MAKALAH
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh
Kelompok 4 Kelas 3G :
PERBANKAN SYARIAH
SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW. Dengan disusunnya makalah ini diharapkan dapat memberikan
informasi bagi para pembaca khususnya mahasiswa jurusan Perbankan Syariah
(PS).
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu penyusun berharap kepada semua pihak atas segala saran dan kritiknya
demi kesempurnaan makalah ini. Ucapan terima kasih kami haturkan pada seluruh
pihak yang mendukung penyusunan makalah ini, antara lain:
1. Bapak Dr. H. Maftukhin, M. Ag, selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
Tulungagung,
2. Bapak H. Dede Nurrohman, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri Tulungagung,
3. Bapak Muhamad Aqim Adlan, S. Ag., S. Pd., M. E. I selaku ketua jurusan
Perbankan Syariah,
4. Bapak Anang Haris Firmansyah, M. Pd., selaku dosen pengampu mata
kuliah Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam,
5. Serta semua pihak yang telah membantu penyusun dalam menyelesaikan
makalah ini.
Demikian yang dapat penyusun sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan menjadi bekal pengetahuan bagi pembaca di
kemudian hari.
Tim Penyusun
II
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
C. Tujuan Pembahasan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 22
B. Saran .......................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ekonomi Islam yang hadir saat ini, bukanlah suatu hal yang tiba-tiba
datang begitu saja. Ekonomi di satu sisi adalah sebuah ilmu, dan di sisi
lain merupakan sebuah aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Upaya pemenuhan kebutuhan hidup manusia itu sendiri adalah
sebuah fitrah kemanusiaannya. Ekonomi Islam sebagai sebuah cetusan
konsep pemikiran dan praktek sekaligus tentunya hadir secara bertahap
dalam periode dan fase tertentu. Aktivitas ekonomi manusia bergerak
dalam rangka pelaksanaan fungsi manusia sebagai khalîfah fî al-ardhi.
Manusia diberi kesempatan untuk memanfaatkan bumi dan isinya sebaik-
baiknya dengan cara yang arif dan bijaksana. Permasalahannya adalah
bagaimana ditemukan kembali jejak-jejak pemikiran muculnya konsep
ekonomi islam secara teoritis dalam bentuk rumusan yang mampu
diaplikasikan sebagai pedoman tindakan yang berujung pada rambu halal
haram atau berprinsip syariat Islam. Dalam makalah ini penulis
mengangkat tokoh Abu Yusuf yang hidup di masa khalifah Harun ar-
Rasyid dari Daulah Abbasiyah, yang berasal dari suku Bujailah, salah satu
suku bangsa Arab. Yang merupakan tokoh muslim yang sangat konsen
dengan upaya mewujudkan kesejahteraan umat. Salah satu karya
monumentalnya mebincang perpajakan sebagai salah satu pendapatan
negara, yaitu kitab Al-Kharaj.
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana riwayat hidup Abu Yusuf?
2. Bagaimana karya-karya Abu Yusuf?
3. Bagaimana latar belakang pemikiran ekonomi Abu Yusuf?
4. Bagaimana teori pemikiran ekonomi Abu Yusuf?
5. Bagaimana relevansi pemikiran Abu Yusuf terhadap pengelolaan pajak
di Indonesia?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
Berdasarkan rumusan masalah tersebut tujuan yang dicapai dalam makalah
ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui riwayat hidup Abu Yusuf.
2. Untuk mengetahui karya-karya Abu Yusuf.
3. Untuk mengetahui latar belakang pemikiran ekonomi Abu Yusuf.
4. Untuk mengetahui teori pemikiran ekonomi Abu Yusuf.
5. Untuk mengetahui relevansi pemikiran Abu Yusuf terhadap
pengelolaan pajak di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ya‟qub bin Ibrahim bin Habib bin Khunais bin Sa‟ad Al-Anshari
Al-Jalbi Al-Kufi Al-Baghdadi, atau yang lebih dikenal dengan Abu Yusuf,
lahir di Kufah pada tahun 113 H (731 M) dan wafat di Baghdad pada
tahub 182 H (798 M). Dari nasab ibunya, ia masih mempunyai hubungan
darah dengan salah seorang sahabat Rasulullah SAW., Sa‟ad Al-Anshari.
Keluarganya sendiri bukan berasal dari lingkungan berada. Namun
demikian, sejak kecil, beliau mempunyai minat yang sangat kuat terhadap
ilmu pengetahuan. Hal ini tampak dipengaruhi oleh suasana Kufah yang
ketika itu merupakan salah satu pusat peradaban Islam, tempat para
cendekiawan Muslim dari seluruh penjuru dunia Islam datang silih
berganti untuk saling bertukar pikiran tentang berbagai bidang keilmuan.
Abu Yusuf menimba ilmu kepada banyak ulama besar, seperti Abu
Muhammad Atho bin as-Saib Al-Kufi, Sulaiman bin Mahran Al-A‟masy,
Hisyam bin Urwah, Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila,
Muhammad bin Ishaq bin Yassar bin Jabbar, dan Al-Hajjaj bin Arthah.1
Selain itu, beliau juga menuntut ilmu kepada Abu Hanifa. Selama tujuh
belas tahun, Abu Yusuf tiada henti-hentinya belajar kepada pendiri
mazhab Hanafi tersebut. Beliaupun terkenal sebagai salah satu murid
terkemuka Abu Hanifa. Sepeninggal gurunya, Abu Yusuf bersama
Muhammad bin Al-Hasan Al-Syaibani menjadi tokoh pelopor dalam
menyebarkan dan mengembangkan mazhab Hanafi.
Berkat bimbingan para gurunya serta ditunjang oleh ketekunan dan
kecerdasannya, Abu Yusuf tumbuh sebagai seorang alim yang sangat
1
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,
2014), hal. 231.
3
dihormati oleh berbagai kalangan baik ulama, penguasa maupun
masyarakat umum. Tidak jarang berbagai pendapatnya dijadikan acuan
dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan tidak sedikit orang yang ingin
belajar kepadanya. Di antara tokoh besar yang menjadi muridnya adalah
Muhammad bi Al-Hasan Al-Syaibani, Ahmad bin Hanbal, Yazid bin
Harun Al-Wasithi, Al-Hasan bin Ziyad Al-Lu‟lui, dan Yahya bin Adam
Al-Qarasy. Di sisi lain, sebagai salah satu bentuk penghormatan dan
pengakuan pemerintah atas keluasan dan kedalaman ilmunya, Khalifah
Dinasti Abbasiyah, Harun ar-Rasyid, mengangkat Abu Yusuf sebagai
ketua Mahkamah Agung (Qadhi al-Qudhah). Sekalipun disibukkan
dengan berbagai aktivitas mengajar dan birokrasi, Abu Yusuf masih
meluangkan waktu untuk menulis. Beberapa karya tulisnya yang
terpenting adalah al-Jawwami’, ar-Radd ‘ala Siyar al-Auza’i, al-Atsar,
Ikhtilaf Abi Hanifah wa Ibn Abi Laila, Adab al-Qadhi, dan al-Kharaj.2
1) Kitab al-Asar
Di dalam kitab ini dimuat hadits yang diriwayatkan dari ayah dan
gurunya. Ada dari hadits-hadits tersebut yang sanadnya bersambung
kepada Rasulullah SAW, ada yang sampai kepada sahabat dan ada
pula yang hanya sampai kepada tabi’in. Beliau mengemukakan
pendapat gurunya, Imam Abu Hanifah, kemudian pendapatnya sendiri,
dan menjelaskan sebab terjadinya perbedaan pendapat mereka.
2) Kitab Ikhtilaf Abi Hanifah wa ibn Abi Laila
Di dalamnya dikemukakan pendapat Imam Abu Hanifah dan ibn Abi
Laila serta perbedaan pendapat mereka. Dalil-dalil nash dan logika
Imam Abu Hanifah juga dibuat dengan terperinci.
3) Kitab ar-Radd ‘ala Siyar al-Auza’i
2
Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2010),
hal. 150.
4
Kitab ini memuat perbedaan pendapatnya dengan pendapat
Abdurrahman al-Auza‟i tentang masalah perang dan jihad, termasuk
bantahannya terhadap pendapat al-Auza‟i.3
4) Kitab Adabu al-Qadhi
Merupakan kitab yang menjelaskan tentang ketentuan-ketentuan yang
harus dipenuhi oleh seorang hakim (qadhi).
5) Kitab al-Maharij fi al-Haili
Merupakan kitab yang memuat tentang kajian biologi, tentang
binatang-binatang dan segala hal yang berkaitan dengan itu.
6) Kitab al-Jawami’
Kita ini lebih banyak membahas tentang pendidikan.4
7) Kitab al-Kharaj
Salah satu karya Abu Yusuf yang sangat monumental adalah Kitab
al-Kharaj (buku tentang perpajakan). Kitab yang ditulis oleh Abu
Yusuf ini bukanlah kitab pertama yang membahas masalah al-Kharaj
(perpajakan). Para sejarawan Muslim sepakat bahwa orang pertama
yang menulis kitab dengan mengangkat tema al-Kharaj adalah
Muawiyah bin Ubaidillah bin Yasar (w.170 H), seorang Yahudi yang
memeluk agama Islam dan menjadi sekretaris Khalifah Abu Abdillah
Muhammad Al-Mahdi (158-169 H, 755-785 M). Namun sayangnya,
karya pertama di bidang perpajakan dalam Islam tersebut hilang
ditelan jaman. Penulis Kitab al-Kharaj versi Abu Yusuf didasarkan
pada perintah dan pertanyaan Khalifah Harun ar-Rasyid mengenai
berbagai persoalan perpajakan dengan demikian, Kitab al-Kharaj ini
mempunyai orientasi birokratik karena ditulis untuk merespon
permintaan Khalifah Harun ar-Rasyid yang ingin menjadikannya
sebagai buku petunjuk administratif dalam rangka mengelola lembaga
3
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer, (Jakarta: Gramata Publishing, 2010), hal. 117.
