Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Pemikiran dan Kebijakan Ekonomi Umer Chapra dan Muhammad Nejatullah


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”

Dosen Pengampu:
Dr. Mugiyati, S.Ag., M.E.I.

Disusun Oleh:
Deva Ayu Putri Wahyu Salsabillah (080104220
Eryco Adi Saputro (08010422010)

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi allah SWT, pemilik segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, yang maha
pengatur semua yang hidup di dunia ini. Karena berkat rahmatnya yang melimpah dapat diselesaikan
makalah ini. Tidak terlupakan juga sholawat serta salam kepada junjungan nabi kita muhammad
SAW.

Makalah ini berjudul “Pemikiran dan Kebijakan Ekonomi Umer Chapra dan Muhammad
Nejatullah” untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarh pemikiran ekonomi islam. Dengan
terselesaikannya makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang sudah
mendoakan dan memberi dukungan yang besar kepada penulis. Tidak lupa juga kepada ibu dosen,
yang telah memberikan pembelajaran kepada penulis di bidang keilmuan sejarah pemikiran ekonomi
islam. Tidak lupa kepada teman dan sahabat yang telah memberikan sebagian pengetahuan kepada
penulis.

Penulis sebagai insani mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah yang telah kami buat.
Karena, tanpa adanya kritik dan saran dari para pembaca mungintidak ada kemajuan dari penulis.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua.

Surabaya,17 September 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Proses pertukaran dengan


kesepakatan-kesepakatan tertentu menciptakan suatu sistem yang disebut perdagangan
ekonomi. Transaksi tersebut tidak lain adalah usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Islam sebagai agama yang universal telah mengatur dan memberikan pola tindakan
yang benar dalam menjalankan kehidupan, baik secara sosial, budaya, dan ekonomi. Akan
tetapi, masyarakat dunia hari ini telah teracuni oleh worldview Barat yang kapitalis, dan
imperialis. Tidak banyak yang memahami konsep kehidupan islami dan tidak banyak pula
yang memiliki worldview yang islami.

Didalam makalah ini akan membahas pemikiran tokoh ekonom dunia terhadap
ekonomi islam yaitu, Prof. Dr. M. Umer Chapra dan Muhammad Nejatullah Siddiqi yang
telah memberi kontribusi dalam proses ilmu ekonomi islam.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana riwayat kehidupan Prof. Dr. M. Umer Chapra?
2. Apa pemikiran tentang ekonomi Islam menurut Prof. Dr. M. Umer Chapra?
3. Bagaimana riwayat kehidupan Muhammad Nejatullah Siddiqi?
4. Apa pemikiran tentang ekonomi Islam menurut Muhammad Nejatullah Siddiqi?

C. TUJUAN MASALAH
1. Mengetahui riwayat kehidupan Prof. Dr. M. Umer Chapra
2. Mengetahui pemikiran tentang ekonomi Islam menurut Prof. Dr. M. Umer Chapra
3. Mengetahui riwayat kehidupan Muhammad Nejatullah Siddiqi
4. Mengetahui pemikiran tentang ekonomi Islam menurut Muhammad Nejatullah Siddiqi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebijakan dan Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Prof. Dr. M. Umer Chapra

1. Biografi Singkat

M. Umer Chapra adalah seorang ekonom kelahiran Pakistan, pada 1 Februari 1933.
Beliau meneruskan pendidikan strata satu dan magister di Karachi, Pakistan. Kemudian
meraih gelar Ph.D pada bidang ekonomi pada tahun 1961 dengan predikat cum laude di
Universitas Minnesota, Minneapolis, Amerika Serikat.

Lalu beliau kembali ke negara asalnya dan bergabung dengan Central Institute of
Islamic Research di tahun yang sama. Selama 2 tahun berada di dalam lembaga tersebut
beliau aktif melakukan penelitian yang sistematis terhadap gagasan-gagasan dan prinsip-
prinsip tradisi Islam untuk mewujudkan sistem ekonomi yang sehat. Hasil kajian itu,
dituliskan dan dibukukan dengan judul The Economic System of Islam: A Discussion of Its
Goals and Nature, (London, 1970). Selain itu, beliau juga menjabat sebagai ekonom senior
dan Associate Editor pada Pakistan Development Review di PakistanInstitute of Economic
Development.

Pada tahun 1964, beliau kembali ke Amerika dan mengajar di beberapa sekolah tinggi
ternama. Diantaranya adalah Harvard Law School, Universities of Wiscousin, United States,
Universitas Autonoma, Madrid, Universitas Loughborough, U.K, Oxford Center for Islamic
Studies, London School of Economic, Universitas Malaga, Spanyol, dan beberapa
Universitas di berbagai negara lainnya. Kemudian dia bergabung dengan Saudi Arabian
Monetary Agency (SAMA), Riyadh, dan menjabat sebagai penasihat ekonomi hingga pensiun
pada tahun 1999. Selain itu dia juga menjabat sebagai penasehat riset di Islamic Research
and Training Institute (IRTI) di Islamic Development Bank (IDB), Jeddah.

Beliau juga bertindak sebagai komisi teknis dalam Islamic Financial Services Board
(IFSB) dan menentukan rancangan standar industri keuangan Islam (2002-2005). Atas kiprah
dan jasa beliau dalam dunia ekonomi Islam, beliau mendapatkan penghargaan dari The
Islamic Development Bank untuk bidang ekonomi Islam, dan penghargaan dari King Faisal
untuk bidang studi Islam, yang keduanya diraih pada tahun 1990. Selain itu, beliau juga
mendapatkan penghargaan yang dianugrahkan langsung oleh Presiden Pakistan, berupa
medali emas dari IOP (Islamic Overseas of Pakistanis) untuk jasanya terhadap Islam dan
ekonomi Islam, pada konferensi pertama IOP di Islamabad.
2. Karya dan Kontribusi Intelektual

Umer Chapra menerbitkan 11 buku, 60 karya ilmiah dan 9 resensi buku, belum artikel
lepas di berbagai jurnal dan media massa. Buku dan karya ilmiahnya banyak diterjemahkan
dalam berbagai bahasa termasuk juga bahasa Indonesia. Untuk mempermudah memahami
pemikiran beliau secara komprehensif, berikut ini buku-buku yang memperoleh atensi luas,
komentar bahkan penghargaan dari berbagai pihak. Karya fenomenal Chapra pertama adalah
buku Towards a Just Monetary System diterbitkan oleh Islamic Foundation pada tahun 1985.
Buku ini adalah fondasi intelektual dalam ekonomi dan pemikiran Islam modern. Telah
menjadi buku teks wajib di sejumlah universitas. Oleh Prof. Rodney Wilson dari Universitas
Durham, Inggris, dianggap sebagai “Presentasi terbaik terhadap teori moneter Islam sampai
saat ini”.

