kemanusiaan, maka dari itu islam menganjurkan untuk menikah karena menikah
dengan jalan yang sah yaitu perkawinan, maka ia akan mencari jalan syetan yang
(tetaplah atas ) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. ( itulah ) agama yang lurus;tetapi kebanyakan
(Ar-Ruum : 30).
Perkawinan yang menggambarkan Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2 Dan
1
Djamaludin arra’uf, Aturan pernikahan dalam islam (Jakarta: JAL Publishing, 2011), 11.
2
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam,
Gramedia Press, 362
1
berdasarkan UU No.1 tahun 1974 indonesia menganut asas perkawinan monogami,
memperbolehkan dan mengijinkan seorang suami untuk dapat memiliki istri lebih dari
seorang dengan syarat-syarat tertentu dan adanya putusan dari pengadilan yang
Secara etimologi poligami berasal dari bahasa yunani, yaitu polus yang berarti
banyak dan gamos yang berarti perkawinan. Bila pengertian kata ini digabungkan,
maka poligami akan berarti suatu perkawinan yang banyak atau lebih dari seorang.
Pengertian poligami menurut bahasa Indonesia adalah sistem perkawinan yang mana
salah satu pihak memiliki/mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang
bersamaan3
Poligami merupakan suatu realitas hukum dalam masyarakat yang akhir-akhir ini
menjadi suatu perbincangan hangat serta menimbulkan pro dan kontra. Poligami
sendiri mempunyai arti suatu sistem perkawinan antara satu orang pria dengan lebih
hambanya, Kedatangan Islam memberikan landasan dan dasar yang kuat untuk
masyarakat yang melakukan poligami. Tujuan semua itu adalah untuk memelihara
jumhur ulama muslimin tentang batasan julah isteri dalam berpoligami adalah paling
banyak hingga empat orang isteri, sebagaimana di jelaskan dalam firman Allah dalam
surah An-Nisa: 3
3
Tihami, sohari sahrani. Fiqih Munakahat. (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 351.
2
َ َٓا ِء َم ْثن َٰى َوثُ ٰلUاب لَ ُكم ِّمنَ ٱلنِّ َس
ِإ ْن ِخ ْفتُ ْمUَ َع ۖ فUَث َو ُر ٰب ۟ وا فِى ْٱليَ ٰتَم ٰى فَٱن ِكح
َ َُوا َما ط َ
۟ َُوِإ ْن ِخ ْفتُ ْم َأاَّل تُ ْق ِسط
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (an-nisa’:3)
konteks materi dan nafkah lahiriyah. Maka dalam hal ini seorang suami yang
berpoligami memang dituntut untuk berlaku adil dan itu sesuatu yang bisa dan
mungkin dilakukan. Sementara keadilan kedua adalah keadilan dalam bentuk perasaan
dan termasuk perlakukan seksual yang sudah dipastikan tidak seorang suamipun yang
bisa membagi perasaan dan perlakuan seksual yang sama terhadap isteri-
isterinya.Maka keadilan kedua ini bukanlah keadilan yang dituntut yang menjadi
syarat boleh atau tidaknya berpoligami. Seorang suami boleh saja lebih mencintai satu
isterinya dari yang lain asalkan tidak terlalu mencolok dan berlebihan sehingga
Dalam hal seorang laki-laki yang memiliki istri lebih dari seorang maka akan
timbul suatu sengketa mengenai harta bersama apabila pasangan suami istri bercerai
sehingga diperlukanlah suatu aturan yang jelas mengenai pembagian harta tersebut.
