Anda di halaman 1dari 17

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Berdasarkan Hukum

Lingkungan Dan Hukum Islam

Tugas ini disusun untuk memenuhi Tugas


Mata Kuliah Hukum Lingkungan

Dosen Pengampu:
Moh Ali. S.HI., M.H.

Penyusun:
Ibnu Aqiel C91218109
Rifqi Fuadah C91218135
Rufiati Aimatul Ummah C91218136

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirah Allah swt yang mana telah melimpahkan nikmat
kesehatan dan kesempatan kepada kita semua sehingga kita dapat belajar bersama
via online di group ini dan Alhamdulillah akhirnya makalah ini terselesaikan tepat
pada waktunya. Semua ini tidak lepas dari pertolongan Allah Swt.
Shalawat dan salam marilah sama-sama kita haturkan kepada baginda kita
Nabi Muhammad Saw, yang mana telah membawa kita dari zaman kegelapan ke
zaman yang terang benderang yang disinari iman dan islam, sehingga kita dapat
menuntut ilmu seperti sekarang ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas hukum lingkungan. Bahan
presentasi dalam makalah ini diuraikan dalam gambaran mengenai konservasi
sumber daya alam hayati berdasarkan hukum lingkungan dan hukum islam

8 Mei 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................3
B. Rumusan Masalah...................................................................................3
C. Tujuan Makalah......................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Konserasi Sumber Daya Alam Hayati..................................5
B. Konservasi SDA Hayati Menurut Hukum Lingkungan..........................6
C. Konservasi SDA Hayati Menurut Hukum Islam....................................9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Negara memiliki potensi sumber daya alam yang besar, mulai dari laut, udara,
dan daratan cukup besar menempati peringkat kedua dunia setelah Brasil. Indonesia
juga menjadi salah satu dari 12 (dua belas) pusat Keaneragaman Hayati karena
menjadi kawasan terluas di pusat Indomalaya. Menginggat potensi sumber daya alam
yang banyak, maka diperlukan perencanaan strategis jangka panjang dan jangka
pendek dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam hayati. Walaupun sumber daya
alam hayati ini sangat melimpah di Indonesia, namun masih banyak terjadi kerusakan
yang terjadi terhadap sumber daya alam hayati.
Oleh karena itu, perlindungan menjadi sangat penting mengingat banyaknya
pelanggaran yang terjadi terhadap keaneragaman hayati. Indonesia sangat
memandang penting keaneragaman hayati yang dimilikinya, hal tersebut tercermin
dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Sumber daya alam hayati merupakan salah satu unsur terpenting
dalam suatu ekosistem, karena unsur-unsur sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya saling bergantungan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga
pemanfaatannya juga menjadi saling mempengaruhi yang menimbulkan kerusakan
dan kepunahan salah satunya maka akan berakibat terganggunya ekosistem.
Sehingga diperlukan adanya konservasi sebagai pengelolaan sumber daya
alam hayati yang dilakukan secara bijaksana. Perlindungan konservasi sumber daya
alam hayati sudah diatur dalam UU RI No. 5 Tahun 1990. Bukan hanya undang-
undang yang mengatur tentang konservasi, dalam islam juga mengenal konservasi.
Perlindungan keaneragaman hayati dalam hukum islam salah satunya ditunjukkan
dengan adanya ketentuan untuk melindungi hewan dan tumbuhan. Dan dalam islam
juga mengenal institusi yang memiliki fungsi untuk institusi konservasi. Dalam
makalah ini akan dibahas lebih detail dan rinci serta ringkas mengenai apa itu
konservasi dan bagaimana pandangani islam dan undang-undang terhadap konservasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari konservasi sumber daya alam hayati?
2. Bagaimana konservasi sumber daya alam hayati menurut hukum lingkungan?
3. Bagaimana konservasi sumber daya alam hayati menurut hukum islam?

