Anda di halaman 1dari 21

“PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM”

Tugas ini disusun untuk memenuhi Evaluasi Kegiatan Terstruktur 2

Mata Kuliah Ekonomi dan Keuangan Syariah

Dosen Pengampu : Indar Fauziah Ulfah , SE.I.,ME.

Disusun Oleh:
Nama : Muhammad Fakhrian Nugraha
Nim : 1906010301
Kelas : 6A

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS ISLAM SYEKH-YUSUF
TANGERANG
2021

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan
rahmat dan hidayah – Nya sehingga saya dapat menyelesikan pembuatan makalah ini dengan
judul “Analisis Pemikiran Ekonomi Islam” tepat pada waktunya.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk menyelesaikan
tugas yang di berikan dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan para
mahasiswa khususnya bagi penulis. Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun makalah
ini dengan baik, namun penulis pun menyadari bahwa kami memiliki akan adanya
keterbatasan kami sebagai manusia biasa.
Akhirnya, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekurangan. Dengan segala
kerendahan hati, saran saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan dari
para pembaca guna peningkatkan kualitas makalah ini pada waktu mendatang.

Tangerang, Agustus 2021


Hormat saya,

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH 2
C. TUJUAN 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA & LANDASAN TEORI 3
2.1 Tinjauan Pustaka 3
2.2 Landasan Teori 4
2.2.1 Pengertian Ekonomi Secara Umum 4
2.2.2 Pengertian Ekonomi Islam 4
BAB III PEMBAHASAN 6
4.1 Pemikiran Ekonomi Klasik Dari Masa Rasulullah Hingga Khulafaulrasyidin 6
4.1.1 Perekonomian Islam dimasa Rasulullah SAW 6
4.1.2 Perekonomian Islam dimasa Khulafaulrasyidin 7
4.1.2.1 Abu Bakar Ash-Shiddiq 7
4.1.2.2 Umar Bin Khattab 8
4.1.2.3 Utsman Bin Affan 9
4.1.2.4 Ali Bin Abi Thalib 10
4.2 Pemikiran Ekonomi Islam Menurut para Ahli/Tokoh 11
4.3 Pemikiran Ekonomi Islam Di Indonesia 14
4.4 Dasar Munculnya Ekonomi Islam 16
BAB IV PENUTUP 17
A. Kesimpulan 17
DAFTAR PUSTAKA 18