Karya Umer Chapra lainnya yang banyak memperoleh respek ekonom dunia adalah:
Islam and the Economic Challenge, diterbitkan oleh The International Institute of Islamic
Thought (IIIT) pada tahun 1992. Pada bagian awal buku ini beliau membahas keterbatasan
konsep kapitalisme, kelemahan konsep sosialisme, krisis konsep welfare economics, serta
inkonsistensi konsep ekonomi pembangunan. Buku ini juga menerangkan problematika
sistem ekonomi dewasa ini khususnya dilema antara efisiensi dan keadilan atau pemerataan
(equity). Secara jelas, beliau memberikan solusi dengan konsep alternatifnya maqashid asy-
syari’ah yang meliputi “segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai kebahagiaan (falah)
dan kehidupan yang baik (hayah thoyyibah) dalam batas-batas syari’ah”.

Lebih detail lagi, Umer Chapra juga menyebut kapitalisme sebagai sistem yang gagal.
Beliau mengupas pandangan hidup Barat yang bersumber pada pemikiran Abad Pencerahan
(enlightenment) dan Abad Modern yang didominasi oleh materialisme, naturalisme, dan
positivisme. Begitu juga, beliau juga membahas perkembangan sosialisme baik dalam
pemikiran dan praktek, hingga teori negara sejahtera. Akhirnya, beliau menyodorkan Islam
sebagai alternatif.

Penjelasan Umer Chapra tentang kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi


pembangunan mengesankan bahwa pemikirannya tidak hanya utopis, namun membumi dan
“operationable”. Apalagi konsep-konsepnya sarat akan dimensi etis (value) keagaaman dan
tidak sekedar positivisme-rasional. Tidak heran bila karya ini disebut Prof. Kenneth Boulding
sebagai analisa brilian atas kelemahan kapitalisme, sosialisme, dan negara maju.

Prof. Kenneth Boulding juga menilai buku ini merupakan kontribusi penting dalam
pemahaman Islam bagi kaum Muslim maupun non-Muslim. Profesor Louis Baeck menulis
dalam Economic Journal dari Royal Economic Society: “Buku ini telah ditulis dengan sangat
baik dan menawarkan keseimbangan literatur sintesis dalam ekonomi Islam kontemporer.
Membaca buku ini akan menjadi tantangan intelektual sehat bagi ekonom Barat”.
Tentu, masih banyak karya Umer Chapra yang memperoleh apresiasi dan penilaian
positif dari banyak kalangan termasuk Barat. Pengetahuan beliau yang mendalam tentang
sistem ekonomi konvensional membuat beliau “leluasa” mengupas kelemahan sekaligus
memberi kritik dengan bahasa yang menarik. Tidak heran bila Professor Timur Kuran dari
University Southern California merekomendasikan karya Chapra sebagai panduan sempurna
dalam memahami ekonomi Islam. Masih banyak karya Chapra dalam bentuk buku misalnya,
Islam dan Pembangunan Ekonomi, The Future of Economcs, an Islamic Perspektive dan
lainlain.

Adapun beberapa artikel popular tentang ekonomi Islam yang pernah ditulis beliau, antara
lain:

1. “Monetary Management in an Islamic 6 Ishraqi, Vol. 10, No. 1, Juni 2012 Economy”,
London, New Horizon,1994.

2. “Islam and the International Debt Problem”, Journal of Islamic Studies, 1992.

3. “The Role of Islamic Banks In non-Muslims Countries”, Journal Institute of Muslim


Minority Affair, 1992.

4. “The Need for a New Economic System”, Review of Islamic Economics, Mahallath
Buhuth al-Iqtishad al-Islami, 1991.

5. “The Prohibition of Riba in Islam: Evaluation of Some Objections”, American


Journal of Islamic Studies, 1984.
3. Kebijakan dan Pemikiran Ekonomi

Prof. Dr. M. Umer Chapra mempunyai kiprah yang tidak sedikit dalam dunia
ekonomi Islam. Menurutnya tujuan dari berekonomi adalah membantu manusia untuk
merealisasikan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi. Tidak sulit menemukan buku yang
merupakan buah dari pemikirannya.

Prof. Dr. M. Umer Chapra mempunyai beberapa pemikirannya yang terkenal yaitu:

A. Konsep falah dan hayyatan thayyibatan

Dalam bukunya Islam and The Islamic Challenge yang kemudian diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia dengan judul Islam dan Tantangan Ekonomi M. Umer Chapra
menjelaskan bahwa setiap individu pelaku ekonomi sudah pasti didominasi dengan
worldview (pandangan) maupun asumsinya mengenai alam, dan hakikat kehidupan manusia
di dunia. Beliau mengibaratkan pandangan dunia sebagai fondasi bagi sebuah bangunan yang
memainkan peranan yang sangat penting dan sangat menentukan. Sehingga strategi dari suatu
sistem yang merupakan hasil logis dari pandangan hidup, selayaknya selaras dengan sasaran
yang dipilih agar tujuan dapat dicapai dengan efektif.

