Bab 9 dan 10
9.1. Pendahuluan :
Inflasi merupakan salah satu fenomena ekonomi moneter yang menarik untuk
ditelaah karena dijumpai hampir di seluruh negara di dunia. Dalam teori makroekonomi,
masalah inflasi menempati salah satu topik bahasan yang cukup penting, hal ini
menyangkut stabilitas perekonomian suatu negara. Menurut para ahli ekonomi moneter,
inflasi dapat diibaratkan sebagai api dalam perekonomian. Bila tingkat inflasi yang terjadi
cukup tinggi – berkisar 30 sampai 100 persen per tahunnya – sering tidak diinginkan dalam
suatu perekonomian, karena bukan saja akan menghambat kelancaran jalannya roda
perekonomian, bahkan dapat merusak tatanan atau sendi-sendi perekonomian negara
yang mengalaminya.
Akan tetapi pada keadaan tertentu, inflasi seolah-olah sengaja ditimbulkan guna
mendorong pembangunan ekonomi suatu negara. Misalnya dalam kasus pengekangan
tingkat harga dan kebijaksanaan mempertahankan stabilitas moneter yang dapat
memperlambat perkembangan ekonomi, karena adanya hambatan (bottlenecks) pada
sektor-sektor yang cukup penting, seperti pertanian, perdagangan luar negeri dan lainnya.
Untuk itulah diperlukan suatu inflasi pada tingkat yang relevan. Sebab kalau laju inflasi
tidak terkendalikan dengan baik justru akan menjadi bumerang bagi perekonomian itu
sendiri.
Untuk suatu periode tertentu, kejadian inflasi dapat ditimbulkan oleh sebab yang
berbeda-beda. Dilihat dari penyebab awal, inflasi dapat dibedakan atas dua kelompok.
Pertama, terjadinya inflasi karena adanya kenaikkan permintaan masyarakat terhadap
barang-barang dan jasa (agregate demand) yang pada gilirannya akan menyebabkan
peningkatan harga-harga. Proses inflasi yang demikian disebut demand pull inflation. Yang
kedua, timbulnya inflasi karena peningkatan biaya produksi sebagai akibat kenaikkan
harga faktor-faktor produksi yang akhirnya menyebabkan penawaran agregatif berkurang.
Kejadian inflasi seperti ini dikenal dengan sebutan cost push inflation.
Seperti telah disebutkan di atas, peristiwa inflasi terjadi hampir disemua negara,
terutama di negara-negara berkembang. Pada negara-negara yang sudah maju, laju inflasi
dapat dikendalikan pada tingkat yang wajar. Hal ini dimungkinkan karena output yang
dihasilkan atau penawaran pada pasar barang di negara-negara maju tersebut dapat
memenuhi kenaikkan permintaan yang terjadi. Sehingga kecenderungan kenaikkan harga
sebagai akibat adanya kelebihan permintaan dapat dikendalikan dengan baik.
Lain halnya dengan yang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Pada
negara-negara ini, persoalan inflasi sering menjadi issue yang menarik serta memerlukan
perhatian ekstra dalam penanggulangannya. Bahkan tidak jarang para penentu kebijakan
di negara berkembang dihadapkan pada kondisi yang dilematis dalam menanggulangi
inflasi, terutama bila dikaitkan dengan masalah pengangguran yang ada di negara
tersebut.
(1975 ) memberikan definisi inflasi sebagai berikut : “Inflasi adalah suatu proses kenaikkan
harga secara terus menerus atau dengan kata lain menurunnya nilai uang terhadap barang
secara berkesinambungan.” Definisi yang dikemukakan oleh Laider dan Parkin ini belum
memberikan gambaran yang jelas mengenai penyebab serta pengaruh suatu inflasi.
Suatu definisi yang lebih memberikan penjelasan mengenai penyebab serta
pengaruh dari inflasi dikemukakan oleh M. Bronfenbrenner dan F.D. Holzman (1963).
Mereka memberikan definisi inflasi atas empat pengertian :
1. Inflasi adalah suatu keadaan pada mana jumlah uang beredar banyak, sedangkan
barang yang ditawarkan sedikit, sehingga mendorong terjadinya kelebihan permintaan.