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam merupakan salah satu agama terbesar di
dunia dengan milyaran penganut dari berbagai dunia. Di Indonesia sendiri merupakan
negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia. Selain mengatur tata cara beribadah
kepada Tuhannya, agama Islam juga memiliki seperangkat aturan yang lengkap,
termasuk dalam bidang ekonomi. Bahkan, dalam bidang ini sudah cukup tua, lebih
dari 1000 tahun telah mempraktikan sistem ekonomi Islam yang kemudian
dikembangkan dalam beragam model yang berbeda beda tiap negara atau di suatu
masyarakat dari waktu ke waktu.
Pemikiran ekonomi sepanjang yang diketahui dimulai sejak jaman Yunani
Kuno. Dari sinilah kata ekonomi berasal, yaitu dari penggabungan dua suku kata
Yunani oikos dan nomos yang berarti pengaturan atau pengelolaan rumah tangga.
Pada masa Yunani Kuno pembahasan tentang ekonomi masih merupakan bagian dari
filsafat. Pemikiran tentang ekonomi pada waktu itu sering dikaitkan dengan rasa
keadilan, kelayakan atau kepatutan yang perlu diperhatikan dalam rangka penciptaan
suatu masyarakat yang adil dan makmur secara merata (Deliarnov : 2015, 11-12).
Satu hal yang dilewatkan dalam pembahasan mengenai pemikiran ekonomi
adalah sering abainya para akademisi dalam melihat sumbangan pemikiran para
cendekiawan Muslim. Hal ini dikarenakan para pemikir ekonomi barat tidak secara
tegas menyebutkan rujukan-rujukannya yang berasal dari kitab-kitab klasik keilmuan
Islam. Josep Schumpeter menyebutnya sebagai “Great Gap” dalam sejarah pemikir
ekonomi selama 500 tahun (Euis Amalia : 2005, 69). Sejarah pemikiran ekonomi
timbul pertama kali pada abad 4 SM dan bangkit kembali pada abad 13 M ketika
Thomas Aquinas dari aliran Skolastik muncul.
Adanya “Great Gap” tersebut membuat pemikiran-pemikiran ekonomi dari
para cendekiawan Muslim menjadi kurang dikenal, padahal pada abad ke 6 M – 12 M
merupakan puncak peradaban Islam yang banyak menghasilkan karya-karya dari
cendekiawan Islam dalam berbagai bidang keilmuan, seperti dalam bidang filsafat,
kenegaraan, kedokteran maupun ekonomi.
Tercatat pada abad 6 M - 13 M tokoh-tokoh Islam banyak melahirkan
karyakarya di bidang ekonomi.Misalnya saja, Abu Yusuf yang hidup pada tahun 731-
798 Masehi.Beliau meletakkan prinsip-prinsip perpajakan yang berabad-abad
kemudian, karyanya dalam bidang perpajakan dianggap sebagai canon of
taxation.Contoh lainnya adalah Ibnu Taiymiyah (1263-1328 Masehi) yang
menjelaskan perihal mekanisme pasar dan harga dalam bukunya Majmu’ Fatawa.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis tertarik mengambil judul “Analisis
Pemikiran Ekonomi dalam Islam” dengan tujuan menganalisis tentang pemikiran
ekonomi dalam islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemikiran ekonomi islam pada masa Rasulullah SAW hingga
Khulafaulrassyidin?
2. Bagaimana Pemikiran Ekonomi Islam menurut para tokoh/ahli?
3. Bagaimana perkembangan ekonomi islam di indonesia?
4. Apa saja yang mendasari munculnya ekonomi islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana pemikiran islam pada masa Rasullah SAW hingga
Khulafaulrassyidin.
2. Mengetahui pemikiran ekonomi islam menurut parah tokoh/ahli.
3. Mengetahui bagaimana perkembangan ekonomi islam di indonesia.
4. Mengetahui hal apa saja yang mendasari munculnya ekonomi islam.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
1. TINJAUAN PUSTAKA
Kharisdatul Madhiiah dalam penelitian nya yang berjudul “Analisis Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam Masa Klasik” yang menjelaskan tentang sejarah
pemikiran ekonomi Islam di era klasik
Cahyono Bayu Aji dalam jurnalnya yang berjudul “Pemikiran Ekonomi Islam
Di Indonesia” yang membahasa tentang pemikiran cendikiawan muslim di indonesia
era pra-kemerdekaan – orde baru
Choirul Huda (2013) dalam jurnal nya yang berjudul “Pemikiran Ekonomi
Bapak Ekonomi Islam; Ibnu Khaldun” yang menjelaskan tentang pemikiran ekonomi
