Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.        Latar Blakang


Dalam Islam, prinsip utama dalam kehidupan umat manusia adalah Allah swt merupakan Zat
Yang Maha Esa. Ia adalah satu-satunya Tuhan dan Pencipta seluruh alam semesta, sekaligus
Pemilik, Penguasa serta Pemelihara Tunggal hidup dan kehidupan seluruh makhluk yang tiada
bandingan dan tandingan, baik di dunia maupun di akhirat. Ia adalah Subbuhun dan Quddusun,
yakni bebas dari segala kekurangan, kesalahan, kelemahan, dan berbagai kepincangan lainnya,
serta suci dan bersih dalam segala hal.
Kontribusi kaum muslimin yang sangat besar terhadap kelangsungan dan perkembangan
pemikiran ekonomi pada khususnya dan peradaban dunia pada umumnya, telah diabaikan oleh
para ilmuwan Barat. Menurut Chapra, meskipun sebagian kesalahan terletak di tangan umat
Islam karena tidak mengartikulasikan secara memadai kontribusi kaum muslimin, namun Barat
memiliki andil dalam hal ini, karena tidak memberikan penghargaan yang layak atas kontribusi
peradaban lain bagi kemajuan pengetahuan manusia. Dalam kesempatan pembuatan makalah ini
kami akan membahas tentang sejarah pemikiran ekonomi Abu Yusuf dan as-Syaibani.
2.        Masalah
1)        Seperti apa riwayat hidup Imam Al-Syaibani ?
2)        Seperti apa karya-karya Imam Al-Syaibani ?
3)        Bagaimana pemikiran ekonomi Imam Al-Syaibani ?
4)        Buku-buku Al-Syaibani
3.        Tujuan
1)         Mengetahui riwayat hidup Imam Al-Syaibani
2)         Mengetahui karya-karya Imam Al-Syaibani
3)         Mengetahui pemikiran ekonomi Imam Al-Syaibani
BAB II

PEMBAHASAN

1. Riwayat Imam Al-Syaibani (132 H/750 M – 189 H/804 M).


Al-Syaibani adalah Abu Abdillah Muhammad bin al-Hasan bin Farqad Al-Syaibani lahir
pada tahun 132 H (750 M) di kota wasith ibu kota irak pada masa akhir pemerintahan bani
umawiyyah. Ayahnya berasal dari negri syaibani di wilayah jaziah Arab.Bersama orang tuanya,
Al-Syaibani pindah ke kota Kufah yang ketika itu merupakan salah satu pusat kegiatan ilmiah.
Di kota tersebut, ia belajar memahami fiqh ahl al-Ra’y (yang mengandalkan akal), dia juga
mempelajari sastra, bahasa, syair, termasuk gramatika, serta mempelajari ilmu agama, seperti
alquran, hadist dan fiqh kepada para ulama setempat, seperti Mus’ar bin Kadam, Sufyan Tsauri
bin Dzar, dan Malik bin Maghul.Pada periode ini pula, Al-Syaibani telah menghafal Alquran.
Pada usia 14 tahun ia belajar kepada Imam Abu Hanifah selama 4 tahun. Kemudian ia belajar
kepada Imam Abu Yusuf, murid Imam Abu Hanifah. Dari kedua imam inilah Al-Syaibani
memahami fikih Mazhab Hanafi dan tumbuh menjadi pendukung utama mazhab tersebut. Asy-
syaibani sendiri di kemudian hari banyak menulis pelajaran yang pernah diberikan Imam Abu
Hanifah kepadanya.
Dalam menuntut ilmu , Al-sayibani tidak hanya berinteraksi dengan para ulama ahl al-
ra’yi, tetapi juga ulama ahl al-hadits.layaknya para ulama terdahulu,berkelana keberbagai
tempat,seperti Madinah,Makkah,Syria,Basrah,dan khurasan untuk belajar kepada para ulama
besar,seperti malik bin anas,sufyan binunainah dan Auza’ i. Ia juga pernah bertemu dengan Al-
syafi’I ketika belajar al-muwatta pada malik bin anas. Hal tersebut memberikan nuansa baru
dalam pemikiran fiqihnya.Al-syaibani menjadi lebih banyak mengetahui berbagai hadist yang
luput dari perhatian Abu hafinah. Dari leluasa pemikirannya ini,dia mampu mengombinasikan
antara aliran ahl al-ra’yi di irak dengan ahl al-hadist di Madinah.

Setelah memproleh ilmu yang memadai, Al-syaibani kembali ke Baghdad yang pada saat
itu berada dalam kekuasaan Daulah bani abbasiyah. Di tempat ini ia mempunyai peranan penting
dalam majelis ulama dan kerap didatangi para penuntut ilmu. Hal tersebut semakin
mempermudahnya dalam mengembangkan mazhab hanfi,apabila ditunjang kebijakan pemrintah
pada saat itu yang menetapkan mazhab hanafi sebagai mazhab Negara.
Berkat kekuasaan sebagai hakim di kota Riqqah irak. Namun,tugas ini hanya
berlangsung singkat kerena ia kemudian mngundurkan diri untuk lebih berkontraksi pada
pengajaran dan penulisan fiqih. Al-syabani meniggal dunia pada tahun 189 H (804 M) di kota al-
ray dekat Teheran, dalam usia 58 tahun.
2. Karya-karya
Dalam menuliskan pokok-pokok pemikiran fiqihnya,Al-syaibani menggunakan istihsan
nya sebagai metode ijtihadnya. Ia merupakan sosok ulama yang sangat produktif. Kitab-kitab
nya dapat diklasifikasikan dalam 2 golongan,yaitu:
a. Zhair al-riwayah, yaitu kitab yang dituli berdasarkan pelajaran yang diberikan kepada abu
hafinah.
b. Al-nawadir yaitu kitab yang di tulis berdasarkan pandangannya sendiri.
3. Pemikiran ekonomi.
A.    Al-Kasb (Kerja)
Dalam kitab Al-Kasb (Kerja) ini, asy-Syaibani mendefinisikan al-Kasb (kerja) sebagai
mencari perolehan harta melalui berbagai cara yang halal. Dalam ilmu ekonomi, aktivitas
demikian termasuk dalam aktivitas produksi. Definisi ini mengindikasikan bahwa yang
dimaksud dengan aktivitas produksi dalam ekonomi Islam adalah berbeda dengan aktivitas
produksi dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam, tidak semua aktivitas yang
menghasilkan barang atau jasa disebut sebagai aktivitas produksi, karena aktivitas produksi
sangat terkait erat dengan halal-haramnya suatu barang atau jasa dan cara memperolehnya.
Dengan kata lain, aktivitas menghasilkan barang dan jasa yang halal saja yang dapat disebut
sebagai aktivitas produksi.

Produksi suatu barang atau jasa, seperti yang dinyatakan dalam ilmu ekonomi, dilakukan
karena barang atau jasa itu mempunyai utilitas (nilai-guna). Islam memandang bahwa suatu
barang atau jasa mempunyai utilitas jika mengandung kemaslahatan. Seperti yang diungkapkan
oleh Al-Syatibi, kemaslahatan hanya dapat dicapai dengan memelihara lima unsur pokok
kehidupan, yaitu agama, jiwa, akal dan harta. Dengan demikian seorang muslim termotivasi
untuk memproduksi setiap barang atau jasa yang memiliki maslahah tersebut. Hal ini berarti
bahwa konsep maslahah merupakan konsep yang objektif terhadap perilaku produsen karena
ditentukan oleh tujuan (maqasid) syari’ah, yakni memelihara kemaslahatan manusia di dunia dan
akhirat. Pandangan Islam tersebut tentu jauh berbeda dengan konsep ekonomi konvensional yang
menganggap bahwa suatu barang atau jasa mempunyai nilai-guna selama masih ada orang yang
menginginkannya. Dengan kata lain, dalam ekonomi konvensional, nilai guna suatu barang atau
jasa ditentukan oleh keinginan (wants) orang per orang dan ini bersifat subjektif. Dalam
pandangan Islam, aktivitas produksi merupakan bagian dari kewajiban ‘imaratul kaum, yakni
menciptakan kemakmuran semesta untuk semua makhluk. Berkenaan dengan hal tersebut , Al-
Syaibani menegaskan bahwa kerja yang merupakan unsur utama produksi mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan karena menunjang pelaksanaan ibadah kepada
Allah SWT dan karenanya, hukum bekerja adalah wajib. Hal ini didasarkan pada dalil-dalil
berikut:
1.      Firman Allah SWT.
“ Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (Al-Jumu’ah 62:10)
2.      Hadits Rasulullah SAW.
“ Mencari pendapatan adalah wajib bagi setiap muslim”.
Al-Syaibani menyatakan bahwa sesuatu yang dapat menunjang terlaksananya yang wajib,
sesuatu itu menjadi wajib pula hukumnya. Lebih jauh ia menguraikan untuk melaksanakan
berbagai kewajiban, seseorang memerlukan kekuatan jasmani dan kekuatan jasmani itu sendiri
dapat diperoleh dengan mengkonsumsi makanan yang di dapat dari hasil kerja keras. Dengan
demikian, kerja mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunaikan kewajiban, maka
hukum bekerja adalah wajib.

Asy-Syaibani juga menyatakan bahwa bekerja merupakan ajaran para rasul terdahulu dan
kaum muslimin diperintahkan untuk meneladani cara hidup mereka. Dari uraian tersebut, tampak
jelas bahwa orientasi bekerja dalam pandangan Al-Syaibani adalah hidup untuk meraih
keridhaan Allah SWT. Di sisi lain, kerja merupakan usaha untuk mengaktifkan roda
perekonomian, termasuk proses produksi, konsumsi dan distribusi yang berimplikasi secara
makro meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

B.     Kekayaan dan Kefakiran


Menurut Asy-Syaibani walaupun telah banyak dalil yang menunjukkan keutamaan sifat-
sifat kaya, sifat-sifat fakir mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Ia menyatakan apabila
manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan kemudian bergegaas pada kebajikan,
sehingga mencurahkan perhatian pada urusan akhiratnya, adalah lebih baik bagi mereka. Dalam
konteks ini, sifat-sifat fakir diartikan sebagai kondisi yang cukup (kifayah) bukan kondisi
meminta-minta (kafafah). Dengan demikian Asy-Syaibani menyerukan agar manusia hidup
dalam kecukupan baik untuk diri sendiri bukan keluarganya. Di sisi lain ia berpendapat bahwa
sifat-sifat kaya berpotensi membawa pemiliknya hidup dalam kemewahan. Sekalipun begitu ia
tidak menentang gaya hidup yang lebih dari cukup selama kelebihan tersebut hanya
dipergunakan untuk kebaikan.

C.     Klasifikasi Usaha-usaha Perekonomian


1. Asy-Syaibani membagi usaha perekonomian menjadi empat macam, yaitu
2. Sewa-menyewa (Ijarah)
3. Perdagangan (Tijarah)
4. Pertanian (Zaira’ah) dan
5. Perindustrian (Sinaah)

Dari keempat usaha perekonomian tersebut, Asy-Syabani lebih mengutamakan usaha


pertanian. Menurutnya pertanian memproduksi berbagai kebutuhan dasar manusia yang sangat
menunjang dalam melaksanakan berbagai kewajibannya. Dari segi hukum Asy-Syaibani
membagi usaha-usaha perekonomian menjadi dua, yaitu fardu kifayah dan fardu ‘ain.
1. Fardu kifayah, apabila ada orang yang menjalankannya, roda perekonomian akan terus
berjalan dan jika tidak seorang pun yang menjalankannya, roda perekonomian akan hancur
berantakan yang berdampak pada semakin banyaknya orang yang hidup dalam kesengsaraan.
2. Fardu ‘ain, apabila usaha perekonomian mutlak dilakukan oleh seseorang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan orang-orang yang ditanggunganya. Bila tidak
dilakukan usaha-usaha perekonomian, kebutuhan dirinya tidak akan terpenuhi, begitu pula orang
yang ditanggungnya, sehingga akan menimbulkan akan kebinasaan bagi dirinya dan
tanggungannya.
D.    Kebutuhan-kebutuhan Ekonomi
Al-Syaibani mengatakan bahwa sesungguhnya Allah menciptakan anak-anak Adam
sebagai suatu ciptaan yang tubuhnya tidak akan berdiri kecuali dengan empat perkara, yaitu
makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. Para ekonom lain mengatakan bahwa keempat hal
ini adalah tema ilmu ekonomi. Jika keempat hal tersebut tidak pernah diusahakan untuk
dipenuhi, ia akan masuk neraka karena manusia tidak akan dapat hidup tanpa keempat hal
tersebut.
E.     Distribusi Pekerjaan
Imam Asy-Syaibani menyatakan bahwa manusia dalam hidupnya selalu membutuhkan
yang lain. Asy-Syaibani menandaskan bahwa seorang yang fakir membutuhkan orang kaya dan
orang kaya membutuhkan tenaga orang miskin. Dari hasil tolong menolong itu, manusia jadi
lebih mudah dalam menjalankan aktivitas kepada-Nya. Dalam konteks dmikian, Allah berfirman
(Al-Maidah/5:2):

“… dan saling menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan ketakwaan”


Lebih jauh Asy-Syaibani menyatakan bahwa apabila seseorang bekerja dengan niat
melaksanakan ketaatan kepada-Nya atau membantu saudaranya untuk melaksanakan ibadah
kepada-Nya, pekerjaan tersebut niscaya akan diberi ganjaran sesuai dengan niatnya. Dengan
demikian, distribusi pekerjaan seperti yang di atas merupakan objek ekonomi yang mempunyai
dua aspek secara bersamaan, yaitu aspek religius dan aspek ekonomis.
4. Buku-buku yang di tulis Al-syaibani
Al-syaibani telah menulis beberapa buku,antara lain kitab al-iktisab fill Rizq al-Mustahab
dan kitab al-Asl. Buku pertama banyak membahas berbagai aturan Syariat tentang Ijarah, tijarah,
ziraah, dan sinaah (hiring out, trade, agriculture, and industry. Perilaku komsumsi ideal seorang
muslim menurutnya adalah sederhana, suka memberikan derma, (charity), tetapi tidak suka
meminta-minta. Buku yang kedua membahas berbagai bentuk transaksi/kerja sama usaha dalam
bisnis, misalnya salam (prepaid order), sharikah (partnership), dan mudharabah. Buku-buku yang
ditulis Al-Syaibani mengandung tinjauan normative sekaligus positif, sebagaimana karya
kebanyakan sarjana muslim.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Nama lengkap Al-Syaibani adalah Abu Abdillah Muhammad bin al-Hasan bin Farqad al-
Syaibani. Beliau lahir pada tahun 132 H (750M) di kota Wasit, ibu kota dari Irak pada masa
akhir pemerintah Bani Umawiyyah. Ayahnya berasal dari negeri Syaiban di wilayah Jazirah
Arab. Menurut Asy Syaibani, permasalahan ekonomi wajib diketahui oleh umat islam karena
dapat menunjang ibadah wajib.
Pemikiran beliau tentang ekonomi terbagi menjadi lima bagian, yaitu: 
Al-Kasb ( Kerja), Kekayaan dan Kefakiran, Klasifikasi Usaha-usaha Perekonomian,Kebutuhan-
Kebutuhan Ekonomi, Spesialisasi dan Distribusi Pekerjaan.

DAFTAR PUSTAKA

Ir.H.Adimarwan azhar karim,S.E.,M.B.A.,M.A.E.P,sejarah pemikiran ekonomi islam (Jakarta


pelepah hijau IV TN.1.no.14-15 kelapa gading permai,Jakarta 14240)Hal254.

http://trikkuliah.blogspot.co.id/2016/04/biografi-asy-syaibani.html

Pusat pengkajian dan oengembangan Ekonomi Islam (P3EI), universitas Islam Indonesian
Yogyakarta atas kerja sama dengan Bank Indonesia, cetakan ke-6 maret 2014 dan cetakan ke-7
juni 2015.PT Rajagrafindo persada, Jakarta. Jl Raya leuwinanggung,no.112, kota depok 16956

Anda mungkin juga menyukai