Undang Perkawinan Nomor 75 Pasal 35 ayat (1), harta benda yang diperoleh selama
perkawinan menjadi harta bersama. Ini berarti harta bersama mutlak ada dan tidak
4
Yufni faisol, “konsep keadilan dalam poligami,”dalam
http://www.academia.edu/34504768/Konsep_Adil_dalam_Poligami_Telaah_Pemikiran_Mushthofa_Al-Adawi/
,(di akses pada tanggal 30 januari 2019, jam 15:17)
3
boleh ditiadakan oleh para pihak. Sumber dari harta bersama perkawinan adalah
menegakkan hukum dan keadilan5 Meskipun demikian, hal itu tidak mengurangi
makna dan penerapan hukum yang berkenaan dengan harta yang diperoleh suami istri
selama perkawinan. Harta tersebut melembaga menjadi harta bersama antara suami
istri, selama ikatan perkawinan masih berlangsung tanpa mempersoalkan suku dan
tentang keadilan pembagian harta bersama dalam perkawinan poligami dan penulis
menemukan fakta bahwa bila seorang suami tidak dapat menerapkan prinsip adil
adalah mengenai perebutan harta bersama dari masing-masing istri yang mereka
peroleh selama perkawinan mereka. salah satu hal yang menarik untuk dikaji adalah
poligami ada kemungkinan bercampurnya harta kekayaan antara istri pertama dengan
istri ke dua dan PP No.9 tahun 1975 sebagai penentu pelaksanaannya maupun
Kompilasi Hukum Islam tidak mengatur tentang penetapan harta bersama dalam
perkawinan poligami.
5
Cak Hasan Bisri, Pengadilan Agama di Indonesia (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada 1998)
6
Yahya harahap, Kedudukan dan kewenagan dan acara peradilan agama (Jakarta, sinar Grafika, 2009), hal.272.
4
Dengan melihat putusan hakim dan berangkat dari latar belakang yang telah
diuraikan di atas penulis ingin mengkaji lebih dalam putusan PA. Blitar sebagai
ijin poligami dan menetapkan harta bersama7. Oleh karena itu penulis tertarik untuk
Perkara No.2307/pdt.G/2016/PA.BL)”
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penulisan
E. Manfaat Penulisan
7
Hasil penelitian pada tanggal 2 november di PA.Blitar Studi kasus Perkara No. 2307/pdt.G/2016/PA.Blitar.
5
1. Secara Teoritis
2. Secara Praktis
khususnya bagi mereka yang sedang menjalani perkara izin poligami. Mereka
dapat memahami tentang adanya penetapakan harta bersama dalam perkara izin
poligami.
F. Telaah pustaka
yang terjadi, Penulis juga melakukan telaah hasil penulisan terdahulu yang ada
relevansinya dengan fokus penulisan. Untuk bahan telaah pustaka pada penulisan ini
paparkan:
berjudul “Penarikan kembali harta bersama yang telah berada di pihak ketiga
tentang harta bersama yang telah berada di pihak ketiga, persamaan dari
poligami.
6
2. Karya ilmiah dari AGUNG NUGROHO, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
pembagian harta bersamaa yang mana dalam perara ini terdapat persengketaan
pada harta bersama yang ada persamaan dari penulisan ini adalah sama-sama
pernikahan poligami.
3. Karya ilmiah dari NUR ISMIHAYATI, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
bagi dua sama rata untuk kedua belah pihak, persamaan dari penulisan ini adalah
harta bersama yang dibahas pada tulisan ini adalah harta bersama dalam
perkawinan poligami.
berjudul “Pembagian harta bersama antara suami dan istri kedua setelah terjadi
7
Persamaan dari penulisan ini adalah sama-sama membahas harta bersama dalam
5. Karya ilmiah dari M RIZA SYAFE’I, IAIN Ponorogo 2015, yang berjudul
Ngawi perspektif hukum islam” Pada skripsi ini membahas harta bersama dengan
harta bersama penulis juga membahas poligami dan perpektif yang di gunakan
secara yuridis.