4
Rachmatullah Oky, “Teori Pajak Menurut Abu Yusuf Sebuah Alternatif Solusi
Perpajakan Di Indonesia”. Vol. 8 No. 1, April 2019. Hal. 17.
5
Baitul Maal dengan baik dan benar, sehingga negara dapat hidup
makmur dan rakyat tidak terdzalimi.
Sekalipun berjudul al-Kharaj, kitab tersebut tidak hanya
mengandung pembahasan tentang al-Kharaj, melainkan juga meliputi
berbagai sumber pendapatan negara lainnya, seperti ghanimah, fai,
kharaj, ushr, jizyah, dan shadaqah, dan dilengkapi dengan cara-cara
bagaimana mengumpulkan serta mendistribusikan setiap jenis harta
tersebut sesuai dengan syariat Islam berdasarkan dalil-dalil naqliah (al-
Qur‟an dan Hadits) dan aqliah (rasional).5 Metode penulisan dengan
mengombinasikan dalil-dalil naqliah dengan dalil-dalil aqliah ini
menjadi berbeda antara Kitab al-Kharaj karya Abu Yusuf dengan
kitab-kitab al-Kharaj yang muncul pada periode berikutnya, terutama
Kitab al-Kharaj karya Yahya bin Adam Al-Qarasy yang menggunakan
metode penulisan berdasarkan dalil-dalil naqliah saja. Penggunaan
dalil-dalil aqliah, baik dalam Kitab al-Kharaj maupun dalam kitabnya
yang lain, hanya dilakukan Abu Yusuf pada kasus-kasus tertentu yang
menurutnya tidak diatur dalam nash atau tidak terdapat hadits-hadits
sahih yang dapat dijadikan pegangan. Dalam hal ini, beliau
menggunakan dalil-dalil aqliah hanya dalam konteks untuk
mewujudkan al-maslahah al-‘ammah (kemaslahatan umum). Seperti
halnya kitab-kitab sejenis yang lahir pada lima abad pertama Hijriyah,
penekanan kitab karya Abu Yusuf ini terletak pada tanggung jawab
penguasa terhadap kesejahteraan rakyatnya. Secara umum, Kitab al-
Kharaj berisi tentang berbagai ketentuan agama yang membahas
persoalan perpajakan, pengelolaan, pendapatan, dan pembelanjaan
publik. Dengan menggunakan pendekatan pragmatis dan bercorak
fiqih, kitab ini bukan sekedar penjelasan tentang sistem keuangan
Islam lebih dari pada itu, ia merupakan sebuah upaya untuk
membangun sistem keuangan yang mudah dilaksanakan sesuai dengan
5
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, hal. 233.
6
hukum Islam dalam kondisi yang selalu berubah dan sesuai dengan
persyaratan ekonomi.6
6
Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, hal. 152.
7
Rachmatullah Oky, “Teori Pajak Menurut Abu Yusuf Sebuah Alternatif Solusi
Perpajakan Di Indonesia”, hal. 17.
8
Rachmatullah Oky, “Teori Pajak Menurut Abu Yusuf Sebuah Alternatif Solusi
Perpajakan Di Indonesia”, hal. 18.
7
D. TEORI PEMIKIRAN EKONOMI ABU YUSUF
1. Keuangan Publik
Kekuatan utama pemikiran Abu Yusuf adalah dalam masalah
keuangan publik. Dengan daya observasi dan analisisnya yang tinggi,
Abu Yusuf menguraikan masalah keuangan dan menunjukkan
beberapa kebijakan yang harus diadopsi untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Terlepas dari
berbagai prinsip perpajakan dan pertanggungjawaban negara terhadap
kesejahteraan rakyatnya, beliau memberikan beberapa saran tentang
cara-cara memperoleh sumber perbelanjaan untuk pembangunan
jangka panjang, seperti membangun jembatan dan bendungan serta
menggali saluran-saluran besar dan kecil.9 Abu Yusuf memiliki
sumbangan yang cukup besar bagi kemajuan ekonomi pada masa
Harun ar-Rasyid, karena beliau telah meletakkan dasar-dasar kebijakan
fiskal yang berbasis kepada keadilan dan maslahah. Dalam Kitab al-
Kharaj, memang tidak ada satu judul khusus tentang pos-pos
penerimaan negara, tetapi secara umum penerimaan negara dalam
daulah Islamiyah yang ditulis oleh beliau dapat diklasifikasikan dalam
tiga kategori utama, yaitu ghanimah, shadaqah, harta fay’ yang di
dalamnya termasuk jizyah, ‘ushr, dan kharaj.
Penerimaan-penerimaan tersebut dapat digunakan untuk
membiayai aktivitas pemerintahan. Akan tetapi, Abu Yusuf tetap
memperingatkan khalifah untuk menganggap sumber daya sebagai
suatu amanah datu Tuhan yang akan diminta petanggungjawabannya.
Oleh karena itu, efisiensi dalam penggunaan sumber daya merupakan
suatu hal yang penting bagi keberlangsungan pemerintahan. Ketiga
sumber penerimaan tersebut memiliki aturan-aturan dalam
pemungutannya, rinciannya sebagai berikut:
1) Ghanimah
9
Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, hal. 153.
8
Ghanimah adalah segala sesuatu yang dikuasai oleh kaum
muslim dari harta orang kafir melalui peperangan. Harta tersebut
biasanya berupa uang, senjata, barang-barang dagangan, bahan
pangan, dan lainnya. Harta ganimah kaum muslim yang pertama
kali terjadi setelah Allah SWT mengizinkan mereka berperang
seiring dengan hijrahnya Rasulullah ke Madinah, membangun
masjid seta merintis pendirian negara Islam yang kokoh, yaitu
ganimah Abdullah ibn Jahsyi.10 Ghanimah tersebut berupa
sebagian unta Quraisy yang membawa perbekalan logistik dan
barang dagangan. Peristiwa ini terjadi pada bulan Jumadi as-Sani,
tahun kedua Hijriyah.
Abu Yusuf menyebutkan masalah ghanimah di awal
pembahasan tentang pemasukan negara. Boleh jadi, pada masa itu
proses ekspansi wilayah masih berjalan sekalipun tidak terlalu
besar. Oleh karena itu, pemasukan dari ghanimah tetap ada dan
menjadi bagian yang penting dalam keuangan publik. Akan tetapi,
karena sifatnya yang tidak rutin, maka pos ini dapat digolongkan
sebagai pemasukan yang tidak tetap bagi negara. Abu Yusuf
mengatakan jika ghanimah di dapat sebagai hasil pertempuran
dengan pihak musuh, maka harus dibagikan sesuai dengan panduan
dalam al-Qur‟an. Pembagian khums ini memberikan 1/5 atau 20%
dari total rampasan untuk Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
miskin dan kerabat. Sedangkan sisanya adalah saham bagi mereka
yang ikut peperangan.
2) Shadaqah
Sebagai salah satu instrumen keuangan negara, zakat tetap
menjadi salah satu sumber keuangan negara pada saat itu. Akan
tetapi, beliau tidak membahas seccara rinci tentang hukum-hukum
zakat yang biasa dilakukan oleh ulama fiqih. Uraiannya dalam
10
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer, hal 119.
9
masalah zakat banyak menyinggung persoalan keadilan secara
umum. Di antara objek zakat yang menjadi perhatian adalah,
pertama, zakat pertanian. Jumlah pembayaran zakat pertanian
adalah sebesar ‘ushr yaitu 10% dan 5%, sedangkan tanah yang
memerlukan kerja keras untuk penyediaan saluran air dan irigasi,
jumlah pajaknya 5%. Selain itu, menurut Abu Yusuf dan para
tokoh lain, hasil produksi agrikultur akan dikenakan zakat bila
telah mencapai nishab 632 kg, jika kurang dari itu, mereka belum
terkena kewajiban.11 Kedua, objek zakat yang menjadi
perhatiannya adalah zakat dari hasil mineral atau barang tambang
lainnya. Abu Yusuf dan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa
standar zakat untuk barang-barang tersebut tarifnya seperti
ghanimah, yaitu 1/5 atau 20% dari total produksi.
3) Harta Fay’
Fay’ adalah segala sesuatu yang dikuasai kaum muslim dari harta
orang kafir tanpa peperangan, termasuk harta yang mengikutinya
yaitu kharaj tanah tersebut, jizyah peperangan dan „ushr dari
perdagangan. Semua harta fay’ dan harta-harta yang mengikutinya
berupa kharaj, jizyah, dan „ushr merupakan harta yang boleh
dimanfaatkan oleh kaum muslim dan disimpan dalam Baitul Maal,
semua termasuk kategori pajak dan merupakan sumber pendapatan
tetap bagi negara. Harta tersebut dapat dibelanjakan untuk
memelihara dan mewujudkan kemaslahatan mereka.12
2. Teori Perpajakan
10
pemberian waktu yang longgar bagi pembayar pajak, dan sentralisasi
pembuatan keputusan dalam administrasi pajak adalah beberapa
prinsip yang ditekankannya.13 Misalnya Abu Yusuf juga mengangkat
kisah Khalifah Umar Ibn Khattab yang menghadapi kaum nasrani Bani
Tlaghlab. Mereka adalah orang Arab yang anti pajak. “Maka jangan
sekali-kali kamu jadikan mereka sebagai musuh (karena tidak mau
membayar pajak), maka ambillah dari mereka pajak dengan atas nama
sedekah. Karena mereka sejak dulu mau membayar sedekah dengan
berlipat ganda asal tidak bernama pajak”. Mendengar hal itu pada
mulanya Khalifah Umar menolak usulan ini, namun kemudian hari
justru menyetujuinya, sebab di dalamnya terdapat unsur mengais
manfaat dan mencegah mudharat.14 Menurut Abu Yusuf, cara ini lebih
adil dan memberikan hasil produksi yang lebih besar dengan
memberikan kemudahan dalam memperluas tanah garapan. Dengan
kata lain, beliau lebih merekomendasikan penggunaan sistem
muqasamah (proporsional tax) daripada sistem misahah (fixed tax)
yang telah berlaku sejak masa pemerintahan Khalifah Umar hingga
periode awal pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Perubahan sistem
penetapan pajak dari sistem misahah menjadi sistem muqasamah
sebenarnya telah dipelopori oleh Muawiyah bin Yasar, seorang wazir
pada masa pemerintahan Khalifah Al-Mahdi. Akan tetapi, pada saat
itu, persentase bagian negara umumnya dianggap terlalu tinggi oleh
para petani. Apa yang dilakukan oleh Abu Yusuf adalah mengadopsi
sistem muqasamah dengan menetapkan persentase negara yang tidak
memberatkan para petani.