4
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian konservasi sumber daya alam hayati.
2. Untuk mengetahui konservasi sumber daya alam hayati menurut hukum
lingkungan.
3. Untuk mengetahui konservasi sumber daya alam hayati menurut hukum islam.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konservasi Sumber Daya Alam Hayati


Konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan atau
melindungi alam. Konservasi (conservation) adalah pelestarian atau atau
perlindungan. Secara bahasa, konservasi berasal dari bahasa Inggris conversation,
yang artinya pelestarian atau perlindungan. Sedangkan menuruti ilmu lingkungan,
konservasi dapat diartikan sebagai berikut :1
1. Upaya efisiensi dari enggunaan energy, produksi, transmisi atau distribusi yang
berakibat pada penggurangan konsumsi energy di lain pihak menyediakan jasa
yang sama tingkatannya;
2. Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan
sumber daya alam (fisik);
3. Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kimia atau
transformasi fisik;
4. Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan;
5. Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola,
sementara keanekaragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan
mempertahankan lingkungan alaminya.
Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna
kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik (Piagam Burra, 1981).
Konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap sesuatu yang dilakukan
secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara pengawetan.2
Sumber daya alam adalah segala isi yang terkandung dalam biosfer, sebagai
sumber energy potensial baik yang tersembunyi di litosfer (tanah), hidrosfer (air,
maupun atmosfer (udara) yang dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan
manusia secara langsung maupun tidak langsung.3
Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari
nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur non
1
Joko Christanto, Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, (Jakarta: Universitas Terbuka,
2014), hlm 1.3.
2
Peter Sain & Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta : Modern English,
1991)
3
H. Darmojo, Pendidikan IPA . Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi, Proyek Pembinaan Tenaga
Kependidikan, 1991/1992.

6
hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem. Sedangkan konservasi
sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang
pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan
persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman
dan nilainya.4
B. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Menurut Hukum Lingkungan
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati diatur dalam UU No. 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Konservasi
berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 dilakukan melalui kegiatan (a) perlindungan
sistem penyangga kehidupan, (b) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa liar beserta ekosistemnya yang dilakukan didalam kawasan (in-situ) maupun di
luar kawasan (ek-situ) konservasi, dan (c) pemanfaatan secara lestarisumberdaya alam
hayatidan ekosistemnya.
Pemanfaatan secara lestari ini dilakukan melalui kegiatan (a) pemanfaatan
kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam, dan (b) pemanfaatan jenis tumbuhan
dan satwa dalam bentuk pengkajian, penelitian dan pengembangan, penangkaran,
perdagangan, perburuan, peragaan, pertukaran, dan budidaya.5
Dalam UU tersebut lebih lanjut dinyatakan bahwa Pemerintah beserta
masyarakat bertanggung jawab terhadap pelaksanaan konservasi tersebut (pasal 4).
Pemerintah yang dimaksud dalam UU ini adalah pemerintah pusat. Namun dalam
pelaksanaannya, pemerintah pusat dapat menyerahkan sebagian urusan dalam bidang
konservasi ini kepada pemerintah daerah (Pasal 38). Ketika kebijakan otonomi daerah
ditetapkan, muncul berbagai permasalahan dalam pelaksanaan konservasi. Seperti
dikemukakan Doris Capistrano, pelaksanaan desentralisasi kehutanan di lndonesia
pada tahap awal justru menimbulkan konflik dan kompleksitas institusi.6
Konservasi memiliki tujuan penting dalam pelaksanaannya, yaitu :
a. Mewujudkan kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan
ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia.

4
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
5
Sri Nurhayati Qodriatun, Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Kajian Vol 15
No. 3 September 2010, hlm 560.
6
Doris Capistrano, Desentralisasi dan Tata Kelola Hutan di Asia dan Pasifik, Pelajaran, dan
Tantangan, dalam buku Colfer, C.J.P., Dahal, GR. dan Capistrano, D (penyunting), Pelajaran dari
Desentralisasi Kehutanan, MencariTata Kelola yang Baik dan Berkeadilan diAsia-Pasifik, CIFOR, Bogor,
Indonesia, 2009, h. 237.