islam Ibnu Khaldun.
Nurrohman & Nurhaeti (2019) dalam jurnalnya yang berjudul “Pemikiran
Ekonomi Mikro Islam Dalam Lintasan Sejarah” yang menjelaskan tentang
kontribusi kaum muslimin terhadap perkembangan pemikiran ekonomi islam.
Rahmani Timorita Yulianti (2008) dalam jurnalnya yang berjudul “Pemikiran
Ekonomi Islam Abu Yusuf” yang menjelaskan tentang bangaimana pemikiran
ekonomi islam yang dikemukakan oleh Abu Yusuf pada masanya.
Moh. Faizal (2016) dalam jurnalnya yang berjudul “Studi Pemikiran Abu A’la
Al-Maududi tentang ekonomi islam” yang menjelaskan tentang bagaimana pemikiran
ekonomi islam yang dikemukakan oleh Abu A’la Al-Maududi.
Sirajudin (2016) dalam jurnal ekonomi islam yang berjudul Konsep Pemikiran
Ekonomi Al-Ghazali” yang menjelaskan tentang kondisi sosial umat pada masa al-
ghazali dan alur sejarah pemikiran ekonomi islam.
Anindya Aryu Inayati (2013) dalam jurnalnya yang berjudul “Pemikiran
Ekonomi Islam M.Umer Chapra” yang menjelaskan tentang pemikiran ekonomi
M.Umer Chapra yang diantaranya mengenai konsep falah, hayyah thayibah.
Herza Ayu Menita (2017) dalam jurnalnya yang berjudul “Pemikiran Abdul
Hannan tentang Ekonomi Islam” yang menjelaskan tentang bagaimana pemikiran
ekonomi islam yang dikemukakan oleh Abdul Hannan pada masanya.
Juhaya S. Praja dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam” yang menjelaskan tentang sejarah asal mula pemikiran ekonomi
islam.

3
2. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Ekonomi secara umum
Ekonomi berasal dari kata Yunani yaitu "Oikos, Oiku atau Nomos'. Di
mana memiliki arti peraturan rumah tangga. Menurut pengertian umum,
ekonomi merupakan ilmu untuk mengkaji urusan sumber daya material agar
dapat sejahtera baik individu, masyarakat dan negara.
Jika disederhanakan, pengertian ekonomi yakni ilmu tentang perilaku serta
tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ekonomi merupakan
sebuah ilmu yang membuat berbagai kegiatan dilakukan untuk dijadikan
solusi. Solusi ini nantinya akan menjawab keberadaan kegiatan produksi,
distribusi hingga konsumsi yang dikenal sebagai prinsip ekonomi.
2. Pengertian Ekonomi Islam
Pada dasarnya persoalan ekonomi sama tuanya dengan keberadaan
manusia itu sendiri. Akan tetapi, bukti-bukti konkret paling awal yang bisa
ditelusuri ke belakang hanya hingga masa masa Yunani kuno (Noor, 2014).
Sedangkan dalam pemikiran ekonomi Islam, Shiddiqy dalam Abdullah (2010)
menjelaskan bahwa pemikiran ekonomi Islam merupakan respon para pemikir
muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada masa mereka. Pemikiran
ekonomi tersebut diilhami dan dipandu oleh ajaran AlQur’an dan sunnah,
ijtihad (pemikiran) dan pengalaman empiris mereka. Objek kajian dalam
pemikiran ekonomi Islam bukanlah ajaran tentang ekonomi, tetapi pemikiran
para ilmuan islam tentang ekonomi dalam sejarah atau bagaimana mereka
memahami ajaran Al-Quran dan sunnah tentang ekonomi. Objek pemikiran
ekonomi islam juga mencakup bagaimana sejarah ekonomi Islam yang terjadi
dalam praktik historis
Ekonomi islam merupakan ekonomi yang mengikuti aturan yang telah
di sesuai dalam ajaran islam. Ekonomi islam sama dengan ekonomi lainnya,
yang mengejar keuntungan dari berbagai aktivitas ekonomi seperti
perdagangan, industri, dan lain sebagainya.
Namun yang menjadi pembeda dengan ekonomi lainnya yaitu ekonomi
islam mengejar keuntungan dengan mengharapkan keridhaan Allah SWT serta
menjauhi larangan-Nya dan menjalankan sesuai yang diperintah-Nya. Istilah
ekonomi yang berasal dari bahasa Yunani Kuno ( greak ) berarti ”mengatur
urusan rumah tangga”. Menurut istilah pakar ekonomi, ekonomi adalah usaha
4
untuk mendapatkan dan mengatur harta baik material maupun non material
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan baik secara indiidu
maupun kolektif, yang menyangkut perolehan, pendidtribusian ataupun
penggunaan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