13
Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, hal. 157.
14
Rachmatullah Oky, “Teori Pajak Menurut Abu Yusuf Sebuah Alternatif Solusi
Perpajakan Di Indonesia”, hal. 18.
11
pemerintahan Khalifah Umar, ketika sistem misahah digunakan,
sebagian besar tanah dapat ditanami dan hanya sebagian kecil yang
tidak bisa ditanami. Wilayah yang ditanami bersama sebagian kecil
yang tidak ditanami diklasiflkasikan menjadi satu kategori dan kharaj
juga dikumpulkan dari tanah yang tidak ditanami.15 Dalam bukunya
kitab al-Kharaj, Abu Yusuf menguraikan kondisi-kondisi untuk
perpajakan, yaitu:
1) Charging a justifiable minimum (harga minimum yang dapat
dibenarkan).
2) No oppression of tax-payers (tidak menindas para pembayar
pajak).
3) Maintenance of a healthy treasury (pemeliharaan harta benda yang
sehat).
4) Benefiting both government and tax-payers (manfaat yang
diperoleh bagi pemerintah dan para pembayar pajak).
5) In choosing between alternative policies having the same effects on
treasury, preferring the one that benefits tax-payers (pada pilihan
antara beberapa alternatif peraturan yang memeliki dampak yang
sama pada harta benda, yang melebihi salah satu manfaat bagi para
pembayar pajak.
15
Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, hal. 158.
16
Rachmatullah Oky, “Teori Pajak Menurut Abu Yusuf Sebuah Alternatif Solusi
Perpajakan Di Indonesia”, hal. 19.
12
Abu Yusuf metode pajak secara proporsional dapat meningkatkan
pemasukan negara dari pajak tanah dari sisi lain mendorong para
penanam untuk meningkatkan produksinya.17 Abu Yusuf menyatakan:
“Dalam pandangan saya, sistem perpajakan terbaik untuk
menghasilkan pemasukan lebih banyak bagi keuangan negara dan yang
paling tepat untuk menghindari kedzaliman terhadap pembayar pajak
oleh para pengumpul pajak adalah pajak pertanian yang proporsional.
Sistem ini akan menghalau kedzaliman terhadap para pembayar pajak
dan menguntungkan keuangan negara”.18 Sistem pajak ini didasarkan
pada hasil pertanian yang sudah diketahui dan dinilai, sistem tersebut
mensyaratkan penetapan pajak berdasarkan produksi keseluruhan,
sehingga sistem ini akan mendorong para petani untuk memanfaatkan
tanah tandus dan mati agar memperoleh bagian tambahan. Abu Yusuf
menganggap sistem irigasi sebagai landasannya, perbedaan angka yang
diajukannya adalah sebagai berikut :
3. Mekanisme Harga
17
Rachmatullah Oky, “Teori Pajak Menurut Abu Yusuf Sebuah Alternatif Solusi
Perpajakan Di Indonesia”, hal. 20.
18
Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, hal. 160.
19
Rachmatullah Oky, “Teori Pajak Menurut Abu Yusuf Sebuah Alternatif Solusi
Perpajakan Di Indonesia”, hal. 20.
13
Abu Yusuf merupakan salah satu ulama yang menentang
penetapan harga yang dilakukan oleh pemerintah. Ini berdasarkan
hadits Nabi yang menjelaskan bahwa tinggi rendahnya harga
merupakan ketentuan Allah yang tidak boleh dicampuri. Selain itu,
Abu Yusuf tercatat sebagai salah satu ulama yang paling awal
menyinggung mekanisme pasar. Beliau memperhatikan peningkatan
dan penurunan produksi dalam kaitannya dengan perubahan harga.
Beliau mengatakan dalam kitab Kitab al-Kharaj: “Tidak ada batasan
tertetu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut
ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan
karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal tidak disebabkan
kelangkaan makanan. Murah dan mahal adalah ketentuan Allah.
Kadang-kadang makanan berlimpah tetapi tetap mahal dan kadang-
kadang makanan sangat sedikit tatapi murah.”
Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa Abu Yusuf
membantah pendapat umum tetang hubungan terbalik antara
penawaran dan harga. Pada kenyataannya, penawaran tidak tergantung
pada penawaran saja, tetapi juga pada kekuatan penawaran atau daya
beli.20 Oleh karena itu, peningkatan dan penuruan harga tidak selalu
berhubungan dengan penurunan atau peningkatan dalam produksi. Abu
Yusuf menegaskan bahwa ada variabel lain yang mempengaruhi, tetapi
variabel tersebut tidak dijelaskan secara rinci. Bisa jadi variabel
tersebut adalah pergeseran dalam permintaaan atau jumlah uang yang
beredar dalam suatu negara, atau penimbunan dan penahanan barang,
atau semua hal tersebut.
Fenomena yang terjadi pada masa itu adalah pada saat terjadi
kelangkaan barang maka harga akan cenderung tinggi, sedangkan jika
ketika persediaan barang melimpah maka harga akan cenderung lebih
rendah. Kenaikan dan penurunan harga yang berbanding tebalik
20
Muhammad Achid Nurseha, “Abu Yusuf Suatu Pemikiran Ekonomi”. Vol. 1 No. 2, Juni
2018. Hal. 11.
14
dengan jumlah persediaan barang selanjutnya dapat dijelaskan dalam
bentuk drafik sebagai berikut:
21
Muhammad Achid Nurseha, “Abu Yusuf Suatu Pemikiran Ekonomi”, hal. 12.
15
jika persediaan sedikit tetapi daya beli masyarakat rendah maka harga
juga akan mengalami penurunan.22
D = Q = f (P) -
22
Muhammad Achid Nurseha, “Abu Yusuf Suatu Pemikiran Ekonomi”, hal. 13.
23
Muhammad Achid Nurseha, “Abu Yusuf Suatu Pemikiran Ekonomi”, hal. 14.
16
harga turun maka konsumen akan meningkatkan jumlah komoditi yang
dibeli.24
Abu Yusuf memang tidak secara rinci menyebutkan sebab-sebab
naik atau turunnya suatu harga komoditas. Beliau hanya membantah
bahwa harga barang tidak selalu dipengaruhi oleh ketersediaan barang
dipasar. Karya-karya beliau juga tidak pernah menyinggung masalah
ini, sehingga tidak dapat disimpulkan secara pasti apa alasan beliau
mengemukakan pendapatnya tersebut. Berkaitan dengan kenaikan atau
penuruhan harga komoditas di pasaran, bahwa tidak hanya dipengaruhi
oleh jumlah permintaan saja, dapat digunakan teori penawaran. Dalam
hal kenaikan dan penurunan harga komoditas, tidak hanya dipengaruhi
oleh ketersediaan barang tetapi dapat juga dipengaruhi oleh kekuatan
penawaran. Ini dapat diformulasikan secara sederhana dalam rumus
sebagai berikut:25
D = Q = f (p) +
24
Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, hal. 164.
25
Muhammad Achid Nurseha, “Abu Yusuf Suatu Pemikiran Ekonomi”, hal. 14.
26
Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, hal. 165.
17
melambung tinggi para sahabat mengadu kepada Rasulullah dan
memintanya agar melakukan penetapan harga. Rasulullah SAW
bersabda, “Tinggi rendahnya harga barang merupakan bagian dari
ketentuan Allah, kita tidak bisa mencampuri urusan dan ketetapan-
Nya.” Penting diketahui, para penguasa pada periode itu umumnya
memecahkan masalah kenaikan harga dengan menambah suplai bahan
makanan dan mereka menghindari kontrol harga. Kecenderungan yang
ada dalam pemikiran ekonomi Islam adalah membersihkan pasar dari
praktik penimbunan, monopoli, dan praktik korup lainnya dan
kemudian membiarkan penentuan harga pada kekuatan permintaan dan
penawaran. Abu Yusuf tidak dikecualikan dalam hal kecenderungan
ini.27
27
Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, hal. 166.
18
Dalam pandangan Abu Yusuf, uang publik adalah amanah yang
akan diminta pertanggungjawabannya maka harus digunakan dengan
sebaik-baiknya untuk kemaslahatan rakyat. Berkaitan dengan
kebijakan belanja ekonomi Islam, efektif dan efisien merupakan
landasan pokok dalam kebijakan pengeluaran yang dalam ajaran Islam
dipandu oleh maqashid syariah dan penentuan skala prioritas dan
relevansinya terdapat pengelolaan keuangan publik di Indonesia.28
Secara struktur APBN sekarang dilaksanakan oleh pemerintah
Indonesia secara garis besar antara lain anggaran pendapatan terdiri
dari pajak dan bukan pajak hibah, anggaran belanja terdiri dari belanja
pemerintahan pusat dan belanja daerah, dan pembiayaan yakni
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Berkaitan dengan perbendaharaan negara, di dalam Kitab al-
Kharaj karya Abu Yusuf terdapat pembahasan ekonomi publik. Dalam
hal ini negara memiliki peranan penting dalam penyediaan fasilitas
publik yang dibutuhkan rakyat dimana relevansinya sekarang yaitu
adanya pembentukan BUMN sebagai pelaksanaan amanat pembukaan
UUD sudah sesuai dengan konsep ekonomi Islam dimana negara harus
menyediakan berbagai fasilitas yang menjadi kebutuhan pokok bagi
masyarakat umum, namun sebaiknya pengelolaan BUMN ini tidak
melibatkan para penguasa atau para pemimpin negara untuk
menghindari hal-hal yang menyimpang. Namun di Indonesia
peningkatan anggaran untuk pembangunan infrastruktur belum
kunjung meningkat secara memadai.