7
b. Melestarikan kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya secara serasi dan seimbang.

Selain itu konservasi merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan


kelestarian satwa. Tanpa konservasi akan menyebabkan konflik manusia dan satwa.
Konflik antara manusai dan satwa akan merugikan kedua belah pihak, manusia rugi
karena kehilangan nyawa sedangkan satwa rugi karena akan menjadi sasaran balas
dendam manusia.7

Dalam hal penegakan hukum dan perlindungan terhadap konversi sumber


daya alam hayati di Indonesia baik itu sumber daya alam nabati (tumbuhan) maupun
sumber daya alam hewani (satwa) mengacu pada Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) UU
No. 5 Tahun 1990 Tentang Konversi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,
yang menyatakahn bahwa:

(1) Setiap orang dilarang untuk :


a. Mengambil, menebang, memiliki, memusnahkan, memelihara,
menangkut, dan, memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau
bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati;
b. Mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam
keadaan hidup atau mati dari suatu tempat lain di dalam atau di luar
Indonesia.
(2) Setiap orang dilarang untuk :
a. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,
mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam
keadaan hidup;
b. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan
memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
c. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke
tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
d. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-
bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari
bagian-bagian tersebut atau mengeluarkan dari suatu tempat di
Indonesai ke tempat lain di dalam atau diluar Indonesia;
7
Maman Rachman, Konservasi Nilai dan Warisan Budaya, Indonesian Jurnal of Conversation,Vol. 1
No. 1, Juni 2012, hlm 31

8
e. Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan
atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dilindungi.

Terhadap pelaku tindak pidana konservasi sumber daya aam hayati dan
ekosistemnya yang diatur pada UU No. 5 Tahun 1990 pasal 40 ayat :

Ayat (1) menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja melakukan


pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1),
melakukan suatu kegiatan yang mengakibatkan perubahan keutuhan kawasan suaka
alam dan Pasal 33 ayat (1), yaitu melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan
keutuhan zona inti taman nasional, maka dapat dipidana dengan pidana [enjara paling
lama sepuluh tahun dan denda paling banyak dua ratus juta rupiah.8

Ayat (2) menyatakan bahwa apabila dengan sengaja dilakukan pelanggaran


terhadap ketentuan sebagaimna adimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2), yaitu
melakukan kegiatan terhadap tumbuhan dan satwa yang dilindungi, serta Pasal 33
ayat (3), yaitu melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan
dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam, dipidana
dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak seratus juta
rupiah.9

Dalam melakukan penanganan mengenai lingkungan atau sumber daya alam


bukan hanya dilakukan menurut hukum positif namun juga mempetimbangkan
dengan nilai-nilai keislaman. Sehingga ada asas dan pasal yang sesuai dengan nilai
keislaman, diantaranya yaitu Pasal 2-4 UU No. 5 tahun 1990 sesuai dengan nilai islam
Penundukan Alam sebagai Pemenuhan Kebutuhan Manusia di Bumi. Secara literal,
kata sakhkhara, menurut M. Quraish Shihab, dipahami dalam arti penundukkan
sesuatu agar dapat dimanfaatkan, padahal sebenarnya sesuatu itu dilihat dari sifat dan
keadaannya, enggan tunduk tanpa penundukan Allah. Penundukan itu antara lain
melalui pengilhaman manusia tentang sifat, ciri, bawaan sesuatu, sehingga pada
akhirnya ia dapat tunduk dan dimanfaatkan manusia.10 Nilai islam ini juga
berhubungan dengan pasal 26-28 UU No. 5 tahun 1990 yang mengatur Pemanfaatan
kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam dilakukan dengan tetap menjaga

8
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, cet- ke 17, (Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press, 2002), hlm. 201
9
Ibid.
10
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 8 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 276.

