Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SEJARAH EKONOMI PADA MASA AWAL ISLAM


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam

Dosen pengampu:
Imam Baihaki, S.E., M.H

Disusun Oleh:
Moh. Ato’illah
Moh. Fawaid

PRODI EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AHMAD SIBAWAYHIE
DEMUNG BESUKI SITUBONDO
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan kepada kita. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah
kepada Baginda Rasullullah Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan
umatnya, Amin.
Alhamdulillah Penulis dapat menyelesaikan tugas dari dosen pengampu mata
kuliah Industri & Produk Halal dengan judul “Sejarah Ekonomi Pada Masa Awal
Islam”.
Makalah ini disusun berdasarkan apa yang Penulis dapat dari dosen pengampu
mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dan sumber–sumber literatur lain yang
relevan. Namun demikian Penulis menyadari jika adanya kekurangan–kekurangan di
dalam makalah ini dan oleh karena kekurangan itu untuk dapat terlengkapi melalui
diskusi serta bimbingan dan arahan dari dosen pengampu.
Cukup sekian yang dapat Penulis ungkapkan dalam kata pengantar ini, semoga
dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Demikian dan terima kasih.

Penulis

Besuki, 17 Februari 2024

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
A. Latar Belakang.............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan ........................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 2
A. Sejarah Ekonomi Pada Awal Islam Islam .................................................... 2
B. Pengertian Ekonomi Islam ........................................................................... 5
C. Prinsip Dasar Ekonomi Islam ....................................................................... 8
BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 12
A. Kesimpulan ................................................................................................. 12
B. Saran ........................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meskipun ilmu ekonomi belum berusia lebih dari dua abad, pembahasan dan
analisis tentang masalah ekonomi telah berlangsung lama. Ekonomi, sebagaimana
dikenal saat ini, mulai terbentuk di Eropa selama abad kedelapan belas. Namun, analisis
ekonomi memiliki garis keturunan yang lebih panjang. Analisis ini dapat ditemukan
dalam tulisan-tulisan para filsuf Yunani kuno, cendekiawan Islam, aliran abad
pertengahan, dan Merkantilis abad keenam belas dan ketujuh belas. Analisis ekonomi
juga berkembang pada peradaban Tiongkok dan India kuno.1 Schumpeter (1954) dalam
bukunya ‘History of Economic Analysis’ membedakan antara analisis ekonomi dan
pemikiran ekonomi. Menurutnya, pemikiran ekonomi merupakan akumulasi dari semua
pendapat dan opini tentang subjek ekonomi, terutama tentang kebijakan publik yang
berkaitan dengan ekonomi yang pada waktu tempat tertentu, terpikirkan di benak
masyarakat.
Dengan demikian, pemikiran ekonomi adalah pendapat tentang masalah
ekonomi yang berlaku pada waktu tertentu dalam masyarakat tertentu. Sementara itu,
yang dimaksud dengan sejarah analisis ekonomi adalah adalah Sejarah tentang upaya
intelektual yang dilakukan manusia untuk memahami fenomena ekonomi atau sejarah
aspek ilmiah dari pemikiran ekonomi.2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Ekonomi Pada Awal Islam Islam?
2. Bagaimana Pengertian Ekonomi Islam?
3. Bagaimana Prinsip Dasar Ekonomi Islam?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Sejarah Ekonomi Pada Awal Islam Islam
2. Untuk Mengetahui Pengertian Ekonomi Islam
3. Untuk Mengetahui Prinsip Dasar Ekonomi Islam

