Anda di halaman 1dari 18

1

Bab 9 dan 10

INFLASI DAN PENGANGGURAN

9.1. Pendahuluan :
Inflasi merupakan salah satu fenomena ekonomi moneter yang menarik untuk
ditelaah karena dijumpai hampir di seluruh negara di dunia. Dalam teori makroekonomi,
masalah inflasi menempati salah satu topik bahasan yang cukup penting, hal ini
menyangkut stabilitas perekonomian suatu negara. Menurut para ahli ekonomi moneter,
inflasi dapat diibaratkan sebagai api dalam perekonomian. Bila tingkat inflasi yang terjadi
cukup tinggi – berkisar 30 sampai 100 persen per tahunnya – sering tidak diinginkan dalam
suatu perekonomian, karena bukan saja akan menghambat kelancaran jalannya roda
perekonomian, bahkan dapat merusak tatanan atau sendi-sendi perekonomian negara
yang mengalaminya.
Akan tetapi pada keadaan tertentu, inflasi seolah-olah sengaja ditimbulkan guna
mendorong pembangunan ekonomi suatu negara. Misalnya dalam kasus pengekangan
tingkat harga dan kebijaksanaan mempertahankan stabilitas moneter yang dapat
memperlambat perkembangan ekonomi, karena adanya hambatan (bottlenecks) pada
sektor-sektor yang cukup penting, seperti pertanian, perdagangan luar negeri dan lainnya.
Untuk itulah diperlukan suatu inflasi pada tingkat yang relevan. Sebab kalau laju inflasi
tidak terkendalikan dengan baik justru akan menjadi bumerang bagi perekonomian itu
sendiri.
Untuk suatu periode tertentu, kejadian inflasi dapat ditimbulkan oleh sebab yang
berbeda-beda. Dilihat dari penyebab awal, inflasi dapat dibedakan atas dua kelompok.
Pertama, terjadinya inflasi karena adanya kenaikkan permintaan masyarakat terhadap
barang-barang dan jasa (agregate demand) yang pada gilirannya akan menyebabkan
peningkatan harga-harga. Proses inflasi yang demikian disebut demand pull inflation. Yang
kedua, timbulnya inflasi karena peningkatan biaya produksi sebagai akibat kenaikkan
harga faktor-faktor produksi yang akhirnya menyebabkan penawaran agregatif berkurang.
Kejadian inflasi seperti ini dikenal dengan sebutan cost push inflation.
Seperti telah disebutkan di atas, peristiwa inflasi terjadi hampir disemua negara,
terutama di negara-negara berkembang. Pada negara-negara yang sudah maju, laju inflasi
dapat dikendalikan pada tingkat yang wajar. Hal ini dimungkinkan karena output yang
dihasilkan atau penawaran pada pasar barang di negara-negara maju tersebut dapat
memenuhi kenaikkan permintaan yang terjadi. Sehingga kecenderungan kenaikkan harga
sebagai akibat adanya kelebihan permintaan dapat dikendalikan dengan baik.
Lain halnya dengan yang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Pada
negara-negara ini, persoalan inflasi sering menjadi issue yang menarik serta memerlukan
perhatian ekstra dalam penanggulangannya. Bahkan tidak jarang para penentu kebijakan
di negara berkembang dihadapkan pada kondisi yang dilematis dalam menanggulangi
inflasi, terutama bila dikaitkan dengan masalah pengangguran yang ada di negara
tersebut.

9.2. Definisi dan Klasifikasi Inflasi :


Apa sebenarnya inflasi itu ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada beberapa
definisi inflasi yang dikemukakan para pakar ekonomi. Antara satu definisi dengan definisi
lainnya terdapat perbedaan penekanan yang sekaligus merupakan spesifikasi tersendiri
dari masing-masing definisi yang dikemukakan para pakar ekonomi. Laider dan Parkin
Yusman, SE., MM. PENGANTAR MAKROEKONOMI
PERTEMUAN VIII 2

(1975 ) memberikan definisi inflasi sebagai berikut : “Inflasi adalah suatu proses kenaikkan
harga secara terus menerus atau dengan kata lain menurunnya nilai uang terhadap barang
secara berkesinambungan.” Definisi yang dikemukakan oleh Laider dan Parkin ini belum
memberikan gambaran yang jelas mengenai penyebab serta pengaruh suatu inflasi.
Suatu definisi yang lebih memberikan penjelasan mengenai penyebab serta
pengaruh dari inflasi dikemukakan oleh M. Bronfenbrenner dan F.D. Holzman (1963).
Mereka memberikan definisi inflasi atas empat pengertian :
1. Inflasi adalah suatu keadaan pada mana jumlah uang beredar banyak, sedangkan
barang yang ditawarkan sedikit, sehingga mendorong terjadinya kelebihan permintaan.
2. Inflasi adalah suatu kenaikkan money stock atau money income, baik secara total
maupun per kapita.
3. Inflasi adalah suatu kenaikkan tingkat harga dengan ciri-ciri atau kondisi sebagai
berikut : Hal tersebut benar-benar tidak disangka-sangka; cenderung meningkat lebih
jauh (melalui peningkatan ongkos produksi); tidak meningkatkan lapangan kerja
maupun output riil; lebih cepat dari tingkat inflasi yang aman; muncul karena adanya
per-tambahan jumlah uang beredar; diukur dengan harga neto dari pajak tidak
langsung dan subsidi.
4. Inflasi adalah turunnya nilai eksternal uang yang diukur dengan nilai valuta asing,
dengan harga emas atau ditandai dengan adanya kelebihan permintaan akan emas
atau valuta asing.
Dua definisi pertama merupakan penyebab, definisi tersebut memperlihatkan
kejadian inflasi sebagai akibat adanya kelebihan permintaan yang terjadi pada pasar
barang. Kondisi inflasi yang kedua merupakan akibat dari perubahan penawaran uang.
Milton Friedman (1970) telah mempopulerkan suatu definisi inflasi menurut kaum
monetarist : “Inflasi merupakan fenomena ekonomi moneter dimana-mana ….. dan dapat
ditimbulkan dengan jalan mempercepat pertambahan jumlah uang beredar.”
Definisi ketiga memperlihatkan keadaan inflasi sebagai akibat naiknya tingkat
harga-harga umum (harga seluruh barang-barang dan jasa) dengan ciri-ciri tertentu.
Sedangkan definisi yang keempat menekankan pada pengembangan tingkat harga-harga
umum. Inflasi di sini diukur dengan perubahan nilai tukar (kurs), suatu metode yang tepat
bagi perekonomian terbuka dengan kondisi tertentu.

9.3. Jenis-jenis Inflasi :


Berdasarkan definisi di atas serta berbagai tinjauan, ada beberapa klasifikasi inflasi
yang dapat dikemukakan di sini :
Tabel 9.1 Klasifikasi Inflasi
Kriteria Inflasi Klasifikasi Inflasi
Inflasi yang terjadi pada mekanisme Inflasi terbuka (open or suppressed
pasar inflation)
Berdasarkan tingkat laju inflasi atau Inflasi ringan (creeping), sedang
tingkat keparahan inflasi. (moderate), menengah/ berat (galloping)
dan hiper (hyper inflation)
Inflasi yang diperkirakan Inflasi yang terantisipasi dan tidak
terantisipasi
Berdasarkan penyebab utama Inflasi tarikan permintaan (demand pull
inflation) dan inflasi dorongan biaya
produksi (cost push inflation).

Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO


PERTEMUAN VIII 3

Inflasi terbuka terjadi pada perekonomian yang didasarkan mekanisme pasar


sebagai fungsi pembentukan harga. Adanya kelebihan permintaan terhadap barang-
barang dan jasa termasuk faktor produksi, menyebabkan harga dan upah nominal
meneningkat. Suppressed inflation terjadi bila pemerintah berusaha untuk mencegah
serta mgawasi kenaikkan harga barang-barang dan jasa maupun upah nominal, sehingga
kelebihan permintaan bukannya berkurang tetapi justru semakin menjadi. Jika
pengawasan tersebut dicabut, kenaikkan tingkat harga umum dan upah nominal harus
benar-benar diperhitungkan.
Berdasarkan tingkat laju inflasi, klasifikasi inflasi dapat dibedakan menjadi inflasi
ringan (creeping inflation) yaitu inflasi dengan laju antara dua sampai tiga persen per
tahunnya dan tidak adanya perkiraan inflasi. Laju kenaikkan harga yang lebih tinggi yaitu
dibawah 10% disebut inflasi sedang (moderate inflation). Bila kenaikkan harga terus
berlanjut, jenis inflasinya disebut inflasi menengah atau berat (galloping inflation) yaitu
inflasi dengan laju antara 10% – 30% per tahun. Laju kenaikkan harga yang luar biasa
tingginya dan terus bergerak makin meningkat disebut hiperinflasi. Cagan (1956)
mendefinisikan keadaan seperti ini sebagai kenaikkan tingkat harga umum dengan laju
lebih dari 50% per bulannya. Pada kondisi hiperinflasi, fungsi uang sebagai penyimpan
nilai (store of value) hilang dan hanya berfungsi sebagai alat tukar semata.
Namun demikian batas di antara kategori inflasi tersebut tidak dapat ditentukan secara
tepat. Karena ukuran berat ringannya suatu inflasi untuk setiap negara berbeda-beda.
Pada klasifikasi selanjutnya (inflasi yang terantisipasi dan tidak terantisipasi) faktor
ekspektasi dipakai sebagai kriteria pengelompokkan inflasi. Dalam hal ini, penekanan dari
teori inflasi yang baru dan teori inflasi tradisional terhadap inflasi yang terantisipasi dan
tidak terantisipasi berlainan sekali. Pengklasifikasian ini berkaitan dengan penentuan efek-
efek inflasi. Hanya inflasi yang tidak terantisipasi yang memberikan efek nyata terhadap
output dan lapangan kerja.
Perbedaan antara inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) dengan inflasi
dorongan biaya (cost push inflation) tergantung dari penyebab awal inflasi itu sendiri. Kalau
penyebab awalnya diakibatkan oleh adanya kelebihan permintaan, hal ini akan
menyebabkan kurva permintaan agregatif bergeser ke kanan atas. Dengan asumsi
penawaran agregatif tetap maka harga akan naik. Kejadian ini disebut demand pull
inflation. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan meningkatnya permintaan
agregatif : meningkatnya pendapatan nominal masyarakat, bertambahnya jumlah
penduduk, ekspektasi terhadap perubahan harga (sentimen negatif), perubahan selera,
letak geografis dan kondisi sosial budaya masyarakat, adanya fasilitas kredit dalam tata
niaga, dan lain-lain.

Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO


PERTEMUAN VIII 4

P
AS
E2
P2
E1
P1

AD2

AD1

0 Q
Q1 Q2
Gambar 9.1 Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation)

Akan tetapi bila kenaikkan harga-harga disebabkan oleh peningkatan biaya produksi
yang kemudian menyebabkan penurunan jumlah produksi (penawaran agregatif),
maka proses inflasi yang demikian disebut cost push inflation. Ada beberapa faktor
yang dapat menyebabkan meningkatnya biaya produksi : adanyanya peningkatan
harga bahan baku dan bahan penunjang, adanya tuntutan kenaikkan upah oleh serikat
pekerja, inefisiensi ekonomi baik dari sisi internal perusahaan (teknologi yang sudah
kuno, pada saat dilakukan ekspansi usaha, terbatasnya daya serap pasar sehingga
perusahaan beroperasi pada skala dibawah kapasitas, atau adanya kesalahan
manajemen) maupun dari sisi eksternal perusahaan (adanya eksternalitas disekonomi
seperti terbatasnya sarana dan prasarana ekonomi, buruk dan lambannya layanan
publik, banyaknya berbagai pungutan serta situasi KAMTIBMASPOLHUK yang tidak
kondusif).