5
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Rasulullah SAW hingga


Khulafaulrasyidin.
3.1.1. Perekonomian Islam Pada masa Rasullullah SAW
Munculnya Islam dengan diangkatnya Muhammad sebagai Rasulullah
merupakan babak baru dalam sejarah dan peradaban manusia. Pada saat di
Makkah Rasullah saw. mengemban tugas menguatkan pondasi akidah kaum
muslim. Rasulullah di Makkah hanya berposisi sebagai pemuka agama.
Sedangkan ketika hijrah ke Madinah, saat pertama kali tiba keadaan Madinah
masih kacau. Masyarakat Madinah belum memiliki pemimpin atau raja yang
berdaulat. Kelompok yang terkaya dan terkuat adalah Yahudi, namun
ekonominya masih lemah dan bertopang pada bidang pertanian (Karim, 2020).
Kedatangan Rasulullah di Madinah diterima dengan tangan terbuka
dan penuh antusias oleh masyarakat Madinah. Dalam waktu yang singkat
beliau menjadi pemimpin suatu komunitas yang kecil yang terdiri dari para
pengikutnya, namun jumlah hari demi hari semakin meningkat. Hampir seluru
penduduk kota Madinah menerima Nabi Muhammad menjadi pemimpin di
Madinah, tak terkecuali orang-orang Yahudi. Di bawah kepemimpinannya,
Madinah berkembang cepat dan dalam waktu sepuluh tahun telah menjadi
negara yang sangat besar dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di
seluruh jazirah Arab (Karim, 2002).
Di Madinah, Rasulullah mula-mula mendirikan majelis syura, majelis
ini terdiri dari pemimpin kaum yang sebagian dari mereka bertanggung jawab
mencatat wahyu. Pada tahun 6 Hijriyah Rasulullah mengangkat sekretaris
dengan bentuk sederhana telah dibangun. Mereka diberikan makanan dan juga
pakaian. Setelah Makkah telah dikuasai kaum muslimin, jumlah delegasi yang
datang bertambah banyak sehingga tanggung jawab Bilal untuk melayani
mereka bertambah (Sudarsono, 2002).
Permasalahan ekonomi yang dibangun Rasulullah di Madinah
dilakukan setelah menyelesaikan urusan politik dan masalah konstitusional.
Rasulullah meletakkan sistem ekonomi dan fiskal negara sesuai dengan ajaran
al-Qur’an. Al-Qur’an telah meletakkan dasar-dasar ekonomi. Prinsip Islam