Setiap masyarakat atau sistem ekonomi pasti didominasi oleh pandangan dunianya
sendiri yang didasarkan pada sejumlah asumsi (kepercayaan) baik itu implisit atau eksplisit
mengenai asal-muasal alam semesta dan hakikat manusia didunia. Strategi ini harus memiliki
jalan efektif untuk mengadakan restruk turisasi sosio-ekonomi dengan tujuan mendorong
transformasi sumber daya dari suatu penggunaan kepada penggunaan lain, sehingga
tercapailah alokasi dan distribusi yang paling optimum dan merata. Apabila pandangan dunia
dan strategi tersebut tidaklah harmonis dengan sasaran yang dipilih, maka sasaran itu tidak
akan dapat diaktualisasi.1

1
Ibid.
Prof. Dr. M. Umer Chapra juga menjelaskan dalam buku ini mengenai aktualisasi
konsep falah dan hayatan thoyyibatan2 yang merupakan inti dari tantangan ekonomi bagi
negara negara muslim. Sebab kedua konsep ini berasal dari Islam, diajarkan Islam dan
hendaknya pula diterapkan dalam kehidupan muslim untuk mewujudkan kebahagiaan dunia
akhirat. Hal ini menuntut peningkatan moral, persaudaraan dan keadilan sosio-ekonomi,
dengan pemanfaatan bersumber daya yang langka untuk mengentaskan kemiskinan,
memenuhi kebutuhan dan meminimalkan kesenjangan pendapatan dan kekayaan.

Analisis Chapra tentang kemiskinan dan kesenjangan parah yang terjadi di negara-
negara berkembang diakibatkan oleh kebijakan-kebijakan yang diambil menurut perspektif
strategi sekuler, baik berupa kapitalisme, sosialisme, atau negara kesejahteraan. Sementara
strategi-strategi tersebut sudah gagal mewujudkan kebahagiaan bagi penganutnya. Sebab
kebahagian adalah suatu refleksi dari kedamaian pikiran atau an-nafs al-muthmainnah yang
dimaksudkan oleh al-Qur’an (al-Fajr, 89: 27), dan Chapra menegaskan, bahwa hal tersebut
tidaklah dapat dicapai kecuali kehidupan manusia selaras dengan dunia batinnya.3

Kemudian Chapra menawarkan tiga strategi solusi bagi permasalahan-permasalahan


ekonomi yang dialami negara-negara muslim. Antara lain: yang pertama, mekanisme filter
terhadap kepentingan penggunaan sumber daya langka, sehingga tercipta efisiensi. Yang
kedua, sistem motivasi penggunaan agar sesuai dengan mekanisme filter. Dan yang terakhir,
rekonstruksi sosioekonomi yang akan menegakkan kedua elemen sebelumnya dan
mengaktualisasikan hayatan thayyibatan.

B. Kebijakan Monoter.

Kebijakan Moneter4 sudah ditetapkan sejak zaman Rasulullah saw. Bangsa Arab
sebagai jalur perdagangan antara Romawi-India-Persia, serta Sam dan Yaman, telah
menjadikan Dinar dan Dirham sebagai alat tukar resmi. Maka pertukaran valuta asing,
penggunaan cek dan promissory notes, kegiatan impor-ekspor serta factoring atau anjak
piutang, sudah dikenal dan banyak digunakan dalam perdagangan. Kebijakan moneter yang
diterapkan oleh Rasulullah saw antara lain adalah pelarangan riba dan tidak digunakannya
2
Falah secara bahasa berarti beruntung, dan dalam konsep ini, falah merupakan kebahagiaan dunia-akhirat
yang menjadi dambaan setiap manusia. Sedang hayyan thayyibah secara bahasa bermakna kehidupan yang
baik, yaitu keadaan yang harmonis dari tatanan kehidupan yang baik, seimbang antara jasmani dan rohani
sehingga tercapai falah. Penjelasan lebih lengkap mengenai konsep falah dan hayatan thayyiban dapat dilihat
pada buku yang disusun oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Rajawali Press), hlm. 54-78.

3
Prof. Dr. M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan…, hlm. 338.
4
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang diambil pemerintah untuk menjaga stabilitas perputaran uang
dalam perekonomian negara.Definisi lainnya: Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan
keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang
yang beredar dalam perekonomian. Dikutip dari http:// www.google.com/ /definisikebijakanmoneter. Diakses
pada tanggal 20 September 2022 pukul 09.08.
sistem bunga. Sehingga stabilitas ekonomi terjaga dan pertumbuhan ekonomi terdorong maju
dengan lebih cepat dengan pembangunan infrastruktur sektor riil. Rasulullah saw juga
melarang transaksi tidak tunai sehingga menutup kemungkinan untuk melakukan riba dan
ihtikar atau penimbunan.

Monzer Kahf dalam bukunya Ekonomi Islam, Telaah Analitik terhadap fungsi Sistem
Ekonomi Islam, memberikan gambaran mengenai uang dan otoritas moneter. Dimana uang
sebagai media barter yang disahkan oleh Nabi saw sebagai satuan moneter yang
menjembatani transaksi-transaksi agar menjadi seimbang dan adil. Uang diposisikan hanya
sebagai alat tukar dan tidak bisa memainkan peran sebagai barang yang layak diperjual-
belikan. Kuantitas uang memberikan pengaruh langsung terhadap berbagai transaksi lainnya.

Sejalan dengan apa yang dinyatakan Monzer Kahf, Prof. Dr. M. Umer Chapra
mengajukan mekanisme kebijakan moneter yang terdiri dari enam elemen:

1. Target pertumbuhan dalam M dan Mo


M yang dimaksudkan di sini adalah peredaran uang yang diinginkan. Sedangkan Mo
adalah uang berdaya tinggi, atau mata uang dalam sirkulasi plus deposito pada bank sentral,
sehingga pertumbuhan M dan Mo haruslah diatur dan disesuaikan dengan sasaran ekonomi
nasional, yang harus berorientasi kepada kesejahteraan sosial.

2. Saham publik terhadap deposito unjuk (uang giral)


Sebagian dari uang giral pada bank komersial, guna melakukan pembiayaan terhadap
proyek-proyek yang bermanfaat secara sosial dan tidak menggunakan prinsip bagi hasil.
Tujuannya untuk memobilisasikan sumber daya masyarakat yang menganggur untuk
kemaslahatan sosial.