2. Inflasi adalah suatu kenaikkan money stock atau money income, baik secara total
maupun per kapita.
3. Inflasi adalah suatu kenaikkan tingkat harga dengan ciri-ciri atau kondisi sebagai
berikut : Hal tersebut benar-benar tidak disangka-sangka; cenderung meningkat lebih
jauh (melalui peningkatan ongkos produksi); tidak meningkatkan lapangan kerja
maupun output riil; lebih cepat dari tingkat inflasi yang aman; muncul karena adanya
per-tambahan jumlah uang beredar; diukur dengan harga neto dari pajak tidak
langsung dan subsidi.
4. Inflasi adalah turunnya nilai eksternal uang yang diukur dengan nilai valuta asing,
dengan harga emas atau ditandai dengan adanya kelebihan permintaan akan emas
atau valuta asing.
Dua definisi pertama merupakan penyebab, definisi tersebut memperlihatkan
kejadian inflasi sebagai akibat adanya kelebihan permintaan yang terjadi pada pasar
barang. Kondisi inflasi yang kedua merupakan akibat dari perubahan penawaran uang.
Milton Friedman (1970) telah mempopulerkan suatu definisi inflasi menurut kaum
monetarist : “Inflasi merupakan fenomena ekonomi moneter dimana-mana ….. dan dapat
ditimbulkan dengan jalan mempercepat pertambahan jumlah uang beredar.”
Definisi ketiga memperlihatkan keadaan inflasi sebagai akibat naiknya tingkat
harga-harga umum (harga seluruh barang-barang dan jasa) dengan ciri-ciri tertentu.
Sedangkan definisi yang keempat menekankan pada pengembangan tingkat harga-harga
umum. Inflasi di sini diukur dengan perubahan nilai tukar (kurs), suatu metode yang tepat
bagi perekonomian terbuka dengan kondisi tertentu.
P
AS
E2
P2
E1
P1
AD2
AD1
0 Q
Q1 Q2
Gambar 9.1 Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation)
Akan tetapi bila kenaikkan harga-harga disebabkan oleh peningkatan biaya produksi
yang kemudian menyebabkan penurunan jumlah produksi (penawaran agregatif),
maka proses inflasi yang demikian disebut cost push inflation. Ada beberapa faktor
yang dapat menyebabkan meningkatnya biaya produksi : adanyanya peningkatan
harga bahan baku dan bahan penunjang, adanya tuntutan kenaikkan upah oleh serikat
pekerja, inefisiensi ekonomi baik dari sisi internal perusahaan (teknologi yang sudah
kuno, pada saat dilakukan ekspansi usaha, terbatasnya daya serap pasar sehingga
perusahaan beroperasi pada skala dibawah kapasitas, atau adanya kesalahan
manajemen) maupun dari sisi eksternal perusahaan (adanya eksternalitas disekonomi
seperti terbatasnya sarana dan prasarana ekonomi, buruk dan lambannya layanan
publik, banyaknya berbagai pungutan serta situasi KAMTIBMASPOLHUK yang tidak
kondusif).
AS0
AS1
E2
E1
P2
P1
AD
0 Q
Q1 Q2
Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO
Gambar 9.2 Inflasi Dorongan Biaya
(Cost Push Inflation)
PERTEMUAN VIII 5
terhadap kenaikkan harga sebesar laju inflasi pada bulan-bulan sebelumnya, maka
kenaikkan jumlah uang beredar akan sepenuhnya diterjemahkan ke dalam bentuk
kenaikkan permintaan terhadap barng-barang dan jasa. Keadaan seperti ini biasanya
dijumpai pada waktu inflasi sudah berjalan cukup lama dan masyarakat mempunyai cukup
waktu untuk menyesuaikan sikapnya terhadap situasi demikian, serta kondisi yang ada.
Pada kondisi yang demikian berlaku teori kauntitas tradisional yang menyatakan bahwa
antara jumlah uang beredar dengan laju inflasi mempunyai hubungan yang proporsional.
Keadaan ketiga terjadi pada tahap inflasi yang lebih parah, yaitu tahap hiperinflasi.
Pada keadaan ini masyarakat sudah kehilangan kepercayaannya terhadap nilai uang.