9
kelestarian fungsi kawasan. Sesuai dengan hadis nabi yang berarti “Orang Islam
berbagi bersama dalam tiga hal: rumput, air, dan api (HR. Abu Daud). Bumi sebagai
Warisan untuk Hamba yang Saleh juga selaras dengan pasal 29-35 tentang kawasan
pelestarian alam. Allah berfiman yang artinya “Dan sungguh telah Kami tulis didalam
Zabur sesudah (kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai
hamba-hambaKu yang saleh. (QS. al-Anbiya‟ [21]: 105)

Ide pokok ayat di atas terletak pada kalimat yang artinya: “bumi ini dipusakai
hamba-hamba-Ku yang saleh.” Secara literal kata al-ard dipahami oleh sebagian
mufasir sebagai ̳bumi surga‘ (ard al-jannah). Itu artinya, janji Tuhan tentang
kewarisan dan kemenangan orang-orang beriman adalah janji kehidupan di akhirat
(janji eskatologis).11 Dengan demikian pernyataan bahwa bumi diwariskan kepada
orang saleh, pada dasarnya bukan merupakan jaminan yang secara otomatis terwujud,
melainkan sesuatu yang bersifat imperatif (perintah), yaitu agar bumi dikelola dengan
kesalehan, yaitu tidak boros (tabdzîr), tidak berlebihan (isrâf) dan tidak bermewah-
mewahan (itrâf).

C. Konsevasi Sumber Daya lam Hayati Menurut Hukum Islam


Sumber daya hayati yaitu unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber
daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama
dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem. 12
Keaneragaman hayati ini memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia,
diantaranya yaitu sebagai sumber pangan, papan, dan obat-obatan, lahan penelitian
dan pengembangan ilmu dan masih banyak manfaat lainnya. Namun meskipun
memberikan manfaat yang besar untuk kehidupan manusia, keaneragaman hayati ini
terus mengalami berbagai ancaman yang bisa menghilangkan eksistensinya. Sehingga
akhirnya diperlukan adanya konservasi sumber daya alam hayati untuk menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
keanekaragaman dan nilainya.13
Demikian pula dalam hukum islam telah dibentuk adanya suatu kesadaran
terhadap peran penting keaneragaman hayati dan hukum untuk menjaga
11
Shihab, Tafsir Al-Misbah, 8, 129–30.
12
Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan Di Indonesia, Cetakan Ke-1, (Jakarta : PT.Raja Grafindo
Persada., 2011), hal.163.
13
Sri Gilang Muhammad S.R.P.,” Perlindungan Keanekaragaman Hayati Dalam Hukum Islam
Biodiversity Protection On Islamic Law”, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 5, Nomor 1, (Maret 2016), hal.
75

10
kelestariannya. Pandangan tersebut didasarkan pada uraian surat An – Nahl ayat 66
dan 80 serta Surat Al Mu’minun ayat 19. Berikut ini adalah uraian beberapa surat-
surat tersebut :

”Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi
kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa)
susu murni antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang
meminumnya”14

”Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia
menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang
kamu merasa ringan (membawa)-nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu
bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing,
alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).”15

”Lalu dengan air itu, Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur;
di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang banyak dan sebagian dari
buah-buahan itu kamu makan.”16

”Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba
kamu nyalakan (api) dari kayu itu.”17

Dalam ayat-ayat tersebut sudah diterangkan secara jelas mengenai manfaat


dari keaneragaman hayati bagi kehidupan manusia. Pada Q.S. An – Nahl ayat 66 dan
80 kita bisa melihat informasi bahwa hewan dapat menjadi sumber atas pemenuhan
kebutuhan sandang, pangan dan papan. Pada Q.S. Al – Mu’minun ayat 19 ditemui
penjelasan akan fungsi tumbuhan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sedangkan
dalam Q.S. Yaasin ayat 80 disampaikan tentang fungsi tumbuhan sebagai sumber
energi. Dengan demikian semakin jelas posisi penting keanekaragaman hayati dalam
hukum Islam, yang tentunya semakin penting pula perlindungan terhadap
keanekaragaman hayati tersebut.
14
Q.S. An-Nahl ayat 66
15
Q.S An-Nahl ayat 80
16
Q.S. Al – Mu’minun ayat 19
17
Q.S. Yaasin ayat 80

11
Karena pentingnya keaneragaman hayati dalam hukum islam yang salah
satunya ditunjukkan dengan adanya berbagai ketentuan yang melindungi hewan dan
tumbuhan. Dan sebagai agama yang merupakan rahmat bagi semesta alam, maka di
dalam hukum islam juga ditemui berbagai ketentuan hukum yang mewajibkan
manusia unttuk memberikan perlindungan bagi keaneragaman hayati, diantaranya
yaitu keharusan manusia menjalin interaksi dengan makhluk hidup lainnya tersebut
diisyaratkan oleh ayat berikut :

ۤ ۤ
ِ ‫َّطنَا فِى ْال ِك ٰت‬
‫ب‬ َ ‫ض َواَل ٰط ِٕى ٍر ي َِّط ْي ُر بِ َجن‬
ْ ‫َاح ْي ِه آِاَّل اُ َم ٌم اَ ْمثَالُ ُك ْم ۗ َما فَر‬ ِ ْ‫َو َما ِم ْن دَابَّ ٍة فِى ااْل َر‬
َ‫ِم ْن َش ْي ٍء ثُ َّم اِ ٰلى َربِّ ِه ْم يُحْ َشرُوْ ن‬

“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan
sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”18

Selain binatang maka unsur keanekaragaman hayati lainnya adalah tanaman.


Islam juga memperhatikan kelestarian tanaman dan perlindungan terhadapnya. Hal
tersebut diisyaratkan pada ayat :
”Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu
mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku
amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).”

Selain berbagai bentuk perlindungan keanekaragaman hayati sebagaimana


yang tertuang dalam Al Quran, Hadits maupun fatwa para ulama, perlindungan
keanekaragaman hayati dalam hukum Islam juga dilakukan melalui institusi
konservasi. Hal ini menunjukkan jika penindakan yang ada dalam hukum lingkungan
sejalan atau sesuai dengan nilai islam. Karena sesuai dengan prinsip-prinsip yang
harus dipenuhi saat manusia berinteraksi dengan lingkungan hidup. Adapun prinsip-
prinsip yang dapat menjadi pegangan dan tuntunan bagi prilaku dalam berhadapan
dengan alam yakni, yang pertama sikap Hormat terhadap Alam, Di dalam Al-Qur’an

18
Q.S. Al – An’am ayat 38.

12
Surat Al- anbiya 107. Kedua Prinsip Tanggung Jawab, dalam hal ini terkait dengan
prinsip hormat terhadap alam di atas adalah tanggung jawab moral terhadap alam,
karena manusia diciptakan sebagai khalifah (penanggung jawab) di muka bumi,
sesuai dengan Firman Allah SWT QS. Al-Baqarah ayat 30. Ketiga Prinsip Kasih
Sayang dan kepedulian terhadap Alam. Dalam hal ini manusia digugah untuk
mencintai, menyayangi, dan melestarikan alam semesata dan seluruh isinya, tanpa
diskriminasi dan tanpa dominasi.
Adapaun institusi yang dikenal hukum islam sebagai institusi konservasi,
yakni Hima dan Zona Harim. Hima adalah suatu tempat berupa tanah kosong (mati)
di mana pemerintah melarang orang untuk menggembala di tanah tersebut. Atau
dengan kata lain hima adalah area yang dibangun khusus untuk konservasi satwa liar
dan hutan di mana ia merupakan inti dari undang-undang islam tentang lingkungan.
Jika disesuaikan dengan masa sekarang hima bisa disamakan dengan kawasan lindung
atau kawasan konservasi. ada lima jenis hima yang dikenal dalam tradisi hukum islam
yaitu:19
1. Kawasan di mana penggembalaan ternak domestik dilarang.
2. Kawasan penggembalaan yang dibatasi hanya untuk musim tertentu
3. Pemeliharaan lebah madu di mana penggembalaan hanya dibatasi pada musim
berbuah.
4. Kawasan hutan lindung yang tidak boleh ada penebangan
5. Pengelolaan cadangan atau stok untuk keperluan kesejahteraan penduduk desa, kota
atau suku setempat.
Selain memiliki hima institusi konservasi dalam islam juga ada zona harim.
Maksud dari zona harim ini yaitu zona terlarang yang merupakan ketetapan Islam
dalam melarang pembangunan atau membatasi bangunan yang mengganggu sumber-
sumber alam. Dalam lingkup hukum nasional, konsep dari zona harim ini bisa
ditindaklanjuti dengan pengaturan pembentukan kawasan konservasi mikro yang
berbasis pada komunitas masyarakat, misalnya di desa, pesantren, perumahan,
perkotaan, pendidikan dan komunitas masyarakat lainnya. Sebagai contohnya, seperti
pada komunitas masyarakat pesisir pantai yang rawan terkena Tsunami bisa dibangun
kawasan hutan bakau sebagai area konservasi mikro yang ditetapkan sebagai zona
harim.20

19
Sri Gilang Muhammad S.R.P, hal. 84
20
Ibid., hal 85

13
Sesuai yang dijelaskan diatas bahwa Islam juga mengenal konservasi alam
sebagai upaya untuk melindungi keaneragaman hayati, dengan begitu maka hukum
lingkungan memiliki korelasi dengan nilai keislaman. Karena Hutan dan segala
ekosistem yang berada di dalamnya merupakan bagian dari komponen penentu
kestabilan alam. Keaneka-ragaman hayati menjadi kekayaan luar biasa yang sanggup
memberikan inspirasi bagi pecinta alam, tentunya bukan sebagai sarana hiburan,
tetapi demi memahami makna kekuasaan agung sang pencipta. Pepohonan di hutan
menjadi tumpuan sekaligus penahan resapan air dalam tanah, sehingga air tidak
mudah terlepas dan meluncur menjadi bencana banjir yang menyengsarakan manusia.
Hewan-hewan melengkapi kekayaan hutan menjadi bermakna lebih. Suasana ini
seolah mengatakan kepada manusia bahwa di dunia ini bukan hanya manusia saja
yang menjadi mahkluk Allah tetapi masih ada hewan dan tumbuhan yang senantiasa
hidup dan tumbuh serasi dengan sunnahtullah yang telah digariskan. Islam juga sangat
menganjurkan pelestarian sumber daya hewani. Ada beberapa konsep pelestarian
sumber daya hewani dalam Islam.21
Pertama, selain untuk kepentingan konsumsi, hewan yang diperbolehkan
konsumsi dalam Islam rata-rata termasuk hewan yang mempunyai populasi cukup
banyak, bukan termasuk hewan-hewan langka yang populasinya hanya sedikit.
Kedua, syariat juga tidak memperbolehkan penyiksaan hewan. Ketiga, Islam
menganjurkan untuk merawat binatang dengan cara memberikan kebebasan hidup
atau memberikan kebutuhan hidup hewan, apabila saja binatang itu dalam
kepemilikannya. Keempat, dalam aturan pembunuhan hewan, Islam hanya
memprioritaskan atas hewan yang termasuk jenis hewan berbahaya (al- fawasiq al-
khams) serta hewan sejenis, yakni hewan-hewan yang menganggu ataupun
menyerang manusia. Begitu pula dengan persoalan lingkungan yang berkaitan dengan
sampah. Di pedesaan, penanganan sampah relatif mudah untuk ditangani, hanya saja
kecerobohan dan budaya sembarang masyarakat yang menyebabkan persoalan ini
menjadi serius dan akan berdampak sebagai masalah jangka panjang yang berujung
kepada kesehatan masyarakat juga.
Dalam konsep Islam, lingkungan hidup diperkenalkan oleh Alquran dengan
beragam macam. Di antaranya adalah al-bi’ah22 (menempati wilayah, ruang
kehidupan dan lingkungan) yaitu lingkungan sebagai ruang kehidupan khususnya bagi
21
Falahuddin Mahrus. Fiqh Lingkungan (Jakarta: Conservation International Indonesia, 2006), hlm. 46.
22
Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan: Perspektif al-Qur’an) (Jakarta: Paramadina, 2001),
hlm. 47.