1
Abdul Azim Islahi, A Study of Muslim Economic Thinking in the 11th A.H./17th C.E. Century (Jeddah,
Saudi Arabia: King Abdulaziz University, 2011), http://spc.kau. edu.sa.
2
Joseph A. Schumpeter and Elizabeth Boody Schumpeter, History of Economic Analysis, Political
Science Quarterly, vol. 69 (London: Taylor & Francis, 1954), https://doi. org/10.2307/2145638.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Ekonomi Pada Awal Islam Islam
1. Asal Usul Pemikiran
Ekonomi Islam Kemunculan ekonomi Islam di Era kekinian,3 telah membuahkan
asil dengan banyak diwacanakan kembali Ekonomi Islam dalam teori-teori, dan
dipraktikannya Ekonomi Islam di ranah bisnis modern seperti halnya lembaga
keuangan syari'ah bank dan non-bank. Ekonomi Islam yang telah hadir kembali saat
ini, bukanlah suatu hal yang tiba-tiba datang begitu saja. Ekonomi Islam sebagai
sebuah cetusan konsep pemikiran dan praktik tentunya telah hadir secara bertahap
dalam periode dan fase tertentu.4
Memang ekonomi sebagai sebuah ilmu maupun aktivitas dari manusia untuk
memenuhi ke butuhan hidupnya adalah sesuatu hal yang sebenarnya memang ada
begitu saja. Karena upaya memenuhi kebutuhan hidup bagi seorang manusia adalah
suatu fitrah. Seperti halnya, kita berlogika terhadap upaya Adam a.s., mencoba
bertemu dengan Hawa, ketika diturunkan ke bumi dalam interval jarak yang cukup
jauh dan hanya ada dua orang di muka bumi ini. Tentunya upaya mempertahankan
hidup sejak itu juga telah dilakukan. Begitu pula dengan anak dari Adam a.s.-Hawa,
ketika keduanya, Habil dan Qobil mencoba memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
saling bertukar akan potensi yang telah mereka berdua miliki masing-masing.
Permasalahannya adalah bagaimana kita menemukan kembali jejak-jejak
kebenaran akan sejarah, fase dan periodisasi munculnya konsep ekonomi Islam
secara teoritis dalam bentuk rumusan yang mampu diaplikasikan sebagai pedoman
tindakan yang berujung pada rambu-rambu halal-haram atau berprinsip Syari'at
Islam.
Lingkup bahasan kelangkaan tentang kajian sejarah pemikiran ekonomi dalam
Islam sangat tidak menguntungkan, karena sepanjang sejarah Islam, para pemikir
dan pemimpin Muslim sudah mengembangkan berbagai gagasan ekonominya
sedemikian rupa, sehingga mengharuskan kita untuk menganggap mereka sebagai
para pencetus ekonomi Islam. Sesungguhnya, ilmu ekonomi Islam berkembang

3
Ghazanfar, “The Economic Thought of Abu Hamid Al-Ghazali and St Thomas Aquinas: Some
Comparative Parallels and Links.”
4
Islahi, Contributions of Muslim Scholars to Economic Thought and Analysis (11-905 A.H./632-1500
A.D).

2
secara bertahap sebagai suatu bidang ilmu interdisiplin yang menjadi bahan kajian
para Jugaha, mufassir, filsuf, sosiolog, dan politikus. Sejumlah Cendekiawan
Muslim terkemuka, seperti Abu Yusuf (w.182 H), Al Syaibani (w. 189 H), Abu
Ubaid (w.224 H), Yahya bin Umar (w.289 H), Al-Mawardi (w. 450 H), Al-Ghazali
(w 505 Hj), Ibnu Taimiyah (w. 728 H), Al-Syatibi (w.790 H), Ibnu Khaldun (w. 808
H), dan Al-Magrizi (w. 845 H), telah memberikan kontribusi yang besar terhadap
kelangsungan dan perkembangan peradaban dunia, khususnya pemikiran ekonomi,
melalui sebuah proses evolusi yang terjadi selama berabad-abad.
Latar belakang para cendekiawan Muslim tersebut bukan merupakan ekonom
murni. Pada masa itu, klasifikasi disiplin ilmu pengetahuan belum dilakukan.
Mereka mempunyai keahlian dalam berbagai bidang ilmu dan mungkin faktor ini
yang menyebabkan mereka melakukan pendekatan interdisipliner antara ilmu
ekonomi dan bidang ilmu yang mereka tekuni sebelumnya. Pendekatan ini membuat
mereka tidak memfokuskan perhatian hanya pada variabel-variabel ekonomi
semata. Para Cendekiawan ini menganggap kesejahteraan umat manusia merupakan
hasil akhir dari interaksi panjang sejumlah faktor ekonomi dan faktor-faktor lain
seperti moral sosial demografi, dan politik.
Konsep ekonomi mereka berakar pada hukum Islam yang ber Sumber dari al-
Qur'an dan Hadis Nabi. Ia merupakan hasil interp dari berbagai ajaran Islam yang
bersifat abadi dan universal, men dung sejumlah perintah dan prinsip umum bagi
perilaku individ, dan masyarakat, serta mendorong umatnya untuk menggunakan ka
kuatan akal pikiran mereka. Selama 14 abad sejarah Islam, terdapat studi yang
berkesinambungan tentang berbagai isu ekonomi dalan pandangan syari'ah.
Sebagian besar pembahasan isu-isu tersebut terkubur dalam berbagai literatur
hukum Islam yang tentu saja tida memberikan perhatian khusus terhadap analisis
ekonomi.5 Sekalipun demikian, terdapat beberapa catatan para Cendekiawar
Muslim yang telah membahas berbagai isu ekonomi tertentu secara panjang, bahkan
di antaranya memperlihatkan suatu wawasan analisis ekonomi yang sangat menarik.
Selain penjelasan di atas, lingkup pembahasan dalam sejarah pemikiran ekonomi
Islam juga meliputi penelaahan secara umum asal usul lahirnya pemikiran ekonomi
dalam Islam, berikut berbagai fax perkembangannya hingga memasuki awal abad
ke-20 Masehi: Kemudian juga meliputi pembahasan mengenai berbagai kegiatan