6
yang dapat dijadikan poros dalam semua urusan duniawi termasuk masalah
ekonomi adalah kekuasan tertinggi hanyalah milik Allah swt. semata (QS, 3:
26, 15:2, 67:1) dan manusia diciptkan sebagai khalifah-Nya di muka bumi
(QS, 2:30, 4:166, 35:39), sebagai pengganti Allah di muka bumi, Allah
melimpahkan urusan bumi untuk dikelola manusia sebaik-baiknya.
Kamakmuran dunia merupakan pemberian Allah Swt. dan manusia akan dapat
mencapai keselamatannya jika ia dapat menggunakan kemakmuran tersebut
dengan baik dan dapat memberikan keuntungan bagi orang lain (Karim, 2002).
Pada zaman Rasulullah, sudah mulai ditanamkan larangan
pembungaan uang atau riba, sebagaimana yang biasa oleh orangorang Yahudi
di Madinah. Islam benar-benar menentang praktikpraktik tidak fair dalam
perekonomian tersebut. Karena riba didasarkan atas pengeluaran orang dan
merupakan eksploitasi yang nyata, dan Islam melarang bentuk eksploitasi
apapn “apakah itu dilakukan olehorang-orang kaya terhadap orang-orang
miskin, oleh penjual terhadap pembeli, oleh majikan terhadap budak, oleh
laki-laki terhadap wanita, dan lain sebagainya.” Al-Qur’an pun menyebut,
“Dan apa yang kamu berikan sebagai tambahan (riba) untuk menambah
kekayaan manusia, maka riba itu tidak menambah di sisi Allah” (QS, 30: 39)
3.1.2. Perekonomian Islam pada Masa Khulafaulrasyidin
3.1.2.1. Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Setelah Rasulullah wafat, kaum muslimin mengangkat Abu
Bakar menjadi khalifah pertama. Abu Bakar mempunyai nama lengkap
Abdullah bin Abu Quhafah al-Tamimi. Masa pemerintahan Abu Bakar
tidak berlangsung lama, hanya sekitar dua tahunan. Dalam
kepemimpinannya Abu Bakar banyak menghadapi persoalan dalam
negerinya, di antaranya kelompok murtad, nabi palsu, dan
pembangkang membayar zakat. Berdasarkan musyawarah dengan para
sahabat yang lain, ia memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut
melalui apa yang disebut sebagai perang Riddah (perang melawan
kemurtadan) (Yatim, 2000).
Setelah Rasulullah wafat, kaum muslimin mengangkat Abu
Bakar menjadi khalifah pertama. Abu Bakar mempunyai nama lengkap
Abdullah bin Abu Quhafah al-Tamimi. Masa pemerintahan Abu Bakar
tidak berlangsung lama, hanya sekitar dua tahunan. Dalam
7
kepemimpinannya Abu Bakar banyak menghadapi persoalan dalam
negerinya, di antaranya kelompok murtad, nabi palsu, dan
pembangkang membayar zakat. Berdasarkan musyawarah dengan para
sahabat yang lain, ia memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut
melalui apa yang disebut sebagai perang Riddah (perang melawan
kemurtadan) (Yatim, 2000)
Dalam menjalankan pemerintahan dan roda ekonomi
masyarakat Madinah Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan
perhitungan zakat. Abu Bakar juga mengambil langkah-langkah yang
strategis dan tegas untuk mengumpulkan zakat dari semua umat Islam
termasuk Badui (a’rabi) yang kembali memperlihatkan tanda-tanda
pembangkangan membayar zakat sepeninggal Rasulullah saw.
Prinsip yang digunakan Abu Bakar dalam mendistribusikan
harta baitul mal adalah prinsip kesamarataan, yakni memberikan
jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah saw. dan tidak
membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu memeluk Islam
dengan sahabat yang kemudian, antara hamba dengan orang merdeka,
dan antara pria dengan wanita.
3.1.2.2. Masa Umar Bin Khatab
Umar bin Khattab merupakan pengganti dari Abu Bakar. Untuk
pertama kalinya, pergantian kepimpinan dilakukan melalui
penunjukan. Berdasarkan hasil musyawarah antara pemuka sahabat
memutuskan untuk menunjuk Umar bin al-Khattab sebagai khalifah
Islam kedua. Keputusan tersebut diterima dengan baik oleh kaum
Muslimin. Setelah diangkat menjadi khalifah, Umar bin Khattab
menyebut dirinya sebagai Khalifah Khalafati Rasulillah (Pengganti
dari Pengganti Rasulillah). Umar juga memperkenal istilah Amir al-
Mu’minin (Komandan orang-orang yang beriman) kepada para sahabat
pada waktu itu (Yatim, 2000).
Dalam pemerintahannya ini, banyak hal yang menjadi
kebijakan Umar terkait dengan perekonomian masyarakat Muslim
pada waktu itu, di antaranya:
Pertama, pendirian Lembaga Baitul Mal. Seiring dengan
perluasan daerah dan memenangi banyak peperangan, pendapatan
8
kaum muslimin mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini
memerlukan perhatian khusus dalam pengelolaannya, agar dapat
dimanfaatkan secara benar, efektif dan efisien. Dalam hal ini,
tunjangan Umar sebagai Khalifah untuk setiap tahunnya adalah tetap,
akni sebesar 5000 dirham, dua stel pakaian yang biasa digunakan
untuk musim panas (shaif) dan musim dingin (syita’) serta serta seekor
binatang tunggangan untuk menunaikan ibadah haji (Karim, 2004).
Kedua, Pajak Kepemilikan tanah (Kharaj). Pada zaman
Khalifah Umar, telah banyak perkembangan admistrasi dibanding pada
masa sebelumnya. Misal, kharaj yang semula belum banyak di zaman
Rasulullah tidak diperlukan suatu sistem administrasi. Sejak Umar
menjadi Khalifah, wilayah kekuasan Islam semakin luas seiring
dengan banyaknya daerah-daerah yang berhasil ditaklukkan, baik
melalui peperangan maupun secara damai
Umar bin Khattab menyadari bahwa sektor pertanian sangat
signifikan dalam membangkitkan perekonomian negara. Oleh karena
itu, ia mengambil langkah-langkah pengembangannya dan juga
mengembalikan kondisi orang-orang yang bekerja di bidang itu. Dia
menghadiahkan kepada orang-orang yang bekerja dibidang itu. Tetapi
siapa saja yang selama 3 tahun gagal mengolahnya yang bersangkutan
akan kehilangan hak kepemilikannya atas tanah tersebut.
Ketiga, Zakat. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab,
kekayaan yang dimiliki negara Madinah sudah mulai banyak, berbeda
pada awal-awal Islam. Pada zaman Rasulullah, jumlah kuda yang
dimiliki orang Arab masih sedikit, terutama kuda yang dimiliki oleh
Kaum Muslimin. Misalkan, dalam perang badar kaum Muslim hanya
mempunyai dua kuda. Pada saat pengepungan suku Bani Quraizha (5
H), pasukan kaum Muslimin memiliki 36 Kuda. Pada tahun yang
sama, di Hudaybiyah mereka mempunyai sekitar dua ratus kuda.
Karena zakat dibebankan terhadap barang-barang yang memiliki
produktivitas maka seorang buka atau seekor kuda yang dimiliki kaum
Muslimin ketika itu tidak dikenakan zakat (Karim, 2006).
3.1.2.3. Masa Utsman Bin Affan