3. Cadangan wajib resmi


Bank-bank komersial diwajibkan untuk menahan suatu proporsi tertentu dari deposito
unjuk mereka dan disimpan di bank sentral sebagai cadangan wajib.

4. Pembatasan kredit
Pembatasan ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa penciptaan kredit total adalah
konsisten dengan target-target moneter. Sebab kucuran dana kepada perbankan tidak
mungkin menemui angka yang akurat terutama di pasar uang yang masih kurang
berkembang.
5. Alokasi kredit yang bereriontasi kepada nilai
Alokasi ini harus ditujukan untuk realisasi maslahat sosial secara umum. Yaitu harus
merealisasikan sasaran-sasaran masyarakat Islam dan memaksimalkan keuntungan privat.
Maka haruslah dijamin bahwa alokasi tersebut akan menimbulkan produksi dan distribusi
yang optimal bagi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Serta manfaatnya dapat
dirasakan oleh sejumlah besar kalangan bisnis dalam masyarakat.

6. Teknik yang lain


Chapra sekali lagi menekankan pentingnya moral sebagai kunci dari semua teknik
yang telah diajukan sebelumnya. Hubungan yang baik antara bank sentral dan bank-bank
komersial akan mempermudah proses pencapaian tujuan yang diinginkan.

C. Sistem Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah.

Chapra menyatakan bahwa dalam suatu sistem keuangan Islam, adanya bank syariah
sebagai instrumen pendukung adalah suatu keniscayaan. Bank syariah dengan sistem,
Corporate Governance dan manajemen yang baik, akan memperkuat pergerakan keuangan
Islam, meminimalisir kegagalan dan diharapkan mampu mewujudkan keadilan sosio-
ekonomi dengan pelarangan bunga. Sedangkan untuk melakukan standardisasi produk dan
jasa, bank syariah hendaknya mengadakan forum diskusi antara ulama fikih, sebagaimana
yang dilaksanakan oleh IDB dengan membuat lembaga diskusi yang disebut Council of
Islamic Bank.

Peran Coorporate Governance yang efektif akan mampu menunjang posisi perbankan
syariah untuk menjadi lebih kuat, perluasan dan menunjukkan kinerja yang lebih efektif.
Sebab lembaga keuangan Islam haruslah dapat memenuhi kepentingan stakeyholder
(pemegang saham) dengan penerapan kinerja yang efektif. Sedangkan stakeholder dalam
lembaga keuangan Islam adalah Islam itu sendiri sehingga apabila bank tidak mampu
menunjukkan kinerja yang baik maka sistem Islam-lah yang akan disalahkan dan dianggap
buruk.

Di lain pihak, ketika deposan yang menggunakan sistem Islam sebagai Profit-Loss
Sharing, maka kepentingan para pemegang saham tetap harus dilindungi dan dijaga. Maka
diungkapkanlah beberapa cara untuk melindungi kepentingan stakeholder, diantaranya adalah
disiplin pasar, nilai-nilai sosial dan masyarakat, peraturan dan pengawasan yang efektif
integritas sistem peradilan, struktur kepemilikan yang baik, dan I’tikad secara politik.
Di lain pihak, ketika deposan yang menggunakan sistem Islam sebagai Profit-Loss
Sharing, maka kepentingan para pemegang saham tetap harus dilindungi dan dijaga. Maka
diungkapkanlah beberapa cara untuk melindungi kepentingan stakeholder, diantaranya adalah
disiplin pasar, nilai-nilai sosial dan masyarakat, peraturan dan pengawasan yang efektif
integritas sistem peradilan, struktur kepemilikan yang baik, dan I’tikad secara politik.

Di samping itu, perlu digunakan beberapa unsur untuk mendukung perkembangan


perbankan syariah. Diantaranya adalah pembangunan lingkungan dengan memperkuat
disiplin pasar dalam sektor keuangan, integritas moral bagi para pelaku perekonomian serta
dukungan lingkungan sosio-politik melalui pengawasan hukum. Dalam tahap ini, Umer
Chapra menekankan peran moral para pelaku pasar. Sebab tanpa adanya komitemn moral,
segala cara akan dapat dilegalkan untuk melanggar hukum tanpa terdeteksi maupun
mendapatkan tuntutan.

Adanya institusi pendukung berupa lembaga rating kredit yang menyediakan


informasi mengenai rating kredit nasabah, akan memungkinkan bank syariah untuk menuju
model pembiayaan yang lebih beresiko, yaitu mudharabah dan musyarakah.5 Lembaga ini
pun akan membantu meningkatkan penegakan disiplin pasar. Selain itu, bank syariah harus
memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang memiliki tugas untuk memastikan kesesuain
transaksi yang dilakukan bank dengan prinsip syariah. Untuk menjawab permasalahan bank-
bank kecil tentang biaya pembentukan DPS yang relatif mahal, Umer Chapra mengusulkan
dewan pengawas syariah di bank sentral yang mengawasi segala operasional bank sehingga
bank-bank lain dapat menikmati fasilitas ini.

D. Konsep Negara Sejahterah Menurut Islam.

Konsep negara kesejahteraan adalah konsep yang ditawarkan sebagai solusi dari
kegagalan sistem kapitalisme dan sosialisme, dimana konsep ini berusaha menyampurkan
kedua sistem dan menemukan titik temu yang melengkapi kelemahan keduanya.30 Negara
kesejahteraan mengadopsi pendapat Keynes tentang peran seimbang pemerintah dalam
perekonomian, yang dalam sistem kapitalisme, peran ini ditiadakan sebab keseimbangan
perekonomian di pasar diatur oleh invisible hand dalam pasar itu sendiri. Peran kesejahteraan
dengan ‘regulasi yang tepat’ dan pengeluaran untuk tujuan-tujuan kesejahteraan juga
dimasukkan ke dalam konsep ini. Namun, yang terjadi justru pengeluaran untuk tujuan