5
Eugene Kamenka and R S Neale, Feudalism, Capitalism and Beyond (Canberra: ANU Press, 1975).

3
perekonomian umat Islam yang berlangsung pada zaman pemerintaha Rasulullah
saw, dan al-Khulafaurrasyidun, yang mencakup pembahasan mengenai sistem
ekonomi dan fiskal pada masa pemerintahan Rasulullah saw, sistem ekonomi dan
fiskal pada masa pemerintahan al-Khulafaurrasyidin, kebijakan fiskal pada masa
awal pemerintahan Islam, uang dan kebijakan moneter pada awal pemerintahan
Islam, serta peranan harta rampasan perang pada awal pemerintahan Islam.
2. Sejarah Islam dan Masa Depan Sistem Ekonomi Islam
Sistem ekonomi terbentuk dari pengalaman masa lalu suatu negara dalam
mengelola negaranya.6 Untuk itu kajian tentang sejarah sangat penting bagi
ekonomi karena sejarah adalah laboratorium umat manusia. Ekonomi, sebagai salah
satu ilmu sosial, perlu kembali kepada sejarah agar dapat melaksanakan ekperimen
eksperimennya dan menurunkan kecenderungan-kecenderungan jangka jauh dalam
berbagai perubahan ekonominya. Sejarah memberikan dua aspek utama kepada
ekonomi, yaitu sejarah pemikiran ekonomi dan sejarah unitunit ekonomi seperti
individu-individu, badan-badan usaha dan ilmu ekonomi itu sendiri.
Kajian tentang sejarah pemikiran ekonomi dalam Islam seperti itu akan
membantu menemukan sumber-sumber pemikiran ekonomi Islam kontemporer, di
satu pihak dan di pihak lain akan memberi kemungkinan kepada kita untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai perjalanan pemikiran ekonomi
Islam selama ini. Keduanya akan memperkaya ekonomi Islam kontemporer dan
membuka jangkauan lebih luas bagi konseptualisasi dan aplikasinya.
Kajian terhadap perkembangan historik ekonomi Islam itu merupakan ujian-
ujian empirik yang diperlukan bagi setiap gagasan ekonomi. Ini memiliki arti sangat
penting, terutama dalam bidang kebijakan ekonomi dan keuangan negara. Namun
peringatan terhadap adanya dua bahaya perlu dikemukakan bila aspek historik Islam
itu diteliti. Pertama, bahaya kejumbuhan antara teori dengan aplikasi-aplikasinya,
dan kedua, pembatasan teori dengan sejarahnya. Bahaya pertama muncul ketika
para pemikir ekonomi Muslim modern tidak membedakan secara jelas antara
konsepsi Islam dan aplikasi-aplikasi historiknya.7
Bahaya kedua muncul ketika para ahli ekonomi Islam menganggap pengalaman

6
Susanto, Ari, and Yusdani. (2019) “Rekontekstualisasi Pemikiran Kahrudin Yunus Tentang Distribusi
Dalam Sistem Ekonomi Bersamaisme Di Era Industri 4.0.”. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta
7
Fogg, K. W. (2019). Indonesian Islamic Socialism and Its South Asian Roots. Modern Asian Studies,
Vol. 53(6), pp 1736-1761.