Keengganan masyarakat memegang saldo kas semakin nyata dan bisa dikatakan berlaku
untuk seluruh masyarakat. Perkiraan masyarakat terhadap keadaan semakin memburuk,
laju inflasi untuk bulan-bulan mendatang diperkirakan menjadi semakin besar dibanding
dengan laju inflasi bulan sebelumnya. Keadaan ini ditandai oleh semakin cepatnya
peredaran uang (velocity of circulation yang menaik). Laju kenaikkan harga akan lebih
besar proporsinya dari laju kenaikkan jumlah uang beredar. Jenis inflasi semacam ini
pernah melanda Indonesia pada dasawarsa 60-an dan mencapai puncaknya pada tahun
1965-1966 dengan laju 650%.
2. Teori Inflasi Keynes.
Teori Keynes mengenai inflasi didasarkan atas teori makronya, yang menyoroti aspek
lain dari inflasi. Menurut teori ini, inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup diluar batas
kemampuan ekonominya. Proses inflasi merupakan proses perebutan bagian rezeki di
antara berbagai kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada
yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini kemudian
diterjemahkan menjadi keadaan di mana permintaan masyarakat terhadap barang-barang
dan jasa melebihi jumlah yang ditawarkan, sehingga menimbulkan celah inflasi
(inflationary gap).
Celah inflasi (Inflationary gap) ini timbul karena masyarakat berhasil meningkatkan
permintaan efektif mereka sebagai akibat dari adanya dana tambahan untuk itu. Kelompok
masyarakat di sini mungkin saja pemerintah, yang berusaha untuk memperoleh output
masyarakat dengan jalan melakukan defisit anggaran belanja negara yang dibiayai dengan
pencetakan uang baru. Atau mungkin golongan tersebut terdiri dari pengusaha-pengusaha
swasta yang menginginkan untuk melakukan investasi-investasi baru dengan memperoleh
dana dari kredit bank. Namun kelompok masyarakat yang dimaksud bisa juga terdiri dari
serikat pekerja yang berusaha untuk memperoleh kenaikkan upah/ gaji bagi anggotanya
melebihi kenaikkan produktivitas perkerja tersebut.
Bila jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat tersebut, pada tingkat
harga berlaku melebihi jumlah maksimum dari barang-barang dan jasa yang ditawarkan,
maka timbul inflationary gap. Karena permintaan total melebihi barang yang tersedia,
dengan demikian harga-harga pun naik. Adanya kenaikan harga ini berarti sebagian dari
permintaan potensial masyarakat tidak terpenuhi. Pada periode selanjutnya golongan
masyarakat tersebut akan berusaha untuk memperoleh dana yang lebih besar lagi
(mungkin dari pencetakan uang baru, kredit bank, kenaikan gaji yang lebih besar). Proses
inflasi akan terus berlanjut selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan
masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri. Inflasi
ini akan berhenti bila permintaan efektif total masyarakat pada harga yang berlaku tidak
melebihi jumlah output yang tersedia. Gambar 8.3 di bawah ini menunjukkan keadaan
timbulnya inflationary gap.
Dalam hal ini diasumsi bahwa semua golongan masyarakat dapat memperoleh dana
yang cukup untuk membiayai permintaan potensial mereka pada harga berlaku. Dengan
timbulnya inflationary gap (misal, pemerintah memperbesar pengeluarannya dengan jalan
mencetak uang baru), kurva permintaan efektif bergeser dari AD 1 ke AD2. Inflationary gap
Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO
PERTEMUAN VIII 7
yang timbul sebesar Q1Q2 dan harga naik dari P1 ke P2. Naiknya harga ini menyebabkan
permintaan potensial golongan masyarakat (termasuk pemerintah sendiri) tidak terpenuhi.