AS0
AS1
E2
E1
P2
P1

AD
0 Q
Q1 Q2
Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO
Gambar 9.2 Inflasi Dorongan Biaya
(Cost Push Inflation)
PERTEMUAN VIII 5

9.4. Teori-teori Inflasi dan Mekanismenya.


Pada bagian sebelumnya telah diuraikan mengenai definisi serta jenis-jenis suatu
proses kenaikkan harga-harga umum secara terus-menerus dalam jangka panjang.
Naiknya harga-harga ini antara lain disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan
masyarakat sebagai akibat bertambahnya jumlah uang beredar dalam masyarakat,
sehingga inflasi terjadi. Atau dengan kata lain, inflasi terjadi apabila jumlah uang beredar
meningkat tetapi tidak diimbangi dengan kenaikkan jumlah barang dan jasa yang
ditawarkan pada pasar barang. Di samping itu ada beberapa faktor lain yang mendorong
timbulnya inflasi. Berikut ini akan diuraikan beberapa teori dasar yang dapat menjelaskan
mekanisme proses timbulnya inflasi serta faktor-faktor penyebabnya.
1. Teori Kuantitas Uang Mengenai Inflasi
Pada tahun 1940-an, kebanyakan pakar ekonomi beranggapan bahwa penambahan
jumlah uang beredar akan menimbulkan kelebihan permintaan yang pada gilirannya akan
menjadikan suatu inflasi. Hubungan antara kenaikkan harga (inflasi) dengan pertambahan
jumlah uang beredar telah dirumuskan oleh teori kuantitas uang dari Irving Fisher. Teori ini
menyatakan bahwa tanpa adanya penambahan jumlah uang beredar tidak mungkin terjadi
inflasi, dimana inflasi tersebut disebabkan oleh adanya kelebihan permintaan agregatif
masyarakat. Sehingga tindakan yang tepat untuk menurunkan inflasi adalah dengan jalan
menghentikan penambahan jumlah uang beredar.
Lebih lanjut, teori ini menjelaskan mekanisme timbulnya inflasi. Peningkatan jumlah
uang beredar menjadi penyebab turunnya tingkat bunga, kemudian mendorong investasi.
Hal ini akan meningkatkan permintaan agregatif yang pada gilirannya akan menyebabkan
peningkatan output, kenaikan harga atau kedua-duanya, tergantung perekonomian
tersebut apakah sudah dalam keadaan full employment. Dengan asumsi full employment,
peningkatan permintaan agregatif akan menyebabkan timbulnya inflasi. Selain dari jumlah
uang beredar, menurut teori kuantitas, inflasi juga dipengaruhi oleh adanya harapan
(ekspektasi) masyarakat terhadap kemungkinan naiknya harga dimasa-masa mendatang.
Ada tiga kemungkinan keadaan akibat adanya ekspektasi dalam masyarakat. Keadaan
pertama adalah, bila masyarakat tidak atau belum menyadari kemungkinan harga akan
naik pada waktu-waktu mendatang, maka sebagian besar dari pertambahan jumlah uang
beredar akan dijadikan oleh masyarakat untuk menambah likuiditasnya (memperbesar pos
kas). Hal ini berarti bahwa sebagian besar dari kenaikkan jumlah uang beredar tidak
dibelanjakan untuk membeli barang-barang dan jasa. Selanjutnya, ini berarti tidak akan
ada kenaikkan permintaan yang berarti terhadap barang-barang dan jasa. Implikasi dari
hal ini adalah tidak adanya peningkatan harga barang dan jasa. Kalu toh ada, tetapi
kemungkinan kenaikkan harga relatif kecil. Keadaan seperti ini biasanya dijumpai pada
waktu inflasi baru mulai dan masyarakat masih belum menyadari bahwa inflasi sedang
berlangsung.
Keadaan yang kedua adalah dimana masyarakat mulai menyadari akan adanya inflasi.
Masyarakat mulai memperkirakan akan terjadinya kenaikkan harga. Penambahan jumlah
uang beredar tidak lagi dijadikan sebagai penambah pos kas, tetapi telah dijadikan sebagi
pembeli barang-barang dan jasa (memperbesar pos aktiva barang dan jasa). Masyarakat
melakukan hal ini karena tidak mau menanggung kerugian akibat inflasi seandainya
mereka tetap memegang uang tunai.
Kenaikkan harga atau inflasi tidak lain adalah “pajak” atas saldo kas yang dipegang
masyarakat, karena nilai uang semakin tidak berharga. Untuk menghindari kerugian akibat
“pajak” tersebut, masyarakat mencoba untuk membelanjakan uangnya terhadap barang-
barang dan jasa. Sebagai akibatnya permintaan masyarakat terhadap barang-barang dan
jasa jadi meningkat. Akibat selanjutnya adalah kenaikkan harga. Bila perkiraan masyarakat
Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO
PERTEMUAN VIII 6

terhadap kenaikkan harga sebesar laju inflasi pada bulan-bulan sebelumnya, maka
kenaikkan jumlah uang beredar akan sepenuhnya diterjemahkan ke dalam bentuk
kenaikkan permintaan terhadap barng-barang dan jasa. Keadaan seperti ini biasanya
dijumpai pada waktu inflasi sudah berjalan cukup lama dan masyarakat mempunyai cukup
waktu untuk menyesuaikan sikapnya terhadap situasi demikian, serta kondisi yang ada.
Pada kondisi yang demikian berlaku teori kauntitas tradisional yang menyatakan bahwa
antara jumlah uang beredar dengan laju inflasi mempunyai hubungan yang proporsional.
Keadaan ketiga terjadi pada tahap inflasi yang lebih parah, yaitu tahap hiperinflasi.
Pada keadaan ini masyarakat sudah kehilangan kepercayaannya terhadap nilai uang.
Keengganan masyarakat memegang saldo kas semakin nyata dan bisa dikatakan berlaku
untuk seluruh masyarakat. Perkiraan masyarakat terhadap keadaan semakin memburuk,
laju inflasi untuk bulan-bulan mendatang diperkirakan menjadi semakin besar dibanding
dengan laju inflasi bulan sebelumnya. Keadaan ini ditandai oleh semakin cepatnya
peredaran uang (velocity of circulation yang menaik). Laju kenaikkan harga akan lebih
besar proporsinya dari laju kenaikkan jumlah uang beredar. Jenis inflasi semacam ini
pernah melanda Indonesia pada dasawarsa 60-an dan mencapai puncaknya pada tahun
1965-1966 dengan laju 650%.
2. Teori Inflasi Keynes.
Teori Keynes mengenai inflasi didasarkan atas teori makronya, yang menyoroti aspek
lain dari inflasi. Menurut teori ini, inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup diluar batas
kemampuan ekonominya. Proses inflasi merupakan proses perebutan bagian rezeki di
antara berbagai kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada
yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini kemudian
diterjemahkan menjadi keadaan di mana permintaan masyarakat terhadap barang-barang
dan jasa melebihi jumlah yang ditawarkan, sehingga menimbulkan celah inflasi
(inflationary gap).
Celah inflasi (Inflationary gap) ini timbul karena masyarakat berhasil meningkatkan
permintaan efektif mereka sebagai akibat dari adanya dana tambahan untuk itu. Kelompok
masyarakat di sini mungkin saja pemerintah, yang berusaha untuk memperoleh output
masyarakat dengan jalan melakukan defisit anggaran belanja negara yang dibiayai dengan
pencetakan uang baru. Atau mungkin golongan tersebut terdiri dari pengusaha-pengusaha
swasta yang menginginkan untuk melakukan investasi-investasi baru dengan memperoleh
dana dari kredit bank. Namun kelompok masyarakat yang dimaksud bisa juga terdiri dari
serikat pekerja yang berusaha untuk memperoleh kenaikkan upah/ gaji bagi anggotanya
melebihi kenaikkan produktivitas perkerja tersebut.
Bila jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat tersebut, pada tingkat
harga berlaku melebihi jumlah maksimum dari barang-barang dan jasa yang ditawarkan,
maka timbul inflationary gap. Karena permintaan total melebihi barang yang tersedia,
dengan demikian harga-harga pun naik. Adanya kenaikan harga ini berarti sebagian dari
permintaan potensial masyarakat tidak terpenuhi. Pada periode selanjutnya golongan
masyarakat tersebut akan berusaha untuk memperoleh dana yang lebih besar lagi
(mungkin dari pencetakan uang baru, kredit bank, kenaikan gaji yang lebih besar). Proses
inflasi akan terus berlanjut selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan
masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri. Inflasi
ini akan berhenti bila permintaan efektif total masyarakat pada harga yang berlaku tidak
melebihi jumlah output yang tersedia. Gambar 8.3 di bawah ini menunjukkan keadaan
timbulnya inflationary gap.
Dalam hal ini diasumsi bahwa semua golongan masyarakat dapat memperoleh dana
yang cukup untuk membiayai permintaan potensial mereka pada harga berlaku. Dengan
timbulnya inflationary gap (misal, pemerintah memperbesar pengeluarannya dengan jalan
mencetak uang baru), kurva permintaan efektif bergeser dari AD 1 ke AD2. Inflationary gap
Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO
PERTEMUAN VIII 7

yang timbul sebesar Q1Q2 dan harga naik dari P1 ke P2. Naiknya harga ini menyebabkan
permintaan potensial golongan masyarakat (termasuk pemerintah sendiri) tidak terpenuhi.

P
AS

P5

P4
AD5
P3
AD4
P2
AD3
P1
AD2

AD1
Q
0
Q1 Q2
Gambar 9.3 Inflationary Gap

Karena jumlah barang-barang dan jasa yang tersedia tidak bisa lebih besar dari 0Q 1,
maka yang terjadi hanyalah realokasi barang-barang dan jasa yang tersedia dari golongan-
golongan lain dalam masyarakat kepada sektor pemerintah. Jika pada periode berikutnya
golongan masyarakat yang lain bisa memperoleh dana untuk membiayai permintaan
potensialnya yang lama dengan harga-harga baru yang lebih tinggi, dan pemerintah tetap
pula berusaha memperoleh jumlah barang-barang dan jasa seperti yang direncanakan
pada periode sebelumnya dengan harga-harga baru yang lebih tinggi (dalam hal ini terjadi
pencetakan uang baru lagi), inflationary gap yang timbul sebesar Q1Q2. Harga akan naik
lagi dari P2 ke P3. Kalau setiap golongan masyarakat tetap berusaha memperoleh jumlah
barang-barang dan jasa yang sama dan mereka berhasil mendapatkan dana untuk
membiayai permintaan potensialnya pada harga yang berlaku, maka pada periode-periode
selanjutnya inflationary gap tetap timbul, dan harga-harga akan terus naik. Inflasi hanya
akan berhenti apabila salah satu golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana
yang cukup untuk membiayai permintaan potensialnya terhadap barang-barang dan jasa
pada harga yang berlaku, sehingga permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan
tidak lagi melebihi jumlah barang-barang dan jasa yang dapat dihasilkan masyarakat
(inflationary gap hilang). Gambar 8.4 di bawah ini memperlihatkan proses inflasi yang
akhirnya hilang atau berhenti, karena inflationary gap makin mengecil dan akhirnya hilang
pada periode ke 5. Harga menjadi stabil pada P 5. Dibalik proses ini beberapa golongan
masyarakat menerima bagian output yang lebih kecil. Inflasi memang selalu diikuti dengan
adanya redistribusi pendapatan.

Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO


PERTEMUAN VIII 8

P AS

P5

P4
P3 AD5
P2
AD4
P1 AD3
AD2
AD1

0 Q
Q1
Gambar 9.4 Proses Hilangnya Inflationary Gap

3. Teori Inflasi Strukturalis.


Menurut teori ini, inflasi hanya dapat diatasi secara gradual dalam jangka panjang.
Lebih lanjut menurut teori strukturalis, inflasi terjadi karena ketidak elastisan sisi
penawaran pada pasar barang. Ada dua faktor yang menyebabkan ketidak elastisan sisi
penawaran pada pasar barang tersebut :
a. Tidak elastisnya penawaran komoditi pertanian (bahan pangan). Hal ini karena
komoditi pertanian sangat tergantung kepada aspek musim, umur panen, varietas,
teknologi, luas lahan dan sebagainya. Sehingga bila terjadi perubahan permintaan
pasar maka pemasok komoditi pertanian (dalam hal ini petani) tidak dapat dengan
serta merta merespon perubahan permintaan tersebut atau dengan kata lain,
jumlah pasokannya tidak dapat diubah dalam waktu pendek. Di sisi lain, langkanya
persediaan bahan pangan di dalam negeri akan menyebabkan harga komoditi
tersebut naik, sehingga indeks biaya hidup di perkotaan/ sektor industri meningkat.
Hal ini akan menyebabkan adanya tuntutan kenaikkan upah/gaji di sektor industri
yang akan mengakibatkan tingginya biaya produksi dan naiknya harga. Kenaikkan
harga barang-barang industri akan menimbulkan kenaikkan upah lagi yang pada
gilirannya akan menjadikan harga naik lagi. Inilah penyebab inflasi jika dilihat dari
sudut kenaikkan biaya produksi (cost puh inflation).
b. Hal kedua yang menyebabkan ketidak elastisan sisi penawaran pada pasar barang
adalah terbatasnya cadangan devisa yang dimiliki negara tersebut, sehingga
menghambat kemampuan untuk melakukan impor. Untuk itu terpaksa dilakukan
kebijaksanaan subsitusi impor. Tetapi kebijaksanaan ini sering menyebabkan
naiknya harga – karena biaya produksi yang masih tinggi atau belum efisien – kalau
proses seperti ini terjadi terhadap berbagai barang yang dulunya diimpor, sehingga

Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO


PERTEMUAN VIII 9

makin banyak barang-barang yang harganya makin naik. Dengan demikian inflasi
terjadi.
c. Defisit anggaran yang ditutupi dengan pencetakan uang baru, sesuai dengan teori
kuantitas uang klassik, penambahan jumlah uang beredar akan menyebabkan
peningkatan harga.

Dari teori strukturalis ini ada tiga implikasi yang bisa dicatat :
a. Teori strukturalis menerangkan proses inflasi jangka panjang di negara-negara
berkembang.
b. Dalam teori ini secara implisit ada asumsi bahwa jumlah uang beredar bertambah
secara pasif mengikuti dan menampung kenaikkan harga. Dengan kata lain, proses
inflasi berlangsung terus hanya bila jumlah uang beredar bertambah dan bertambah
terus. Tanpa kenaikan jumlah uang beredar, proses inflasi terhenti dengan
sendirinya.
c. Tidak jarang faktor-faktor struktural yang dikatakan sebagai penyebab yang paling
mendasar dari proses inflasi tersebut bukan seratus persen struktural. Sering
dijumpai bahwa ketidak elastisan tersebut disebabkan oleh kebijaksanaan
pemerintah dibidang harga/ moneter. Sebagai contoh, ketidak mampuan produksi
bahan pangan di dalam negeri untuk berkembang. Hal ini mungkin saja
dikarenakan oleh harga bahan pangan di dalam negeri yang ditekan terlalu rendah
dengan maksud untuk menekan inflasi. Sering pula ketidak elastisan ini disebabkan
oleh adanya berbagai pungutan baik resmi maupun tidak, sehingga biaya yang
harus dikeluarkan pengusaha meningkat. Ini tidak menggairahkan bagi produsen
dan akhirnya pasokan (supply) berkurang.
Namun demikian, bila diamati kenyataannya, faktor ketidak elastisan pertama
dari teori strukturalis kurang relevan untuk dijadikan sebagai landasan dalam kajian
mengenai inflasi di Indonesia. Karena adanya campur tangan pemerintah yang
cukup dominan dalam mengendalikan harga-harga bahan kebutuhan pangan
(sembako).
4. Teori Inflasi Ekspektasional.
Pada dasarnya teori ini merupakan bagian dari teori kuantitas uang. Menurut teori
ini, kejadian suatu inflasi tergantung pada sekelompok ekspektasi tentang peningkatan
harga dan upah. Misalkan perusahaan-perusahaan dan serikat pekerja menduga
bahwa pada tahun yang akan datang terjadi inflasi sebesar 10%. Maka, serikat pekerja
akan cenderung memulai perundingan/ melakukan tuntutan kenaikkan upah sekitar
10%, sehingga kalau pada tahun yang dimaksud inflasi yang terjadi benar sebesar
10%, dengan demikian upah riil mereka tidak berubah. Mereka akan menyatakan
bahwa perusahaan mampu membayar kenaikkan upah sebesar 10% tersebut dari
hasil tambahan yang akan diperoleh perusahaan, karena harga-harga produk akan
meningkat sebesar 10%.
Oleh karena serikat pekerja dan manajer perusahaan memperkirakan laju inflasi
sebesar angka tertentu, misalnya 10%, maka perilaku mereka dalam menetapkan
upah serta harga-harga akan cenderung menyebabkan timbulnya inflasi, terlepas dari
bagaimana situasi moneter dan kebijaksanaan fiskal yang dijalankan pemerintah.
Bahaya inflasi ekspektasional adalah bahwa ia dapat menyebabkan timbulnya
suatu demand pull inflation yang telah berlangsung beberapa tahun lamanya dan terus
berlanjut, walaupun penyebab awalnya telah lama hilang. Setelah inflasi
ekspektasional mulai berakar, maka tidak akan mudah lagi bagi para penentu
kebijaksanaan untuk memaksakan merevisi ekspektasi mereka ke bawah, sekalipun
ada perubahan kebijaksanaan moneter dan fiskal.

Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO


PERTEMUAN VIII 10

Inflasi ekspektasional tergantung pada perbandingan-perbandingan ke masa


yang akan datang. Pihak-pihak penentu upah dan harga membuat ekspektasi tentang
apa yang mereka duga akan tingkat harga umum dan kemudian mereka menentukan
harga dan upah yang mereka kaitkan dengan perkiraan mereka terhadap tingkat harga
yang akan terjadi.

9.5. Pengukuran Tingkat Inflasi.


Pengukuran tingkat inflasi dalam dilakukan dengan cara menghitung pertumbuhan
indeks harga dengan rumus sebagi berikut :

IHt − IHt -1
It = x 100 %………………..……………...……………….........………….. 8.1
IHt -1
Dimana :
It = Tingkat inflasi pada tahun ke t.
IHt = Indeks Harga pada tahun tersebut
IHt-1 = Indeks Harga pada tahun sebelumnya.
i = Jenis barang
t = Tahun yang bersangkutan

Sementara indeks harga yang dapat digunakan antara lain : Indeks harga linier,
indeks Laspeyres, indeks Paasche, indeks GDP deflator, indeks harga konsumen, indeks
harga produsen, indeks harga pedagang besar, indeks harga eceran dan lain sebagainya.
Berikut ini beberapa formula penghitungan angka indeks.
1. Indeks Harga dengan pedekatan linier :

n
Pti
Pt = 100  gi
i =1 Pbi
…………………………...……………..........….........……..…….. 9.2

n
Dimana g
i =1
i = 1, Pt tingkat harga umum pada periode ke t, Pti adalah harga barang
ke i pada periode ke t dan gi adalah bobot ratio harga ke-i pada indeks keseluruhan dan
b adalah tahun dasar. Indeks harga tahun dasar ditetapkan 100. Tingkat harga pada
periode ke-t dapat diartikan sebagai jumlah tingkat harga pada tahun dasar dan jumlah
bobot tingkat perubahan harga setiap jenis komoditi, yang dapat dirumuskan sbagai
berikut :

Pti n
Pt = Pb + 100  g i i − Pb
i =1 Pb
Pti − Pbi
n
= Pb + 100  gi
i =1 Pbi
Pi n
Pt = Pb + 100  gi i ………………………………….............................……. 9.3
i =1 Pb

Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO


PERTEMUAN VIII 11

2. Indeks Laspeyres :
Rumus indeks Laspeyres didasarkan atas prinsip yang digunakan dalam membentuk
persamaan (9.1) yang menggunakan angka bobot tahun dasar untuk pengeluaran
setiap jenis komoditi.

Pbi Qib
gi = n
..……………..………………........………………....….................…….. 9.4
P Q
j =1
b
j j
b

Dengan menggunakan persamaan (9.2) dan (9.3) kita dapat menuliskan indeks
Laspeyres sebagai berikut :

P t
i
Qib
Lp = i =1
n
x 100 ..……...………………...………..…………....................……….. 9.5
P
i =1
i
b Q i
b

Indeks Laspeyres memperlihatkan perubahan relatif biaya untuk membeli sejumlah


barang yang sama dengan pada tahun dasar. Meskipun indeks ini sering digunakan
dalam statistik, namun indeks ini mempunyai beberapa kelemahan seperti jumlah
barang pada tahun dasar dianggap konstan. Jika harga relatif barang mengalami
perubahan selama periode inflasi, sehingga perusahaan dan masyarakat akan
mengurangi jumlah permintaan barang-barang yang secara relatif semakin mahal dan
meningkatkan permintaan terhadap barang-barang yang secara relatif menjadi semakin
murah. Efek pergeseran permintaan menjadi penekanan dalam indeks Laspeyres.
Dalam hubungannya dengan perubahan harga aktual, indeks Laspeyres bersifat
overestimasi terhadap peningkatan tingkat harga umum. Yang terakhir, indeks
Laspeyres tidak memperhitungkan munculnya barang-barang baru dipasar setelah
tahun dasar.
3. Indeks Paasche :
Indeks Paasche berbeda dari indeks Lapeyres dalam hal penggunaan bobot. Dalam
indeks Paasche, bobot didefinisikan sebagai berikut :

P i b Qi t
gi = n
..……...………………...…………..…………....…................……..….. 9.6
P
i =1
i
b Qt i

sehingga

P
i =1
i
t Qi t
Pp = n
x 100 ..……...……………..……..…………...........................……….. 9.7
P
i =1
i
b Qt i

Indeks Paasche mengacu kepada jumlah barang yang dibeli pada periode ke t.
Kelemahan indeks Paasche adalah bersifat overestimates dalam total pengeluaran
Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO
PERTEMUAN VIII 12

pada tahun dasar sehingga dalam menentukan kenaikkan tingkat harga-harga umum
bersifat underestimates.
4. Indeks GDP Deflator :

Pt
IHt = IHb ..……...……………..……………..…………..…....…...................…….. 9.8
Pb
Dimana : IHt = Indeks harga pada tahun tersebut.
IHb = Indeks harga tahun dasar yang diberi nilai 100
P = Harga.

9.6. Hubungan Inflasi dan Pengangguran (Analisis Kurva Phillips).


Kajian tentang adanya hubungan antara inflasi dan pengangguran muncul pada
dasawarsa 50-an. Secara sistematis hubungan ini didasarkan kepada hasil temuan A.W.
Phillips yang melakukan penelitian mengenai hubungan antara tingkat upah nominal dan
tingkat pengangguran di Inggris antara tahun 1861 -1957. Hasil temuan Phillips
menunjukkan adanya hubungan yang negatif antara tingkat upah nominal dan tingkat
pengangguran di Inggris untuk periode tersebut. Secara grafis hubungan tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :
d W/ W

→ Kurva Phillips

0 UN
Tingkat Pengangguran (%)

Gambar 9.5 Kurva Phillips


Perkembangan teori inflasi kontemporer sangat berpengaruh terhadap model
kurva Phillips, pertama melalui formulasi pengakuan model dan berikutnya melalui
kritik-kritik atas model itu sendiri. Kurva Phillips diperoleh semata-mata atas dasar
temuan empirik yang tidak didasari landasan teori. Barulah pada tahun 1960 Lipsey
mencoba untuk mengisi dasar teorinya. Ia menggunakan teori tingkat upah pada
pasar tenaga kerja sebagai dasar penjelasannya. Dalam pasar tenaga kerja, tingkat
Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO
PERTEMUAN VIII 13

upah (Wage = W) cenderung turun apabila penawaran tenaga kerja melebihi


permintaan tenaga kerja (meningkatnya angka pengangguran) dan sebaliknya
upah akan naik jika permintaan tenaga kerja melebihi jumlah tenaga kerja yang
tersedia di pasar. Pengangguran mempunyai hubungan terbalik dengan
permintaan tenaga kerja. Namun demikian. Lipsey menyadari bahwa, meskipun
jumlah permintaan dan penawaran tenaga kerja besarnya sama, namun karena
ketidak sempurnaan pasar yang ada (terbatasnya informasi, ketidak sesuaian jenis
pekerjaan dengan kemampuan tenaga kerja) maka tetap terjadi pengangguran
alamiah (frictional unemployment). Kondisi ini diperlihatkan oleh perpotongan kurva
Phillips dengan sumbu horizontal. Dengan kata lain, pengangguran friksional terjadi
pada saat tingkat upah stabil (Δ W = 0)

9.7. Efek-efek Inflasi :


1. Efek terhadap Pendapatan (equity effects).
Efek inflasi terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan
dan ada yang diuntungkan dengan adanya inflasi.Bagi kelompok masyarakat
yang memperoleh penghasilan tetap (pegawai/pensiunan) maupun
masyarakat berpenghasilan rendah (petani/ buruh), inflasi menimbulkan efek
yang merugikan kepada mereka. Hal ini terutama karena menurunnya
pendapatan riil mereka akibat inflasi. Tapi bagi kelompok masyarakat lainnya
(pedagang) mereka justru diuntungkan dengan adanya inflasi. Karena nilai
persediaan barang dagang mereka justru meningkat dengan adanya inflasi.
2. Efek terhadap Efisiensi (efficiency effects).
Inflasi dapat pula mengubah alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini
dapat terjadi melalui kenaikkan permintaan terhadap berbagai barang yang
kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa
barang tertentu. Dengan adanya inflasi, permintaan akan barang tertentu
mengalami kenaikkan yang lebih besar dari barang lainnya. Hal ini kemudian
mendorong kenaikkan produksi barang tersebut. Kenaikkan produksi barang
ini pada gilirannya akan merubah pola alokasi faktor produksi secara lebih
efisien dibanding sebelumnya.
3. Efek terhadap Output (output effects).
Sampai batas tertentu, inflasi dapat menyebabkan kenaikkan produksi
karena adanya insentif harga yang dinikmati produsen. Tetapi apabila laju
kenaikkan harga ini terus berlanjut dan cenderung tidak terkendali (hiper
inflasi), maka inflasi justru menjadi penghambat peningkatan produksi. Karena
meskipun harga yang diterima produsen cukup tinggi, namun hal ini akan diikuti
dengan kenaikkan harga bahan baku dab bahan penunjang, sehingga biaya
produksi meningkat. Peningkatan biaya produksi akan menyebabkan harga jual
meningkat lagi sementara daya beli konsumen semakin menurun.

9.8. Upaya Penanggulangan Inflasi :


Dalam rangka menanggulangi laju kenaikan harga (inflasi), pemerintah
dapat melakukan serangkaian kebijakan sebagai berikut :
Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO
PERTEMUAN VIII 14

1. Melakukan kebijakan fiskal yang kontraktif, yaitu dengan menurunkan


pengeluaran belanja pemerintah (G  ), mengurangi pemberian subsidi atau
pembayaran transfer kepada masyarakat (Tr  ) atau meningkatkan
pemungutan pajak (Tx  ). Kebijakan fiskal kontraktif ini dimaksudkan agar
permintaan agregatif masyarakat turun (AD  ). Sehingga bila AD turun dengan
asumsi penawaran agregatif (AS) tetap seperti pada periode sebelumnya,
maka diharapkan harga-harga akan turun.
2. Melakukan kebijaksanaan moneter yang kontraktif, yaitu mengurangi jumlah
uang beredar (MS  ). Pengurangan jumlah uang beredar ini dapat dilakukan
dengan cara meningkatkan suku bunga (rate discount policy), meningkatkan
besarnya cadangan wajib minimum (GWM atau RR) dari bank-bank umum atau
melalui penjualan surat-surat berharga pasar uang (SBPU). Dengan
penguranagan jumlah uang beredar ini diharapkan dapat mengurangi
permintaan efektif dalam masyarakat.
3. Kebijakan yang mendorong pertumbuhan output atau produksi masyarakat,
misalnya dengan cara memberikan fasilitas keringanan pajak atau memberikan
subsidi serta fasilitas kredit murah bagi para pengusaha / produsen yang
menghasilkan komoditi yang menjadi kebutuhan masyarakat banyak.
4. Melakukan kebijakan pengendalian harga, yakni dengan menetapkan batasan
harga tertinggi (ceiling price) dan harga terendah (floor price) terhadap berbagi
komoditi strategis yang menjadi kebutuhan masyarakat banyak. Harga
dibiarkan berfluktuasi pada kisaran tersebut. Bila harga yang berlaku naik
menembus batasan harga tertinggi yang ditolerir oleh pemerintah, maka
pemerintah akan melakukan operasi pasar dengan jalan menjual persediaan
barang yang miliki pemerintah dengan tingkat harga yang jauh lebih rendah
dari harga pasar. Tindakan ini dimaksudkan agar harga yang berlaku di pasar
kembali turun pada kisaran semula. Sebaliknya bila harga dipasar mengalami
penurunan dibawah batas terendah yang ditetapkan pemerintah, maka
pemerintah akan melakukan pembelian terhadap komoditi tersebut agar
harganya naik kembali. Tindakan ini dilakukan agar para produsen (terutama
petani atau pengusaha kecil) tidak menderita kerugian yang lebih besar
sehingga dapat mematikan usaha produsen tersebut.
5. Melakukan kebijakan penjatahan / catu atau rationing. Kebijakan ini dimaksud
agar tidak terjadi spekulasi penimbunan barang oleh sekelompok masyarakat
tertentu.
6. Melakukan impor dari luar negeri. Namun tindakan ini sering terhambat dengan
keterbatasan devisa yang dimiliki negara tersebut dan terutama bila harga luar
negeri yang terjadi lebih mahal dibanding harga dalam negeri.
7. Melakukan himbauan kepada masyarakat untuk tidak berprilaku konsumtif dan
mengurangi jumlah konsumsinya. Meskipun upaya ini sangat sulit diharapkan
keberhasilannya.

Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO


PERTEMUAN VIII 15

Soal-soal latihan:

1. Inflasi diartikan sebagai kenaikkan harga-harga umum secara terus menerus. Yang
dimaksud sebagai harga-harga umum adalah harga :
a. Seluruh barang dan jasa b. Harga komoditi primer
c. Harga SEMBAKO d. Harga barang ekspor/impor

2. Inflasi sebagai dilihat dari interaksi permintaan dan penawaran disebut sebagai :
a. Demand pull inflation b. Cost push inflation
c. Seasonal inflation d. Open inflation

3. Sementara dilihat dari tingkat keparahaannya, inflasi yang dapat memporak-


porandakan sendi-sendi perekonomian adalah :
a. Creeping inflation b. Moderate inflation
c. Galloping inflation d. Hyper inflation

4. Sedangkan inflasi yang dapat diperkirakan disebut inflasi :


a. Dorongan biaya b. Tarikan permintaan
c. Strukturalis d. Ekspektasional

5. Terbatasnya cadangan devisa untuk melakukan impor dan tidak elastisnya sisi
penawaran pada pasar barang adalah merupakan faktor yang mendorong timbulnya
inflasi :
a. Dorongan biaya b. Tarikan permintaan
c. Strukturalis d. Ekspektasional

