ABU UBAID )
Makalah Diajukan Uuntuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi
Islam
Dosen Pengampu :
Dr.Ahmad Nuruzzaman,M,E.
Oleh:
SUCI RAMADHANI (2304030038)
MBS-B Semester 2
A.Latar Belakang
Pemikiran Ekonomi Islam muncul sejak zaman Rasulullah Saw, dengan mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan kehidupan bermasyarakat, setelah itu digantikan oleh
penerusnya yaitu khaulafaurasyidin serta khalifah lainnya dalam menata ekonomi negara. Sistem
ekonomi Islam terbentuk secara berkala dan berdasarkan paradigma Islam. Para cendekiawan
muslim telah memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi Islam.
Permasalahannya adalah bagaimana ditemukan kembali jejak-jejak pemikiran munculnya
konsep ekonomi Islam secara teoritis dalam bentuk rumusan yang mampu diaplikasikan sebagai
pedoman tindakan yang berujung pada rambu halal-haram atau berprinsip syariat Islam.
Kelangkaan tentang kajian pemikiran ekonomi dalam Islam sangat tidak menguntungkan karena,
sepanjang sejarah Islam para pemikir dan pemimpin muslim sudah mengembangkan berbagai
gagasan ekonominya dengan sedemikian rupa, sehingga terkondisikan mereka dianggap sebagai
para pencetus ekonomi Islam sesungguhnya.
Pemikir ekonomi Islam dibagi dalam dua masa, yakni masa pemikir ekonomi klasik dan
juga masa pemikir ekonomi kontemporer. Dalam makalah ini akan dipaparkan pemikir ekonomi
pada masa klasik dengan tokoh Abu Ubaid (150-224 H) dan juga Yahya Bin Umar (213-289 H).
B. Rumusan Masalah
1.Bagaimana biografi beserta sejarah pemikiran ekonomi Islam menurut Abu Ubaid?
2.Bagaimana biografi beserta sejarah pemikiran ekonomi Islam menurut Yahya bin Umar?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat memahami akar kemunculan pemikiran dan teori ekonomi Islam,
macam-macam trend, tipe, model, dan karakter pemikiran Abu Ubaid dan Yahya bin Umar
2. Agar mahasiswa dapat memahami, mengkritisi dan mengaktualkan kembali secara ilmiah dan
objektif isu-isu dan gagasan pemikiran tokoh ekonomi muslim klasik, menemukan metodologi
dan kerangka pemikirannya, mendalami dan menganalisis implikasi yang ditimbulkan dari
pemikiran atau konsep tersebut.
BAB II PEMBAHASAN
4. Pertimbangan Kebutuhan
Abu Ubaid sangat menentang tentang pembagian harta zakat yang harus dilakukan secara
merata antara 8 asnaf dan cenderung menentukan suatu batas tertinggi terhadap bagian seseorang.
Bagi Abu Ubaid yang paling penting adalah memenuhi kebutuhan dasar, seberapa pun besarnya
serta bagaimana menyelamatkan orang-orang dari bahaya kelaparan. Namun pada saat yang
bersamaan, Abu Ubaid tidak memberikan hak penerimaan zakat kepada orang-orang yang
memiliki harta 40 dirham atau yang setara, di samping pakaian, rumah dan pelayan yang
dianggapnya sebagai kebutuhan standart minimun. Abu Ubaid menganggap seseorang yang
memiliki 200 dirham dianggap sebagai orang kaya sehingga mengenakan kewajiban zakat pada
orang tersebut. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan Abu Ubaid ini mengindikasikan
adanya 3 kelompok sosio-ekonomi yang terkait dengan status zakat yaitu :
a. Kalangankayayangterkenawajibzakat.
b. Kalanganmenegahyangtidakterkenawajibzakat,tetapijugatidakberhakmenerimazakat. c.
c.Kalanganpenerimazakat.
Berkaitan dengan distribusi kekayaan melalui zakat, secara umum Abu Ubaid
mengadopsi prinsip “Bahwa bagi setiap orang adalah menurut kebutuhannya masing-masing”.
Ketika membahas kebijakan penguasa dalam hal jumlah zakat yang diberikan pada
pengumpulnya (amil), pada prinsipnya ia lebih cenderung pada prinsip “Bagi setiap orang adalah
sesuai dengan haknya”.