4
historik itu mengikat bagi kurun waktu sekarang. Hal ini tercermin dalam
ketidakmampuan para ahli untuk merancang alOur'an dan Sunnah itu secara
langsung, yang pada gilirannya menimbulkan teori ekonomi islam yang hanya
bersifat historik dan tidak bersifat ideologik.
B. Pengertian Ekonomi Islam
Teori dan Model Ekonomi Islam menurut pandangan M.M. Metwally (Teori dan
Model Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh M. Husen Sawit, 1995) menyatakan bahwa
Ekonomi Islam dapat diartikan sebagai ilmu ekonomi yang dilandasi oleh ajaran-ajaran
Islam yang bersumber dari al-Quran, as-Sunnah, ijma’ (kesepakatan ulama) dan qiyas
(analogi). Al-Quran dan as-Sunnah merupakan sumber utama sedangkan ijma’ dan
qiyas merupakan pelengkap untuk memahami Al-Quran dan as-Sunnah.
Islam merumuskan suatu sistem ekonomi yang berbeda dari sistem-sistem
lainnya. Hal ini karena ekonomi Islam memiliki akar dari syariah yang menjadi sumber
dan panduan bagi setiap muslim dalam melaksanakan aktivitasnya. Islam mempunyai
tujuan-tujuan syariah (maqosid asy-syari’ah) serta petunjuk operasional (strategi) untuk
mencapai tujuan tersebut. Tujuan-tujuan itu sendiri selain mengacu pada kepentingan
manusia untuk mencapai kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik, juga memiliki
nilai yang sangat penting bagi persaudaraan dan keadilan sosial ekonomi, serta
menuntut tingkat kepuasan yang seimbang antara kepuasan materi dan ruhani (Tim
Pengembangan Perbankan Syariah Institute Bankir Indonesia, hal 10-11).
Sistem Ekonomi menurut pandangan Islam mencakup pembahasan tentang tata
cara perolehan harta kekayaan dan pemanfaatannya baik untuk kegiatan konsumsi
maupun distribusi (Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2007, hal. 12-13). Menurut an-Nabhany (Membangun Sistem Ekonomi Alternatif
Perspektif Islam, Risalah Gusti, 1996) asas yang dipergunakan untuk membangun
sistem ekonomi dalam pandangan Islam berdiri dari tiga pilar (fundamental) yakni
bagaimana harta diperoleh yakni menyangkut kepemilikan (al-milkiyah), lalu
bagaimana pengelolaan kepemilikan harta (tasharruf fil milkiyah), serta bagaimana
distribusi kekayaan di tengah masyarakat (tauzi’ul tsarwah bayna an-naas).
Prinsip-prinsip ekonomi Islam didasarkan atas lima nilai universal yang meliputi
tauhid (keimanan), ‘adl(keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah) dan
ma’ad (hasil). Dari kelima nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif

5
yaitu;kepemilikan multijenis (multiple ownership), kebebasan bertindak atau berusaha
(freedom to act) serta keadilan sosial (social justice). 8
Lima nilai universaltersebutmemiliki fungsisebagai fondasi, yaitu menentukan
kuat tidaknya suatu bangunan. Tauhid (keesaan Allah), memiliki arti bahwa semua yang
kita lakukan di dunia akan dipertanggung jawabkan kepada Allah di akhirat
kelak.‘Adl(keadilan), memiliki arti bahwa Allah telah memerintahkan manusia untuk
berbuat adil dan tidak menzalimi pihak lain demi memperoleh keuntungan pribadi.
Nubuwwah (kenabian), menjadikan sifat dan sikap nabi sebagai teladan dalam
melakukan segala aktivitas di dunia. Khilafah (pemerintahan), peran pemerintah adalah
memastikan tidak ada distorsi sehingga perekonomian dapat berjalan dengan baik.
Ma’ad (hasil), dalam Islam hasil (laba) yang diperoleh di dunia juga menjadi laba di
akhirat.
Konsep keadilan yang menempatkan kesamaan derajat manusia berlandaskan
atas kualitas ketakwaan dapat memupuk persaudaraan kemanusiaan yang sangat kuat.
Persaudaraan kemanusiaan, mewujudkan saling mengasihi di antara manusia, perasaan
cinta dan kebaikan, yaitu ketakwaan kepada Allah, melaksanakan hukum-hukumnya
dan menjauhi larangannya, mendukung pertumbuhan secara menyeluruh bagi
kemanusiaan. Disinilah pentingnya keadilan dalam konteks globalisasi ekonomi,
dimana aktivitas ekonomi dilaksanakan dengan adil antar sesama manusia walaupun
berbeda-beda bangsa, agama dan tingkat sosialnya.9
Dalam pandangan Al-Quran perbedaan sesama manusia adalah suatu hal yang
alami, juga sekaligus mengandung banyak manfaat. Sekalipun demikian manusia tetap
tergolong ke dalam umat yang satu. Agama berfungsi untuk mengingatkan akan
kesamaanya, sebagai landasan persahabatan, persaudaraan, dan tolong menolong dalam
mewujudkan keadilan sosial (Qutb,1994 :37). Sebaliknya ketidakadilan akan
melemahkan solidaritas dan meningkatkan konflik dan ketegangan, serta memperburuk
permasalahan manusia. Selain keadilan, yang perlu diterapkan dalam globalisasi
ekonomi adalah pendekatan multidisiplin. Hal ini karena kehidupan manusia tidak
hanya terdiri dari satu komponen yang terpisah dengan lainnya, melainkan seluruh
aspek kehidupan manusia, moral, intelektual, sosial, sejarah, demografis, dan politik

8
Lutfi Nurlita Handayani, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, PKEBS FEB UGM, Yogyakarta, 2018.
9
Akhmad Nur Zaroni, Globalisasi Ekonomi dan Implikasinya Bagi Negara-negara Berkembang: Telaah
Pendekatan Ekonomi Islam, AL-TIJARY, Vol. 01, Desember 2015.

6
tersambung erat satu sama lainnya. Manusia oleh Allah diberikan tugas
sebagaikhalifatullah fil ardhuntuk mewujudkan kehidupan yang maslahat sebagaimana
tujuan syariah yaitu mashalih al ‘ibad.
Secara umum tugas kekhalifahan manusia adalah tugas mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan dalam kehidupan umat manusia, serta tugas pengabdian
atau ibadah dalam arti luas. Untuk menunaikan tugas tersebut Allah telah membekali
manusia dengan dua hal utama(Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori ke
Praktek, Gema Insani Press, Jakarta, 2001 hal. 7)yaitu:manhaj al-hayatyakni sistem
kehidupan danwasilah al- hayatyaitu sarana kehidupan, sebagaimana firman-Nya dalam
al-Quran:
“Tidaklah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk
(kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan
menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin. Dan, diantara manusia ada
yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan
tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberikan
penerangan.”(QS. Luqman ayat: 20)
Manhaj al hayat adalah seluruh aturan kehidupan manusia yang bersumber
kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Aturan tersebut berupa keharusan melakukan yang
wajib, menganjurkan melakukan sunnah, menolak yang haram, menghindari yang
makruh atau yang mubah. Aturan-aturan tersebut dimaksudkan untuk menjaga
keselamatan manusia dalam kehidupanya, baik dari sisi keselamatan agama,
keselamatan jiwa dan raga, keselamatan akal, keselamatan harta benda, maupun
keselamatan nasab keturunannya. Hal-hal tersebut merupakan kebutuhan pokok atau
primer (al-haajat adh-dharuriyyah).
Pelaksanaan Islam sebagai way of lifesecara konsisten dalam semua kegiatan
kehidupan, akan melahirkan sebuah tatanan kehidupan yang baik, sebuah tatanan yang
disebut sebagaihayatan thayyibah. Sebaliknya apabila manusia menolak untuk
melaksanakan aturan itu atau sama sekali tidak memiliki keinginan untuk
mengaplikasikannya dalam kehidupan, akan melahirkan kekacauan dalam kehidupan
seseorang dan akan menimbulkan kemaksiatan dan atau kehidupan yang sempit, serta
kecelakaan di akhirat nanti. Aturan-aturan itu juga diperlukan untuk mengelola wasilah
al-hayah atau segala sarana dan prasarana kehidupan yang diciptakan Allah SWT untuk
kepentingan hidup manusia secara keseluruhan. Wasilah al-hayahini ada dalam bentuk