6. Setiap mau memasuki bulan puasa Ramadhan ada kecenderungan harga-harga


sembago meningkat, ini adalah merupakan faktor yang mendorong timbulnya inflasi :
a. Dorongan biaya b. Tarikan permintaan
c. Strukturalis d. Ekspektasional

7. Peningkatan pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk akan menimbulkan inflasi :


a. Demand Pull Inflation b. Cost Push Inflation
c. Open Inflation d. Structual Inflation

8. Inefisien ekonomi, buruknya prasarana akan menimbulkan inflasi :


a. Dorongan biaya b. Tarikan permintaan
c. Strukturalis d. Ekspektasional

9. Konsumsi masyarakat yang melebihi kemampuannya akan menimbulkan inflasi :


a. Dorongan biaya b. Tarikan permintaan
c. Strukturalis d. Ekspektasional

10. Sedangkan menurut teori klassik, inflasi terjadi sebagai akibat :


a. Tingginya jumlah uang beredar b. Meningkatnya permintaan
c. Rendahnya penawaran d. Interaksi D dan S

11. Teori inflationary gap dikembangkan oleh : :


a. A.W. Phillips b. Keyness
c. Neo klassik d. Lipsey
Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO
PERTEMUAN VIII 16

12. Terdapat hubungan yang positif dan proporsional antara jumlah uang beredar
dengan laju kenaikkan harga (inflasi). Teori ini dikemukakan oleh :
a. A.W. Phillips b. Keyness
c. Neo klassik d. Kaum klassik

13. Hubungan perubahan tingkat upah dan pengangguran dikembangkan oleh :


a. A.W. Phillips b. Keyness
c. Strukturalis d. Lipsey

14. Ketidakefisienan sisi penawaran pada pasar barang, terbatasnya cadangan devisa akan
menyebabkan inflasi. Pendapat ini dikemukakan oleh teori : :
a. A.W. Phillips b. Keyness
c. Strukturalis d. Lipsey

15. Lipsey pada tahun 1960-an mengembangkan hasil temuan Phillips untuk melihat
hubungan inflasi dengan tingkat pengangguran. Lipsey mengubah variabel perubahan
tingkat upah pada sumbu tegak dari kurva Phillips dengan variabel :
a. Tingkat upah b. Tingkat pengangguran
c. Tingkat inflasi d. Tingkat pertumbuhan

16. Menurut analisis kurva Phillips, terdapat hubungan negatif antara tingkat inflasi dengan
tingkat pengangguran. Sementara yang terjadi di Indonesia justru searah. Hal ini
disebabkan karena tingkat ....... bukan merupakan variabel yang dominan dalam
menentukan struktur biaya produksi.
a. Tingkat upah b. Tingkat pengangguran
c. Tingkat inflasi d. Tingkat pertumbuhan

17. Perhatikan tabel berikut : tabe berikut :


Tahun GDP Nominal GDP Riil IH Laju Inflasi Prtbhn Eko.
2000 2.501.126,00 1.350.500,00 ? - -
2001 2.770.622,33 ? 194,46 5% 5,5%
2002 ? 1.496.016,37 213,91 10% ?
IH tahun 2000 adalah :
a. 158,20 b. 185,20
c. 182,50 d. 128,50

18. Besarnya GDP riil tahun 2001 adalah :


a. 1.442.777,50 b. 1.424.775,70
c. 1.424.777,50 d. 1.442.775,70

19. Besarnya GDP nominal tahun 2002 adalah :


a. 3.200.182,62 b. 3.200.128,62
c. 3.100.128,62 d. 3.100.182,62

20. Pertumbuhan ekonomi tahun 2002 adalah


a. 1.442.777,50 b. 1.424.775,70
c. 1.424.777,50 d. 1.442.775,70

Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO


PERTEMUAN VIII 17

21. Berikut ini efek-efek inflasi, kecuali :


a. Efek pendapatan b. Efek Ekuiti
c. Efek harga d. Efek efisiensi

22. Berikut ini alat pengukuran inflasi, kecuali :


a. IHK b. IH Pedagang besar
c. Indeks GDP Deflator d. IHSG

23. Secara umum inflasi akan merugikan kepada masyarakat, kecuali bagi :
a. PNS b. TNI/POLRI
c. Buruh/petani d. Pedagang

24. Berikut ini yang bukan upaya penanggulangan inflasi adalah :


a. Mlakukan Operasi pasar b. Penjatahan
c. Mendorong produksi d. memberikan subsidi langsung

25. Cara yang paling efektif dalam mengatasi inflasi adalah dengan melakukan :
a. Meningkatkan produksi b. Meningkatkan pajak pendapatan
c. Melakukan impor d. Operasi pasar

II. Essay :
1. Inflasi ibarat apinya perekonomian yang nyalanya harus dikendalikan sebaik
mungkin.
a. Jelaskan pengelompokkan inflasi bila dilihat dari tingkat keparahannya.
Apa yang dimaksud dengan inflasi structural.
b. Lengkapi tabe berikut :

Tahun GDP GDP Riil IH Laju Pertumbuhan


Nominal Inflasi Eko.
2000 5.002.252.00 2.701.000,00 - -
2001 5.541.244,65 194,46
2002 2.992.032,75 10%
2003 226,74 8%
2004 4% 4%

2. Menurut kaum Klasik terdapat hubungan yang positif dan proportional antara
jumlah uang beredar dengn tingkat inflasi.
a. Jelaskan maksud pernyataan tersebut.
b. Jelaskan efek-efek inflasi.

Selamat Mengerjakan

Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO


PERTEMUAN VIII 18

LEMBAR JAWABAN
Pertemuan 9 dan 10 : Inflasi

Nama Nilai
N.I.M
Hari/Jam Belajar

Tulis jawaban yang paling benar dengan huruf besar/kapital


1 6 11 16 21
2 7 12 17 22
3 8 13 18 23
4 9 14 19 24
5 10 15 20 25

Essai : Jawablah hasil akhirnya saja dari setiap pertanyaan setiap nomornya.

Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO

Anda mungkin juga menyukai