3) PBB (Kharaj)
Dalam penerapan al-Kharaj, menurut UU No. 28 Tahun 2007
Pasal 1, pajak adalah kontribusi wajib negara yang terutang oleh
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
28
Ika Prastyaningsih dan Syamsuri, “Upaya Pencapaian Kesejahteraan Masyarakat
Melalui Pengelolaan Pajak: Relevansi Konsep Al-Kharaj Abu Yusuf Di Indonesia”, Vol.
5 No. 1, Oktober 2018. Hal. 248.
19
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat sedangkan pajak bumi dan bangunan pertama kali
diatur dalam UU No. 12 Tahun 1985 kemudian diubah di dalam UU
No. 12 tahun 1993.29 Di dalam PBB ada yang namanya Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP), yaitu harga rata-rata yang diperoleh transaksi jual
beli yang terjadi secara wajar NJOP didasarkan pengenaan pajak yang
setiap tiga tahun ditentukan oleh menteri keuangan. Jika dibandingkan
al-Kharaj yang ditetapkan Abu Yusuf, maka PBB mempunyai
perbedaan kharaj diberlakukan untuk lahan pertanian sedangkan PBB
untuk semua jenis tanah. Kharaj diberlakukan untuk kaum kafir yang
kalah dalam peperangan dan tidak memilih untuk masuk Islam,
sedangkan PBB diberlakukan untuk semua warna negara tanpa
terkecuali. Adapun tarif PBB adalah 0,5% sedangkan tarif
penggunakan sistem muqasamah yaitu 1 dirham dengan 26,112 kg
gandum, jika 2,5% jika irigasi 1/5, 5 jika membutuhkan biaya, jika
diterapkan di indonesia dengan karakter negara agraris maka
penerimaan negara dari sektor pajak akan sangat potensial.
4) Sistem Pemungutan Pajak Qabalah atau Self Assesment
Indonesia dalam sistem pemungutan pajak menggunakan prinsip self
assement, yaitu suatu prinsip dengan memberi wewenang, kepercayaan
dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung,
memperhitungkan dan membayar serta melaporkan sendiri besarnya
pajak yang harus dibayar.30 Self assesment ini sama dengan
pelaksanaan pemungutan pajak yang disebut qabalah dimana sistem
ini sangat ditentang oleh Abu Yususf karena menimbulkan kedzaliman
dimana pemungut pajak memungut besarnya pajak sesuai
keinginanannya, maka menurut Abu Yusuf pemerintah harus memiliki
29
Ika Prastyaningsih dan Syamsuri, “Upaya Pencapaian Kesejahteraan Masyarakat
Melalui Pengelolaan Pajak: Relevansi Konsep Al-Kharaj Abu Yusuf Di Indonesia”, hal.
249.
30
Ika Prastyaningsih dan Syamsuri, “Upaya Pencapaian Kesejahteraan Masyarakat
Melalui Pengelolaan Pajak: Relevansi Konsep Al-Kharaj Abu Yusuf Di Indonesia”, hal.
250.
20
lembaga khusus mengenai pajak dan di dalamnya terdapat petugas
pajak yang profesional. Namun sejarah mencatat, sampai tahun 1967
Indonesia menerapkan official assement atau petugas aktif mencari
wajib pajak
5) Barang Tambang (Rikhaj)
Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan
batu bara Pasal 129 menyebutkan pemegang operasi produksi untuk
pertambangan mineral logam dan batu bara wajib membayar sebesar
4% kepada pemerintah dan 6% kepada pemerintah daerah dari
keuntungan bersih sejak berproduksi. Sehingga pajak untuk
pertambangan sebesar 10%. Jika dilihat dari pendapat Abu Yusuf
bahwa pertambangan sama dengan hukum rikhaj maka seharusnya
pajak pertambangan di Indonesia 20% dari keuntungan bersih, karena
rikhaj mempunyai tarif 20%. Jika pemerintah berani menerapkan
konsep pajak pertambangan, Abu Yusuf maka penerimaan negara akan
melampai target dan mungkin saja terjadi surplus anggaran, berbeda
dengan sekarang yang selalu defisit.31
31
Ika Prastyaningsih dan Syamsuri, “Upaya Pencapaian Kesejahteraan Masyarakat
Melalui Pengelolaan Pajak: Relevansi Konsep Al-Kharaj Abu Yusuf Di Indonesia”, hal.
251.
21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Ya‟qub bin Ibrahim bin Habib bin Khunais bin Sa‟ad Al-Anshari Al-Jalbi
Al-Kufi Al-Baghdadi, atau yang lebih dikenal dengan Abu Yusuf, lahir di
Kufah pada tahun 113 H (731 M) dan wafat di Baghdad pada tahub 182 H
(798 M).
2. Kitab-kitab karya Abu Yusuf diantaranya Kitab al-Asar, kitab Ikhtilaf Abi
Hanifah wa ibn Abi Laila, Kitab ar-Radd ‘ala Siyar al-Auza’i, Kitab
Adabu al-Qadhi, Kitab al-Maharij fi al Haili, Kitab al-Jawami’, Kitab al-
Kharaj.
3. Latar belakang pemikiran Abu Yusuf tentang ekonomi, dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik intern maupun ekstern. Faktor intern muncul dari
latar belakang pendidikannya yang dipengaruhi dari beberapa gurunya.
Faktor ekstern, yaitu adanya sistem pemerintahan yang absolut dan
terjadinya pemberontakan masyarakat terhadap kebijakan khalifah yang
sering menindas rakyat.
4. Teori pemikiran Abu Yusuf dalam makalah ini membahas mengenai tiga
hal, antara lain keuangan publik, teori perpajakan, dan mekanisme harga.
5. Terdapat kesamaan antara pemikiran ekonomi Abu Yusuf dengan sistem
penerapan pajak di Indonesia.
B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang
akan datang. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca dalam menambah pengetahuan mengenai pemikiran ekonomi
Abu Yusuf.
22
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Euis. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik
Hingga Kontemporer. Jakarta: Gramata Publishing.
Boedi, Abdullah. 2010. Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam. Bandung:
Pustaka Setia.
Karim, Adiwarman Azwar. 2014. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.
Jakarta: Rajawali Pers.
Nurseha, Muhammad Achid. 2018. Abu Yusuf Suatu Pemikiran Ekonomi.
Jurnal Labatila. Vol. 1 No. 2.
Oky, Rachmatullah. 2019. Teori Pajak Menurut Abu Yusuf Sebuah
Alternatif Solusi Perpajakan Di Indonesia. Jurnal Ihtishoduna. Vol. 8 No. 1.
Prastyaningsih, Ika dan Syamsuri. 2018. Upaya Pencapaian
Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pengelolaan Pajak: Relevansi Konsep Al-
Kharaj Abu Yusuf Di Indonesia. Jurnal an-Nisbah. Vol. 5 No. 1.
LABATILA: Jurnal Ilmu Ekonomi Islam e-ISSN: 2621-3818
Vol: 1, No. 2, Juni 2018 p-ISSN:2614-6894
ABU YUSUF
(Suatu Pemikiran Ekonomi)
Pemikiran ekonomi Islam yang diulang-ulang sejak awal. Tema ini pula yang
ditekankan Abu Yusuf dalam surat yang panjang yang dikirimkannya kepada
Khalifah Harun Al-Rashid yang kemudian dikenal dengan Kitab Al-Kharaj. Kitab ini
berisi tentang berbagai ketentuan tentang sistem ekonomi terutama dalam hal kharaj,
usyur, shadaqah, dan jawali. Abu Yusuf merupakan salah satu ulama yang
mengkritisi masalah peningkatan dan penurunan produksi pada perubahan harga-
harga di pasaran, termasuk faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hal ini dilakukan
beliau jauh sebelum teori permintaan dan penawaran yang dibahas di negara-negara
Eropa, termasuk didalamnya teori-teori yang digagas oleh Adam Smith (1776 M)
dalam The Wealth Of NationsDalam kebijakan pengendalian harga komoditas
ekonomi, Abu Yusuf menentang intervensi pemerintah dalam menentukan harga.
Beliau juga berpendapat bahwa harga komoditas ekonomi tidak selalu bergantung
pada banyak atau sedikitnya produksi. Menurut beliau, selain pengaruh dari jumlah
penawaran, harga juga dipengaruhi oleh kekuatan permintaan. Ada faktor-faktor yang
tidak dapat dilihat dalam menentukan tinggi-rendahnya suatu harga.
Kata Kunci: Abu Yusuf, Pemikiran Ekonomi.
PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi Islam saat ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah
pemikiran Islam tentang ekonomi pada masa lalu. Adalah suatu keniscayaan jika
pemikir muslim berupaya untuk membuat solusi atas segala persoalan hidup di
masanya dalam perspektif yang dimiliki. Keterlibatan pemikir muslim dalam
kehidupan masyarakat yang kompleks dan belum adanya pemisahan disiplin
keilmuan memjadikan pemikir muslim melihat fenomena masyarakat dalam konteks
Selain itu beliau juga merupakan salah satu ulama yang mengkritisi masalah
peningkatan dan penurunan produksi pada perubahan harga-harga di pasaran,
termasuk faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hal ini dilakukan beliau jauh
sebelum teori permintaan dan penawaran yang dibahas di negara-negara Eropa,
termasuk didalamnya teori-teori yang digagas oleh Adam Smith (1776 M) dalam The
1
Nur Chamid. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010). Hlm. 104
2
Al-Qadhi Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim (selanjutnya disebut Abu Yusuf). Kitab Al-Kharaj,
(Beirut: Dar Al-Ma’rifah, 1979), hlm. 3
3
Al-jawali, merupakan jama’ dari kata jaliyah yaitu suatu kelompok atau golongan yang
memisahkan diri dari kedaulatan negaranya dan membentuk suatu negara baru. Lihat footnote 1, Abu
Yusuf. Ibid., hlm. 3.
