Anda di halaman 1dari 12

PEMIKIRAN EKONOMI IBNU QOYYIM AL-JAUZIYYAH

Linatul Chariro
Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Ponorogo
e-mail: linatul.chariro52@gmail.com

Abstrak

Secara historis, konsep dan sistem ekonomi Islam telah dipraktekkan dalam
pelaku ekonomi pada masa awal-awal kehadiran Islam. Mulai dari zaman nabi
Muhammad Saw, para sahabat, tabi’in hingga para tabi’ tabi’in telah
menerapkan sistem ekonomi yang berdasarkan pada ajaran-ajaran Islam. Pada
masa perkembangan ekonomi yang sangat panjang itu lahirlah ekonom-
ekonom muslim terkemuka antara lain adalah Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
Beliau merupakan seorang tokoh pemikir dan ulama populer pada berbagai
macam bidang disiplin ilmu termasuk ekonomi. Pemikiran pokok ekonomi
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah digolongkan dalam lima pokok perkara utama
yakni falsafah ekonomi Islam, perbandingan dan perbedaan antara kekayaan
dan kemiskinan, kepentingan ekonomi zakat, bunga- riba fadhl dan riba
nasi’ah, mekanisme pasar dan penetapan harga.

PENDAHULUAN
Perkembangan Ekonomi Islam menjadi sesuatu hal yang tidak dapat

dipisahkan dengan perkembangan sejarah Islam. Dimana konsep dasar ekonomi

Islam bukanlah sesuatu hal yang baru dilakukan pada masa ini. Konsep atau

pemikiran yang berkaitan dengan ekonomi sudah lahir sejak ribuan tahun yang lalu

bahkan sebelum pemikir-pemikir dari barat bermunculan. Hal ini dapat dibuktikan

dengan beberapa fakta dan argument yang sangat kuat yang menunjukkan bahwa
ekonomi Islam sudah lebih dulu lahir dan telah diterapkan oleh masyarakat. Dalam

perjalan sejarah Islam, terdapat studi yang berkesinambungan tentang berbagai isu

ekonomi dalam pandangan Islam. Pemikiran akan ekonomi tersebut telah

diimplementasikan mulai pada zaman Rasulullah, para Khulafarasyidin terus

berkembang sampai saat ini.

Dalam sejarah perkembangan pemikiran ekonomi terdapat sejarah yang

mencatat bahwa hasil pemikiran ekonomi Islam pernah mencapai masa cemerlang

yang ditandai dengan ditinggalkannya warisan intelektual yang sangat kaya yaitu

pada abad ke 5 sampai abad ke 9 Hijriah. Dimana luas wilayah kekuasaan Islam

sangat luas yang terbentang dari Maroko hingga India timur. Kecemerlangan

peradaban tersebut mendorong lahirnya berbagai pusat kegiatan intelektual. Selain

itu, banyak terlahir tokoh-tokoh cendekiawan muslim yang berkontribusi besar dalam

perkembangan pemikiran ekonomi Islam. Diantaranya: Al-Ghazali, Nasirudin Tusi,

Ibnu Taimiyyah, Abu Ishaq Al-Shatibi, Abdul Qadir Jaelani, Ibnu Qayyim, Ibnu

Rusyd. Dan lain sebagainya.

Dari sekian banyak tokoh-tokoh pemikir Islam pada fase pertengahan

tersebut, terdapat salah satu tokoh intelektual sekaligus ulama yang cukup terkenal

pada zamannya. Beliau adalah ibnu qayyim yang banyak melahirkan karya-karya.

Ibnu Qayyim bukan tokoh yang fokus bergelut pada bidang ekonomi, akan tetapi

pemikiran orisinilnya beliau tetap diakui eksistensinya. Oleh sebab itu dalam artikel
ini, penulis akan menjelaskan siapa dan bagaimana pemikiran Ibnu Qayyim berkaitan

dengan ekonomi.