14
spesies manusia. Penggunaan konotasi lingkungan sebagai ruang kehidupan tampak
ekologi yang lazim dipahami bahwa lingkungan hidup merupakan segala sesuatu
diluar suatu organisme.
Dengan demikian, ketika Alquran memperkenalkan lingkungan dengan ruang
kehidupan melalui al-bi’ah dapat dikatakan bahwa walaupun secara faktual Alquran
hadir jauh sebelum teori ekologi modern muncul, namun rumusan pengungkapan
lingkungan dengan menggunakan istilah ruang kehidupan (al-bi’ah) ternyata memiliki
pijakan yang mapan dengan teori ekologi lingkungan modern.
Seorang ulama Islam Kontemporer Yusuf al-Qardhawi, telah banyak
mengulas tentang hubungan Islam dan lingkungan hidup dalam beberapa fatwa dan
tulisannya. Menurut beliau terdapat beberapa term dalam agama Islam yang dapat
dikaitkan dengan pemeliharaan lingkungan hidup diantaranya adalah: 1) teori al-
istishlah (kemaslahatan), 2) Pendekatan lima tujuan dasar Islam (maqashid al-
syari’ah) dan 3) Sunnah dari Rasullullah Saw.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati
yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan
persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
keanekaragaman dan nilainya.
2. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati diatur dalam UU No. 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Konservasi
merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kelestarian satwa, sanksi
pidana bagi pelaku tindak pidana terhadap konservasi sumber daya alam hayati
diatur pada UU No. 5 Tahun 1990 pasal 40.
3. Dalam hukum islam telah dibentuk adanya suatu kesadaran terhadap peran
penting keaneragaman hayati dan hukum untuk menjaga kelestariannya.
Pandangan tersebut didasarkan pada ayat –ayat al-qur’an atau hadits yang
menjelaskan mengenai manfaat sumber daya alam hayati.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Mujiyono. 2001. Agama Ramah Lingkungan: Perspektif al-Qur’an).


Jakarta: Paramadina.
Capistrano, Doris. 2009. Desentralisasi dan Tata Kelola Hutan di Asia dan Pasifik,
Pelajaran, dan Tantangan, dalam buku Colfer, C.J.P., Dahal, GR. dan
Capistrano, D (penyunting), Pelajaran dari Desentralisasi Kehutanan,
MencariTata Kelola yang Baik dan Berkeadilan diAsia-Pasifik,
CIFOR, Bogor, Indonesia.
Christanto , Joko. 2014. Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta:
Universitas Terbuka.
H. Darmojo, Pendidikan IPA. 1991/1992. Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi,
Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.
Hardjasoemantri , Koesnadi. 2002. Hukum Tata Lingkungan, cet- ke 17. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Mahrus , Falahuddin. 2006. Fiqh Lingkungan, Jakarta: Conservation International
Indonesia.
Muhammad, Sri Gilang, S.R.P., Maret 2016.” Perlindungan Keanekaragaman Hayati
Dalam Hukum Islam Biodiversity Protection On Islamic Law”. Jurnal
Hukum dan Peradilan. Volume 5. Nomor 1.
Qodriatun, Sri Nurhayati. September 2010. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya, Kajian Vol 15 No. 3.
Rachman, Maman. Juni 2012. Konservasi Nilai dan Warisan Budaya, Indonesian.
Jurnal of Conversation. Vol. 1 No. 1.
Rahmadi, Takdir, 2011. Hukum Lingkungan Di Indonesia, Cetakan Ke-1, Jakarta :
PT.Raja Grafindo Persada.
Sain, Peter & Yenny Salim. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer.
Jakarta : Modern English.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah, 8. Jakarta: Lentera Hati.

17

Anda mungkin juga menyukai