4
Adiwarman Azwar Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta: PT. Pustaka
Pelajar, 2001). Hlm. 10
PEMBAHASAN
Nama lengkap beliau adalah Abu Yusuf Ya’kub Bin Ibrahim Bin Habib
Al-Anshari. Beliau lahir di Kufah, Irak, pada tahun 113H/731M dan wafat di
Baghdad pada tahun 182 H/798 M. Beliau adalah shabat sekaligus murid dari
Abu Hanifah.6 Beliau adalah ketua mahkamah agung pada masa Daulah
Abbasiyah, seorang ahli fikir, ahli tafsir, ahli hadits, sejarawan, sastrawan dan
seorang teolog di Irak. Beliau berasal dari suku Bujailah, salah satu suku bangsa
Arab. Keluarganya disebut al-Anshari karena dari pihak ibu masih masih
mempunyai hubungan dangan kaum Anshar.7
Sejak kecil beliau memiliki minat ilmiyah yang tinggi, tetapi kelemahan
ekonomi orangtuanya memaksa beliau ikut bekerja mencari afkah. Beliau sangat
5
Adiwarman Azwar Karim. Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kotemporer. Cet. Kedua (Jakarta:
Gema Insani Press, 2003). Hlm. 155
6
Nama lengkap beliau Abu Hanifah Al-Nu’man Ibn Tsabit Bin Zauti, ahli hukum Islam yang
dilahirka di Kufah tahun 80H/699M pada masa pemeritahan Abdul Malik Bin Marwan dan meninggal
pada tahun 150 H/767 M. Beliau adalah seorang non-Arab keturunan Persia. beliau lebih dikenal
denga sebagai imam madzhab hukum yang sangat rasionalis yang berprofesi sebagai penjahit pakaian
(taylor) dan pedagang dari Kufah, Iraq. Beliau adalah penggagas keabsahan dan ke-shahihan hukum
kontrak jual-beli dengan apa yang dikenal dewasa ini dengan bai’ as-salam dan al-murabahah. Beliau
wafat pada tahun 150 H dengan meninggalkan beberapa karya tulis antara lain al-makharif fi al-fiqh,
al-musnad (sebuah kitab hadits yang dikumpulkan oleh para muridnya) dan al-fiqh al-akbar. A.
Rahman Ritonga, dkk. Ensiklopedi Hukum Islam. (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1996). Hlm. 12.
Lihat Heri Sudarsono. Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar (Yogyakarta: EKONISIA, 2004). Hlm.
149-150.
7
A. Rahman Ritonga, dkk. Ensiklopedi Hukum Islam…, Hlm. 16
Beliau sangat terarik untuk mendalami ilmu fiqih. Beliau mulai belajar
fiqih pada Ibnu Abi Laila8 dan kemudian kepada Imam Abu Hanifah, pendiri
Madzhab Hanafi. Karena kecerdasan beliau, Abu hanifah berharap Abu Yusuf
akan menggantikannya sebagai penyebar madzhab Hanafi setelah beliau wafat.
Abu Hanifah pernah memuji beliau bahwa jika Abu Hanifah tidak mempunyai
murid selain Abu Yusuf maka itu sudah cukup menjadi kebangggan bagi umat
manusia. Setelah Abu Hanifah wafat maka Abu Yusuf menggantikan kedudukan
gurunya pada perguruan Imam Abu Hanifah selama 16 tahun dan tidak
berhubungan dengan kegiatan pemerintahan.
8
Nama lengkap beliau adalah Muhammmad Bin Abdurrahman Bin Abi Laila. Beliau adalah
serang ulama dan penjabat hakim di Kufah, Iraq, yang wafat tahun 148 H. A. Rahman Ritonga, dkk.
Ensiklopedi Hukum Islam. Hlm. 16
9
H. A. R. Gibb, dkk. The Encyclopaedia Of Islam, New Edition (Leiden: E.J. Brill, 1960).
Hlm. 164-165.
10
A. Rahman Ritonga, dkk. Ensiklopedi Hukum Islam. Hlm. 17
a. Kitab Al-Atsar,
11
Ibid., hlm. 17
12
Lihat footnote 8.
d. Kitab Al-Kharaj,
Menurut Ibnu Nadim, masih banyak lagi kitab-kitab karya Imam Abu
Yusuf yang lainnya misalnya kitab ash-shalah (tentang shalat), kitab az-zakat
(tentang zakat), kitab ash-shiyam (tentang puasa), kitab al-bai’ (tentang jual-beli),
kitab al-fara’id (tentang hukum waris), dan kitab al-wasiyyah (tentang
wasiyat).15
13
Beliau adalah seorang ulama yang berasal dari Beirut, Libanon, yang hidup satu zaman
dengan Abu Hanifah. Di dalam bidang ekonomi, ajaran beliau cenderung membenarkan kebebasan
dalam kontrak dan memfasilitasi orang-orang dalam transaksi mereka. Beliau adalah penggagas
orisinalitas dalam ilmu ekonomi syariah. Gagasan-gagasannya antara lain adalah kebolehan dan ke-
shahih-an sistem muzara’ah sebagai bagian dari bentuk murabahah dan membolehkan peminjaman
modal, baik dalam bentuk tunai atau sejenisnya. Lihat Nur Chamid. Jejak Langkah… Hlm. 152.
14
Heri Sudarsono. Konsep Ekonomi Islam…, Hlm. 152.
15
A. Rahman Ritonga, dkk. Ensiklopedi Hukum Islam. Hlm. 17
Dalam hal menyikapi tentang positivisme tersebut dalam salah satu pesan
terhadap Khalifah Harun Ar-Rasyid pada Kitab Al-Kharaj, mengatakan: “anda tidak
diciptakan dengan sia-sia dan tidak akan dibiarkan tanpa pertangungjawaban. Allah
akan menanyakan tentang segala sesuatu yang anda miliki dan apa yang anda
lakukan terhadapanya.” 17
1. Bidang Fiskal
16
Positivisme dalam pengertian ilmu ekonomi konvensional adalah netralitas ekonomi
terhadap suatu apapun atau idependensi dari kedudukan etika atau penilaian normatif. Keberadaannya
bersifat alami. Dalam paham ini dapat dikatakan bahwa ilmu ekonomi mengesampingkan ilmu-ilmu
lain yang tidak berkaitan dangannya. Salah satu bentuk paham positifisme adalah bahwa
tanggungjawab sosial satu-satunya adalah meningkatkan keuntungan secara ekonomi. Umer Chapra.
Masa Depan Ilmu Ekonomi, Sebuah Tinjauan Islam, Alih Bahasa: Ikhwan Abidin B. (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001). Hlm. 56.
17
Abu Yusuf juga berpesan kepada Khalifah Harun Al-Rasyid bahwa jika dihadapkan pada
dua pilihan antara kepentingan dunia dan kepentingan akhirat maka hendaknya memilih kepentingan
akhirat karena kepentingan dunia bersifat sementara dan kepentingan akhirat bersifat abadi. Abu Yusuf.
Kitab Al-Kharaj..., hlm. 4
18
Abu Yusuf. Kitab Al-Kharaj..., hlm. 110.
19
Boedi Abdullah. Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam (Bandungl Pustaka Setia, 2010).
Hlm. 153- 155
20
Ghanimah yaitu: segala sesuatu yang dikuasai kaum muslim dari harta kaum non-muslim
melalui peperangan. Lihat Nur Chamid. Jejak Langkah…, hlm. 157.
21
Zakat merupakan instrumen keuangan negara yang menjadi sumber utama pendapan negara
pada saat itu. Namun dalam hal ini Abu Yusuf tidak menjelaskan secara rinci mengenai hukum-hukum
zakat sebagai mana ulam fiqih yang lain. beliau hanya menjelaskan secara umum mengenai hal ini.
22
Fay’ adalah segala sesuatu yang dikuasai oleh kaum muslim dari harta orang non-musliam
dengan tanpa peperangan. Lihat Nur Chamid. Jejak Langkah…, hlm. 159.
23
Jizyah adalah pajak yang dibebnkan kepada kaum non-muslim yang dilindungi oleh suatu
negara Islam. Ibid., hlm. 160.
24
‘usyr merupakan sejumlah harta yang dibebankan atas perdagangan yang dilakukan oleh
kaum non-muslim ahlu dzimmah dan penduduk dar al-harb yang melewati perbatasan negara Islam.
Ibid., hlm. 160.
Argumen Abu Yusuf dalam hal ini bahwa pajak berdasarkan ukuran
tanah (baik yang ditanami atau yang tidak) dibenarkan hanya jika tanah tersebut
subur. Ini dikarenakan pada saat itu banyak tanah-tanah petani yang luas tetapi
tidak subur.28 Selain itu, sistem kharaj wadifah/misahah tidak memiliki
ketentuan apakah pajak dikumpulkan dalam bentuk uang atau sejumlah barang.
Kecenderungan perubahan harga bahan pangan (dalam hal ini gandum) selain
25
Kharaj merupakan pajak tanah yang dikuasai kaum muslim, baik karena peperangan
maupun karena pemilikya mengadakan perjanjian damai dengan pasukan muslim. Ibid., hlm. 160.
26
Abu Yusuf. Kitab Al-Kharaj..., hlm. 117.
27
Terdapat dua sistem pajak (kharaj) pada saat itu yaitu:
a. Kharaj muqasamah, yaitu suatu sistem dimana pajak dipungut berdasarkan hasil panen, bukan dari
luas tanah garapan (proporsional tax).
b. Kharaj wadhifah atau misahah, yaitu suatu sistem dimana pajak dipungut berdasarkan luas tanah
garapan yang bersifat tetap (fixed tax). Abu Yusuf. Kitab Al-Kharaj..., hlm 109.
28
Ibid., hlm. 48
Selain itu Abu Yusuf tercatat sebagai salah satu ulama yang paling awal
menyinggung mekanisme pasar. Beliau memperhatikan peningkatan dan
penurunan produksi dalam kaitannya dengan perubahan harga. Beliau
mengatakan dalam kitab Kitab al-Kharaj: “tidak ada batasan tertetu tentang
murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya.
Prinsipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan,
demikian juga mahal tidak disebabkan kelangkaan makanan. Murah dan mahal
adalah ketentuan Allah. Kadang-kadang makanan berlimpah tetapi tetap mahal
dan kadang-kadang makanan sangat sedikit tatapi murah.”30
29
Elias Tuma, sebagaimana dikutip oleh Adiwarman Karim, mencatat bahwa para penguasa
pada periode itu umunya memcahkan masalah kenaikan harga dengan menambah suplai bahan
makanan dan mereka menghindari kontrol harga. Kecenderungan yang ada dalam pemiiran ekonomi
Islam adalah membersihkan pasar dari praktik penimbunan, monompoli, dan praktik korup lainnya dan
kemudian membiarkan penentuan harga kepada kekuatan permintaan dan penawaran. Abu yusuf tidak
dikecualika dalam hal kecenderungan ini. Lihat Adiwarman Azwar Karim. Sejarah Pemikiran…, hlm.
11
30
Abu Yusuf. Kitab Al-Kharaj..., hlm 48-49.
Fernomena yang terjadi pada masa itu adalah pada saat terjadi
kelangkaan barang maka harga akan cenderung tinggi, sedangkan jika ketika
persediaan barang melimpah maka harga akan cenderung lebih rendah. Kenaikan
dan penurunan harga yang berbanding tebalik dengan jumlah persediaan barang
selanjutnya dapat dijelaskan dalam bentuk drafik sebagai berikut:
P1
P2
Q2 Q1
31
Adiwarman A. Karim. Ekonomi Islam…, hlm. 155.
Hal ini lah yang kemudian dikritisi oleh Abu Yusuf yang menyatakan
bahwa jika kadang-kadang makanan berlimpah tetapi harga tetap tinggi, dan
kadang-kadang jumlah makanan sedikit tetapi harganya tetap murah. Abu Yusuf
menyangkal pendapat umum tentang hubungan terbalik antara persediaan barang
dangan harga karena pada kenyataannya harga tidak tergantung pada permintaan
saja, tetapi juga pada tergantung pada kekuatan penawaran. Jika jumlah barang
banyak dengan daya beli masayarakat yang tinggi pula maka harga juga akan
mengalami kenaikan. Begitu juga sebaliknya, jika persediaan sedikit tetapi daya
beli masyarakat rendah maka harga juga akan mengalami penurunan.
P1
P2
Q2 Q1
32
Nur Chamid. Jejak langkah…, hlm. 163-165
D = Q = f (P)
Abu Yusuf memang tidak secara rinci menyebutkan sebab-sebab naik atau
turunnya suatu harga komoditas. Beliau hanya membantah bahwa harga barang tidak
selalu dipengaruhi oleh ketersediaan barang dipasar. Karya-karya beliau juga tidak
pernah menyinggung masalah ini, sehingga tidak dapat disimpulkan secara pasti apa
alasan beliau mengemukakan pendapatnya tersebut.
S = Q = f (p)
KESIMPULAN
Bahwa dalam pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara, Abu Yusuf
menyarankan pemerintah menggunakan sistem kharaj muqasamah (proporsional tax),
di mana pajak dipungut berdasarkan hasil dari pertanian, bukan dari luasnya lahan.
Ini dimaksudkan untuk melindungi para petani yang mempunyai lahan yang luas
tetapi terdapat lahan-lahan yang kurang produktif. Selain itu, fluktuasi harga
komoditas pertanian yang tidak menentu akan memjadi beban kepada masyarakat jika
kharaj wadhifah/misahah dengan tarif berdasarkan luas lahan tetap dilaksanakan.
33
Adiwarman A. Karim.. Ekonomi Mikro Islam, edisi ke-3 (Jakarta: Rajawali Press, 2007).
Hlm. 20
Rachmatullah Oky
e-mail: kasyafi@gmail.com
Universitas Darussalam Gontor, Indonesia
Abstract:
Taxes are one of the sources of state opinion that has been formally used to sustain
the development of a country. In this regard taxes may be said to be the main
pillars of development, including the financing of civil servants, buying combat
equipment, building infrastructure, etc. Unfortunately taxes taken from these
people are often misused in its implementation as a support for development and
are enjoyed only by a handful of people. Abu Yusuf, an economic thinker and also
a faqih in the Abassiyah dynasty, has written the theory of this tax in his book Al-
Kharaj which discusses the basis of the tax applied, and the reason for the use of
funds in society so that it can be accountable. In this study, it will be known the
things that pertain to the tax applied by Abu Yusuf which can be applied in
modern human life today. Regarding the types of taxes and how they are applied
in the present. So it can be a solution for a country to manage its income from
taxes and use them in the best way.
Pendahuluan
Pajak menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dapat
disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur 1:
1. Iuran dari rakyat kepada negara dan yang berhak memungut pajak
hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
2. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau
dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara
langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat
ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Suatu studi komparatif tentang pemikiran Abu Yusuf dalam kitab ini
menunjukkan bahwa berabad-abad sebelum adanya kajian yang
sistematis mengenai keuangan publik di Barat, Abu Yusuf telah berbicara
tentang kemampuan dan kemudahan para pembayar pajak dalam
pemungutan pajak.Ia menolak tegas pajak pertanian dan menekankan
pentingnya pengawasan yang ketat terhadap para pemungut pajak untuk
menghindari korupsi dan tindak penindasan. Abu Yusuf menganggap
4Faisal basri, 2009. Lanskap ekonomi indonesia kajian dan renungan atas masalah- masalah
struktural, transformasi baru dan prosfek perekonomian indonesia. Jakarta: kencana Perdana
Media Grup hal 7
5Adiwarman Azwar Karim, 2008 Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada hal 53
Subjek utama Abu Yusuf adalah perpajakan dan tanggung jawab ekonomi
dari negara.Sumbangannya terletak pada pembuktian keunggulan pajak
berimbang terhadap sistem pungutan tetap atas tanah, keduanya ditinjau
dari segi pandangan dan keadilan.
Kajian Teoritis
A. Tarif Pajak
Pajak menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun
2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
Adapun beberapa pendapat ulama dan para ahli tentang pengertian pajak
adalah sebagai berikut:Pajak menurut Yusuf Qardhawi adalah kewajiban
yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada
negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari
negara dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
disatu pihak dan untuk merealisasi sebagian tujuan ekonomi, sosial,
politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara.7 Sedangkan
Adriani, mendefinisikan pajak sebagai iuran pada negarayang dapat
dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurutperaturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang
langsung dapatditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaranpengeluaranumum yang berhubungan dengan tugas
pemerintah.8
6Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 27.
7 Ibid
8Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 23.
9 Ibid hal 24
B. Konsep Pajak
Dalam bahasa Arab pajak disebut kharaj yang berasal dari
katakharajyang berarti mengeluarkan.11 Secara etimologis kharaj adalah
sejenis pajakyang dikeluarkan pada tanah yang ditaklukkan dengan
kekuatan senjata,terlepas dari apakah si pemilik seorang muslim.12
Dalam pengertian lain,kharaj adalah sesuatu yang dikeluarkan.
Misalnya dengan dikeluarkannyapungutan dari hasil tanah pertanian.
Dapat dikatakan pula bahwa kharajadalah hasil bumi yang dikenakan
pajak atas tanah yang dimiliki oleh non muslim.13
Dalam istilah lainkharaj adalah uang sewa yang menjadi milik negara
akibat pembebasan tanah itu oleh tentara Islam. Tanah itu dipandang
sebagai milik negara dan disewakan kepada penduduk muslimin dan
10Ibid hal 25
11Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir: Kamus Arab – Indonesia, Yogyakarta: Pon. Pes.Al-
Munawir, 1984, hlm. 356.
12M. Abdul Mannan, Teori &Praktek Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1993, hlm.
250.
14Rodney Wilson, “Islamic Business Theory and Practice”, (terj.) J.T. Salim, Bisnis Islam
Menurut Islam Teori dan Praktik, Jakarta: PT. Intermasa, cet. 1, 1988, hlm. 128.
15Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
hlm. 31
2. Kharaj
Kharaj adalah sejenis pajak yang dikenakan pada tanah yang terutama
dilakukan oleh kekuasaan senjata, terlepas dari pemilik ituseorang
yang di bawah umur, seorang dewasa, seorang bebas, budak,muslim
ataupun tidak beriman19.
20Muhammad, Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Ekonomi Islami, edisi 1, Jakarta: Salemba
Empat, 2002, hlm. 200
21Muhammad Abdul Mannan, op. cit., hlm. 250.
22Irfan Mahmud Ra‟ana, op. cit., hlm. 119.
3. Usyr
Usyr adalah pajak perdagangan atau bea cukai (pajak impor dan
ekspor).24Usyr dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku
terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. 25 Tingkat bea
orang orang yang dilindungi adalah 5% dan pedagang muslim 2,5%. 26
Usyr ini diprakarsai oleh Umar.Untuk kelancarannya khalifah Umar
menunjuk pejabat-pejabat yang disebut asyir dengan batas-batas
wewenang yang jelas.Pajak ini hanya dibayar sekali setahun,
sekalipun seorang pedagang memasuki wilayah Arab lebih dari sekali
dalam setahun27.
24Ibrahim Hosen, Hubungan Zakat Pajak dan Pajak di Dalam Islam, dalam Zakat dan Pajak,ed.
Wiwoho dkk, Jakarta: Yayasan Bina Pembangunan, cet 1, 1991, hlm. 141
25Muhammad, op. cit., hlm. 183.
26Adiwarman Karim, op. cit., hlm. 32.
27Irfan Mahmud Ra‟ana, op. cit., hlm. 137-138
28Al-Khatib Al-Baghdady, Tarikh Al-Baghdad Beirut: Dar Al-Fikri, 1989 h. 329.
Selain itu juga tokoh seperti Sulaiman Al-Tamimi dan Yahya Ibnu Said.
Masing-masing ulama terbesar tersebut sempat menjadi tempat Abu
Yusuf menimba ilmu pengetahuan.30
2916Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam Bandung: Pustaka Setia, 2010, h.