PEMBAHASAN

Biografi Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah


Ibnu Qayyim lahir pada tanggal 7 Shafar tahun 691 atau 29 Januari tahun
1292 di Damaskus, Syiria.1 Dengan nama lengkap Abu ‘Abdullah Syamsuddin
Muhammad Abu Bakar bin Ayyub bin Sa’ad bin Huraiz bin Makk Zainuddin az-
Zur’i ad-Dimasyiqi2 dengan gelar Syamsudin dan kunyahnya adalah Abu Abdullah.
Beliau lebih dikenal dengan nama panggilan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Al-
Jauziyyah adalah nama salah satu sekolah di Damaskus yang dibangun oleh
Muhyidin bin Hafizh bin Faraj Abdurahman Al-Jauzi. Dimana ayah Ibnu Qayyim Al-
Jauziyyah adalah salah seorang pengurusnya.3 Nama Al-Jauziyyah dinisbatkan
kepada sebuah desa yang sekarang bernama azra’ sebagaimana ia dinisbatkan pula
kepada Damsyik.4 Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah adalah tipikal orang yang hatinya
bersih, lapang dada, serta penyayang. Beliau tidak pernah iri hati pada orang lain dan
tidak mencaci maki ataupun menyakiti orang lain. Beliau sangat tawadhu’, banyak
kebaikannya dan mempunyai akhlak yang sangat terpuji.5
Ibnu Qayyim memiliki keinginan yang sangat kuat dalam menuntut ilmu.
Sejak usia belia, tekadnya dalam mengkaji serta menelaah ilmu pengertahuan sangat
luar biasa, pada usia tujuh tahun beliau memulai perjalanan ilmiahnya. Allah

1
Mansyur. H. M. Laily, Ajaran Dan Teladan Para Sufi, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,
1999), 220 .
2
B. Lewis, et.al., The Encyclopedia Of Islam, Vol.III, Leiden: E.J. Brill, 1990, 821
3
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Cerdas Ala Rasulullah SAW, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011),
Cet.1, 3.
4
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, al-Wabilu ash-Shayibu Minal Kalimi ath-Thayyibi, terj. Salim
Muh. Wakid, Hujan Rahmat (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1993), 15.
5
Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, (Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2006),
cet.1, .826
memberikan bakat karunia yang sangat melimpah yang kemudian ditopang dengan
daya akal luas, daya hafal mengagumkan, pikiran yang cemerlang, serta energi yang
sangat luar biasa. Oleh sebab itu, beliau turut aktif berpartisipasi dalam lingkaran
ilmiah para gurunya dengan semangat keras dan jiwa energis guna memuaskan obsesi
serta rasa haus terhadap ilmu pengertahuan. Sebab itu, ia menimba ilmu dari setiap
ulama spesialis, sehingga ia menjadi ahli dalam ilmu-ilmu Islam dan mempunyai
andil besar dalam berbagai disiplin ilmu.6 Pada dasarnya Ibnu qayyim Al-Jauziyyah
bukanlah ilmuwan islam yang fokus pada permasalahan ekonomi, melainkan lebih
banyak fokus pada kepada Tafsir Al-Qur’an, Sunnah, dan permasalahan sosial dan
politik, selain itu, beliau merupakan ahli ilmu tasawuf.7
Dalam riwayat pendidikannya, Ibnu qayyim Al-jauziyyah banyak berguru
kepada para ulama untuk memperdalam bidang ilmu keislamannya. Pada masa kecil
Ibnu Qayyim belajar dengan Ibnu Taimiyyah sampai lulus dengan menguasai
berbagai bidang ilmu. Dalam hal ini, Ibnu Qayyim sangat menguasai berbagai ilmu
dan lebih kuat argumentnya dibandingkann dengan teman-temannya. Selain itu,
beliau juga sangat pandai dalam memberikan penjelasan dan sangat fasih dalam
berkomunikasi. Ibnu Qayyim merupakan murid ternama dari Ibnu Taimiyyah, dimana
seluruh gagasan beliau dapat dikatakan sebagai gagasan yang dapat diserap dan
karya-karyanya dipopulerkan, namum masih mempertahankan kepribadiannya
sendiri.8