P
AS
P5
P4
AD5
P3
AD4
P2
AD3
P1
AD2
AD1
Q
0
Q1 Q2
Gambar 9.3 Inflationary Gap
Karena jumlah barang-barang dan jasa yang tersedia tidak bisa lebih besar dari 0Q 1,
maka yang terjadi hanyalah realokasi barang-barang dan jasa yang tersedia dari golongan-
golongan lain dalam masyarakat kepada sektor pemerintah. Jika pada periode berikutnya
golongan masyarakat yang lain bisa memperoleh dana untuk membiayai permintaan
potensialnya yang lama dengan harga-harga baru yang lebih tinggi, dan pemerintah tetap
pula berusaha memperoleh jumlah barang-barang dan jasa seperti yang direncanakan
pada periode sebelumnya dengan harga-harga baru yang lebih tinggi (dalam hal ini terjadi
pencetakan uang baru lagi), inflationary gap yang timbul sebesar Q1Q2. Harga akan naik
lagi dari P2 ke P3. Kalau setiap golongan masyarakat tetap berusaha memperoleh jumlah
barang-barang dan jasa yang sama dan mereka berhasil mendapatkan dana untuk
membiayai permintaan potensialnya pada harga yang berlaku, maka pada periode-periode
selanjutnya inflationary gap tetap timbul, dan harga-harga akan terus naik. Inflasi hanya
akan berhenti apabila salah satu golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana
yang cukup untuk membiayai permintaan potensialnya terhadap barang-barang dan jasa
pada harga yang berlaku, sehingga permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan
tidak lagi melebihi jumlah barang-barang dan jasa yang dapat dihasilkan masyarakat
(inflationary gap hilang). Gambar 8.4 di bawah ini memperlihatkan proses inflasi yang
akhirnya hilang atau berhenti, karena inflationary gap makin mengecil dan akhirnya hilang
pada periode ke 5. Harga menjadi stabil pada P 5. Dibalik proses ini beberapa golongan
masyarakat menerima bagian output yang lebih kecil. Inflasi memang selalu diikuti dengan
adanya redistribusi pendapatan.
P AS
P5
P4
P3 AD5
P2
AD4
P1 AD3
AD2
AD1
0 Q
Q1
Gambar 9.4 Proses Hilangnya Inflationary Gap
makin banyak barang-barang yang harganya makin naik. Dengan demikian inflasi
terjadi.
c. Defisit anggaran yang ditutupi dengan pencetakan uang baru, sesuai dengan teori
kuantitas uang klassik, penambahan jumlah uang beredar akan menyebabkan
peningkatan harga.
Dari teori strukturalis ini ada tiga implikasi yang bisa dicatat :
a. Teori strukturalis menerangkan proses inflasi jangka panjang di negara-negara
berkembang.
b. Dalam teori ini secara implisit ada asumsi bahwa jumlah uang beredar bertambah
secara pasif mengikuti dan menampung kenaikkan harga. Dengan kata lain, proses
inflasi berlangsung terus hanya bila jumlah uang beredar bertambah dan bertambah
terus. Tanpa kenaikan jumlah uang beredar, proses inflasi terhenti dengan
sendirinya.
c. Tidak jarang faktor-faktor struktural yang dikatakan sebagai penyebab yang paling
mendasar dari proses inflasi tersebut bukan seratus persen struktural. Sering
dijumpai bahwa ketidak elastisan tersebut disebabkan oleh kebijaksanaan
pemerintah dibidang harga/ moneter. Sebagai contoh, ketidak mampuan produksi
bahan pangan di dalam negeri untuk berkembang. Hal ini mungkin saja
dikarenakan oleh harga bahan pangan di dalam negeri yang ditekan terlalu rendah
dengan maksud untuk menekan inflasi. Sering pula ketidak elastisan ini disebabkan
oleh adanya berbagai pungutan baik resmi maupun tidak, sehingga biaya yang
harus dikeluarkan pengusaha meningkat. Ini tidak menggairahkan bagi produsen
dan akhirnya pasokan (supply) berkurang.
Namun demikian, bila diamati kenyataannya, faktor ketidak elastisan pertama
dari teori strukturalis kurang relevan untuk dijadikan sebagai landasan dalam kajian
mengenai inflasi di Indonesia. Karena adanya campur tangan pemerintah yang
cukup dominan dalam mengendalikan harga-harga bahan kebutuhan pangan
(sembako).