150.
30Phillip K. Hitti, History of The Arab London: Macmillan, 1970 h. 281.
hidup pada masanya dan hal ini pula yang mendorongnya untuk
menekuni beberapa kajian, terutama dalam kajian-kajian hadis, meskipun
dalam perjalanan pendidikannya harus bekerja mencari nafkah karena
kelemahan ekonomi orang tuanya.Kemudian Abu Yusuf tertarik untuk
mendalami ilmu fikih bersama gurunya Ibnu Laila (W. 148 H).31
Selanjutnya Abu Yusuf belajar pada Imam Abu Hanifah pendiri mazhab
Hanafi.Melihat bakat dan semangat serta ketekunan Abu Yusuf dalam
belajar, Imam Abu Hanifah menyanggupi membiayai seluruh keperluan
pendidikannya, bahkan biaya hidup keluarganya.Imam Abu Hanifah
sangat mengharapkan agar Abu Yusuf kelak dapat melanjutkan dan
menyebarluaskan mazhab Abu Hanifah ke berbagai penjuru.Hal ini dapat
dipahami dari ungkapan Abu Hanifah bahwa Abu Yusuf adalah seorang
yang sangat kuat hafalan dan ilmunya.Tidak ada lagi seorangpun di
seluruh dunia yang lebih luas ilmu fikihnya dari Abu Yusuf. Ungkapan
tersebut memberi gambaran bahwa sekiranya Abu Hanifah tidak
mempunyai murid selain Abu Yusuf niscaya ia telah cukup menjadi
kebanggan besar bagi manusia.32
31Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997,
h. 16.
32Ibid, h. 17
Abu Yusuf dan beberapa orang murid Abu Hanifah lainnya terus
menyebarkan fikih mazhab Hanafi ini sampai akhir hayatnya.Selain itu
mereka juga dikenal mempunyai murid sebagai penyambung mata rantai
dari generasi ke generasi.Murid tersebut kemudian melahirkan tokoh-
tokoh yang memperkenalkan metode pemikiran fikih mazhab Hanafi.
Diantaranya adalah Abu Hasan Al-Karakhi yang menyusun kitab Al-
Ushul, Abu Bakar Al-Razi yang sering disebut dengan Al-Jassas dan
menyusun kitab Ushul Fikih ‘Ulu Al-Jassas, Zaid Al-Dabus, Al-Bazdawi,
Al-Shahisi, Al-Humam dan lainnya.33
Pada tahun 166 H/ 782 M, Abu Yusuf meninggalkan Kufah dan pergi ke
Baghdad.Hal ini dilakukan karena kondisi perekonomiannya tidak
mendukung dalam menunjang karier keilmuannya.Berkat bimbingan
para gurunya serta ditunjang oleh ketekunan dan kecerdasannya, Abu
Yusuf tumbuh sebagai seorang alim yang sangat dihormati oleh berbagai
kalangan, baik ulama, penguasa maupun masyarakat umum.Tidak jarang
berbagai pedapatnya dijadikan acuan dalam kehidupan
bermasyarakat.Bahkan, tidak sedikit orang yang ingin belajar kepadanya.
Di antara tokoh besar yang menjadi muridnya adalah Muhammad bin Al-
Hasan Asy-Syaibani, Ahmad bin Hanbal, Yazid bin Harun Al-Wasithi, Al-
Hasan bin Ziyad Al-Lu‟lui, dan Yahya bin Adam Al-Qarasy. Di sisi lain,
sebagai salah satu bentuk penghormatan dan pengakuan pemerintah atas
keluasan dan kedalaman ilmunya, khalifah Dinasti Abbasiyah, Harun Ar-
Ketika Abu Yusuf menjabat sebagai Qadi Al-Qudah, beliau diminta oleh
Harun Ar-Rasyid untuk menulis buku umum yang akan dijadikan sebagai
pedoman dalam administrasi keuangan negara. Buku tersebut dijadikan
pedoman penegakan hukum, untuk menghindari kezaliman terhadap
rakyat yang disebabkan oleh perbedaan kedudukan atau agama.36
39Yusuf al-Qardhawi, Peran Nilai dan Moral Perekonomian (Jakarta: Rabbani press:
1997), h.431
40Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2008, h. 107.
41 Ibid
42 Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h.
158.
mereka pajak dengan atas nama sedekah. Karena mereka Sejak dulu mau
membayar sedekah dengan berlipat ganda asa tidak bernama
pajak.Mendengar hal itu pada mulanya khalifah Umar menolak usulan
ini, tetapi kemudian hari justru menyetujuinya, sebab di dalamnya
terdapat unsur mengais manfaat dan mencegah mudharat43.Sebagai
contoh dalamsentralisasi pembuatan keputusan dalam administrasi
pajak.44Dalam bukunya kitab al-Kharaj, Abu Yusuf menguraikan kondisi-
kondisi untuk perpajakan, yaitu:
1. Charging a justifiable minimum (harga minimum yang dapat
dibenarkan)
2. No oppression of tax-payers (tidak menindas para pembayar pajak)
3. Maintenance of a healthy treasury, (pemeliharaan harta benda yang
sehat)
4. Benefiting both government and tax-payers (manfaat yang diperoleh
bagi pemerintah dan para pembayar pajak)
5. In choosing between alternative policies having the same effects on
treasury, preferring the one that benefits tax-payers (pada pilihan antara
beberapa alternatif peraturan yang memeliki dampak yang sama pada
harta benda, yang melebihi salah satu manfaat bagi para pembayar pajak 45
Abu Yusuf dengan keras menentang pajak pertanian.Ia menyarankan agar
petugas pajak diberi gaji dan perilaku mereka harus diawasi untuk
mencegah korupsi dan praktek penindasan.Dan mengusulkan
penggantian system pajak tetap (lumpsum system) atas tanah menjadi
pajak proporsional atas hasil pertanian.Sistem proporsional ini lebih
mencerminkan rasa keadilan serta mampu menjadi automaticstabilizer
46Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: RGP: 2004), h.14-
15
48Mustafa Edwin, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: KPMG, 2007), h. 186 .
49 Opcit Lihat Adiwarman Karim Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam hal 15
Iqtishoduna: Jurnal Ekonomi Islam | 21
p-ISSN: 2252-5661, e-ISSN: 2443-0056
Rachmatullah Oky
52 Ibid
53 Mawardi, Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah (Beirut: Dar Al-Fikri, 1986), h. 252.
Iqtishoduna: Jurnal Ekonomi Islam | 23
p-ISSN: 2252-5661, e-ISSN: 2443-0056
Rachmatullah Oky
Sistem yang ditawarkan oleh abu yusuf masih sangat relevan diterapkan
pada jaman sekarang, apalagi dengan sistem self assesment yang
diterapakan di Indonesia memungkinkan terjadinya kecurangan oleh
wajib pajak, sejarah mencatat sampai tahun 1967 Indonesia
menerapkan official assessment atau petugas pajak yang aktif mencari
wajib pajak.58
PBB atau Kharaj
Pajak Bumi dan Bangunan pertama kali diatur dalam UU no 12 tahun
1985, kemudian diubah di dalm UU no 12 Tahun 1994.Di dalam PBB ada
yang namanya NJOP atau Nilai Jual Objek Pajak yaitu harga rata-rata
yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.NJOP
dijadikan dasar pengenaan pajak yang setiap tiga tahun ditentukan oleh
57Faisal basri, 2009. Lanskap ekonomi indonesia kajian dan renungan atas masalah-
masalah struktural, transformasi baru dan prosfek perekonomian indonesia. Jakarta:
kencana Perdana Media Grup. hlm 38.
58Ahmad Muti, Keuangan Publik Islam menurut kitab Al kharaj abu yussuf
relevansinya dengan APBN,Jakarta : UI,2007. Hlm 151.
61Opcit Lihat Ahamd Muti Keuangan Publik Islam menurut kitab Al kharaj abu yussuf
relevansinya dengan APBN, jakarta : UI,. Hlm 145
62 Opcit Casavera, Perpajakan Yogyakarta .hlm 235
Pajak bea cukai dalam istilah abu yusuf adalah usyur, usyur petama kali
dilakukan ketika khalifah umar bin khatab. Pada waktu itu Musa Al-Asari
menulis surat kepada khalifah umar tentang pedagang kaum muslim
yang mendatangi wilayah kafir harbi dikenakan usyur 1/10. Maka
khalifah memerintahkan Abu Musa untuk mengambil jumlah pajak yang
sama dari mereka, dari ahli dzimih 5% dan dari pedagang muslim 2,5%
dengan batas minimal barang mencapai 200 dirham63 Dilihat dari
relevansinya usyur dengan bea cukai pada jaman modern ini maka dapat
disimpulkan beberapa hal antara lain :
(1) usyur adalah bentuk pajak barang niaga yang dibayarkan kepada
negara dengan tujuan atas perlindungan dan kemaslahatan umum,
(2) usyur merupakan bentuk pajak yang melihat pribadi pemiliknya,
sebab jumlah yang dikenakan akan berbeda sesuai dengan agamanya,
berbeda dengan pajak bea cukai pada saat ini yang tidak melihat sisi
agama pemiliknya dalam hal ini pajak yang dikenakan usyur untuk
muslim, bukan hanya menjadi pajak tetapi juga zakat atas barang
niaganya.
(3) usyur adalah bentuk pajak tidak langsung, karena ia dikenakan atas
barang perniagaan yang pembayarnnya dilakukan di pos perbatasan
negara baik di pintu masuk maupun di pintu keluar sebagaimana pajak
bea cukai saat ini.
(4) usyur ialah pajak nominal, yang dihitung dengan ukuran kadar
tertentu yaitu sebesar 200 dirham sebagai batas minimal, berbeda dengan
pajak bea cukai yang mengambil dari dasar nominal terhadap sebagaian
barang dagangan dengan standar barang yang lain. 64
63Opcit Lihat Ahmad Muti, Keuangan Publik Islam menurut kitab Al kharaj abu yussuf
relevansinya dengan APBN, jakarta : UI,. Hlm 145
64 OpCit lihat Ahmad Muti, 2007 Keuangan Publik Islam menurut kitab Al kharaj abu
65
Penutup
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mensejahterakan rakyat
sebagaiman tertuang di dalam tujuan negara yang terdapat dalam
pembukaan UUD 1945. Islam sangat konsen dengan kesejahteraan umat,
hal ini sudah dicontohkan oleh Nabi Muhamad, para sahabat, maupun
khalifah islam yang memerintah ketika Islam jaya di jazirah arab.