9
Utsman bin Affan merupakan khalifah ketiga setelah wafatnya
Umar bin Khatab. Perluasan daerah kekuasaan Islam yang telah
dilakukan secara masif pada masa Umar bin Khattab diteruskan oleh
Utsman bin Affan. Pada enam tahun pertama kepemimpinannya,
banyak negara yang telah dikuasainya, seperti Balkan, Kabul, Grozni,
Kerman dan Sistan. Setelah negera-negara tersebut ditaklukkan,
pemerintahan Khalifah Utsman menata dan mengembangkan sistem
ekonomi yang telah diberlakukan oleh Khalifah Umar.
Khalifah Utsman bin Affan mengambil suatu langkah
kebijakan tidak mengambil upah dari kantornya. Sebaliknya, ia
meringankan beban pemerintah dalam hal-hal yang serius, bahkan
menyimpan uangnya di bendahara negara. Hal tersebut menimbulkan
kesalahfahaman dan ketidakcocokan dengan Abdullah bin Arqam,
bendahara Baitul Mal.
Kebijakan lain yang dilakukan Utsman terkait perekonomian
adalah tetap mempertahankan sistem pemberian bantuan dan santunan
serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang
berbeda-beda. Meskipun meyakini prinsip persamaan dalam memenuhi
kebutuhan pokok masyarakat, ia memberikan bantuan yang berbeda
pada tingkat yang lebih tinggi.
Memasuki paruh kedua kepemimpinannya yaitu enam tahun
kedua masa pemerintahan Utsman bin Affan, tidak terdapat perubahan
situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah
Utsman banyak menguntungkan keluarganya (terkesan nepotisme)
telah menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam pada sebagian
besar kaum Muslimin. Akibatnya, pada masa ini, pemerintahannya
lebih banyak diwarnai kekacauan politik yang berakhir dengan
terbunuhnya sang Khalifah (Karim, 2004).
3.1.2.4. Masa Ali Bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib merupakan khalifah keempat menggantikan
Utsman bin Affan yang terbunuh. Ali mempunyai gelar karramahu
wajhah. Ia menikah dengan putri Rasulullah Fatimah al-Zahra
dikarunia dua putra yaitu Hasan dan Husain. Pada masa Ali,
merupakan masa pemerintahan tersulit yang harus dilampaui karena
10
karena masa-masa itu merupakan masa paling kritis berupa
pertentangan antar kelompok (Sudarsono, 2002).
Ali bin Abi Thalib merupakan khalifah keempat menggantikan
Utsman bin Affan yang terbunuh. Ali mempunyai gelar karramahu
wajhah. Ia menikah dengan putri Rasulullah Fatimah al-Zahra
dikarunia dua putra yaitu Hasan dan Husain. Pada masa Ali,
merupakan masa pemerintahan tersulit yang harus dilampaui karena
karena masa-masa itu merupakan masa paling kritis berupa
pertentangan antar kelompok (Sudarsono, 2002).
Di antara kebijakan ekonomi pada masa pemerintahannya, ia
menetapkan pajak terhadap para pemilik hutan sebesar 4000 dirham
dan mengizinkan Ibnu Abbas, gubernur Kufah, memungut zakat
terhadap sayuran segar yang akan digunakan sebagai bumbu masakan..
3.2. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Para Ahli/Tokoh.
3.2.1. Abu yusuf
Abu Yusuf adalah orang pertama yang memperkenalkan konsep perpajakan
di dalam karyanya al-Kharāj. Kitab ini ditulis atas permintaan Khalifah Harun
alRashid, ketika beliau ingin mengatur sistem baitulmal, sumber pendapatan
negara seperti al-kharāj, al-’ushr dan al-jizyah. Demikian pula cara
pendistribusian harta-harta tersebut dan cara menghindari manipulasi,
kezaliman. Bahkan juga bagaimana mewujudkan harta-harta tersebut, untuk
kepentingan penguasa (Al Junaidal, tt: 139).
Abu Yusuf adalah orang pertama yang memperkenalkan konsep perpajakan
di dalam karyanya al-Kharāj. Kitab ini ditulis atas permintaan Khalifah Harun
al-Rashid, ketika beliau ingin mengatur sistem baitulmal, sumber pendapatan
negara seperti al-kharāj, al-’ushr dan al-jizyah. Demikian pula cara
pendistribusian hartaharta tersebut dan cara menghindari manipulasi,
kezaliman. Bahkan juga bagaimana mewujudkan harta-harta tersebut, untuk
kepentingan penguasa (Al Junaidal, tt: 139).
Kitab al-Kharāj tersebut didominasi pemikiran Abu Yusuf tentang ekonomi.
Hal ini terlihat dari pembahasan selanjutnya tentang jizyah yang hanya
diberlakukan untuk orang-orang nonmuslim serta pembahasan mengenai
status sosial, hak dan kewajiban penduduk nonmuslim di negara Islam, selain
itu pada bagian akhir membahas hudūd, gaji pegawai pemerintah, fiskal,
11
devisa negara, kesejahteraan nonmuslim dan lain sebagainya (Al-Kaaf, 2002:
149; Yusuf,1302: 28, 42, 94, 69, 117, 128).
Abu Yusuf juga mengenalkan konsep perdagangan luar negeri, yang secara
implisit diberi istilah tabādul. Pemahaman fleksibilitas dibangun Abu Yusuf
dengan melahirkan sikap toleran dengan kesepakatan damai dalam hubungan
perdagangan internasional. Kesepakatan tersebut adalah jaminan keamanan
berkala per empat bulan dengan pembaharuan apabila perdagangan mereka
belum selesai dalam waktu yang telah ditentukan. Serta diperbolehkan tinggal
di Dār al-Islam dengan status sebagai ahli dhimmi (Al Mawardi, tt: 291- 292).
3.2.2. Abu A’la Al-Maududi
Maududi menjelaskan bahwa Islam menerangkan sebuah sistem ekonomi.
Akan tetapi, bukan berarti Islam telah menerangkan sebuah sistem yang
permanen dan lengkap dengan segala detil-detilnya. Apa yang sebenarnya
ditunjukkan oleh Islam menetukan beberapa rancangan dasar atau peraturan
dasar yang membuat kita menyusun sebuah rancangan ekonomi yang sesuai
setiap masa. Maka, melalui hal yang global tersebut akan terlihat jelas tujuan
dan maksud dari Al-Qur‟an dan Al-Hadits yang mengatur segala aspek
kehidupan sebagaimana mestinya.( Syed, 1994:82)
3.2.2.1. Tujuan Organisasi Ekonomi Islam
Tujuan yang pertama dan utama dari Islam ialah untuk
memelihara kebebasan individu dan untuk membatasinya ke dalam
tingkatan yang hanya sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Alasannya adalah karena seseorang harus bertanggung jawab secara
individu kepada Allah dan bukannya secara kolektif.
kedua, perkembangan moral manusia adalah kepentingan dasar
bagi Islam. Jadi penting bagi individu di dalam masyarakat untuk
memiliki kesempatan mempraktekkan kebaikan secara sengaja. Maka
kedermawanan, kemurahan hati, dan kebaikan lainnya menjadi suatu
yang hidup dalam masyarakat. Karena itulah Islam tidak bersandar
seluruhnya kepada hukum untuk menegakkan keadilan sosial, tetapi
memberikan otoritas utama kepada pembentukan moral manusia
seperti iman, taqwa, pendidikan, dan lain-lainnya.(Syed, 1994:85)
3.2.2.2. Prinsip Dasar Ekonomi Islam