4. Teori Inflasi Ekspektasional.
Pada dasarnya teori ini merupakan bagian dari teori kuantitas uang. Menurut teori
ini, kejadian suatu inflasi tergantung pada sekelompok ekspektasi tentang peningkatan
harga dan upah. Misalkan perusahaan-perusahaan dan serikat pekerja menduga
bahwa pada tahun yang akan datang terjadi inflasi sebesar 10%. Maka, serikat pekerja
akan cenderung memulai perundingan/ melakukan tuntutan kenaikkan upah sekitar
10%, sehingga kalau pada tahun yang dimaksud inflasi yang terjadi benar sebesar
10%, dengan demikian upah riil mereka tidak berubah. Mereka akan menyatakan
bahwa perusahaan mampu membayar kenaikkan upah sebesar 10% tersebut dari
hasil tambahan yang akan diperoleh perusahaan, karena harga-harga produk akan
meningkat sebesar 10%.
Oleh karena serikat pekerja dan manajer perusahaan memperkirakan laju inflasi
sebesar angka tertentu, misalnya 10%, maka perilaku mereka dalam menetapkan
upah serta harga-harga akan cenderung menyebabkan timbulnya inflasi, terlepas dari
bagaimana situasi moneter dan kebijaksanaan fiskal yang dijalankan pemerintah.
Bahaya inflasi ekspektasional adalah bahwa ia dapat menyebabkan timbulnya
suatu demand pull inflation yang telah berlangsung beberapa tahun lamanya dan terus
berlanjut, walaupun penyebab awalnya telah lama hilang. Setelah inflasi
ekspektasional mulai berakar, maka tidak akan mudah lagi bagi para penentu
kebijaksanaan untuk memaksakan merevisi ekspektasi mereka ke bawah, sekalipun
ada perubahan kebijaksanaan moneter dan fiskal.
IHt − IHt -1
It = x 100 %………………..……………...……………….........………….. 8.1
IHt -1
Dimana :
It = Tingkat inflasi pada tahun ke t.
IHt = Indeks Harga pada tahun tersebut
IHt-1 = Indeks Harga pada tahun sebelumnya.
i = Jenis barang
t = Tahun yang bersangkutan
Sementara indeks harga yang dapat digunakan antara lain : Indeks harga linier,
indeks Laspeyres, indeks Paasche, indeks GDP deflator, indeks harga konsumen, indeks
harga produsen, indeks harga pedagang besar, indeks harga eceran dan lain sebagainya.
Berikut ini beberapa formula penghitungan angka indeks.
1. Indeks Harga dengan pedekatan linier :
n
Pti
Pt = 100 gi
i =1 Pbi
…………………………...……………..........….........……..…….. 9.2
n
Dimana g
i =1
i = 1, Pt tingkat harga umum pada periode ke t, Pti adalah harga barang
ke i pada periode ke t dan gi adalah bobot ratio harga ke-i pada indeks keseluruhan dan
b adalah tahun dasar. Indeks harga tahun dasar ditetapkan 100. Tingkat harga pada
periode ke-t dapat diartikan sebagai jumlah tingkat harga pada tahun dasar dan jumlah
bobot tingkat perubahan harga setiap jenis komoditi, yang dapat dirumuskan sbagai
berikut :
Pti n
Pt = Pb + 100 g i i − Pb
i =1 Pb
Pti − Pbi
n
= Pb + 100 gi
i =1 Pbi
Pi n
Pt = Pb + 100 gi i ………………………………….............................……. 9.3
i =1 Pb
2. Indeks Laspeyres :
Rumus indeks Laspeyres didasarkan atas prinsip yang digunakan dalam membentuk
persamaan (9.1) yang menggunakan angka bobot tahun dasar untuk pengeluaran
setiap jenis komoditi.
Pbi Qib
gi = n
..……………..………………........………………....….................…….. 9.4
P Q
j =1
b
j j
b
Dengan menggunakan persamaan (9.2) dan (9.3) kita dapat menuliskan indeks
Laspeyres sebagai berikut :
P t
i
Qib
Lp = i =1
n
x 100 ..……...………………...………..…………....................……….. 9.5
P
i =1
i
b Q i
b
P i b Qi t
gi = n
..……...………………...…………..…………....…................……..….. 9.6
P
i =1
i
b Qt i
sehingga
P
i =1
i
t Qi t
Pp = n
x 100 ..……...……………..……..…………...........................……….. 9.7
P
i =1
i
b Qt i
Indeks Paasche mengacu kepada jumlah barang yang dibeli pada periode ke t.