5
Mudharabah adalah akad kerjasama antara bank dan nasabah dengan prinsip bagi hasil, dimana bank sebagai
pemberi modal usaha memberikan 100% dana sedangkan nasabah selaku mudharib mengelola dana tersebut
dalam usahanya. Semua kerugian ditanggung oleh mudharib apabila kerugian tersebut atas kelalaiannya.
Musyarakah adalah akad kerjasama antara bank dan nasabah dengan prinsip bagi hasil, dimana bank
memberikan sebagian dana modal kepada nasabah untuk dikelola. Mengenai untung dan rugi dibagi bersama
sesuai dengan kadar modal yang diberikan. Lihat lebih lengkap; M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke
Praktek, cet.12 (Jakarta: gema insani: 2008), hlm. 129, hlm. 135.
kesejahteraan yang terlalu besar tanpa dibarengi dengan pengurangan pengeluaran sektor
swasta dan pemerintah pada bidang-bidang lainnya, dan menimbulkan klaim berlebihan pada
sumber daya dan menjadi bumerang bagi konsep ini.
Sedangkan sistem sosialis, tidak mampu bertahan melawan arus inflasi, pengangguran
dan utang luar negri yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Negara-negara yang berusaha
mengikuti teori sosialis semisal Yugoslavia, Hungaria, Polandia dan Cina serta beberapa
negara lainnya, tidak berhasil memecahkan masalah-masalah perekonomian negara yang kian
hari kian memburuk. Sosialisme Demokrat pada umumnya dipersamakan dengan negara
kesejahteraan (welfare state) dan penekanan pada demokrasi ekonomi dan politik dan
dikombinasikan dengan regulasi dan nasionalisasi industri-industri’kunci’, reformasi bidang
perburuhan, dan pelayanan kesejahteraan seperti santunan pengangguran, pendidikan subsidi
atau garis, pelayanan transportasi dan kesehatan serta jaminan kesejahteraan.

Tujuan utama dari welfare state ini adalah penghapusan kemiskinan, penyediaan
pelayanan sosial oleh negara, pemerataan kekayaan yang lebih besar, kesempatan kerja penuh
dan stabilitas ekonomi. Namun, pada akhirnya, meskipun kekayaan ekonomi cukup besar,
tapi kemiskinan tetap ada, ketidakseimbangan dan ketidakstabilan ekonomi terus meningkat
bersamaan dengan kesenjangan pendapatan dan konsekuensi lainnya yang tidak sehat dalam
perekonomian.

Menilik dari kegagalan sistem Kapitalis sekuler dan Sosialis, Chapra menegaskan,
kewajiban negara Islam dalam mewujudkan negara sejahtera adalah menciptakan standar
hidup yang layak bagi rakyatnya dan membantu mereka yang tidak mampu mencukupi
kebutuhan hidupnya. Namun, konsepsi Islam dalam pemeratan pendapatan dan distribusi
kekayaan tidak menyamaratakan kepemilikan bagi semua orang, tetapi mengakui perbedaan
yang dibatasi oleh hak-hak kaum miskin dengan zakat untuk mewujudkan keadilan. Untuk
melaksanakan kewajiban tersebut, maka negara memerlukan adanya sumber-sumber
penghasilan. Sumber-sumber tersebut antara lain: zakat, penghasilan dari sumber alam,
pemungutan pajak dan pinjaman.

4. Kritis dan Analisis Pemikiran

M. Umer Chapra lahir dan dibesarkan di Pakistan, negara Islam dengan sistem
pemerintahan Islam. Beliau menyelesaikan pendidikannya hingga magister di Universitas
Karachi, Pakistan, sehingga dapat dinyatakan bahwa ia adalah gambaran dari sarjana Islam
yang berhasil. Ukuran keberhasilannya adalah kemampuan beliau dalam memadukan ilmu-
ilmu tradisional dan ilmu modern Barat.
Keunggulan Umer Chapra, ia mampu melakukan filter yang baik terhadap
perekonomian konvensional dan merumuskan perekonomian Islam yang sehat. Bahkan beliau
mampu memberikan kritik tajam atas kegagalan sistem kapitalisas dan sosialisas, meskipun
dia mendapatkan gelar doktor dari Universitas Minnesota, Amerika Serikat, yang cernderung
mengikuti pola pikir Barat. Dengan mengutip pemikiran pada ulama terdahulu seperti Ibn
Qayyim, Imam al-Ghazali, Ibn Taimiyah dan lain sebagainya, beliau memadukan konsep dan
strategi ekonomi Islam dengan konsep-konsep ekonomi Barat yang ia pelajari.

Sebagaimana ekonom lain semisal Yusuf al-Qardhawi, Monzer Kahf, Adimarwan


Karim, Muhammad dan lain sebagainya, Chapra menekankan pentingnya moral dalam
tindakan perekonomian. Sebab moral tersebut yang membedakan konsep ekonomi Islam dan
Barat, serta moral pula yang menjadi kunci terciptanya keadilan sosio-ekonomi yang
mewujudkan falah dan hayyah thayyibah.

Namun, dikarenakan M. Umer Chapra banyak berkecimpung dalam dunia


perekonomian makro, ia menjabat sebagai ekonom senior di IRTI, IDB, menjabat pula
sebagai Senior Economic Advisor selama 35 tahun, bekerja di SAMA dan juga pernah
menjabat di Pakistan Econimic Development, sehingga pemikiran dan konsep-konsep yang ia
ajukan merujuk kepada sistem ekonomi negara, kebijakan moneter dan perbankan Syariah
secara garis besar. Solusi-solusi perekonomian yang ditawarkan oleh M. Umer Chapra tidak
lain adalah hasil dari pengamatan dan observasi langsung selama berada di dunia penelitian
dan akademis sekaligus. Hal itu menjadikan kelebihan sekaligus kekurangannya, sebab sektor
mikro yang memiliki peran yang tidak kecil terhadap perekonomian negara, terutama negara
berkembang, seharusnya menjadi perhatian khusus bagi para ekonom dan peneliti.