6
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Zad al-Ma’ad, terj. Ahmad Sunarto dan Ainur rofiq, Bekal
Perjalanan Akhirat, (Jakarta: Robbani Press, 1998), 14.
7
Ropi Marlina, dkk, Telaah Pemikiran Ekonomi Ibnu Qayyim (1292-1350M/ 691 – 751 H),
E-Qien Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 4 no. 1 April 2016, 81.
8
Adiwarman Azwar karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,
2012), 287.
Karya-Karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah termasuk salah satu ulama yang banyak
menuliskan karya-karya ilmiahnya dibidang ilmu pengetahuan keagamaan, baik
dalam bidang fiqih, hukum negara Islam, politik Islam, akhlaq dan sebagianya.
Berikut ini beberpa kitab yang ditulis oleh Ibnu qayyim Al-Jauziyyah:9
1. Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil Mauludi
2. Miftahul Daris Sa’adati
3. A’lamul Muwaqqi’in An Robbil alamin
4. Al-Jawabul Kafi Liman Sa’ala Anid Dawa’is syaafi
5. Ighotsatul Lahafan mim Mashayidia syaiton
6. Uddatus Shobirin wa Dzakiratus Syakirina
7. Roudhotul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaaqin
8. Madarijus Salikina
9. At-Thibbun Nabawiy
10. Ahkamu ahlidz Dzimmati
11. Amtsalul Qur’an
12. Bada’iul Fawa’id
13. Ath-Thuruqul Hukmiyyah fi siyasatis syariah.

Pemikiran Ekonomi Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah


Secara umum pemikiran Ibnu Qayyim tentang permasalahan ekonomi dapat
digolongkan kedalam lima perkara utama yaitu: Falsafah ekonomi Islam,
perbandingan dan perbedaan antara kekayaan dan kemiskinan, kepentingan ekonomi
zakat, bunga atau riba, mekanisme pasar dan penetapan harga. Adapun uraian secara
singkat mengenai pokok pikiran Ibnu Qayyim mengenai ekonomi Islam yaitu:

1. Falsafah ekonomi Islam


Ibnu Qayyim berpandangan bahwa kehidupan adalah ujian dan
pengadilan bagi manusia. Bagaimana cara manusia memenuhi semua kebutuhan
hidupnya, bagaimana cara mengatasi setiap permasalahan hidupnya, tentu akan
9
A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Sinar grafika Offset, 2010).34
ada reward dan puinishment dari Allah. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut
manusia harus bekerja. Sebagaimana contoh setiap manusia membutuhkan makan
dan minum untuk bertahan hidup, dan untuk memenuhinya manusia harus,
menanam, beternak ataupun mencari ikan dan kesemuanya itu termasuk dalam
kegiatan ekonomi sejalan dengan sunah Rasulullah.10
Ibnu Qayyim mengatakan bahwa dosa itu dapat memperburuk kehidupan
sesorang. Oleh sebab itu, agar kehidupan manusia menjadi lebih baik, maka
kepatuhan terhadap Allah merupakan hal yang mutlak. Apabila manusia
mengamalkan nilai-nilai Islam dalam kehidupannya maka akan timbul
kepercayaan diri yang tinggi serta keamanan dalam masyarakat. Hal tersebut
menjadi intensif bagi setiap manusia untuk bekerja sama dalam berproduksi dan
menjaga stabilitas kondisi ekonomi yang pada akhirnya akan mampu
meningkatkan perekonomian. Selain itu, Ibnu Qayyim juga memperhatikan
tentang intervensi pemerintah dalam perekonomian tersebut dapat dibenarkan,
yakni pada saat kepentingan orang banyak menjadi taruhannya.