Kelemahan indeks Paasche adalah bersifat overestimates dalam total pengeluaran
Yusman,SE.MM. PENGANTAR EKONOMI MAKRO
PERTEMUAN VIII 12
pada tahun dasar sehingga dalam menentukan kenaikkan tingkat harga-harga umum
bersifat underestimates.
4. Indeks GDP Deflator :
Pt
IHt = IHb ..……...……………..……………..…………..…....…...................…….. 9.8
Pb
Dimana : IHt = Indeks harga pada tahun tersebut.
IHb = Indeks harga tahun dasar yang diberi nilai 100
P = Harga.
→ Kurva Phillips
0 UN
Tingkat Pengangguran (%)
Soal-soal latihan:
1. Inflasi diartikan sebagai kenaikkan harga-harga umum secara terus menerus. Yang
dimaksud sebagai harga-harga umum adalah harga :
a. Seluruh barang dan jasa b. Harga komoditi primer
c. Harga SEMBAKO d. Harga barang ekspor/impor
2. Inflasi sebagai dilihat dari interaksi permintaan dan penawaran disebut sebagai :
a. Demand pull inflation b. Cost push inflation
c. Seasonal inflation d. Open inflation
5. Terbatasnya cadangan devisa untuk melakukan impor dan tidak elastisnya sisi
penawaran pada pasar barang adalah merupakan faktor yang mendorong timbulnya
inflasi :
a. Dorongan biaya b. Tarikan permintaan
c. Strukturalis d. Ekspektasional
12. Terdapat hubungan yang positif dan proporsional antara jumlah uang beredar
dengan laju kenaikkan harga (inflasi). Teori ini dikemukakan oleh :
a. A.W. Phillips b. Keyness
c. Neo klassik d. Kaum klassik
14. Ketidakefisienan sisi penawaran pada pasar barang, terbatasnya cadangan devisa akan
menyebabkan inflasi. Pendapat ini dikemukakan oleh teori : :
a. A.W. Phillips b. Keyness
c. Strukturalis d. Lipsey
15. Lipsey pada tahun 1960-an mengembangkan hasil temuan Phillips untuk melihat
hubungan inflasi dengan tingkat pengangguran. Lipsey mengubah variabel perubahan
tingkat upah pada sumbu tegak dari kurva Phillips dengan variabel :
a. Tingkat upah b. Tingkat pengangguran
c. Tingkat inflasi d. Tingkat pertumbuhan
16. Menurut analisis kurva Phillips, terdapat hubungan negatif antara tingkat inflasi dengan
tingkat pengangguran. Sementara yang terjadi di Indonesia justru searah. Hal ini
disebabkan karena tingkat ....... bukan merupakan variabel yang dominan dalam
menentukan struktur biaya produksi.
a. Tingkat upah b. Tingkat pengangguran
c. Tingkat inflasi d. Tingkat pertumbuhan
23. Secara umum inflasi akan merugikan kepada masyarakat, kecuali bagi :
a. PNS b. TNI/POLRI
c. Buruh/petani d. Pedagang
25. Cara yang paling efektif dalam mengatasi inflasi adalah dengan melakukan :
a. Meningkatkan produksi b. Meningkatkan pajak pendapatan
c. Melakukan impor d. Operasi pasar
II. Essay :
1. Inflasi ibarat apinya perekonomian yang nyalanya harus dikendalikan sebaik
mungkin.
a. Jelaskan pengelompokkan inflasi bila dilihat dari tingkat keparahannya.
Apa yang dimaksud dengan inflasi structural.
b. Lengkapi tabe berikut :
2. Menurut kaum Klasik terdapat hubungan yang positif dan proportional antara
jumlah uang beredar dengn tingkat inflasi.
a. Jelaskan maksud pernyataan tersebut.
b. Jelaskan efek-efek inflasi.
Selamat Mengerjakan
LEMBAR JAWABAN
Pertemuan 9 dan 10 : Inflasi
Nama Nilai
N.I.M
Hari/Jam Belajar
Essai : Jawablah hasil akhirnya saja dari setiap pertanyaan setiap nomornya.