Dari beberapa literatur diatas ada persamaannya dengan perihal yang penulis
teliti yaitu membahas harta bersama pada umumnya, penulis juga mengkaji secara
G. Kajian teori
al-qur’an surat Annisa’ ayat 3 memberikan kebebasan kepada laki-laki (suami) untuk
menikah lebih dari seorang istri, manakala telah terpenuhi syarat keadilan. Dalam
Sudah barang tentu praktik poligami yang dilakukan baginda Nabi Muhammad dan
para sahabatnya didasari oleh i’tikat baik dan tujuan yang tulus. Undang-undang
Perkawinan sebagai hukum positif yang berlaku di Indonesia mengatur tentang syarat
seseorang dapat beristri lebih dari seorang (poligami) sebagaimana dalam Pasal 4 ayat
(1) dan pasal 4 ayat (2) UU no.1 Tahun 1974. Seseorang yang hendak mengajukan
8
ijin poligami ke pengadilan harus terlebih dahulu menyebutkan alasan-alasan yang
undang no.1 tahun 1974 dalam pasal 5 ayat (1). Alasan pertama yang ada dalam pasal
undang, dalam arti terpenuhinya salah satu syarat telah memberi hak kepada suami
ada dalam pasak 5 ayat 1 disebut dengan syarat komulatif karena untuk dapat ijin
tersurat dalam surat annisa’ ayat 32 dimungkinkan adanya harta bersama baik dalam
lelaki dan perempuan memiliki bagian dengan apa yang ia kerjakan(prestasi yang
dilakukan). Akan tetapi dalam beberapa kitab fiqh klasik tidak didapati pembahasan
harta bersama. Hal ini karena kuatnya struktur sosial masyarakat Timur Tengah yang
bercorak patriarkhi, sehingga tidak memberi peluang bagi perempuan in casu istri
untuk menuntut pengakuan dalam harta bersama. Sedangkan dalm hukum positif,
undang-undang memberi pengakuan secara tegas bahwa suami istri masing masing
pihak memiliki kecakapan berbuat hukum. Artinya suami istri dipandang sebagai
subyek hukum yang sempurna, istri menjadi cakap hukum dengan terikatnya dia pada
lembaga perkawinan. Karena sebagai subyek hukum yang sempuran, suami maupun
9
istri dapat melakukan perbuatan hukum atas harta yang menjadi kekuasaan masin-
masing, seperti harta yang diperoleh dari warisan, hibah dan lain-lain. Sedangkan
terhadap harta bersama suami atau istri dalam melakukan perbuatan hukum atas
no.1 1974).
2. Dalam perkawinan poligami harta bersama dari masing-masing istri berdiri secara
hukum kaku dan ketinggalan zaman sejak hukum tersebut dinyatakan berlaku (pasal 5
ayat (1) undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman). Oleh
karena itu, hukum membutuhkan pelenturan makna agar tidak tertinggal ketika
berhadapan dengan suatu kasus. Dalam konteks yang demikian, hukum membutuhkan
sentuhan nilai agar hukum dapat menjawab secara aktual dalam sebuah kasus (case
law) dalam bentuk law in action. Disinilah arti penting penemuan hukum oleh hakim
dalam putusan.
Hukum yang baik harus memenuhi tiga asas atau cita hukum yaitu asas
keadilan, asas kepastian dan asas kemanfaatan. Ketiga asas tersebut penulis gunakan
sebagai kerangka teori untuk menilai putusan Pengadilan Agama Blitar Nomor 2307
tahun 2016. Penulis menggunakan teori tersebut karena teori tersebut dikenal dalam
hukum konvensional dan hukum Islam. Asas keadilan dikenal dalam teori hukum
10
Islam, bahkan inti dari ajaran Islam adalah keadilan itu sendiri. Asas kepastian hukum
juga dikenal dalam hukum Islam sebagaimana dalam surat Al qasas ayat 59
Berangkat dari ayat ini, Allah tidak akan memberatkan hukuman pada suatu
kaum/bangsa sehingga terlebih dahulu turun hukum melalui Rasul Nya. Untuk
1. Asas keadilan, keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak
merupakan asas yang digunakan dalam hukum Islam, seperti dijelaskan dalam
"ۚ ر َو ْٱلبَ ْغ ِىUِ ِإ َّن ٱهَّلل َ يَْأ ُم ُر بِ ْٱل َع ْد ِل َوٱِإْل حْ ٰ َس ِن َوِإيتَٓاِئ ِذى ْٱلقُرْ بَ ٰى َويَ ْنهَ ٰى َع ِن ْٱلفَحْ َشٓا ِء َو ْٱل ُمن َك
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
Tujuan hukum bukan hanya keadilan tetapi juga kepastian hukum dan
bahasa praktisnya, keadilan dapat diartikan memberikan hak yang setara dengan
11
tetapi juga bisa berarti memberi sama banyak kepada setiap orang apa yang
2. Asas kepastian, adanya asas kepastian merupakan harapan bagi pencari keadilan
terhadap tindakn sewenang wenang dari aparat penegak hukum yang terkadang
adanya kepastian hukum masyarakat akan tahu kejelasan akan hak dan
kewajibannya menurut hukum. Tanpa adanya kepastian hukum maka orang akan
tidak tahu apa yang harus diperbuat, tidak mengetahui perbuatannya benar atau
salah, dilarang atau tidak dilarang oleh hukum. kepastian hukum ini dapat
diwujudkan melalui penormaan yang baik dan jelas dalam suatu undang undang
sendiri menerapkan bahwa suatu hukum selain berasas kepastian dan keadilan juga
harus menjaga suatu kemanfaatan, hal ini dijelaskan dalam surat Almaidah ayat
119
12
Ketiga cita hukum tersebut harus ada secara proporsional dalam sebuah putusan
hakim. Bahwa putusan majelis hakim harus mengandung ketiga asas tersebut. Jika
tiga asas tersebut dapat diwujudkan secara selaras dalam sebuah putusan hakim maka
Berpijak pada kerangka teori diatas, penulis ingin mengkaji apakah putusan
hakim PA Blitar Nomor 2307 tahun 2016 yang menetapkan harta bersama dalam
perkara ijin poligami telah dapat mencerminkan ketiga asas hukum tersebut.
H. Metode penulisan
Adapun yang dikemukakan dalam bagian ini meliputi :jenis dan pendekatan
penulisan, kehadiran Penulis, lokasi penulisan, sumber data, teknik pengumpulan data,
yang bersifat naturalistik, fungsi paradigma dan teori bukan dalam rangka
kepekaan penulis.8 Dalam hal ini adalah harta bersama dalam izin poligami.
2. Kehadiran penulis
berperan langsung dalam mengumpulkan data. Maka dari itu, dalam penulisan ini
8
Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: PT RosadaKarya, 2001), 91.
13
a. Lokasi Penulisan
Dalam hal ini yang menjadi lokasi penulisan adalah Pengadilan Agama
Kabupaten Blitar.
b. Sumber Data
Dalam penulisan ini, Penulis menggunakan dua jenis data, yaitu data primer
1) Data primer
2) Data Sekunder
instansi lain. Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui kajian
3. Yurisprudensi
14
b) Bahan Hukum Sekunder
1. Kamus Hukum
2. Ensiklopedia
a. Studi kepustakaan
b. Wawancara
yang akan diteliti, pendapat maupun persepsi dari responden, serta saran-saran
dari responden yang berkaitan dengan objek penulisan.9 Dalam hal ini penulis
c. Teknik Dokumentasi
9
Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum (Bandung: Alfabeta, 2002), 127.
15
Dokumentasi merupakan proses pengumpulan dan penganalisasian data yang
d. Analisis Data
analisis, yaitu apa yang dinyatakan responden tertulis atau lisan dan juga
perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai tujuan yang utuh. Metode
yang berkaitan dengan harta bersama dalam izin poligami yang kemudian akan
dihubungkan dengan data-data yang diperoleh penulis dari studi lapangan yang
secara menuraikannya dengan kalimat yang teratur sehingga dapat ditarik suatu
kesimpulan.
situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari.10
I. Sistematika Pembahasan
10
Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: GP Press, 2009), 15.
16
Agar lebih mudah dalam penyajian skripsi ini, maka penulis akan mebagi lima
bab dan beberapa sub bab, dalam garis besarnya dapat penulis gambarkan sebagai
berikut:
BAB I : Pendahuluan
umum dari seluruh isi skripsi ini, yang meliputi latar belakang
sistematika pembahasan.
hal tersebut.
17
BAB IV : Analisis Hasil Penulisan
poligami.
poligami di indonesia.
perkawinan poligami.
BAB V : Penutup
2001
interpratama Offset,2008
18
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan
Djamaludin arra’uf, Aturan pernikahan dalam islam Jakarta: JAL Publishing, 2011
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN MOTTO
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
PEDOMAN TRANSLITERASI
BAB I PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
E. Telaah Pustaka
F. Metode Penulisan
19
G. Sistematika Pembahasan
MAQASID SYARI’AH
syari’ah
2. Syarat-syarat poligami
poligami
NO.2307/Pdt.G/2016/PA.BL
No.2307/Pdt.G/2016/PA.Blitar.
20
A. Analisis maqasid syari’ah pada penetapan harta bersama dalam
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
21