2. Perbedaan kekayaan dan kemiskinan


Pengaruh penyebaran tasawuf pada masa Ibnu Qayyim mengakibatkan
masyarakat lupa akan kehidupan duniawi dan menumpukan kepada kehidupan
ukhrawi. Sehingga berakibat orang ramai hidup dalam kemiskinan dan harta
kekayaan adalah kehidupan dunia yang sementara dan tidak perlu dicari. Untuk
meluruskan salah faham tersebut, Ibnu Qayyim berdaya upaya agar masyarakat
kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya dengan mempertimbangkan antara
kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.11

10
A. Rio Makkulau Wahyu, Pemikiran Ekonomi Ibnu Qayyim Tentang Konsep Tas’ir,
Diktum Jurnal Syari’ah dan Hukum, vol. 16. No. 2. Tahun 2018, 244.
11
Zuul Fitriani Umari, Pemikiran Ekonomi Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Baabu Al-Ilmi Vol.4
No.1, 2019, 65.
Ibnu Qayyim berpendapat bahwa kekayaan yang dimiliki seseorang dapat
digunakan untuk melakukan segala amal kebaikan seperti haji, jihad, membangun
masjid, pembebasan tawanan, memberikan hadiah dan lain sebagainya. Dalam hal
ini Ibnu Qayyim berpendapat bahwa “daripada kalangan orang kaya dan orang
miskin, yang paling disukai adalah makhluk yang bertaqwa pada Allah dan
melakukan amalan-amalan baik”. Oleh sebab itu, ukuran kaya dan miskin dalam
hal asas ibadah adalah sama.12 Beliau juga berpendapat bahwa kekayaan dan
kemiskinan adalah ciptaan Allah untuk menguji hambaNya untuk ketaatan atau
ketidaktaatan, untuk pahala atau hukuman, siapa yang lebih dalam amalan-
amalannya.13

3. Kepentingan ekonomi zakat


Menurut Ibnu Qayyim fungsi zakat yaitu untuk membangunkan kualiti
kebaikan, persaudaraan dan kebajikan. Atas dasar inilah kadar zakat ditetapkan.
Ibnu Qayyim mengatakan bahwa zakat dikenakan pada setiap jenis harta kekayaan
dan setiap barang yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan memberikan
keuntungan. Harta yang wajib dikenai zakat hanya empat jenis yaitu: binatang
ternak, tanaman dan buah-buahan, emas dan perak serta barang-barang
dagangan.14 Terdapat empat kadar zakat yang diambil yaitu 20% (1/5), 10%
(1/10), 5% (1/20), dan 2.5% ((1/40). Ibnu qayyim menjelaskan tentang
kepentingan dan sebab ekonomi dibalik kadar zakat yang berbeda. Menurut beliau,
keterlibatan buruh adalah pertimbangan yang diambil dalam penentuan kadar
zakat. Semakin besar jumlah buruh yang terlibat dalam proses pengeluaran maka
semakin kecil kadar zakat yang perlu dibayarkan dan begitu juga sebaliknya.

12
Putri Apriani Ningsih, Pemikiran ekonomi Ibnu Qayyim, Islamic Banking Vol.2 No. 1
Agustus 2016, 5.
13
Ropi Marlina, dkk, Telaah Pemikiran Ekonomi Ibnu Qayyim (1292-1350M/ 691 – 751 H),
…, 86
14
Zuul fitriani Umari, Pemikiran Ekonomi Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, …67.
Misalnya kadar zakar untuk tanaman yang diairi dengan air hujan ialah 10% dan
5% bagi tanaman yang diairi oleh tenaga manusia (irigasi). Selain keterlibatan
buruh, faktor lain yang menjadi penentu kadar zakat adalah mewujudkan konsep
keadilan dalam ekonomi. Apabila semua pemilikan mempunyai kadar zakat yang
sama maka semangat untuk berusaha dan bekerja akan hilang. Perbedaan kadar
zakat ini memberikan kesan yang berbeda dalam zakat.15
Berkenaan dengan waktu pembayaran zakat, Ibnu Qayyim menjelaskan
bahwa zakat boleh dibayar apabila cukup waktu satu tahun kepemilikan harta
kecuali pada harta kekayaan yang tidak diketahui kepemilikannya, zakat akan
dikenai serta merta sebagaimana penemuan harta karun. Sementara dalam hal
zakat pertanian, zakat akan diambil pada saat panen. Dalam waktu satu tahun yang
ditetapkan tersebut pemilik harta boleh menggunakan hartanya pada jalan yang
produktif dan mendapatkan keuntungan. Sebaliknya apabila zakat dibayar setiap
minggu atau bulan, maka akan menyusahkan para muzakki (pembayar zakat)
untuk membuat taksiran pada harta mereka. Ibnu Qayyim menjelaskan terdapat
delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaiman telah ditetapkan dalam
al-Qur’an. Beliau membagi menjadi dua kategori. Pertama ialah mereka yang
berhak menerima zakat karena keperluan yaitu fakir, miskin, riqab, dan ibn sabil.
Kedua ialah mereka yang menerimanya untuk kegunaan sendiri yaitu, amil,
mualaf, orang yang berhutang untuk tujuan baik dan mereka yang berjuang fi
sabilillah.16