12
Pertama, Islam tidak membagi harta dalam kepemilikan
kepada produksi dan konsumen dan komsumsi atau menghasilkan atau
tidak menghasilkan. Tetapi dapat dibedakan berdasarkan kreteria
diperoleh secara halal atau haram, dan dikeluarkan kepada jalur yang
halal dan haram.(Syed, 1994:86).
Kedua, Islam tidak membagi harta dalam kepemilikan kepada
produksi dan konsumen dan komsumsi atau menghasilkan atau tidak
menghasilkan. Tetapi dapat dibedakan berdasarkan kreteria diperoleh
secara halal atau haram, dan dikeluarkan kepada jalur yang halal dan
haram.(Syed, 1994:86).
Ketiga, Islam tidak membagi harta dalam kepemilikan kepada
produksi dan konsumen dan komsumsi atau menghasilkan atau tidak
menghasilkan. Tetapi dapat dibedakan berdasarkan kreteria diperoleh
secara halal atau haram, dan dikeluarkan kepada jalur yang halal dan
haram.(Syed, 1994:86).
Keempat, menurut Al-Maududi zakat adalah solidaritas umat
Islam untuk mewujudkan jiwa saling tolong menolong di kehidupan
social. Ini adalah inovasi yang baik bagi mereka yang sedang
mengalami kemandekan dalam berekonomi. Ini juga merupakan sarana
untuk menolong mereka yang tidak mampu, yang sakit, para yatim
piatu sehingga terwujud persamaan, kestabilan kondisi dan
ketentraman jiwa. Di atas semua itu, zakat adalah sesuatu yang tidak
pernah hilang dalam pikiran umat Islam. (Al-Ba‟ly, 2006).
3.2.3. Abdul Mannan
Abdul Mannan mendefinisikan ekonomi islam sebagai sebuah ilmu
sosial yang mempelajari masalah–masalah ekonomi bagi suatu masyarakat
yang diilhami oleh nilai – nilai islam. Ekonomi islam itu berhubungan dengan
produksi, distribusi dan konsumsi barang serta jasa didalam kerangka
masyarakat islam yang didalamnya jalan hidup islami ditegakkan
sepenuhnya.1 Pemikiran ekonominya dituangkan dalam karya-karyanya
Islamic Economics: Theory and Practice (1970) dan The Making of Islamic
Economic Society (1984).
Beliau mendefinisikan ekonomi Islam sebagai “ilmu pengetahuan
sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh
13
nilai-nilai Islam.” Ketika ekonomi Islam dihadapkan pada masalah
”kelangkaan”, maka bagi Mannan, sama saja artinya dengan kelangkaan
dalam ekonomi Barat. Bedanya adalah pilihan individu terhadap alternatif
penggunaan sumber daya, yang dipengaruhi oleh keyakinan terhadap nilai-
nilai Islam.
Dalam bukunya yang sudah di terjemahkan dalam bahasa Indonesia
dengan judul “Teori dan Praktek Ekonomi Islam”, Abdul Mannan telah
memaparkan hampir seluruh aspek ekonomi Islam secara utuh dan rinci.
Mannan benar-benar ingin membangun sebuah ekonomi Islam mulai dari
kerangka paradigma teorinya, aspek individu, kelembagaan sampai ke tingkat
negara.
Dalam persoalan penguasaan tanah, menurut Mannan, Islam telah
menekankan bahwa tanah harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk
kepentingan masyarakat, karena itu pemilikan dan penguasaan atas tanah
untuk keuntungan segelintir orang (feodalisme) bertentangan dengan Islam,
demikian juga pada sistem zamindari yang pada hakikatnya melakukan
pembagian tanah secara merata pada semua penggarap tanah adalah
bertentangan dengan Islam. Untuk mengindari hal itu, Islam menekankan arti
pentingnya penggarapan tanah pada pemiliknya sendiri.`
3.3. Perkembangan Ekonomi Islam Di Indonesia
Perkembangan paling penting dari bangkitnya kesadaran nasionalis dikalangan
pribumi Hindia Belanda adalah munculnya Sarekat Islam (SI) pada tahun 1912.
Perhimpunan ini didirikan oleh Haji Samanhudi, seorang pedagang batik lokal yang
berlatar Sekolah Pribumi Kelas Dua (Tweede Klasse School) dan dibantu oleh Tirto
Adhi Surjo dalam merumuskan statutanya (Yudi Latif : 2013, 182)
SI diawal pendiriannya memiliki tujuan dalam membela para pedagang
Muslim lokal menghadapi para pesaing keturunan Cina dalam industri batik di Jawa
Tengah.Lahirnya SI merupakan titik yang menentukan dalam perkembangan ide
kebangsaan Islam sebagai bentuk perhimpunan nasionalis.
Bergesernya tujuan SI dari ekonomi ke arah politik dimulai tahun 1914 ketika
Tjokroaminoto menggantikan peran Haji Samanhudi sebagai ketua.Dibawah
kepemimpinannya, tujuan SI yang pada awalnya menekankan pemberdayaan para
pedagang Muslim bergeser pada advokasi umum tentang hak-hak ekonomi dan
sosiologi politik masyarakat pribumi secara luas.SI mulai mengadopsi sebuah
14
ideologi populis sehinga jumlah anggotanya bertambah semakin cepat
(Koentowidjoyo : 2001, 10)