7
udara, air, tumbuh-tumbuhan, hewan ternak dan harta benda lainnya yang berguna
dalam kehidupan. Firman Allah dalam Al Qur’an:
“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit dan Dia maha
Mengetahui segala sesuatu. (QS.Al Baqarah ayat: 29)
Ekonomi Islam yang memiliki orientasi terhadap kehidupan dunia dan akhirat,
yang kehadirannya diharapkan bisa menjadi alternatif dari sistem ekonomi konvensional
yang dianggap rapuh dalam membentengi perekonomian dunia. Sistem ekonomi Islam
ini semestinya dapat berperan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi suatu negara,
khususnya Indonesia. Istilah Ekonomi Konvensional mulai mencuat ketika ekonomi
Islam mulai mulai berkembang. Sebelumnya kata Ekonomi Konvensional biasa kita
sebut dengan kata Ekonomi saja. Berikut adalah perbedaan yang mendasar antara
ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional:10
1. Dalam ekonomi konvensional terdapat masalah kelangkaan (scarcity). Sedangkan
dalam ekonomi Islam tidak mengenal kelangkaan karena Allah membuat segala
sesuatunya di dunia ini dengan tepat ukuran (Q.S Qamar: 49)
2. Dalam ekonomi konvensional tidak ada elemen nilai dan norma sehingga sering
terjadi konflik dan kecurangan saat pelaksanaannya. Berbanding terbalik dengan
ekonomi Islam yang menonjolkan sikap adil, jujur dan bertanggungjawab.
3. Ekonomi konvensional berpijak pada materialisme dan sekulerisme. Sementara
ekonomi Islam berpijak pada al-Quran, as-Sunnah serta Ijtihad para ulama.
4. Ekonomi Islam menguntungkan semua pihak, termasuk masyarakat kecil. Sedangkan
ekonomi konvensional hanya menguntungkan pihak tertentu saja.
Oleh karena itu, pengembangan ekonomi Islam dan penerapannya pada tata
perkonomian di Indonesia diharapkan dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat
secara keseluruhan, sejalan dengan tujuan syariah yaitu merealisasikan kemaslahatan
dan menghindarkan kemudharatan.
C. Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Prinsip-prinsip ekonomi Islam yang merupakan bangunan ekonomi Islam
didasarkan atas lima nilai universal yakni : tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan),
nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah) dan ma’ad (hasil). Kelima nilai ini

10
Abdul Mujib, Realitas Sistem Perbankan Syariah dan Ekonomi Islam, Jurnal Masharif al-Syariah:
Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, Vol. 4 No. 1, 2019 hal 155.

8
menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori-teori ekonomi Islam.11 Namun teori yang
kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sistem, akan menjadikan ekonomi Islam hanya
sebagai kajian ilmu saja tanpa member dampak pada kehidupan ekonomi. Karena itu,
dari kelima nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yang
menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi Islami. Ketiga prinsip derivatif itu
adalah multitype ownership, freedom to act, dan social justice.
Di atas semua nilai dan prinsip yang telah diuraikan di atas, dibangunlah konsep
yang memayungi kesemuanya, yakni konsep Akhlak. Akhlak menempati posisi puncak,
karena inilah yang menjadi tujuan Islam dan dakwah para Nabi, yakni untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak inilah yang menjadi panduan para pelaku
ekonomi dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya. Nilai-nilai Tauhid (keEsaan Tuhan),
‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah, dan ma’ad (hasil) menjadi
inspirasi untuk membangun teori-teori ekonomi Islam :
1. Prinsip Tauhid
Tauhid merupakan pondasi ajaran Islam. Dengan tauhid, manusia menyaksikan
bahwa “Tiada sesuatupun yang layak disembah selain Allah dan tidak ada pemilik
langit, bumi dan isinya, selain daripada Allah” karena Allah adalah pencipta alam
semesta dan isinya dan sekaligus pemiliknya, termasuk pemilik manusia dan
seluruh sumber daya yang ada. Karena itu, Allah adalah pemilik hakiki. Manusia
hanya diberi amanah untuk memiliki untuk sementara waktu, sebagai ujian bagi
mereka. Dalam Islam, segala sesuatu yang ada tidak diciptakan dengan sia-sia,
tetapi memiliki tujuan. Tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah
kepada-Nya. Karena itu segala aktivitas manusia dalam hubungannya dengan alam
dan sumber daya serta manusia (mu’amalah) dibingkai dengan kerangka hubungan
dengan Allah. Karena kepada-Nya manusia akan mempertanggungjawabkan segala
perbuatan, termasuk aktivitas ekonomi dan bisnis.12
2. ‘Adl
Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu sifat-Nya adalah adil. Dia
tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap makhluk-Nya secara dzalim. Manusia
sebagai khalifah di muka bumi harus memelihara hukum Allah di bumi dan
menjamin bahwa pemakaian segala sumber daya diarahkan untuk kesejahteraan
manusia, supaya semua mendapat manfaat daripadanya secara adail dan baik.

