pemerintah juga berkewajiban
memayungi aktivitas produksi dengan memberikan jaminan keamanan dan
keadilan bagi setiap orang. Imam asy-Syaibani menegaskan bahwa kerja yang
merupakan unsur utama produksi memiliki kedudukan yang sangat penting dalam
kehidupan karena menunjang pelaksanaan ibadah kepada Allah Swt dan
karenanya, hukum bekerja adalah wajib. Hal ini didasarkan pada dalil-dalil
berikut:

a. Firman Allah Swt, QS. Al-Jumu’ah: 10

“ Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

b. Hadits Rasulullah Saw,

“ Mencari pendapatan adalah wajib bagi setiap muslim.”

Amirul Mukminin Umar ibn al-Khattab r. a. lebih mengutamakan derajat kerja


daripada jihad. Sayyidina Umar menyatakan, dirinya lebih menyukai meninggal
pada saat berusaha mencari sebagian karunia Allah Swt di muka bumi daripada
terbunuh di medan perang, karena Allah Swt mendahulukan orang-orang yang
mencari sebagian karunia-Nya daripada para mujahidin melalui firman-Nya:

“Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah
dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah….”(QS. Al-
Muzammil: 20)

Imam asy-Syaibani juga menyatakan bahwa bekerja merupakan ajaran


para rasul terdahulu dan kaum muslimin diperintahkan untuk meneladani cara
hidup mereka[9]. Dalam pandangan Imam asy-Syaibani, orientasi bekerja adalah

5
hidup untuk mencapai keridhaan Allah Swt. Kerja merupakan usaha untuk
mengaktifkan roda perekonomian, termasuk proses produksi, konsumsi, dan
distribusi yang berimplikasi secara makro meningkatkan pertumbuhan ekonomi
suatu negara. Kerja memiliki peranan yang sangat penting dalam memenuhi hak
Allah Swt, hak hidup, hak keluarga dan hak masyarakat.

2. Kekayaan dan Kefakiran

Menurut Al Syaibani sekalipun banyak dalil yang menunjukkan keutamaan


sifat-sifat kaya, sifat-sifat fakir mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Ia
menyatakan bahwa apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan
kemudian bergegas pada kebajikan, sehingga mencurahkan perhatian pada urusan
akhiratnya, adalah lebih baik bagi mereka. Dalam konteks ini, sifat-sifat fakir
diartikannya sebagai kondisi yang cukup (kifayah), bukan kondisi meminta-minta
(kafalah).

Di sisi lain, ia berpendapat bahwa sifat-sifat kaya berpotensi membawa


pemiliknya hidup dalam kemewahan. Sekalipun begitu, ia tidak menentang gaya
hidup yang lebih dari cukup selama kelebihan tersebut hanya digunakan untuk
kebaikan.

3. Klasifikasi Usaha-usaha perekonomian

Menurut Al-syaibani, usaha-usaha perekonomian terbagi atas empat macam,


yaitu sewa-menyewa, perdagangan, pertanian, dan perindustrian. Sedangkan para
ekonom kontemporer membagi menjadi tiga, yaitu pertanian, perindustrian, dan
jasa. Menurut para ulama usaha jasa meliputi usaha perdagangan. Diantara
keempat usaha perekonomian tersebut, Al-Syaibani lebih mengutamakan usaha
pertanian dari usaha lain. Menurutnya, pertanian memproduksi berbagai
kebutuhan dasar manusia yang sangat menunjang dalam melaksakan berbagai
kewajibannya. Dalam perekonomian, pertanian merupakan suatu usaha yang

6
mudah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Allah telah menyediakan sawah dan
ladng untuk bercocok tanam. Dan makanan yang kita makan menyerupakan hasil
dari pertanian.

Dari segihukum, Al-Syaibani membagi usaha-usaha perekonomian menjadi


dua, yaitu fardu kifayah dan fardu ‘ain. Berbagai usaha perekonomian dihukum
fardu kifayah apabila telah ada orang yang mengusahakannya atau
menjalankannya, roda perekonomian akan terus berjalan dan jika tidak seorang
pun yang menjalankannya, tata roda perekonomian akan hancur berantakan yang
berdampak pada semakin banyaknya orang yang hidup dalam kesengsaraan. Maka
dari itu kita disuruh untuk bekerja dan berusa di muka bumi ini.

