Anda di halaman 1dari 20

INFLASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Ahmad Hamim
Program Studi Magister Ekonomi Islam
Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

A. Pendahuluan
Inflasi adalah sebuah keadaan perekonomian yang menunjukan
adanya kecenderungan kenaikan tingkat harga secara umum (price level)
dan bersifat secara terus-menerus. Hal ini disebabkan karena tidak
seimbangnya arus barang dan arus uang yang di sebabkan oleh berbagai
faktor. Inflasi juga merupakan salah satu indikator penting dalam
menganalisis perekonomian selain pertumbuhan ekonomi, pengangguran,
kemiskinan, dan eksporinpor. Inflasi merupakan masalah yang sangat
besar dalam perekonomian setiap negara dan merupakan suatu fenomena
moneter yang selalu meresahkan negara karena kebijakan yang di ambil
untuk mengatasi inflasi sering menjadi pisau permata dua yang akan
berdampak pada tingkat pertumbuhan ekonomi secara agregat.
Diantaranya keseimbangan eksternal dan tingkat bunga. Terjadinya
guncangan dalam negri akan menimbulkan fluktuasi harga di pasar
domestik yang berakhir dengan peningkatan inflasi pada perekonomian.1
Inflasi merupakan fenomena yang kerap terjadi dalam struktur ekonomi.
Selain diungkapkan oleh teori-teori konvensional, permasalahan inflasi
juga menjadi perhatian penting oleh para ahli ekonomi Islam salah satunya
adalah Al-Maqrizi. Menurutnya, inflasi terjadi karena neningkatnya harga-

1
Rahma Yulianti dan Khairuna Khairuna, “Pengaruh Inflasi Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Provinsi Aceh Periode 2015-2018 dalam Prespektif Ekonomi Islam,” Jurnal Akuntansi
Muhammadiyah (JAM) 9, no. 2 (2019).,113-114.
harga secara yang berlangsung secara terus menerus. Pernyataannya
didukung dari berbagai fakta bencana kelaparan yang pernah terjadi di
Mesir, di mana inflasi yang terjadi secara terus menerus mengakibatkan
penurunan daya beli masyarakat yang berdampak pada penurunan
perekonomian Negara.2 Inflasi berkaitan dengan mekanisme pasar yang
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat
yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi
atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya
ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu.
Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan
dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-
menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan
untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat
sebagai penyebab meningkatnya harga. Inflasi dapat disebabkan oleh dua
hal, yaitu tarikan permintaan dan yang kedua adalah desakan produksi
dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga
termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi
dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan
untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan
fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan
infrastruktur, regulasi, dan sebagainya.3

B. Pengertian Inflasi
2
Eny Widiaty dan Anton Priyo Nugroho, “Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Perspektif
Ekonomi Islam: Peran Inflasi, Pengeluaran Pemerintah, Hutang Luar Negeri dan Pembiayaan
Syariah,” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 6, no. 2 (2020), 38.
3
Muchdie M. Syarun, “Inflasi, Pengangguran Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Negara-
Negara Islam,” Jurnal Ekonomi Islam 7, no. 2 (2016), 44.
Secara umum inflasi berarti kenaikkan tingkat harga secara umum
dari barang atau, komoditas dan jasa selama suatu periode waktu tertentu.
inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karna terjadinya
penurunan nilai unit penghitungan moneter terhadap suatu komoditas.
Definisi Inflasi oleh para Ekonom Modern adalah kenaikan yang
menyeluruh dari jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit
penghitungan Moneter) terhadap barang-barang atau komoditas dan jasa.
Sebaliknya, Jika yang terjadi adalah penurunan nilai unit penghitungan
moneter terhadap barang – barang atau komoditas dan jasa didefinisiakan
sebagai deflasi (deflation).4
Dalam banyak literatur disebutkan bahwa inflasi di definisikan
sebagai kenaikan harga umum secara terus menerus dari suatu
perekonomian. Menurut Rahardja dan Manurung, inflasi adalah gejala
kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus.
Sedangkan menurut Sukirno, inflasi adalah kenaikan dalam harga barang
dan jasa, yang terjadi karena permintaan bertambah lebih besar
dibandingkan dengan penawaran barang di pasar.5
Secara umum ada tiga komponen dalam inflasi, yaitu: Kenaikan
Harga Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi
daripada harga periode sebelumnya. Misalnya, pada musim panceklik
harga beras bisa mencapai Rp 10.000,- per kilogram. Sebab harga gabah
telah naik. Tetapi di musim panen harganya dapat lebih murah, karena
harga gabah juga biasanya lebih murah. Demikian dapat dikatakan pada
musim panceklik selalu terjadi kenaikan harga beras. Begitu pula barang-
barang atau jasa lainnya. Bersifat Umum Kenaikan harga suatu komoditas