4. Bunga, Riba Fadhl Dan Riba Nasiah


Secara bahasa riba berarti tambahan. Dalam istilah hukum islam riba
berarti tambahan baik berupa tunai maupun jasa yng mengharuskan pihak
peminjam untuk membayar selain jumlah uang yang dipinjamkan pada hari jatuh

15
Putri Apria Ningsih, Pemikiran Ekonomi Ibnu Qayyim, … 6
16
Ibid., 7
waktu pengembalian pinjaman. Riba jenis ini disebut dengan riba nasiah, riba yang
terjadi pada utang piutang dan disebut dengan riba jahiliyah sebab masyarakat arab
sebelum Islam dikenal telah melakukan kebiasaan membebankan tambahan
pembayaran atas semua jenis pinjaman yang dikenal dengan riba.17
Ibnu Qayyim membagi riba menjadi dua macam, yaitu riba jali (jelas) dan
riba kafi (samar). Riba jali adalah riba nasiah sedangkan riba kafi adalah riba
fadhl. Riba nasiah berlaku pada transaksi hutang uang dengan uang yang dibayar
secara tidak sama nilai atau jumlahnya. Riba fadhl terdapat pada perdagangan
enam jenis komoditi yang ditukar sesama komoditi tersebut secara tidak sama
ukuran atau timbangan dan secara hutang. Keenam komoditi tersebut adalah emas,
perak gandum, barli, tamar dan garam.18 Ibnu Qayyim menjelaskan pelarangan
riba jali yakni riba nasi’ah adalah karena mengandung kemudharatan yang besar,
sementara riba kafi yakni riba fadhl dilarang karena adanya kekhawatiran akan
terjerumus pada riba nasiah.

5. Mekanisme pasar dan harga


Dalam hal mekanisme pasar Ibnu qayyim menjelaskan bahwa pasar
hendaklah berlaku secara adil dan kerjasma terpimpim. Unsur-unsur negatif dalam
pasar yang menyebabkan kezaliman hendaklah diawasi oleh pemerintah.
Demikian dengan penentuan harga barang di pasar hendaklah diserahkan pada
pasar yaitu berdasarkan kepada kekuatan permintaan (supply) dan penawaran
(demand) di pasar.19 Selain itu, Ibnu Qayyim juga memandang penting peran dari
al-hisbah yaitu sebuah lembaga yang mengontrol, megintervensi serta mengawasi
kegiatan ekonomi.

17
Satria Efendi, Riba Dalam Pandangan Fiqh, Kajian Islam tentang Berbagai Masalah
Kontemporer, (Jakarta: hikmah Syahid Indah, 1988), 147.
18
Putri Apria Ningsih, Pemikiran ekonomi Ibnu Qayyim, …. 8
19
Ibid, 8.
Dalam hal penetapan harga (tas’ir), Ibnu Qayyim dalam kitabnya al-
thuruq hukumiyah fi al-siyasati al-syariah membagi tas’ir kedalam dua bagian
yakni: tas’ir yang adil (yang dihalalkan) dan tas’ir yang zalim (diharamkan).
Penetapan harga yang adil dalam pasar telah menjadi pedoman dasar dalam setiap
transaksinya serta sangat dianjurkan oleh pemerintah ketika situasi dalam pasar
mengalami kekacauan yang menimbulkan mudharat bagi pelaku pasar.20 Hal
demikianlah yang menjadikan peran pemerintah sebagai wilayatul hisbah dalam
menetapkan harga yang berlaku dalam pasar demi terwujudnya kemaslahatan
sesuai dengan konsep Islam yang menegaskan pasar harus berprinsip persaingan
sempurna dengan kebebasan yang dibungkus oleh kerangka syariah dengan
membangun prinsip kejujuran, keterbukaan, serta keadilan.

KESIMPULAN
Ibnu Qayyim lahir pada tanggal 7 Shafar tahun 691 atau 29 Januari tahun
1292 di Damaskus, Syiria. Dengan nama lengkap Abu ‘Abdullah Syamsuddin
Muhammad Abu Bakar bin Ayyub bin Sa’ad bin Huraiz bin Makk Zainuddin az-
Zur’i ad-Dimasyiqi. Yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.
Dengan kegigihannya dalam menuntut ilmu sejak usia belia, menjadikan beliau ahli
dalam ilmu-ilmu bidang keagamaan dan mempunyai andil yang besar dalam sejumlah
disiplin ilmu pengetahuan. Diantara karya-karya beliau adalah al-thuruq al-hukmiyah
yang membahas isu-isu ekonomi misalnya inspeksi pasar, pengendalian harga,
monopoli, dan lain sebagainya.
Dalam hal ekonomi, pemikiran ekonomi Ibnu Qayyim bisa di bagi kedalam
lima kategori besar, yaitu: Pertama, Pandangan tentang filosofi ekonomi Islam.
Kedua, Mengenai perbedaan kekayaan dan kemiskinan. Ketiga, kepentingan ekonomi

20
A. Rio Makkulau Wahyu, Pemikiran Ekonomi Ibnu Qayyim Tentang Konsep Tas’ir, …
260-261.
zakat. Keempat, bunga, Riba fadhl dan Riba Nasi’ah. Kelima, Mekanisme pasar dan
regulasi harga.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. 2011.Cerdas Ala Rasulullah SAW. Jakarta: Pustaka


Azzam.

------------ . 1993. al-Wabilu ash-Shayibu Minal Kalimi ath-Thayyibi, terj. Salim


Muh. Wakid, Hujan Rahmat. Solo: CV. Pustaka Mantiq.

------------. 1998. Zad al-Ma’ad. terj. Ahmad Sunarto dan Ainur rofiq, Bekal
Perjalanan Akhirat. Jakarta: Robbani Press.

Efendi, Satria. 1988. Riba Dalam Pandangan Fiqh, Kajian Islam tentang Berbagai
Masalah Kontemporer. Jakarta: hikmah Syahid Indah.

Farid, Syaikh Ahmad. 2006. 60 Biografi Ulama Salaf. Jakarta: Pustaka Al-kautsar.

Karim, Adiwarman Azwar. 2012. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT.
Raja Grafindo.

Laily, Mansyur. H. M. 1999. Ajaran Dan Teladan Para Sufi. Jakarta: PT Raja
Grapindo Persada.

Lewis, B. 1990. The Encyclopedia Of Islam, Vol.III, Leiden: E.J. Brill,


Ningsih, Putri Apriani. 2016. Pemikiran ekonomi Ibnu Qayyim, Islamic Banking
Vol.2 No. 1

Ropi Marlina, dkk. 2016. Telaah Pemikiran Ekonomi Ibnu Qayyim (1292-1350M/
691 – 751 H), E-Qien Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 4 no. 1

Susanto, A. 2010. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Sinar grafika Offset.


Umari, Zuul Fitriani. 2019. Pemikiran Ekonomi Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Baabu
Al-Ilmi Vol.4 No.1.

Wahyu, A. Rio Makkulau . 2018. Pemikiran Ekonomi Ibnu Qayyim Tentang Konsep
Tas’ir. Diktum Jurnal Syari’ah dan Hukum, vol. 16. No. 2.

Anda mungkin juga menyukai