Barbagai usaha perekonomian dihukum fardu ‘ain karena usaha-usaha


perekonomian itu mutlak dilakukan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dan kebutuhan orang-orang yang ditanggunganya. Bila tidak dilakukan
usaha-usaha perekonomian, kebutuhan dirinya tidak akan terpenuhi, begitu pula
orang yang ditanggungnya, sehingga akan menimbulkan akan kebinasaan bagi
dirinya dan tanggungannya.

4. Kebutuhan-kebutuhan Ekonomi

Al Syaibani mengatakan bahwa sesungguhnya Allah menciptakan anak-anak


Adam sebagai suatu ciptaan yang tubuhnya tidak akan berdiri kecuali dengan
empat perkara yaitu makan, minum ,pakaian, dan tempat tinggal. Para ekonom
yuang lain mengatakan bahwa kempat hal ini adalah tema ekonomi.

5. Spesialisasi dan Distribusi Pekerjaan

Al-syaibani menyatakan bahwa manusia dalam hidupnya selalu membutuhkan


yang lain. Manusia tidak akan bisa hidup sendirian tanpa memerlukan orang lain.
Seseorang tidak akan menguasai pengetahuan semua hal yang dibutuhkan

7
sepanjang hidupnya dan manusia berusaha keras, usia akan membatasi dirinya.
Oleh karena itu, Allah SWT memberi kemudahan pada setiap orang untuk
menguasai pengetahuan salah satu diantaranya, Allah tidak akan mempersulit
makhluknya yang mau berusaha tetapi akan memberikan jalan atau petunjuk
untuk dirinya. sehingga manusia dapat bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Allah SWT berfiman dalam surat az-Zukhruf ayat 32

Artinya: “dan kami telah meninggikan sebagian mereka ats sebagian yang lain
beberapa derajad,”

Al-syaibani menandaskan bahwa seorang yang fakir dalam memenuhi


kebutuhan hidupnya akan membutuhkan orang kaya sedangkan yang kaya
membutuhkan tenaga orang miskin. Dari hasil tolong-menolong tersebut, manusia
akan semakin mudah dalam menjalankan aktivitas ibadah kepada-Nya. Dan Allah
mengatakan dalam Qur’an surat al-Maidah ayat : 2

Artinya:” dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan


taqwa…”

Rasulullah saw bersabda:

“ sesungguhnya Allah SWT selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya


tersebut menolong saudara muslimnya.” (HR Bukhari-Muslim)

Selain itu Al-syaibani menyatakan bahwa apabila seseorang bekerja


dengan niat melaksanakan ketaatan kepada-Nya atau membantu suadaranya
tersebut niscaya akan diberi ganjaran sesuai dengan niatnya. Dengan demikian,
distribusi pekerjaan seperti di atas merupakan objek ekonomi yang mempunyai
dua aspek secara bersamaan, yaitu aspek religius dan aspek ekonomis.

Suatu pekerjaan yang baik merupakan suatu ibadah, agar kita bisa hidup
lebih sederhana dalam memenuhi kebutuhan hidup. Jika manusia hanya
menunggu karunia dari-Nya, niscaya itu tidak akan perna ada rezeki untuk dirinya

8
karna tidak mau berusaha. Dan bersyukurlah atas rezeki yang telah Allah berikan.
Karna Allah akan menambahkan rezeki bagi orang yang mau mensyukurinya.

C. Relefansi Antara Teori yang Dikemukakan dengan Realita Saat ini

Setiap manusia wajib bekerja untuk meraih rezeki Allah swt. Jika manusia
tidak bekerja, maka mereka tidak akan dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Oleh karena itu, setiap orang harus mampu memanfaatkan potensi yang ada pada
dirinya untuk mengolah sumber daya alam yang ada. Jika kita lihat saat ini,
kewajiban untuk bekerja telah mendorong sebagian orang berusa keras untuk
mencari rizki Allah bahkan mereka berlomba-lomba menciptakan lapangan kerja.

Namun, juga tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini masih banyak sekali orang
yang tidak memiliki pekerjaan, mereka hanya berpangku tangan menanti rezeki
dari Alllah. Inilah realita yang ada, dimana masih banyak sekali orang yang
bermalas-malasan untuk bekerja, sekalipun itu adalah kewajiban mereka. Hal ini
yang membuat perekonomian sulit untuk berkembang dan tingkat kemiskinan
tidak berkurang serta banyak sumber daya alam belum dimanfaatkan.

Jika kita lihat, pertanian tetap memegang peranan penting dalam kehidupan
manusia. Produk-produk pertanian adalah produk yang merupakan kebutuhan
pokok manusia. Jadi, bisa dibayangan jika pertanian tidak ada, maka manusia
tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan jika manusia tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya, otomatis mereka akan mati dan aktivitas produksi
di sector lain pun akan berhenti. Itulah sebabnya pertanian tetap memegang
peranan penting dalam aktivitas ekonomi atau ketersediaan lapangan kerja.

Namun, saat ini pertanian di Indonesia semakin tidak produktif. Hal ini
disebabkan karena semakin berkurangnya lahan untuk pertanian karena akibat
alih fungsi lahan ke sector pembangunan dan industry. Juga akibat kurangnya
minat orang Indonesia tehadap pertanian karena telah disibukkan dengan hal-hal
lain. Bisa dibayangkan jika produktivitas pertanian di Indonesia semakin

9
menurun, maka akan sulit sekali untuk mendapatkan bahan pokok untuk
memenuhi kehidupan sehari-hari, sehingga Indonesia akan menjadi negara
importir bahan pokok, yang seharusnya tidak terjadi melihat alam Indonesia yang
luas dan cocok untuk pertanian.

Sekarang menjadi tugas kita bersama untuk berpikir keras dan melakukan
perubahan kearah yang lebih baik. Kita harus berupaya untuk membangkitkan
semangat kerja saudara-saudara kita dan menyadarkan mereka akan pentingnya
pertanian, sehingga mereka mau memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk
kesejahteraan bersama.

Dengan begitu maka aktivitas ekonomi akan meningkat, dan memberikan nilai
positif terhadap semua aspek. Pada dasarnya banyak cara agar pertanian di
Indonesia ini cepat berkembang, tetepi pada kenyataanya masyarakat tidak bisa
melihat situasi ekonomi yang global ini. Masyarakat hanya bisa meniru dan tidak
mampu memberikan situasi ekonomi yang baik untuk meingkatkan kualitas
ekonomi negara ini. Coba bandingkan dengan ekonomi yang ada di luar negeri
seperti Amerika, pasti sangat jauh.

Indonesia sebagai negara yang mempunyai iklim tropis, sudah seharusnya


mampu memproduksi produk-produk unggulan dan berkualitas dalam sector
pertanian. Tapi nyatanya Indonesia masih sering menginport hasil pertanian dari
luar negri. Ini merupakan masalah buat negara Indonesia. Bagamimana tidak,
kalau pertanian saja harus menginpor dari luar negri bagaimana bisa Indonesia
menjadi negara yang mandiri. Jika hal ini berlalut-larut akan mengakibatkan
dampak ke aspek yang lain juga.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Al Syaibani memiliki nama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin


al-Hasan bin Farqad Jazariya asy-Syaibani, dan lahir di kota Wasith, Irak
pada tahun 132 H (790 M). Al Syaibani belajar dari Mus'ar bin Kadam,
Sufyan Tsauri,Umar bin Dzar,dan Malik bin Maghul di Kuffah, dan juga
belajar kepada Abu Hanifah dan Abu Yusuf. Karya beliau yang terkenal
yaitu Zahir al-Riwayah dan Al-Nawadir. Adapun pemikiran ekonomi
islam menurut Al Syaibani yaitu :

1. Al Kasb (Kerja)

2. Kekayaan dan kefakiran/kemiskinan

3. Klasifikasi usaha-usaha perekonomian

4. Kebutuhan-kebutuhan ekonomi. 

5. Spesialisasi dan distribusi pekerjaan. 

11
DAFTAR PUSAKA

http://gabunganmakalah.blogspot.com/2013/05/pemikiran-ekonomi-al-
saybani_22.html

12

Anda mungkin juga menyukai