3.3.1. Era Orde Lama


Pada masa awal kemerdekaan, kondisi ekonomi Indonesia berada pada situasi
yang buruk. Faktor-faktor yang menyebabkan buruknya kondisi ekonomi
Indonesia pada saat itu diantaranya:
Pertama, terjadinya inflasi yang sangat tinggi (hyperinflation) yang
disebabkan oleh peredaran uang yang terlalu banyak. Pada saat itu Republik
Indonesia belum memiliki mata uang sendiri. Pemerintah mengeluarkan
kebijakan pemberlakuan tiga mata uang sebagai alat pembayaran yang sah,
yaitu Javanesche Bank, uang pemerintah Hindia Belanda dan uang
pendudukan Jepang.
Kedua, adanya blokade ekonomi oleh Belanda mulai Bulan November 1945.
Blokade ini menutup pintu keluar-masuk perdagangan komoditi. Belanda
memperhitungkan pemerintah RI akan segera jatuh mengingat kondisi kas
negara yang kosong dan pengeluaran yang meningkat.
Ketiga, adanya blokade ekonomi oleh Belanda mulai Bulan November 1945.
Blokade ini menutup pintu keluar-masuk perdagangan komoditi. Belanda
memperhitungkan pemerintah RI akan segera jatuh mengingat kondisi kas
negara yang kosong dan pengeluaran yang meningkat.
3.3.2. Era Orde Baru
Pada masa Orde Baru, hubungan Islam dengan pemerintah Soeharto
mengalami masa pasang dan surut. Diawal kekuasaannya, pemerintah Orde
Baru yang dikuasai oleh militer mengambil kebijakan untuk melumpuhkan
dan menjinakkan tiga kekuatan politik utama dalam ruang publik Orde Lama,
yaitu memberangus PKI, melumpuhkan PNI dan menolak rehabilitasi
Masyumi. Penyingkiran terhadap ketiga bekas kekuatan politik di masa Orde
Lama itu dianggap sebagai titik pijak yang penting bagi dimulainya suatu
tatanan politik baru (Latif, 409)
Langkah-langkah pemulihan kondisi ekonomi membutuhkan stabilitas politik.
Alasan ini memberikan justifikasi untuk menyingkirkan apa saja yang
dianggapnya sebagai hambatan. Untuk mengamankan jalannya pembangunan,
stabilitas politik menjadi yang utama. Ditetapkannya Pancasila sebagai asas
15
tunggal bagi seluruh kekuatan politik dan organisasi masa oleh pemerintah
Orde Baru menandai format baru gerakan Islam selanjutnya. Tujuan Islam
bukan diorientasikan kepada kekuasaan melainkan lebih diarahkan kepada
dakwah dan pencerahan umat dalam pembangunan bangsa.
3.4. Dasar Munculnya Ekonomi Islam.
Dasar munculnya pemikiran ekonomi Islam sendiri sudah ada sejak era Nabi
Muhammad SAW. kemudian terus berlanjut dan berkembang hingga mencapai
puncak kejayaanya sejalan dengan puncak peradaban Islam beberapa abad silam.
Munculnya dasar pemikiran ekonomi Islam berasal dari Allah SWT melalui kitab
suci Alquran dan hadits Nabi.
Pandangan Al-Qur’ān terhadap harta dan aktivitas ekonomi sendiri berangkat dari
naluri manusia. Bahwa manusia memang secara naluriah punya kecintaan kepada
harta benda, hewan ternak, anak anak, sawah ladang  (Q.S. 3: 14).
Harta banyak atau kekayaan adalah kebaikan, jika memenuhi syarat tertentu. Dan
cara mendapatkannya juga harus dengan cara yang baik pula. Maka, disitulah peran
ekonomi Islam : membolehkan manusia memiliki harta banyak atau kekayaan,
asalkan cara mendapatkanya dengan cara yang baik pula.
Dengan harta kekayaan dan cara memperolehnya dengan baik sesuai aturan
Allah, maka akan berkah. Bisa untuk membahagiakan diri, keluarga, saudara hingga
masyarakat umum. Namun jika cara mendapatkanya tidak baik, maka tidak akan
berkah meski dilimpahi banyak kekayaan.
Maka dari itu, agar kaum muslim harus hati hati dalam mendapatkan kekayaan.
Karena ada konsekuensinya. Kaum muslim dilarang mendapatkan harta kekayaan
dari cara cara haram, bahkan sebaiknya menghindari cara cara syubhat.

16
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, penyusun dapat menyimpulkan bahwa dizaman Rasulullah
SAW tatanan perekonomian masih sangatlah sederhana, dengan landasan hanya pada
al-Qur’an dan ijtihad Rasulillah SAW sendiri. Ekonomi islam muncul ketika nabi
berhijrah ke madinnah. Dimana disaat nabi datang ke madinnah keadaan dan sistem
ekonomi sangatlah kacau dikarenakan belum adanya pemimpin untuk mengatur
perekonomian disana, hanya terdapat suku yang terkuat dan terkaya yaitu Yahudi.
Semenjak hijrah nya Nabi Muhammad SAW ke Madinnah membawa dampak baik
dan membawa perekonomian mandinnah maju. Dari pertanian, perdagangan, dan
sebagainya. Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, pemerintahan dijalankan oleh Abu
Bakar, kemudian dilanjutkan oleh Umar Bin Khattab, kemudian oleh Utsman Bin
Affan, dan yang terakhir oleh Ali Bin Abi Thalib.

17
DAFTAR PUSTKA

 Fahrul Ulum, S.Pd.,M.EI. Analisis Pemikiran Tokoh dari Masa Rasulillah SAW
Hingga Masa Kontemporer
 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 14.
 Muhammad Abdul Manan, Islamic Economics, Theory and Practice, (India: Idarah
Adabiyah, 1980), h. 3
 Mustafa Edwin Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta:
Kencana, 2006), h. 16
 Muhammad Abdul Mannan, Teori Dan Praktik Ekonomi Islam, (Yogyakarta : PT.
Dana Bhakti Wakaf, 1997), h. 20-22.
 Zulkifli Rusby, Pemikiran Ekonomi Dalam Islam, (Pekanbaru: Pusat Kajian
Pendidikan PAI UIR, 2014).
 M. Umer Chapra, Islam and The Economic Challenge, (United Kingdom: The Islamic
Foundation and The International Institute of Islamic Thought, 1992).
 Nandy. 2018. “Sejarah pemikiran ekonomi islam”.
https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-pemikiran-ekonomi-
islam/#Yang_mendasari_munculnya_ekonomi_islam /, diakses 09 Agustus 2021
pukul 14.30.

18

Anda mungkin juga menyukai