5.Fungsi Uang
Umat Islam telah akrab dengan mata uang yang disebut dinar dan dirham. Dinar dan
dirham yang digunakan orang arab waktu itu tidak didasarkan pada nilainya, melainkan menurut
beratnya. Sebab dinar dan dirham tersebut dianggap sebagai mata uang yang dicetak, mengingat
bentuk timbangan dinar dan dirham yang tidak sama dan karena kemungkinan terjadinya
penyusutan akibat peredaran. Nilai tukar dinar-dirham relatif stabil pada jangka waktu yang
panjang dengan kurs dinar-dirham 1:10 pada saat itu perbandingan emas dan perak 1:7. Peredaran
dinar sangat terbatas, peredaran dirhah berfluktuasi kadang-kadang malah menghilang,
sedangkkan yang beredar luas adalah fullus.
Menurut Al-Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat
merefleksikan harga semua barang. Dalam istilah klasik dapat dikatakan bahwa uang tidak
mempunyai kegunaan langsung (direct utiliti function). Hanya, bila uang itu digunakan untuk
membeli barang-barang itu akan memberi kegunaan.
Abu Ubaid mengakui adanya 2 fungsi uang yakni : sebagai standart nilai pertukaran dan
media pertukaran. Disamping itu sekalipun tidak menyebutkan secara jelas Abu Ubaid secara
implisit mengakui tentang adanya fungsi uang sebagai penyimpan nilai ketika membahas jumlah
tabungan minimum yang wajib terkena pajak. Salah satu ciri khas kitab al-Amwal diantara kitab-
kitab lain yang membahas tentang keuangan publik adalah pembahasan tentang timbangan dan
ukuran, yang bisa digunakan dalam menghitung beberapa kewajiban agama yang berkaitan
dengan harta atau benda. Takaran dan timbangan menurut Abu Ubaid dalam kitab al-Amwal
adalah 1 sha’= 4 mud dan 1 mud =1 1/3 rithl Baghdad. maka 1 sha’= 5 1/3 rithl.3[5]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perkembangan Islam pada masa-masa awal menuju kejayaannya, ternyata bukan hanya
berupa perkebangan politik dan militer saja melainkan perkembangan ekonomi juga memainkan
peranan yang penting dalam menopang peradaban Islam. Perkembangan ekonomi Islam ini
bersumber dari pemikiran serta kebijakan para tokoh dan ulama Islam yang dimulai dari generasi
Rasul dan para sahabat dan kemudian para tabi’in dan tabiut tabi’in hingga kekhalifahan
Umayyah, Abbasiyah dan Utsmani.
Abu Ubaid secara singkat membahas hak dan kewajiban rakyat terhadap pemerintahnya,
dengan studi khusus mengenai kebutuhan terhadap suatu pemerintahan yang adil. Secara umum
pada masa hidupnya Abu Ubaid, pertanian dipandang sebagai sektor usaha yang paling baik dan
utama karena menyediakan kebutuhan dasar, makanan dan juga marupakan sumber utama
pendapatan negara.
Beberapa pandangan ekonomi Abu Ubaid ialah dalam hal, a) Filosofi Hukum dan Sisi
Ekonomi, b) Diktomi Badui – Urban, c) Kepemilikan dalam konteks Kebijakan Perbaikan
Pertanian, d) Pertimbangan Kebutuhan, dan e) Fungsi Uang.
DAFTAR PUSTAKA
Azmi, Sabahuddin. 2005. Menimbang Ekonomi Islam Keuangan Publik dalam pemikiran Islam
Amwal. Cet I. Bandung : Penerbit Nuansa.
Azwar Karim, Adiwarman. 2002. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Ed III. Cet 6. Jakarta : PT.
Pustaka Pelajar.
Azwar Karim, Adiwarman. 2008. Ekonomi Mikro Islam. Ed. III. Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada.
Azwar Karim, Adiwarman. 2014. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Cet. II. Jakarta : Rajawali
Pers.
Izzan, Ahmad dan Syahri Tanjung. 2006. Referensi Ekonomi Syariah Ayat-Ayat Al- Qur’an yang
Berdimensi Ekonomi. Cet. I. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Mujahidin, Akhmad. 2007. Ekonomi Islam. Ed. I. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Sudarsono, Heri. 2007. Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar. Ed.I. Cet. V. Yogyakarta :
Ekonisia.
Suprayitno, Eko. 2005. Ekonomi Islam Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. Cet.
I. Yogyakarta : Graha Ilmu.