Titik kelemahan Chapra dalam pemikirannya terdapat pada besarnya toleransi


terhadap sebagian konsep Barat dalam proses Islamisasi Ilmu Ekonomi. Chapra tidak dengan
tegas menolak sistem Barat dan menggunakan sistem perekonomian Islam secara murni, akan
tetapi ia meminimalkan penggunakan beberapa instrumen ekonomi Barat yang dia rasa cukup
penting untuk mempertahankan stabilitas ekonomi, sebelum melepaskan sistem konvensional
secara sempurna. Chapra berpendapat, proses Islamisasi harus dilakukan secara bertahap dan
perlahan-lahan.

Proses perpaduan antara keilmuan Barat dan Islam yang saling melengkapi dalam diri
beliau, menjadikannya berada pada garis tengah, dimana beberapa konsep perekonomian
Barat yang masih digunakan dalam dunia Islam, terutama dalam sistem perbankan,
mendapatkan toleransi. Sebab beliau menyadari bahwa pemurnian Syariah dalam perbankan
tidak bisa dilakukan kecuali secara perlahan-lahan. Sehingga penghapusan konsep-konsep
dan instrumen keuangan Barat juga harus dilakukan dengan bertahap. Oleh karena itu,
Chapra menekankan adanya perbaikan moral pelaku ekonomi dan pemerataan distribusi
sumber daya langka dan alokasi kredit kepada sektor yang lebih membutuhkan. Agar
perekonomian negara menjadi mandiri, terlepas dari prinsip Barat dan mampu mewujudkan
keadilan sosio-ekonomi yang menghantarkan kepada kesejahteraan sehingga masyarakat
mampu mencapai falah.

B. Kebijakan dan Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Muhammad Nejatullah Siddiqi

1. Biografi Singkat Muhammad Nejatullah

Muhammad Nejatullah Siddiqi lahir pada tahun 1931 di Gorakhpur, India. Perjalanan
akademiknya dimulai di Sanvi Darsagh Jama’at-e-Islami Hind, Ranpur, dan jenjang
universitas di Aligarh Muslim University (Jiwa, 2012). Kecintaan beliau dalam dunia tulis
menulis, dalam hal ini tulisan terkait Islam dan ekonomi Islam bermula pada waktu belum
adanya literatur yang membahas kedua persoalan tersebut. Beberapa karya tulisan Siddiqi
diterbitkan di jurnal-jurnal pada pertengahan tahun 50-an, kemudian tulisan yang berkaitan
ekonomi Islam juga diterbitkan, misalnya Some Aspects of the Islamic Economy (1970) dan
The Economic Enterprise in Islam (1972) (Elpinadela, 2014).

Jika mencermati karya-karya tulisan beliau terlihat adanya perpaduan antara kerangka
pemikiran yang berasal dari dunia pendidikan Barat dan dunia pendidikan Islam, khususnya
dalam pemikiran ekonomi. Walaupun beliau tetap mengakui pendekatan ekonomi Islam, juga
menggunakan alat analisis lainnya yang sudah ada, misalnya mazhab sintetis neoklasik
Keynesian. Penggunaan pendekatan Islam oleh beliau tetap konsisten pada prinsip-prinsip
syariah (hukum dan fiqh) dan nilai-nilai Islam.

Konsistensinya dalam kajian ekonomi Islam di tahun 1950-an menjadikan beliau


sebagai salah satu pelopor dan otoritas dalam kajian ekonomi Islam yang mewakili corak
pemikiran ekonomi Islam yang mainstream. Karier akademik beliau bermula di Universitas
Aligarh, di mana diangkat sebagai Profesor dan Kepala Department of Islamic Studies, juga
sebagai reader in economics. Beliau bergabung dengan King Abdul Aziz University, Jeddah
dan menjadi pelopor berdirinya International Centre for Research in Islamic Economics di
akhir tahun 1970-an (Sari, 2011).

Salah satu karya yang dihasilkan beliau mengenai ekonomi Islam adalah Survey on
Muslim Economic Thought (1981), beliau konsen lebih dari sepuluh tahun terakhir dalam
mengamati persoalan mata uang, persoalan perbankan dan isu-isu finansial, kemudian
menjadikannya pendukung utama dalam konsep profit-sharing dan equity participation.
Kedua model operasional tersebut merupakan saran pendapat beliau dalam menjalankan
sistem ekonomi syariah, sehingga transaksi-transaksi yang dilakukan atas dasar bunga dapat
digantikan. Karya-karya beliau berupa buku-buku terkait ekonomi Islam senantiasa dianalisis
dalam pendekatan fikih. Akhirnya karena sumbangsihnya dalam bidang pemikiran ekonomi
Islam, beliau dianugerahi King Faisal International Prize for Islamic Studies pada tahun
1982 (Fadillah, 2014). Bersama asosiasinya Research Centre dan tempat melakukan aktifitas
bekerja selama satu dasawarsa terakhir menjadikan Siddiqi seorang tokoh utama dalam potret
pemikiran ekonomi Islam kontemporer.

2. Kebijakan Dan Pemikiran Ekonomi

Muhammad Najetullah Siddiqi sebagai salah seorang tokoh ekonom Islam di masa
kontemporer dalam memaknai dan memahami ekonomi Islam dapat dilihat dari corak
pemikirannya berikut ini:

A. Konsep Keberhasilan

Islam selalu sejalan dengan kemajuan di bidang ekonomi dengan konsep


keberhasilannya yang berkaitan dengan nilai-nilai moral. Hal ini tergambar dari pernyataan
Siddiqi bahwa: Keberhasilan terletak dalam kebaikan. Dengan perilaku manusia yang
semakin sesuai dengan pembakuan-pembakuan moral, dan semakin tinggi kebaikannya,
maka dia semakin berhasil…. Selama hidupnya, pada setiap fase keberadaan pada setiap
langkah, individu Muslim berusaha berbuat selaras dengan nilai-nilai moral (Chamid, 2010).