11
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: III T, 2002),h.17
12
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Wali Pers, 2007),h.14-15

9
Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Islam
mendefinisikan adil sebagai tidak menzalimi dan tidak dizalimi. Implikasi ekonomi
dari nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar
keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain atau merusak alam. Tanpa
keadilan, manusia akan terkotak-kotak dalam berbagai golongan. Golongan yang
satu akan menzalimi golongan yang lain, sehingga terjadi eksploitasi manusia atas
manusia. Masing-masing beruasaha mendapatkan hasil yang lebih besar daripada
usaha yang dikeluarkannya karena kerakusannya.
3. Nubuwwah

Karena sifat rahim dan kebijaksanaan Allah, manusia tidak dibiarkan begitu saja
di dunia tanpa mendapat bimbingan. Karena itu diutuslah para Nabi dan Rasul
untuk menyampaikan petunjuk dari Allah kepada manusia tentang bagaimana hidup
yang baik dan benar di dunia, dan mengajarkan jalan untuk kembali (taubat) keasal-
muasal segala sesuatu yaitu Allah. Fungsi Rasul adalah untuk menjadi model
terbaik yang harus diteladani manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan
akhirat. Untuk umat Muslim, Allah telah mengirimkan manusia model yang
terakhir dan sempurna untuk diteladani sampai akhir zaman, Nabi Muhammad Saw.
Sifat-sifat utama sang model yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya
dan pelaku ekonomi serta bisnis pada khususnya adalah Sidiq (benar, jujur),
amanah (tanggung jawab, dapat dipercaya, kredibilitas), fathonah (kecerdikan,
kebijaksanaan, intelektualitas) dan tabligh (komunikasi keterbukaan dan
pemasaran).

4. Khilafah
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman bahwa manusia diciptakan untuk menjadi
khalifah dibumi artinya untuk menjadi pemimpin dan pemakmur bumi. Karena itu
pada dasarnya setiap manusia adalah pemimpin. Nabi bersabda: “setiap dari kalian
adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang
dipimpinnya”. Ini berlaku bagi semua manusia, baik dia sebagai individu, kepala
keluarga, pemimpin Masyarakat atau kepala Negara. Nilai ini mendasari prinsip
kehidupan kolektif manusia dalam Islam (siapa memimpin siapa). Fungsi utamanya
adalah untuk menjagaketeraturan interaksi antar kelompok termasuk dalam bidang
ekonomi agar kekacauan dan keributan dapat dihilangkan, atau dikurangi.

10
Selain pemaparan di atas, prinsip-prinsip mendasar dalam ekonomi Islam
mencakup antara lain yaitu :
1. Landasan utama yang harus dijadikan pegangan bagi seseorang khusunya dalam
dunia perekonomian adalah Iman, menegakkan akal pada landasan Iman, bukan
iman yang harus didasarkan pada akal/pikiran. Jangan biarkan akal/pikiran terlepas
dari landasan Iman. Dengan demikian prinsip utama ekonomi Islam itu bertolak
kepada kepercayaan/keyakinan bahwa aktifitas ekonomi yang kita lakukan itu
bersumber dari syari’ah Allah dan bertujuan akhir untuk Allah.
2. Prinsip persaudaraan atau kekeluargaan juga menjadi tolak ukur. Tujuan ekonomi
Islam menciptakan manusia yang aman dan sejahtera. Ekonomi Islam mengajarkan
manusia untuk bekerjasama dan saling tolong menolong. Islam menganjurkan kasih
saying antar sesame manusia terutama pada anak yatim, fakir miskin, dan kaum
lemah.
3. Ekonomi Islam memerintahkan kita untuk bekerja keras, karena bekerja adalah
sebagai ibadah. Bekerja dan berusaha merupakan fitrah dan watak manusia untuk
mewujudkan kehidupan yang baik, sejahtera dan Makmur di bumi ini.
4. Prinsip keadilan sosial dalam distribusi hak milik seseorang, juga merupakan asas
tatanan ekonomi Islam. Penghasilan dan kekayaan yang dimiliki seseorang dalam
ekonomi Islam bukanlah hak milik nutlak, tetapi sebagian hak masyarakat, yaitu
antara lain dalam bentuk zakat, shadaqah, infaq dan sebagainya.
5. Prinsip jaminan sosial yang menjamin kekayaan masyarakat Muslim dengan
landasan tegaknya keadilan.13