4
Awaluddin Awaluddin, “Inflasi Dalam Prespektif Islam (Analisis Terhadap Pemikiran
Al-Maqrizi),” JURIS (Jurnal Ilmiah Syariah) 16, no. 2 (2017): 197–217.
5
MASHUDI HARIYANTO, “PERSPEKTIF INFLASI DALAM EKONOMI ISLAM,”
Al-Mizan: Jurnal Ekonomi Syariah 2, no. 2 (2019): 79–95.
belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan
harga-harga secara umum naik. Misalnya, setiap pemerintah menaikkan
harga BBM, harga-harga komoditas lain tidak turut naik. Namun jika
kenaikan harga BBM mempengaruhi kenaikan harga komoditas lainnya
maka hal ini menunjukkan terjadi inflasi. Berlangsung Terus-Menerus
Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan
inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. Karena itu perhitungan inflasi
dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan dan berlangsung lama
dan terus menerus.6
C. Sumber dan Penyebab Inflasi
Meurut Sukirno bahwa berdasarka pada sumber atau penyebab atas
kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi biasanya dibedakan kepada
tiga bentuk yaitu:
1. Inflasi Tarikan Permintaan (demand pull inflation)
Yaitu inflasi yang terjadi karena terjadinya kenaikan permintaan
atas suatu komoditas. Inflasi ini biasanya terjadi pada masa
perekonomian yang berkembang pesat. Kesempatan kerja yang tinggi
menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya
menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi dalam
mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini yang
akan menimbulkan inflasi, karena terlalu banyak uang yang beredar.
Seperti yang telah dipelajari dalam mikroekonomi, bahwa apabila
jumlah permintaan meningkat, sementara disisi lain penawaran tetap
maka akan terjadi kenaikan harga. Kenaikan permintaan inilah yang
dapat memicu terjadinya inflasi. Demand Pull Inflation yaitu kenaikan
harga-harga yang terjadi akibat kenaikan permintaan aggregate (AD)

6
Idris Parakassi, “Inflasi dalam Perspektif Islam,” Laa Maisyir: Jurnal Ekonomi Islam 4,
no. 2 (2018)., 44.
yang lebih besar daripada penawaran agregate (AS). Artinya, inflasi
terjadi apabila pendapatan nasional lebih besar daripada pendapatan
potensial.
2. Inflasi desakan biaya (cost push inflation)
Yaitu inflasi yang terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi.
Pada saat krisis ekonomi 1997, ketika banyak industri di Indonesia
bahan bakunya terlalu bergantung kepada bahan baku impor sehingga
ketika terjadi penurunan nilai mata uang rupiah maka akan
berpengaruh terhadap kenaikan biaya produksi. Implikasi selanjutnya
dari kenaikan biaya produksi adalah kenaikan harga kepada konsumen.
Cost Push Inflation yaitu inflasi yang disebabkan karena peningkatan
harga akibat naik nya biaya-biaya. Apabila permintaan terhadap bahan
baku melebihi penawarnnya, maka harga akan naik Karena pabrik
membayar lebih mahal atas bahan baku mereka menetapkan harga
produk akhir yang lebih tinggi kepada pedagang dan pedagang
menaikkan harga barang itu yang kemudian akan ditanggung oleh para
konsumen.7
3. Inflasi Diimpor (Imported Inflation)
Yaitu inflasi yang disebabkan oleh terjadinya inflasi di luar
negeri. Inflasi ini terjadi apabila barang-barang impor yang mengalami
kenaikan harga memiliki peranan yang penting dalam kegiatan
pengeluaran di perusahaan- perusahaan. Contohnya kenaikan harga
bahan baku bagi industri di dalam negeri yang diimpor dari luar negeri,
sehingga apabila harga bahan baku tersebut naik maka kenaikan
harganya dapat menyebabkan kenaikan harga pula di dalam negeri.8

7
Awaluddin, “Inflasi Dalam Prespektif Islam (Analisis Terhadap Pemikiran Al-
Maqrizi).”,202-204.
8
Ahmad Syakir, “Inflasi dalam Pandangan Islam,” Jurnal S3 IEF Trisakti Intake 13
(2015).,
D. Jenis-Jenis Inflasi
Jika dilihat dalam teori Inflasi dalam ilmu ekonomi konvensional dapat
digolongkan menurut besarnya, yaitu:
1. Infasi Ringan (Low inflation)
Yang dimaksud inflasi satu digit (single digit inflation) yaitu
dibawah 10 % per tahun. Tingkat inflasi yang berkisar antara 2 sampai
4 % dikatakan tingkat inflasi yang rendah.
2. Inflasi Sedang (Galooping Inflation atau Double digit bahkan triple
digit inflation)
Yaitu inflasi antara 20% sampai 200% per tahun. Inflasi seperti ini
terjadi karena pemerintah lemah, perang, revolusi, dan kejadian lain
yang menyebabkan barang tidak tersedia sementara uang berlimpah
sehingga orang tidak percaya pada uang.
3. Hyperinflation
Yaitu Inflasi diatas 200% per tahun. Dalam keadaan seperti ini,
orang tidak percaya pada uang. Lebih baik membelanjakan uang dan
menyimpan dalam bentuk barang, seperti emas, tanah, dan bangunan
karena barang–barang jenis ini kenaikan harganya setara dengan
inflasi.9
E. Inflasi dalam Islam
Islam tidak dikenal dengan inflasi, karena mata uang yang dipakai
adalah dinar dan dirham, yang mana mempunyai nilai yang stabil dan
dibenarkan oleh Islam. Adhiwarman Karim mengatakan bahwa, Syekh
An-Nabhani memberikan beberapa alasan mengapa mata uang yang sesuai
itu adalah dengan menggunakan emas. Ketika Islam melarang praktek
penimbunan harta, Islam hanya mengkhususkan larangan tersebut untuk

9
Awaluddin Awaluddin, “Inflasi Dalam Prespektif Islam (Analisis Terhadap Pemikiran
Al-Maqrizi), 201.
emas dan perak, padahal harta itu mencakup semua barang yang bisa
dijadikan sebagai kekayaan.10
Cetusan pemikiran spesialis utama berkisar tentang uang dan
inflasi dari pakar ekonom Islam salah satunya adalah Taqiyuddin Al-
Abbas Ahmad bin Ali Abdil Qadir Al- Husaini yang merupakan murid Ibn
Khaldun, bukunya yang berjudul Igatsat al-Ummah bi Kassf al- Gummah
(Menolong Ummat dengan Menyembuhkan Penyebab Krisisnya). Al-
Maqrizi menggolongkan inflasi dalam dua golongan yaitu human error
inflation adalah inflasi yang terjadi karena kesalahan-kesalahan yang
dilakukan oleh manusia sendiri (QS. Ar- Rum ayat 41) dan natural
inflation adalah Inflasi oleh sebab alamiah yang diakibatkan oleh turunnya
penawaran agregat atau naiknya permintaan agregat.
1. Natural Inflation
Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini disebabkan oleh berbagai
faktor alam yang manusia tidak dapat menghindarinya. Menurut Al-
Maqrizi, ketika terjadi bencana alam, berbagai bahan pangan dan
tanaman lainnya mengalami gagal panen, sehingga persediaan barang-
barang tersebut menyebabkan kerugian yang sangat besar penurunan
drastis, dan terjadi kelangkaan. Di sisi lain, karena sangat signifikan
alam dalam kehidupan, permintaan akan barang-barang tersebut
semakin meningkat. Harga melonjak, jauh melebihi daya beli
masyarakat. Ini memiliki implikasi yang signifikan untuk biaya
berbagai barang dan jasa lainnya. Akibatnya, transaksi ekonomi
terhenti, bahkan terhenti yang pada akhirnya menyebabkan kelaparan,
wabah, dan kematian.11

10
Ibid, 204.
11
Safiranda Imami dkk, “Al-Magrizi Inflation Theory of Islamic Monetary Policy
Implementation in Indonesia,” International Journal of Islamic Economics, Lampung: Universitas
Metro, Volume 2 Nomor 2 (2020): 153.
Keadaan yang semakin memburuk tersebut memaksa rakyat untuk
menekan pemerintah agar segera memperhatikan keadaan mereka.
Untuk menanggulangi bencana itu, pemerintah mengeluarkan
sejumlah dana besar yang mengakibatkan perbendaharaan mengalami
penurunan drastis karena, disisi lain, pemerintah tidak memperoleh
pemasukan yang berarti. Dengan kata lain, pemerintah mengalami
defisit anggaran dan negara,baik secara politik, ekonomi, maupun
sosial, menjadi tidak stabil yang kemudian menyebabkan keruntuhan
sebuah pemerintahan.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa sekalipun suatu bencana telah
berlalu, kenaikan harga-harga tetap berlangsung. Hal ini merupakan
implikasi dari bencana alam sebelumnya yang mengakibatkan aktivitas
ekonomi, terutama di sektor produksi, mengalami kemacetan. Ketika
situasi telah normal, persediaan barangbarang yang signifikan, seperti
benih padi, tetap tidak beranjak naik, bahkan tetap langka, sedangkan
permintaan terhadapnya meningkat tajam. Akibatnya, harga barang-
barang ini mengalami kenaikan yang kemudian di ikuti oleh kenaikan
harga berbagai jenis barang dan jasa lainnya, termasuk upah dan gaji
para pekerja.12
Untuk menganalisisnya, dapat digunakan perangkat analisis
konvensional yaitu persamaan identitas berikut:
MV = PT =Y
Dimana:
M : Jumlah uang beredar
V : Kecepatan peredaran uang
P : Tingkat harga
T : Jumlah barang dan jasa
12
Syakir, “Inflasi dalam Pandangan Islam.” 4-5.
Y : Tingkat pendapatan nasioanl (GDP)
Natural inflation dapat diartikan sebagai berikut:
a. Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam
suatu perekonomian (TȌ. Misalnya T↓ sedangkan M dan V tetap,
maka konsekuensinya P↑.
b. Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya, nilai ekspor
lebih besar daripada nilai impor, sehingga secara netto terjadi
impor uang yang mengakibatkan M↑ sehingga jika V dan T tetap
maka P↑
Lebih lanjut, jika dianalisis dengan persamaan agregatif :
Dimana :
AD = AS
AS = Y
AD = C + I + G + (X – M)
Serta :
Y = pendapatan nasional
C = konsumsi
I = investasi
G = pengeluaran pemerintah (X-M) = net ekspor
Maka :
Y = C + I + G + (X – M)
Natural inflation dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya
menjadi dua yaitu:
a) Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak,
dimana ekspor (X↑) sedangkan impor (M↓) sehingga net export
nilainya sangat besar, maka mengakibatkan naiknya
Permintaan Agregatif (AD↑) Contoh : Pada masa khalifah
Umar ibn Khattab, kafilah pedagang yang menjual barangnya
di luar negeri membeli barang-barang dari luar negeri lebih
sedikit nilainya daripada nilai barang-barang yang mereka jual,
sehingga mereka mendapat keuntungan. Keuntungan yang
berupa kelebihan uang tersebut dibawa masuk ke Madinah
sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat akan naik
(AD↑). Naiknya Permintaan Agregat akan membuat kurva AD
bergeser ke kanan dan akan mengakibatkan naiknya tingkat
harga secara keseluruhan (P↑). Kemudian, yang dilakukan oleh
Umar ibn Khattab dalam mengatasi masalah tersebut adalah
beliau melarang penduduk Madinah untuk membeli barang-
barang selama 2 hari berturut-turut. Akibatnya, adalah
turunnya Permintaan Agregat (AD↓) dan tingkat harga menjadi
normal.
b) Akibat dari turunnya tingkat produksi (AS↓) karena terjadinya
panceklik, perang, ataupun embargo. Contoh Pada saat
pemerintahan Umar ibn Khattab pernah terjadi masa panceklik
yang mengakibatkan kelangkaan gandum, diibaratkan pada
gravik sebagai kurva AS yang bergeser ke kiri (AS↓) yang
mengakibatkan naiknya harga-harga (P↑). Yang dilakukan oleh
Umar ibn Khattab dalam mengatasi permasalahan ini, beliau
melakukan impor gandum dari Mesir, sehingga Penawaran
Agregat (AS) barang di pasar kembali naik (AS↑) yang
kemudian berdampak pada penurunan harga- harga (P↓).
2. Human Error Inflation adalah Inflasi yang terjadi karena kesalahan-
kesalahan yang dilakukan oleh manusia iu sendiri. Inflasi yang
disebabkan oleh Human Error Inflation terjadi karena:
1) Corruption and Bad Administration (Korupsi dan Buruknya
Administrasi)
Pengangkatan para pejabat yang berdasarkan suap,
nepotisme, dan bukan kapabilitas akan menempatkan orang-
orang berbagai jabatan penting dan terhormat yang tidak
mempunyai kredibilitas. Mereka yang mempunyai mental
seperti ini, rela menggadaikan seluruh harta milik untuk meraih
jabatan, kondisi ini juga berpengaruh ketika mereka berkuasa,
para pejabat tersebut akan menyalahgunakan kekuasaannya
untuk meraih kepentingan pribadi, baik untuk menutupi
kebutuhan finansial maupun keluarga atau demi kemewahan
hidup. Akibatnya akan terjadi penurunan drastis terhadap
penerimaan dan pendapatan negara.
2) Excessive Tax (Pajak yang tinggi)
Akibat dari banyaknya pejabat pemerintahan yang
bermental korup, pengeluaran negara mengalami peningkatan
yang sangat drastis, sebagai kompensasi mereka menerapkan
sistem perpajakan tinggi dan menerapkan berbagai jenis pajak.
Konsekuensinya biaya-biaya produksi meningkat, dan akan
berimplikasi pada kenaikan harga barang produksi.
3) Excessive signore (Percetakan uang berlebihan)
Ketika terjadi defisit anggaran baik sebagai akibat dari
kemacetan ekonomi, maupun perilaku buruk para pejabat yang
menghabiskan uang negara, pemerintah melakukan percetakan
uang fulus secara besar-besaran. Akibatnya uang tidak lagi
bernilai.
4) Perilaku sogok-menyogok (risywah).
Sogok- menyogok akan menyebabkan biaya tinggi setiap
transaksi, dimana biaya akan digeser ke tingkat harga sehingga
harga barang dan jasa akan naik. Pegawai pemerintah bisa
menduduki jabatannya karena memberikan suap. Akibatnya
ketika menjabat, orang yang menyuap tadi kemudian
menerapkan pajak yang menindas untuk menutup ongkos yang
telah dikeluarkannya untuk menyuap.13
5) Penimbunan barang (ihtikar)
Penimbunan barang akan menyebabkan suplay barang ke
pasar akan tersendak yang mendorong terjadinya kelangkaan.
Kelangkaan barang akan mendorong permintaan yang tidak
terkontrol sehingga akan mendorong tingkat harga.14
F. Pengukuran Inflasi
Untuk mengukur perubahan inflasi dari waktu ke waktu, pada
umumnya digunakan suatu angka indeks. Angka indeks disusun dengan
memperhitungkan sejumlah barang dan jasa yang akan digunakan untuk
menghitung besarnya angka inflasi. Kelompok barang dan jasa yang
dipilih tersebut diberi bobot sesuai tingkat signifikansi serta intensitas
penggunaannya oleh masyarakat. Semakin besar tingkat penggunaan suatu
barang dan jasa, semakin besar pula bobotnya dalam penghitungan indeks.
Dengan demikian, perubahan harga barang dan jasa yang memiliki bobot
besar akan memiliki dampak yang lebih besar pula terhadap inflasi.
Perubahan angka indeks dari satu waktu ke waktu yang lain, yang
dinyatakan dalam angka persentase, adalah besarnya angka inflasi dalam
periode tersebut. Angka indeks yang umum dipakai untuk menghitung
besarnya inflasi adalah:
1. Producer Price Index atau Indeks Harga Produsen (IHP)

13
Syarifah Siregar dan T. Masri MM, “TEORI INFLASI MENURUT AL-MAQRIZI,”
MUDHARABAH 2, no. 1 (2020).,65.
14
Parakassi, “Inflasi dalam Perspektif Islam.” 47-48.
Indeks Harga Produsen mengukur perubahan harga yang diterima
produsen domestik untuk barang yang mereka hasilkan. IHP mengukur
tingkat harga yang terjadi pada tingkat produsen.
2. Wholesale Price Index/Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)
Indeks Harga Perdagangan Besar mengukur perubahan harga
untuk transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama
dan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar
pertama. Di beberapa negara termasuk Indonesia, IHPB merupakan
indikator yang diperdagangkan di suatu daerah
3. Consumer Price Index (CPI)/Indeks Harga Konsumen (IHK)
Consumer Price Index adalah indeks yang yang paling banyak
digunakan dalam penghitungan inflasi. Indeks ini disusun dari harga
barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat. Jumlah barang dan
jasa yang digunakan dalam penghitungan angka indeks tersebut
berbeda antarnegara dan antarwaktu, bergantung pada pola konsumsi
masyarakat akan barang dan jasa tersebut. Sebagai contoh, di
Indonesia pada awalnya hanya digunakan sembilan bahan pokok
(meliputi pangan, sandang, dan perumahan) yang dikonsumsi
masyarakat. Dalam perkembangannya, jumlah barang dan jasa tersebut
berkembang menjadi semakin banyak dan tidak hanya meliputi
pangan, sandang, dan papan, tetapi juga mencakup, antara lain, jasa
kesehatan dan pendidikan.15
G. Akibat Inflasi
Inflasi adalah salah satu momok umat manusia karena periode
inflasi meningkatkan pengangguran, mengurangi pengembalian pada
investasi dan daya beli meningkatkan kebiasaan menimbun,

15
Dian Utari dkk, Inflasi di Indonesia: Karakteristik dan Pengendalianya (Jakarta: BI
Institute, 2016),4-24.
memperlambat bisnis aktivitas dan meningkatkan keresahan sosial.
Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi
perekonomian karena:
1. Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi
tabungan (nilai simpan), fungsi dari pembayaran di muka, dan fungsi
dari unit penghitungan. Orang harus melepaskan diri dari uang dan aset
keuangan akibat dari beban inflasi tersebut. Inflasi juga telah
mengakibatkan terjadinya inflasi kembali, atau dengan kata lain self
feeding inflation;
2. Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari
masyarakat (turunnya marginal propensity to save);
3. Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama untuk non-
primer dan barang-barang mewah (naiknya marginal propensity to
consume);
4. Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non-produktif yaitu
penumpukan kekayaan (hoarding) seperti; tanah, bangunan, logam
mulia, mata uang asing dengan mengorbankan investasi ke arah
produktif seperti: pertaniann, industrial, perdagangan, transportasi, dan
lainnya.16
H. Solusi dalam Mengatasi Inflasi
Menurut Umer Chapra solusi untuk menekan inflasi yaitu:
Pertama, perbaikan moral (yang dikejar bukan hanya dimensi material tapi
juga dimensi spritual). Kedua, distribusi pendapatan dan kekayaan yang
merata. Ketiga, penghapusan riba.
1. Perbaikan moral

16
Muhammad Ridha dan Muhamad Yafiz, “Inflasi Berdasarkan Padangan M. Umar
Chapra,” At- Tawassuth, Sumatra Utara: Universitas Negeri Sumatra Utara, Volume 4 Nomor 1
(2019), 117.
Elemen paling penting dari strategi Islam dalam merealisasikan
tujuan-tujuan Islam adalah bersatunya semua hal yang dianggap
sebagai aspek kehidupan biasa dengan spirit untuk meningkatkan
moral manusia dan masyarakat tempat dia hidup. Tanpa peningkatan
spirit semacam itu tidak akan ada satu tujuan pun yang dapat
direalisasikan dalam kesejahteraan manusia yang sesungguhnya jadi
sulit diwujudkan. Hal ini membawa pada inti konsep kesejahteraan
dalam Islam.
Kesejahteraan manusia hanya dapat diwujudkan melalui
pemenuhan kebutuhan material dan spritual manusia dan tidak satupun
yang dapat diabaikan. Jika Islam mendorong manusia agar menguasai
alam dan memanfaatkan sumber daya yang diberikan oleh Allah untuk
kebaikan manusia, Islam juga mengingatkan agar mereka tidak hanya
terpaku pada satu hal, menganggap pemenuhan materi sebagai tolok
ukur tertinggi dari prestasi manusia, karena hal ini justru menjuruskan
mereka untuk melupakan nilai spritual manusia itu sendiri. Islam
menganggap kehidupan material dan kehidupan spritual sebagai satu
kesatuan yang dapat saling mengiatkan dan secara bersama-sama
sebagai landasan bagi kesejahteraan dan kebahagiaan manusia yang
sesungguhnya.
2. Distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata
Islam telah memberikan satu cetak biru untuk pengorganisasian
seluruh aspek kehidupan, ekonomi, sosial atau politik, yang
memperkuat keberanian masyarakat untuk mengatakan yang benar dan
mengaktualisasikan tujuan-tujuan yang sangat dekat dengan Islam.
Misalnya, distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata, tujuan-
tujuan yang ingin dicapai oleh semua sistem ekonomi, tidak akan bisa
dicapai tanpa: kayakinan mengenai persaudaraan manusia yang hanya
bermakna bagi mereka yang percaya akan Tuhan yang Esa yang
menciptakan semua umat manusia, yang dihadapanNya semua
manusia sama dan akan dimintai pertanggungjawaban.
Sistem sosioekonomi yang tidak menciptakan sikap sosial
berdasarkan hukum survival Darwin, melainkan mengorganisasikan
masyarakat atas landasan moral untuk mendorong interaksi
sosioekonomi atas dasar keadilan dan kerja sama. Sistem sosiopolitik
yang mampu mencegah perlakuan tidak adil dan eksploitatif melalui
berbagai cara, termasuk mencegah riba, dan memberikan dukungan
material bagi yang lemah.
3. Penghapusan riba
Strategi dalam perekonomian Islam amat diperlukan permintaan
terhadap uang akan lahir terutama dari motif transaksi dan tindakan
berjaga-jaga yang ditentukan pada umumnya oleh tingkatan
pendapatan uang dan distribusinya. Permintaan uang pada dasarnya
didorong oleh fluktuasi suku bunga pada perekonomian kapitalis.
Penghapusan bunga dan kewajiban membayar zakat dalam ekonomi
Islam tidak saja meminimalkan permintaan spekulatif terhadap uang
dan mengurangi efek suku bunga tetapi dapat memberikan stabilitas
yang lebih besar bagi permintaan total terhadap uang, hal ini akan
lebih jauh diperkuat karena asset pembawa bunga tidak akan tersedia
dalam sebuah perekonomian Islam sehingga orang yang hanya
memegang dana likuid akan menghadapi pilihan apakah tidak mau
terlibat dengan resiko dan tetap memegang uangnya dalam bentuk
cash tanpa memperoleh keuntungan atau turut berbagi resiko dan
menginvestasikan uangnya pada aset bagi hasil sehingga mendapatkan
keuntungan.
Dalam ekonomi Islam laju keuntungan berbeda-beda dan laju suku
bunga tidak akan di temukan di depan. Satu-satunya yang akan
ditemukan didepan adalah rasio bagi hasil. Rasio bagihasil tidak akan
mengalami fluktuasi seperti halnya suku bunga karena ia
akandidasarkan pada konversi ekonomi dan sosial dan setiap ada
perubahan didalamnya akan terjadi lewat tekanan kekuatan- kekuatan
pasar sesudah terjadi negosiasi yang cukup lama. Jika prospek
ekonomi cerah keuntungan secara otomatis akan meningkat.
Diantara elemen utama dari strategi bagi pembaharuan sistem
keuangan dan perbankan (misalnya, penghapusan riba dan berbagi
untung dan rugi) telah dituturkan dalam Al-Quran dan Sunnah.
Bagian-bagian strategi yang disarankan Al-Quran dan Sunnah tidak
dapat ditawar-tawar lagi. Meskipun demikian, pengujian atas elemen-
elemen lain akan berupa dukungan yang mereka berikan terhadap
keseluruhan strategi syariah dan sumbangan yang mereka berikan
untuk merealisasikan tujuan. Semakin kuat dukungan yang diberikan
dan semakin besar sumbangan yang diberikan untuk mencapai tujuan
akhir, semakin dikehendaki pula elemen-elemen strategi yang
diberikan oleh manusia dengan catatan bahwa hal itu semua tidak
bertentangan dengan syariah. Elemen-elemen yang terakhir ini, sudah
barang tentu, tidak dapat sekali jadi melainkan perlu diperbaiki dan
disempurnakan secara berkelanjutan melalui peroses evolusi.17
I. Kesimpulan
Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang selalu dialami oleh
hampir semua negara, pembicaraan tentang inflasi selalu dikaitkan dengan
kenaikan harga, karena harga merupakan indikator penting dari pada

17
M. Umer Chapra, Al-Quran Menuju Sistem Moneter yang Adil, terj. Lukman Hakim,
(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), 12.
inflasi. Inflasi adalah kecenderungan harga-harga untuk naik secara umum
dan terus menerus. Dalam sistem ekonomi Islam inflasi bukan merupakan
suatu masalah utama ekonomi secara agregat, karena mata uangnya stabil
dengan digunakannya mata uang dinar dan dirham. Cetusan pemikiran
spesialis utama berkisar tentang uang dan inflasi dari pakar ekonom Islam
salah satunya adalah Al-Maqrizi yang menggolongkan inflasi dalam dua
golongan yaitu human error inflation adalah inflasi yang terjadi karena
kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia sendiri dan natural
inflation adalah Inflasi oleh sebab alamiah yang diakibatkan oleh turunnya
penawaran agregat atau naiknya permintaan agregat.
Pada umumnya inflasi itu dipetakan dalam dua macam, yaitu Demand-pull
inflation, Cost-push inflation dan inflasi impor. Untuk mengukur
perubahan inflasi dari waktu ke waktu, pada umumnya digunakan suatu
angka indeks yaitu Producer Price Index, Wholesale Price Index, dan
Consumer Price. Inflasi adalah salah satu momok umat manusia karena
periode inflasi meningkatkan pengangguran, mengurangi pengembalian
pada investasi dan daya beli meningkatkan kebiasaan menimbun,
memperlambat bisnis aktivitas dan meningkatkan keresahan sosial
Menurut Umer Chapra solusi untuk menekan inflasi yaitu perbaikan
moral, distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata dan penghapusan
riba. Solusi lainya adalah sistem moneter yang berbasis kepada emas dan
perak merupakan satu-satunya sistem moneter yang mampu
menyelesaikan inflasi besar-besaran yang menimpa seluruh dunia, dan
mampu mewujudkan stabilitas mata uang nilai tukar, serta bisa mendorong
kemajuan perdagangan internasional. Kemudian Pelarangan impor jika
memang produksi dalam negri masih mencukupi.
DAFTAR PUSTAKA

Chapra, M. Al-Quran Menuju Sistem Moneter yang Adil, terj. Lukman


Hakim, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997),
Utari, Dian dkk, Inflasi di Indonesia: Karakteristik dan Pengendalianya
(Jakarta: BI Institute, 2016),
Awaluddin, “Inflasi Dalam Prespektif Islam (Analisis Terhadap Pemikiran
Al-Maqrizi),” JURIS (Jurnal Ilmiah Syariah) 16, no. 2 (2017).
Hariyanto, Mashudi“PERSPEKTIF INFLASI DALAM EKONOMI
ISLAM,” Al-Mizan: Jurnal Ekonomi Syariah 2, no. 2 (2019).
Imami, Safiranda dkk. “Al-Magrizi Inflation Theory of Islamic Monetary
Policy Implementation in Indonesia,” International Journal of
Islamic Economics, Lampung: Universitas Metro, Volume 2
Nomor 2 (2020)
M. Syarun, Muchdie. “Inflasi, Pengangguran Dan Pertumbuhan Ekonomi
Di Negara-Negara Islam,” Jurnal Ekonomi Islam 7, no. 2 (2016).
Parakassi, Idris. “Inflasi dalam Perspektif Islam,” Laa Maisyir: Jurnal
Ekonomi Islam 4, no. 2 (2018).
Ridha, Muhammad dan Muhamad Yafiz, “Inflasi Berdasarkan Padangan
M. Umar Chapra,” At- Tawassuth, Sumatra Utara: Universitas
Negeri Sumatra Utara, Volume 4 Nomor 1 (2019)
Siregar, Syarifah dan T. Masri MM, “TEORI INFLASI MENURUT AL-
MAQRIZI,” MUDHARABAH 2, no. 1 (2020).
Syakir, Ahmad. “Inflasi dalam Pandangan Islam,” Jurnal S3 IEF Trisakti
Intake 13 (2015).
Widiaty, Eny dan Anton Priyo Nugroho, “Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia Perspektif Ekonomi Islam: Peran Inflasi, Pengeluaran
Pemerintah, Hutang Luar Negeri dan Pembiayaan Syariah,” Jurnal
Ilmiah Ekonomi Islam 6, no. 2 (2020).
Yulianti, Rahma dan Khairuna Khairuna, “Pengaruh Inflasi Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Aceh Periode 2015-2018 dalam
Prespektif Ekonomi Islam,” Jurnal Akuntansi Muhammadiyah
(JAM) 9, no. 2 (2019)

Anda mungkin juga menyukai