Bersikap positif dalam menjalani kehidupan dan menilai orang lain merupakan salah
satu bentuk kebaikan dalam Islam. Meninggalkan kehidupan dan pergaulan dengan
masyarakat, serta melakukan negatifisme adalah hal yang paling buruk yang dilakukan
seseorang. Selama 6 abad yang lampau, para sufi yang hidup dalam masyarakat Muslim dan
orang-orang Nonmuslim dalam kalangan Kristiani menyorot Islam melalui kacamata
prakonsepsi Kristen selama perjalanan kehidupannya (Chamid, 2010).

Siddiqi mengemukakan pandangannya bahwa:

Manusia dilahirkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang tidak terhitung; berusaha


memenuhinya dengan wajar. Semakin baik kebutuhan-kebutuhan ini dipenuhi, semakin baik
pulalah dia. Kehidupan yang dipersiapkan secara baik menjamin kedamaian jiwa, kepuasan
dan rasa aman. Dan kondisi jiwa semacam itulah yang menopang terbinanya suasana yang
sehat, bermoral dan bercorak spritual. Tidak satu kemajuan material dan pembangunan
ekonomi yang dalam dirinya sendiri bertentangan dengan kemajuan moral dan spritual.
Betapa pun juga semua kemajuan semacam itu, bila diperoleh dengan cara yang baik dan
dipertahankan, merupakan sumbangan terhadap moralitas yang sehat dan spiritualitas yang
benar (Chamid, 2010).

Untuk mengapai kemajuan material menurut Islam, apapun usaha-usaha yang


dilakukan umatnya tidak akan dibatasi. Kepemilikan materi bagi setiap individu adalah
sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditawarmenawarkan bagi perkembangan pola sosial yang
dikehendaki dan diharapkan. Islam mendorong dan memotivasi setiap individu Muslim untuk
berupaya semaksimal mungkin untuk memperolehnya dengan ketentuan terciptanya
keterjaminan kepemilikan harta atau material tersebut.
Upaya yang dilakukan untuk memperoleh kebutuhan ekonomi menurut Islam
bukanlah sebuah kejahatan. Bahkan kebutuhan ekonomi menjadi salah satu keutamaan jika
bisa seimbang dan dimaksudkan untuk memperoleh kebaikan. Hidup memiliki aspek lain di
luar aspek ekonomi yang membutuhkan dedikasi dan membutuhkan energi serta waktu untuk
berkembang dengan baik. Keseimbangan kehidupan membutuhkan alokasi upaya dan sumber
daya manusia yang baik di antara semua aspek penting kehidupan.
Ajaran Islam mengenal adanya tujuan daripada adanya penetapan hukum, yaitu
maqashid al-syariah. Maqashid al-syariah adalah sebuah konsep penting dalam pengkajian
hukum Islam. Para pakar teori Hukum Islam menyebutkan maqashid al-syariah ini penting
menjadi sesuatu yang seharusnya dipahami oleh mujtahid yang melaksanakan ijtihad. Teori
maqashid al-syariah pada prinsipnya menciptakan kemaslahatan (kebaikan) sekaligus
menghindarkan mafsadat (keburukan) (Shidiq, 2009).
Salah satu maqashid al-syariah itu adalah menjaga atau memelihara harta (hifz al-
mal). Islam percaya bahwa Allah swt. Yang memiliki kesemua harta di dunia ini, dan
manusia hanya memiliki hak untuk menggunakannya. Islam juga mengakui adanya hak-hak
pribadi seseorang. Namun terkadang manusia sangat rakus akan harta benda, sehingga
mereka ingin memperolehnya dengan cara apa pun. Olehnya itu, Islam mengatur bahwa
seharusnya tidak ada konflik antara satu dengan yang lain. Islam melalui syariatnya mengatur
mengenai bermuamalah, seperti jual beli, sewa, gadai, dan lain sebagainya. Selain itu
melarang perbuatan menipu, transaksi riba dan jika terjadi pengrusakan barang milik orang
lain, maka bertanggungjawab untuk mengganti atau membayarnya, termasuk properti yang
dirusak oleh anak-anak dalam perwalian, bahkan jika hewan peliharaan merusaknya, maka
harus dipertanggungjawabkan.

B. Paradigma Alquran dan Asumsi Dasar

Persoalan ekonomi Islam telah disinggung dalam Alquran dengan berbagai paradigma
dan ini bukan karena persoalan ekonomi Barat (Haneef, 2010). Untuk menikmati kehidupan
ini, maka alam disediakan untuk menjamin keseluruhan umat manusia di dunia. Manusia
harus mewujudkannya melalui upaya yang ada jaminan kebebasan untuk memiliki dan
mencoba. Namun, keadilan harus dijamin, jika perlu melalui hukum. Kerjasama dan
kebajikan harus menjadi norma dalam kehidupan ekonomi, bukan keegoisan atau
keserakahan.
Berpegang teguh kepada prinsip bahwa Allah swt. adalah pemilik yang nyata dan
mutlak. Properti dan kekayaan harus ditangani sebagai kepercayaan dan kegiatan ekonomi
harus dilakukan dalam kerangka kepercayaan itu. Kemiskinan adalah realitas empiris,
sehingga bagi orang yang memiliki harta haruslah menyerahkan sebagian dari apa yang
dimilikinya kepada si miskin atau orang yang tidak memilikinya (QS az-Zariyat/51: 19),
perniagaan diperbolehkan, namun riba atau bunga dilarang (QS al-Baqarah/2: 275).
Berlebihan adalah tindakan berdosa (QS Ali ‘Imran/3: 147) dan berhemat dan kecukupan
adalah sesuatu yang haruslah dilaksanakan (QS al-Isra’/17: 26-27). Kekayaan duniawi yang
dimiliki hendaknya menjadi sarana untuk mencapai kehidupan yang baik dan normal di dunia
dan menjadi bekal di akherat jika kekayaan itu digunakan sesuai koridor syariat.

Siddiqi menjadikan paradigma Alquran sebagai asumsi dasar dalam sistem ekonomi
yang dijalankan manusia. Pandangan ekonomi neoklasik, manusia ekonomi rasional (rational
economic man) tidak hanya imajiner, tetapi juga tidak diinginkan. Oleh karena itu, hukum
perilaku manusia perspektif manusia ekonomi rasional tidak dapat bersifat universal. Hukum
semacam itu tergantung pada pihak-pihak yang menggunakannya, bagaimana penilaian,
waktu dan ruang mereka. Manusia yang paling cocok adalah manusia Muslim (Islamic man)
yang memiliki sifat perhatian terhadap orang lain (individu altruistik). Di sini Siddiqi
berpendapat Islam memberi penekanan kuat untuk berperilaku tolong-menolong (QS al-
Ma’idah/5: 2). Berdasarkan prinsip, seorang Muslim haruslah memiliki jiwa kepedulian
terhadap kesejahteraan orang lain, dalam artian jangan hanya mementingkan diri pribadi.
Kerjasama dan kebajikan adalah sesuatu yang sama-sama ditingkatkan (Siddiq, 1995).

Bekerja tidak boleh dipandang sebagai sebuah beban, tetapi sebagai kewajiban dan
ibadah. Hal ini sangat jelas disebutkan bahwa hakekat penciptaan manusia adalah beribadah
kepada Allah swt. (QS az-Zariyat/51: 56). Di sisi lain, mengemis merupakan perilaku yang
memalukan, apalagi bisa bekerja. Kepentingan sosial harus diperhitungkan ketika seseorang
membuat keputusan individu. Siddiqi berpendapat seorang produsen hendaknya memberikan
prioritas untuk memproduksi komoditas penting, walaupun tidak akan memaksimalkan
keuntungan mereka. Hal ini dipandang sebagai kewajiban sosial, namun jika produsen
individu tidak mampu atau tidak mau menerapkannya, maka kewajiban negara untuk
melakukannya. Selain itu, para pedagang harus memiliki etika dalam berbisnis, misalnya
jujur, tulus, berintegritas, dan memiliki motivasi pahala kelak di akhirat. Begitu pula orang
kaya memiliki kewajiban untuk memberi kepada orang miskin. Di sinilah tampak bahwa
kekayaan tidak boleh terkonsentrasi di tangan segelintir orang saja (Siddiq, 1995).
BAB III

KESIMPULAN

Bisa kita tarik kesimpulan dari awal sampai akhir bahwasannya kebijakan dan
pemikiran ekonomi Islam menurut Umer Chapra adalah suatu perpaduan yang unik dari ilmu
pengetahuan Timur dan Barat. Beliau menawarkan konsep-konsep segar bagi negara-negara
muslim untuk berkembang dengan lebih baik dengan unsur-unsur Islam sebagai asas
pedoman, dan moral sebagai kunci keberlangsungan proses ekonomi yang sehat. Sebab,
moral yang baik dari para pelaku perekonomian akan mengantarkan kepada keadilan sosio-
ekonomi.

Chapra mengusulkan pentingnya penjagaan perbankan Syariah terhadap kepentingan


stakeholder dan keuntungannya, guna menunjukkan kredibilitas dan etos kerja yang baik.
Apabila lembaga keuangan Islam mampu memberikan pelayanan dan menunjukkan kinerja
yang dapat diandalkan, perkembangan lembaga ini akan semakin pesat di seluruh penjuru
dunia. Sebab, menurutnya, Islam dengan nilai-nilai yang dikandungnya adalah solusi bagi
perekonomian dunia dan jalan terbaik untuk mewujudkan negara sejahtera.

Konsep pemikiran ekonomi Siddiqi menekankan pada kesatuan antara ilmu fiqhi
(syariah) dengan ilmu ekonomi. Kerangka yang dibangun dalam sistem ekonomi Islam
berdasarkan Alquran dan Sunnah. Dalam memenuhi kebutuhan dalam hidup, kepemilikan
individu dan swasta hendaklah bersinergi, sehingga dapat dipertanggungjawabkan dalam
memenuhi kewajiban kepada orang lain. Selain itu untuk menjaga stabilitas ekonomi di
masyarakat, maka peran negara sangat penting karena negara berkewajiban menyediakan
kebutuhan dasar masyarakat.

Pada prinsipnya Siddiqi berpendapat segala aktifitas ekonomi yang dijalankan oleh
manusia, khususnya umat Islam senantiasa merujuk kepada Alquran dan sunnah Rasulullah.
Kepemilikan harta bukan semata-mata untuk kekayaan, namun perlu dibarengi dengan etika
atau moral, di mana tujuan yang diharapkan adalah menciptakan kesejahteraan umum
(maslahat ummat).

Siddiqi sebagai seorang ekonom kontemporer memiliki beberapa pemikiran ekonomi


antara lain: hak relatif individu, negara dan masyarakat (kepemilikan harta), konsep
keberhasilan dalam bisnis (ekonomi), paradigma Alquran dan asumsi dasar ekonomi Islam,
peran negara dalam sistem ekonomi, implementasi zakat dan penghapusan riba, kebutuhan
dasar, sistem distribusi dan sistem produksi.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qordhawy, Yusuf. 1996. Daur al-Qiyam al-Akhlak fi al-Iqtishod al-Islami. Kairo:


Maktabah Wahbah.

_________________. 1999. Peran Nilai dan Moral Ekonomi Islam. Surabaya: Risalah Gusti
.
Al-Shabahan, Muhammad Faruq. 1986. al-Abhast fi al-Iqtishod al-Islamy. Kairo: Mu’asasah
Risalah.

Al-Thanthawy, Sayyid. 1997. “Mu’amalatul Bunuk” dalam Jurnal Oase, No. 12.

As-Sadr, Muhammad Baqir. 1983. Iqtishaduna, Discovery Attempt on Economic Doctrine in


Islam. Teheran: WOFIS.

Chapra, M. Umer. 2000. The Future of Economics, An Islamic Perspective. Leicester: The
Islamic Foundation.

Darwis, Rizal. 2022. Pendekatan Pemikiran Ekonomi Islam Muhammad Nejatullah Siddiqi.
Al-buhuts.

Anda mungkin juga menyukai