13
Muh. Said, Pengantar Ekonomi Islam dasar-dasar dan penngembangan, (Pekanbaru :Suska
Press,2008), h.5-11

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kemunculan ekonomi Islam di Era kekinian,14 telah membuahkan asil dengan
banyak diwacanakan kembali Ekonomi Islam dalam teori-teori . Memang ekonomi
sebagai sebuah ilmu maupun aktivitas dari manusia untuk memenuhi ke butuhan
hidupnya adalah sesuatu hal yang sebenarnya memang ada begitu saja. Karena upaya
memenuhi kebutuhan hidup bagi seorang manusia adalah suatu fitrah. Seperti halnya,
kita berlogika terhadap upaya Adam a.s., mencoba bertemu dengan Hawa, ketika
diturunkan ke bumi dalam interval jarak yang cukup jauh dan hanya ada dua orang di
muka bumi ini.
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini, Penulis mengharapkan pembaca dapat
mengetahui lebih jauh, lebih banyak, dan lebih lengkap tentang pembahasan ini.
Pembaca dapat membaca dan mempelajari dari berbagai sumber, baik dari intenet
maupun media informasi lainnya, Karena penulis hanya membahas secara garis
besarnya saja. Disini penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, Sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan,
Agar dalam penyusunan makalah pada kesempatan selanjutnya lebih baik lagi.

Ghazanfar, “The Economic Thought of Abu Hamid Al-Ghazali and St Thomas Aquinas: Some
14

Comparative Parallels and Links.”

12
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Azim Islahi, A Study of Muslim Economic Thinking in the 11th A.H./17th C.E.
Century (Jeddah, Saudi Arabia: King Abdulaziz University, 2011)
Joseph A. Schumpeter and Elizabeth Boody Schumpeter, History of Economic Analysis,
Political Science Quarterly, vol. 69 (London: Taylor & Francis, 1954)
Ghazanfar, “The Economic Thought of Abu Hamid Al-Ghazali and St Thomas Aquinas:
Some Comparative Parallels and Links.”
Islahi, Contributions of Muslim Scholars to Economic Thought and Analysis (11-905
A.H./632-1500 A.D).
Eugene Kamenka and R S Neale, Feudalism, Capitalism and Beyond (Canberra: ANU
Press, 1975).
Susanto, Ari, and Yusdani. (2019) “Rekontekstualisasi Pemikiran Kahrudin Yunus
Tentang Distribusi Dalam Sistem Ekonomi Bersamaisme Di Era Industri 4.0.”.
Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta
Fogg, K. W. (2019). Indonesian Islamic Socialism and Its South Asian Roots. Modern
Asian Studies, Vol. 53(6), pp 1736-1761.
Lutfi Nurlita Handayani, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, PKEBS FEB UGM,
Yogyakarta, 2018.
Akhmad Nur Zaroni, Globalisasi Ekonomi dan Implikasinya Bagi Negara-negara
Berkembang: Telaah Pendekatan Ekonomi Islam, AL-TIJARY, Vol. 01,
Desember 2015.
Abdul Mujib, Realitas Sistem Perbankan Syariah dan Ekonomi Islam, Jurnal Masharif
al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, Vol. 4 No. 1, 2019.
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: III T, 2002)

13
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Wali Pers, 2007)
Muh. Said, Pengantar Ekonomi Islam dasar-dasar dan penngembangan, (Pekanbaru
:Suska Press,2008),

14

Anda mungkin juga menyukai