Di dalam usaha mensejahterakan rakyat tentunya perlu biaya, pemerintah
harus mencari potensi penerimaan negara.Pajak merupakan potensi yang
sangat besar di dalam penerimaan negara. Pemerintah harus bisa
menerapkan pajak yang memberikan rasa adil kepada seluruh warga
negara.
Maka dari pemaparan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut: (1). Tarif
pajak muqasomah yang dikemukakan oleh Abu Yusuf atau Tarif pajak
proposional sudah diterapkan di indonesia. seperti pajak PBB dan PPN,
namun penerapannya di Indonesia masih belum menyeluruh di semua
pajak pertanahan (2). Sistem self assesment yang diterpkan di indonesia
hampir sama dengan Qabalah yang dijelaskan oleh Abu Yusuf, akan
tetapi penggunaan sistem self assessment dibatasi oleh pemerintah,
khusus untuk perusaahan besar alangkah baiknya menggunakan
sistem official assesment (3). Pajak Kharaj yang berdasarkan tingkat
kesuburan, di indonesia sama dengan PBB yang berdasarkan luas
wilayah dan NJOP. Kalau kharaj diterapkan di indonesia maka potensi
pajak dari PBB lebih besar karena Indonesia negara agraris. (3). Usyur
diterapkan di Indonesia dengan adanya bea cukai, tetapi dengan tidak ada
pembeda hanya berdasarkan kepemilikan objek pajak (4).Pemerintah
dituntut bukan hanya intensifikasi pajak saja, tetapi pemerintah juga
harus berani ekstensifikasi dan diversifikasi pajak, terutama bidang
pertambangan yang punya potensi sangat besar. Banyak perusahaan
asing yang mengeruk kekayaan alam indonesia, tetapi mereka membayar
pajak relatif kecil. Karena pajak pertambangan sama dengan rikhaj yaitu
1/5.
Daftar Pustaka
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1997
Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004
Faisal basri, 2009. Lanskap ekonomi indonesia kajian dan renungan atas
masalah- masalah struktural, transformasi baru dan prosfek
perekonomian indonesia. Jakarta: kencana Perdana Media Grup
http://www.bps.go.id/2015/
Ibrahim Hosen, Hubungan Zakat Pajak dan Pajak di Dalam Islam, dalam
Zakat dan Pajak,ed. Wiwoho dkk, Jakarta: Yayasan Bina
Pembangunan, cet 1, 1991
Menurut Islam Teori dan Praktik, Jakarta: PT. Intermasa, cet. 1, 1988,
Rodney Wilson, “Islamic Business Theory and Practice”, (terj.) J.T. Salim,
Bisnis Islam
dari kaum muslimin, non-muslim dan sumber umum. Walau bagaimana pun
ada satu instrument pendapatan Negara yang memungkinkan diterapkan di
Negara Indonesia pada masa kejayaan Islam yaitu pemungutan pajak tanah
(kharaj) kepada seluruh penduduk muslim maupun non-muslim. Abu Yusuf
seorang tokoh pemikir ekonom muslim pada masa keemasan khalifah Harun
al Rasyid, dengan terbitnya kitab fenomenalnya al Kharaj sebagai buku
petunjuk administrasi dalam mengelola baitul mal yang baik dan benar
untuk mencapai kesejahteraan umat. Perlu kiranya dikaji ulang melihat
sejauhmana relevansinya konsep tersebut saat ini. Akhirnya artikel ini
memberikan tawaran dengan lima konsep al-kharaj Abu Yusuf yang
memungkin diterapkan di negara Indonesia yaitu tarif pajak muqosamah,
sistem self assesment, pemungutan pajak berdasarkan kesuburan tanah, usyur
sebagai bea cukai, intensifikasi pengelolaan pajak dan intensifikasi
pengawasan pajak.
Keyword: al-Kharaj, Tanah, Kesejahteraan Masyarakat
PENDAHULUAN
Dalam menjalankan pemerintahan yang baik berbagai
kebijakan ekonomi digunakan pemerintah untuk mengelola
perkonomian terutama terkait kebijakan fiskal meliputi penerimaan
dan belanja negara. Sektor fiskal ini adalah sektor yang melibatkan
peran negara dan dianggap sebagai alat yang efektif untuk mencapai
tujuan ekonomi.1 Dalam pemerintahan islam dimasa Rasulullah SAW
sumber penerimaan kebijakan fiskal digolongkan menjadi tiga yaitu
kaum muslim, kaum non muslim dan sumber umum. Dimana
pendapatan pemerintahan berasal dari berbagai jenis perpajakan
seperti Zakat,2 ushr,3 jizyas, kharaj, fai, ghanimah, khums4 dan kaffarat.
PEMBAHASAN
4 Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran ekonomi islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), hlm. 58.
5 Ugi Suharto, Keuangan Publik Islam Reinterprestasi Zakat Dan Pajak, (Yogyakarta:
Pusat Studi Zakat, 2014), hlm. 94-113.
6 Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf, (Yogyakarta: Pusat Studi
Ekonomi Islam, 2003), hlm.78.
belajar bersama abu hanifah dikenal sebagai tangan kanan abu hanifah
dalam menyebarkan madzhab hanafi. Abu yusuf tumbuh menjadi
menjadi seorang alim yang sangat dihormati oleh berbagai kalangan
baik ulama, pengusaha maupun masyarakat umum.
Penulisan kitab al kharaj abu yusuf didasarkan pada perintah dan
pertanyaan khalifah harun arasyid mengenai berbagai persoalan pajak.
Kitab ini mempunyai orientasi birokratik karena ditulis untuk
merespon permintaan khalifah harun arasyid yang ingin dijadikan
buku petunjuk administrasi dalam rangka mengelola baitul mal yang
baik dan benar, sehinngg bisa terbentuk yang makmur dan adil.9 Di
dalam ini, selain membahas mengenai al kharaj juga membahas
berbagai sumber pendapatan negara lainnya seperti, ghanimah, fai,
kharaj, usur, jizyas, dan shodaqoh yang dilengkapi mekanisme
pengumpulkan dan pendistribusian setiap harta negara sesuai dengan
syariat islam yang berpedoman pada dalil naqli pada al quran dan
hadist dengan dalil aqli. Metode penulisan inlah yang menjadi
pembeda dengan kitab-kitab al kharaj yang ditulis oleh ulama- ulama
pada periode berikutnya.10
11 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari berbagai Aspeknya, (Jakarata: UI Press, 1985),
hlm. 67.
12 Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam. (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoenoe, 1993),
hlm. 89.
13 Ahmad Amin, Daulah Al- Islami, (Kairo: Maktabah Al Nahdiah Al Misriyyah,
1974), hlm.184.
18 Ibid, hlm.122.
19 Quthb Ibrahim. Kebijakan Ekonomi Islam Umar bin Khatab, terj. Ahmad syarifuddin
saleh, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), hlm.100.
20 Euis, mulya, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer.
26 Asmuni, Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf dan Ibn Adam: Eksploitasi awal tentag
konsep keuangan negara, MILLAH: Jurnal Studi Agama, Vol. 4, No. 2, 2005, hlm.
118.
27 M. Nejatullah siddiqi, Recent works on history of economic thougt in silamic, A survey
dalam abdul hasan M, Sadeq dan aidit ghazali, Readings in islamic economic thought,
(Selangor: Daril ihsan, 1992), hlm. 37-38.
28 Adiwarman azhar…, hlm. 242 dam Euis Amalia….. hlm. 121
29 Budi abdullah….., hlm. 158
35 Sularto, St. Menggugat Masa Lalu, Mneggagas Masa depan Ekonomi Islam, (Jakarta:
Kompas, 2008), hlm. 53-54.
36 Faishal Basri, Lanskap Ekonomi Indonesia Kajian Dan Renungan Atas Masalah-
KESIMPULAN
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mensejahterakan
rakyat sebagaiman tertuang di dalam tujuan negara yang terdapat
DAFTAR PUSTAKA
Al arif, M. Nur Rianto. (2015). Pengantar Ekonomi Syariah Teori dan
Praktik, Bandung: Pustaka Setia.
Al marghani, Abdullah Mustofa. (2001). Fathu al mubin fi thabaqat al
Usuliyin, Terj. Husein Muhammad, Pakar- pakar Fiqh Sepanjang
Sejarah. Yogyakarta: LKPSM.
Ash Salabi, Ali Muhammad. (2014). Umar bin Abdul aziz, Khalifah
Pemburu dari Bani Umayyah. Jakarta Timur: Pustaka Pelajar.
Ash- shalabi, Muhammad. (2008). The Great Leader of Umar bin Khattab,
jakarta: Al- Kautsar.
Asmuni. (2005). Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf Dan Ibn Adam:
Eksploitasi Awal Tentag Konsep Keuangan Negara. MILLAH:
Jurnal Studi Agama, Vol. 4, No. 2.
Azhari, Akmal Tringan Dkk. (2006). Dasar- Dasar Ekonomi Islam,
Bandung: Cipta Pustaka Media.
Azmi, Sabaudin. (2002). Islamic Economic: Public Finance In Early Islamic
Thought. New Delhi: Goodword Books.
Basri, Faishal. (2012). Lanskap Ekonomi Indonesia Kajian Dan Renungan
Atas Masalah- Masalah Struktural, Transformasi baru dan Prospek
Perekonomian Indonesia. Jakarta: Kencana Perdana Media Grup.
Boedi, Abdullah. (2010). Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, Bandung:
Pustaka Setia.
Chamid, Nur. (2010). Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dahlan, Abdullah Aziz. (1997). Enslikopedi Hukum Islam. Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve.