Anda di halaman 1dari 17

BARISAN DAN DERET

1. BARISAN
Barisan bilangan adalah susunan bilangan atau urutan bilangan yang dibentuk
menurut pola atau aturan tertentu. Aturan tertentu dapat berupa rumus, bentuk
aljabar atau bentuk persamaan lainnya. Masing-masing bilangan disebut suku
barisan dan dilambangkan dengan huruf “U”. Suku umum suatu barisan bilangan
dilambangkan dengan “ U n ” dimana n menunjukkan nomor urut suku (n € bilangan
asli).
Jika bilangan pertama U 1 , bilangan kedua U 2 , bilangan U 3 ,... dan bilangan

ke-n adalah U n , barisan bilangan itu dituliskan: U 1 ,U 2 ,U 3 ,...,U n . 1

Nama suatu barisan biasanya dicirikan oleh bilangan-bilangan yang


membentuk barisan itu, misalnya:
a. Barisan bilangan cacah: 0,1,2,3,4,...
b. Barisan bilangan prima: 2,3,5,7,11,...
c. Barisan bilangan ganjil: 1,3,5,7,9,...2
d. Barisan bilangan fibonacci: 2,3,5,8,13,...

1.1 BARISAN ARITMATIKA


Suatu barisan bilangan U1, U2, U3, ... , Un disebut barisan aritmatika jika
diantara dua suku yang berurutan mempunyai selisih (beda) yang konstan
(tetap).
a. Rumus Beda pada Barisan Aritmatika

b = Un – Un-1 Keterangan: Un = suku ke-n


Un-1 = suku ke-(n-1)
b. Rumus Suku Umum ke-n

Un = a + (n-1)b Keterangan: a = suku pertama


b = beda (selisih dua suku berurutan)3

1
Tim VIVA PAKARINDO, MATEMATIKA SMA/MA dan SMK/MAK Kelas X Semester 1, (Klaten:
VIVA PAKARINDO), hlm. 59.
2
Ibid., hlm. 60.
3
Ibid., hlm. 61.

Barisan dan Deret | 1


c. Rumus Suku Tengah Barisan Aritmatika Jika n Ganjil
1 Keterangan:
Uk = (U1 + U2k-1)
2
Uk = suku tengah
U2k-1 = suku terakhir dengan n ganjil
d. Sisipan pada Barisan Aritmatika
Jika diantara dua bilangan disisipkan sebanyak k buah bilangan
sehingga bilangan-bilangan semula dengan bilangan-bilangan yang
disisipkan membentuk barisan Aritmetika, nilai beda barisan aritmatika
yang terbentuk dapat dengan rumus:
𝑏 Keterangan:
b’ = 𝑘+1
b = beda pada barisan sebelum disisipi
k = banyaknya bilangan yang disisipkan
b’ = beda pada barisan sesudah disisipi4
 Contoh soal:
Diketahui suku kedua suatu barisan aritmetika sama dengan 17,
sedangkan suku kesepuluh sama dengan 81.
a. Tentukan suku pertama dan beda barisan aritmatikanya!
b. Tentukan rumus suku ke-n dari barisan aritmatikanya!
Diketahui:
U2 = 12
U10 = 81
Ditanyakan:
a. a dan b ... ?
b. Rumus Un ... ?
Jawab:
a. U2 = 12 → a + b = 17
U10 = 81→ a + 9b = 81
-8b = -64
b=8
U2 = 12 → a + b = 17
a + 8 = 17

4
Ibid., hlm. 62.

Barisan dan Deret | 2


a =9
b. Un = a + (n – 1)b
= 9 + (n – 1)8
= 9 + 8n – 8
= 8n + 1

1.2 BARISAN GEOMETRI


Suatu barisan bilangan U1 ,U 2 ,U 3 ,...,U n disebut barisan geometri jika
diantara dua suku yang berurutan mempunyai perbandingan (rasio) yang
konstan (tetap).
a. Rumus Rasio pada Barisan Geometri
𝑈𝑛 Keterangan: Un = suku ke-n
r= 𝑈𝑛−1
Un-1 = suku ke-(n-1)
b. Rumus Suku Umum ke-n

Un = arn-1 Keterangan: a = suku pertama


r = rasio
c. Rumus Suku Tengah Barisan Geometri Jika n Ganjil

Uk = √U1 . U2k-1 Keterangan: Uk = suku tengah


U2k-1 = suku terakhir
d. Sisipan pada Barisan Geometri
Jika diantara dua bilangan disisipkan sebanyak k buah bilangan
sehingga bilangan-bilangan semula dengan bilangan-bilangan yang
disisipkan membentuk barisan Geometri, maka nilai rasio barisan geometri
yang terbentuk dapat dengan rumus:
Keterangan:
r’ = k+1 𝑟
r = rasio sebelum disisipi
r’ = rasio setelah disisipi
k = banyaknya bilangan yang disisipkan
Catatan:
- Untuk k genap, nilai r’ yang diperoleh hanya ada 1 kemungkinan yaitu:
r’ = k+1

Barisan dan Deret | 3


- Untuk k ganjil, nilai r’ yang diperoleh hanya ada 2 kemungkinan yaitu:
r’ = k+1 dan r’ = - k+1 5

 Contoh soal:
Suku pertama suatu barisan geometri sama dengan 5, sedangkan suku
keempatnya dengan 40.
a. Tentukan rasio dari barisan geometri tersebut!
b. Tentukaan rumus suku umum ke-n!

c. Suku keberapakah barisan geometri itu yang nilainya sama dengan


2.560?
Diketahui:
a =5
U4 = 40
Ditanyakan:
a. r ... ?
b. Rumus Un ... ?
c. n ... ? jika Un = 2.560
Jawab:
a. U1 = a = 5
U4 = 40 → ar3 = 40
5r3 = 40
r3 = 8
r =2
b. Un = arn-1
= 5 . 2n-1
= 5 . 2n . 2-1

= 2n . 2

c. Un = 2n . 2

2.560 = 2n . 2

2n = 1.024
n = 10
5
Ibid., hlm. 65.

Barisan dan Deret | 4


2. DERET
Deret ialah rangkaian bilangan yang tersusun secara teratur dan memenuhi
kaidah-kaidah tertentu. Bilangan-bilangan yang merupakan unsur dan pembentuk
sebuah deret dinamakan suku. Keteraturan rangkaian bilangan yang membentuk
sebuah deret terlihat pada “pola perubahan” bilangan-bilangan tersebut dari satu
suku ke suku berikutnya.
Dilihat dari jumlah suku yang membentuknya, deret digolongkan atas deret
berhingga dan deret tak-berhingga. Deret berhingga adalah deret yang jumlah
suku-sukunya tertentu, sedangkan deret tak-berhingga adalah deret yang jumlah
suku-sukunya tidak terbatas. Sedangkan dilihat dari segi pola perubahan bilangan
pada suku-sukunya, deret bisa dibedakan menjadi deret hitung, deret ukur dan
deret harmoni.
2.1 DERET HITUNG
Deret hitung ialah deret yang perubahan suku-sukunya berdasarkan
penjumlahan terhadap sebuah bilangan tertentu. Bilangan yang membedakan
suku-suku deret hitung ini dinamakan pembeda yang tak lain merupakan
selisih antara nilai-nilai dua suku yang berurutan.
Contoh:
a. 7,12,17,22,27,32 (pembeda = 5)
b. 93,83,73,63,53,43 (pembeda = -10)6
Dua hal yang penting untuk diketahui atau dihitung dalam setiap
persoalan deret, baik deret hitung maupun deret ukur, adalah besaranya nilai
pada suatu suku tertentu dan jumlah nilai deret tersebut sampai dengan suku
yang bersangkutan.
2.2.1 Suku ke-n dari Deret Hitung
Besarnya nilai suku tertentu (ke-n) dari sebuah deret hitung dapat
dihitung melalui sebuah rumus. Untuk membentuk rumus yang
dimaksud, perhatikan contoh 1) diatas. Dalam contoh tersebut, nilai
suku pertamanya (a) adalah 7 dan pembedanya (b) adalah 5.
7, 12, 17, 22, 27, 32
U1 U2 U3 U4 U5 U6
6
Dumairy, Matematika Terapan untuk Bisnis dan Ekonomi, (Yogyakarta: BFPE-YOGYAKARTA,
2017), hlm. 43.

Barisan dan Deret | 5


U1 = 7 = a
Un = a + (n - 1)b
U2 = 12 = a + b = a + (2 - 1)b
U3 = 17 = a + b = a + (3 - 1)b
a = suku pertama
U4 = 22 = a + b = a + (4 - 1)b
b = pembeda
U5 = 27 = a + b = a + (5 - 1)b
n = indeks suku
U6 = 32 = a + b = a + (6 - 1)b
Berdasarkan rumus di atas, dengan mudah dan cepat kita dapat
menghitung nilai-nilai suku tertentu. Sebagai contoh, nilai suku ke-10
dan suku ke-23 dari deret hitung ini masing-masing adalah:
U10 = a + (n - 1)b
= 7 + (10 - 1)5
= 7 + 45
= 52
U23 = a + (n - 1)b
= 7 + (23 - 1)5
= 7 + 110
= 117
2.2.2 Jumlah n suku
Jumlah sebuah deret hitung sampai dengan suku tertentu tak lain
adalah jumlah suku-sukunya, sejak suku pertama (U1, atau a) sampai
dengan suku ke-n (Un) yang bersangkutan.7
n
Sn =  Si = U1 + U2+ ...+Sn
i 1

4
S4 =  Si = U1 + U2 + U3 + U4
i 1

5
S5 =  Si = U1 + U2 + U3 + U4 + U5
i 1

6
S6 =  Si = U1 + U2 + U3 + U4 + U5 + U6
i 1

Berdasarkan rumus Un = a + (n - 1)b sebelumnya, maka


masing-masing Si dapat diuraikan. Dengan menguraikan setiap Si

7
Ibid., hlm. 44.

Barisan dan Deret | 6


maka S4, S5 dan S6 dalam ilustrasi di atas akan menjadi masing-masing
sebagai berikut:
S4 = a + (a+b) + (a+2b) + (a+3b)
= 4a + 6b
S5 = a + (a+b) + (a+2b) + (a+3b) + (a+4b)
= 5a + 10b
S6 = a + (a+b) + (a+2b) + (a + 3b) + (a + 4b) + (a + 5b)
= 6a + 5b
Masing - masing Si ini dapat pula ditulis ulang dalam bentuk
sebagai berikut:
S4 = 4a + 6b
4
= 4a + (4 - 1) b 𝑛
2 Sn = na + (n - 1)b
2
S5 = 5a + 10b
atau
5
= 5a + (5 - 1)b 𝑛
2 Sn = {2a + (n - 1) b}
2
S6 = 6a + 15
6
= 5a + (6 - 1)b
2
n
Rumus Sn = {2a + (n - 1 ) b} ini masih bisa disederhanakan
2
lagi menjadi seperti berikut:8
n
Sn = {2a + ( n - 1)b}
2
n
= { a + a + (n - 1)b}
2
Un
n
= (a + Un)
2
Dengan demikian, untuk menghitung jumlah sebuah deret hitung
sampai dengan suku tertentu n, terdapat empat bentuk rumus yang
bisa digunakan:

8
Ibid., hlm. 45.

Barisan dan Deret | 7


n
Sn =  Sii 1

n
Sn = {2a + (n - 1)b}
2
n
Sn = (a +Un)
2
Sn = na + (n - 1)b
2

Untuk kasus deret hitung dalam Contoh (1) diatas tadi, jumlahnya
sampai suku ke - 10 adalah:
Sn = (a + Un)
2
1
S10 = (7+U10)
2

= 5 (7 + 52)
= 295
Sedangkan untuk kasus deret hitung dalam contoh (2), jumlahnya
sampai dengan suku ke - 10 adalah:
Sn = na + (n - 1)b
2
1
S10 = 10 . 93 + (10 - 1) -10
2

= 930 + 5 . 9 . -10
= 930 – 450
= 480

2.2 DERET UKUR


Deret ukur adalah deret yang perubahan suku-sukunya berdasarkan
perkalian terhadap sebuah bilangan tertentu. Bilangan yang membedakan
suku-suku sebuah deret ukur dinamakan pengganda, yakni merupakan hasil
bagi suatu suku terhadap suku di depannya.
Contoh = 5, 10, 20, 40, 80, 160 (pembagi = 2)
512, 256, 128, 64, 32, 16 (pembagi = 0,5)

Barisan dan Deret | 8


2.2.1 Suku ke-n dari Deret Ukur
Untuk dapat membentuk rumusan perhitungan suku tertentu dari
sebuah deret ukur, perhatikan contoh 1) di atas yang disajikan dalam
bentuk lainnya di bawah ini:9
U1 = 5 =a
U2 = 10 = ar = = ar2-1 Un = arn-1

U3 = 20 = arr = ar2 = ar3-1 a = suku pertama

U4 = 40 = arrr = ar3 = ar4-1 p = pengganda

U5 = 80 = arrrr = ar4 = ar5-1 n = indeks suku

U6 = 160 = arrrrr = ar5 = ar6-1


Berdasarkan rumus di atas, nilai suku ke-10 dari deret ukur dalam
contoh 1) dan contoh 2) di atas masing-masing adalah:
1. U10 = ar10-1
= 5 . 29
= 5 . 512
= 2560
2. U10 = ar10-1
= 512 . 0,59
1
= 512 . 12

=1
2.2.2 Jumlah n suku
Seperti halnya dalam deret hitung, jumlah sebuah deret ukur
sampai dangan suku tertentu adalah nilai suku-sukunya sejak suku
pertama sampai dengan suku ke-n yang bersangkutan.
Sn = ∑ 1 1 = U1 + U2 + U3 + U4 +.........+Un
Berdasarkan Un = arn-1 , maka masing-masing Si dapat dijabarkan
sehingga:
Un = a +ar + ar2 +ar3+.......+arn-2+arn-1 (1)
Jika persamaan (1) ini kita kalikan dengan bilangan pembagi r,
maka:
rUn = ar + ar2 + ar3 +ar4+.......+arn-1+arn (2)

9
Ibid., hlm. 46.

Barisan dan Deret | 9


Dengan mengurangkan persamaan (2) dari persamaan (1),
diperoleh selisih antara kedua persamaan ini yakni:
Sn – r Sn = a – arn
Sn (1- r) = a (1-rn)
Dari sini, kita dapat membentuk rumus jumlah deret ukur sampai
dengan suku ke-n, yakni:
1− −1
Sn = atau Sn =
1− −1

Dalam hal |r|<1, penggunaan rumus yang di sebelah kiri akan


lebih mempermudah perhitngan. Dipihak jika |r|>1, perhitungan akan
menjadi lebih mudah dengan menggunakan rumus yang disebelah
kanan.10
Untuk kasus deret dalam contoh 1) diatas, dimana a = 5 dan r = 2
jumlahnya sampai suku ke-10 adalah:
−1
Sn =
−1
2 −1
S10 = 2−1

= 5 . 1.023
= 5.115
Sedangkan untuk kasus contoh 2) dalam hal ini a = 512 dan r =
0,5 , jumlah dari sepuluh suku pertamanya adalah:
1−
Sn = 1−
12 1−
S10 = 1−
12
=

= 1.023
Sebagaimana akan dapat dijumpai dalam bagian atau bab-bab
selanjutnya dalam buku, prinsip-prinsip deret banyak diterapkan untuk
menelaah perilaku bisnis dan ekonomi, baik secara langsung maupun
secara tidak langsung. Prinsip deret hitungan banyak diterapkan dalam
menganalisis perilaku perkembangan. Sedangkan prinsip deret ukur,

10
Ibid., hlm. 47.

Barisan dan Deret | 10


bersama-sama dengan konsep logaritma, sering digunakan untuk
menganalisis perilaku pertumbuhan.11

2.3 PENERAPAN EKONOMI


Dalam bidang bisnis dan ekonomi teori atau prinsip-prinsip deret sering
diterapkan dalam kasus-kasus yang menyangkut perkembangan dan
pertumbuhan. Apabila perkembangan atau pertumbuhan suatu gejala tertentu
berpola seperti perubahan nilai-nilai suku sebuah deret, baik deret hitung
ataupun deret ukur, maka teori deret yang bersangkutan penad (relevant)
diterapkan untuk menganalisinya.
2.3.1 MODEL PERKEMBANGAN USAHA
Jika perkembangan variabel-variabel tertentu dalam kegiatan
usaha misalnya produksi, biaya, pendapatan, penggunaan tenga kerja,
atau penanaman modal berpola seperti deret hitung maka
prinsip-prinsip deret hitung dapat digunakan untuk menganalisis
perkembanagn variabel tersebut. 12 Berpola seperti deret hitung
maksudnya disini ialah bawah variabel yang bersangkutan bertambah
secara konstan dari satu periode ke periode berikutnya.13
 Contoh Penerapan 1:
Perusahaan genteng “sokajaya” menghasilkan 3.000 buah
genteng pada bulan pertama produksinya. Dengan penambahan
tenaga kerja dan peningkatan produktivitas, perusahaan mampu
menambah produksinya sebanyak 500 buah setiap bulan. Jika
perkembangan produksinya konstan berapa buah genteng yang
dihasilkannya pada bulan kelima? Berapa buah yang telah
dihasilkan sampai dengan bulan tersebut?
Diketahui:
a = 3.000
b = 500
n=5

11
Ibid., hlm. 48.
12
Ibid., hlm. 49.
13
Ibid., hlm. 50.

Barisan dan Deret | 11


Ditanyakan:
1. U5 …?
2. S5 …?
Jawab:
1. U5 = a + (n – 1)b
= 3.000 + (5-1)500
= 3.000 + 2.000
= 5.000
2. S5 = (a + Un)
2

= (3.000 + 5.000)
2

= 20.000
Jadi, jumlah produksi pada bulan kelima adalah 5.000 buah,
sedangkan jumlah seluruh genteng yang dihasilkan sampai dengan
bulan tersebut adalah 20.000 buah.
 Contoh Penerapan 2:
Besar penerimaan PT “Cemerlang” dari hasil penjualan barang
Rp 720 juta pada tahun kelima dan Rp 980 juta pada tahun ketujuh.
Apabila perkembangan penerimaan penjualan tersebut berpola
seperti deret hitung berapa perkembangan penerimaannya per tahun?
Berapa besar penerimaan pada tahun pertama dan pada tahun
keberapa penerimaannya sebesar Rp 460 juta?
Diketahui:
U7 = 980 (juta)
U5 = 720 (juta)
Ditanyakan:
1. b … ?
2. a … ?
3. n … ? jika Un = 460 (juta)
Jawab:
1. U7 = 980 → a + 6b = 980
U5 = 720 → a + 4b = 720
2b = 260

Barisan dan Deret | 12


b = 130
2. U5 = a + (n – 1)b
720 = a + (5-1)130
720 = a + 520
a = 200
3. Un = a + (n – 1)b
460 = 200 + (n – 1)130
460 = 200 + 130n – 130
390 = 130n
n =3
Jadi, perkembangan penerimaan per tahun sebesar Rp 130 juta,
penerimaan pada tahun pertama sebesar Rp 200 juta dan
penerimaan sebesar Rp 460 juta terjadi pada tahun ke 3.
2.3.2 MODEL BUNGA MAJEMUK
Model bunga majemuk merupakan penerapan deret ukur dalam
kasus simpan-pinjam dan kasus investasi. Dengan model ini dapat
dihitung, misalnya besarnya pengembalian kredit dimasa datang
berdasarkan tingkat bunganya. Atau sebaliknya, untuk mengukur nilai
sekarang dari suatu jumlah hasil invsetasi yang akan diterima dimasa
datang.
Jika misalnya modal pokok sebesar P dibungakan secara
majemuk dengan suku bunga per tahun setingkat i, maka jumlah
akumulatif modal tersebut di masa datang setelah n tahun ( dapat
dihitung sebagai berikut:
Setelah 1 tahun : 1
2
Setelah 2 tahun : 2
2 2 3
Setelah 3 tahun : 3

.
.
Setelah n tahun :

Barisan dan Deret | 13


Dengan demikian jumlah di masa datang dari suatu jumlah
sekarang adalah:
Fn = P(1 + i)n P = jumlah sekarang
i = tingkat bunga per-tahun
n = jumlah tahun
−1
[ Bandingkan rumus ini dengan rumus deret ukur
keduanya identik. P atau disini identik dengan a atau 1 dalam
rumus deret ukur, (1 + i) identik dengan p dalam deret ukur.
Ringkasanya disini identic dengan +1 dalam deret ukur. ]
Rumus diatas mengandung anggapan tersirat bahwa bunga
diperhitungkan dibayarkan satu kali dalam setahun. Apabila bunga
diperhitungkan dibayarkan lebih dari satu kali (misalnya m kali,
masing-masing i/m per termin) dalam setahun, maka jumlah di masa
datang menjadi:

i m = frekuensi pembayaran bunga dalam


m
F P
m setahun

Suku (1 + i ) dan (1+ ) dalam dunia bisnis dinamakan “faktor

bunga majemuk” (compounding interest factor), yaitu suatu bilangan


lebih besar dari 1 yang dapat dipakai untuk menghitung jumlah
dimasa datang dari suatu jumlah sekarang.14
Dari rumus di atas, dengan sedikit manipulasi matematis dapat
pula dihitung besarnya nilai sekarang apabila yang diketahui
jumlahnya dimasa datang. Nilai sekarang (present value) dari suatu
jumlah uang tertentu dimasa datang adalah:

1 1
P= .F atau P= .F
1+i 1+i m m

Suku 1/( dan 1/( dinamakan “faktor diskonto”


(discount factor), yaitu suatu bilangan kecil dari 1 yang dapat dipakai
untuk menghitung nilai sekarang dari suatu jumlah dimasa datang.15

14
Ibid., hlm. 51.
15
Ibid., hlm. 52.

Barisan dan Deret | 14


 Contoh Penerapan 1:
Seorang nasabah meminjam uang di bank sebanyak Rp 5 Juta
untuk jangka waktu 3 tahun, dengan tingkat bunga 2% pertahun.
Berapa jumlah seluruh uang yang harus dikembalikannya pada saat
pelunasan? Seandainya perhitungan pembayaran bunga bukan tiap
tahun, melainkan tiap semester berapa jumlah yang harus ia
kembalikan?
Diketahui:
P = 5.000.000
n =3
i = 2%
= 0,02
Ditanyakan:
1. F3 … ?
2. F3 … ? Jika m = 2
Jawab:
1. Fn = P(1 + i)n
F3 = 5.000.000 (1 + 0,02)3
= 5.000.000 (1,061208)
= 5.306.040
2. Fn = P(1 + i/m)mn
F3 = 5.000.000 (1 + 0,01)6
= 5.000.000 (1,06152)
= 5.307.600
Jadi, pada saat pelunasan setelah tiga tahun nasabah harus
mengembalikan secara keseluruhan sebanyak Rp 5.306.040.
Seandainya bunga diperhitungkan dibayarkan tiap semester, jumlah
yang harus dikembalikan menjadi lebih besar sebanyak Rp
5.307.600.
 Contoh Penerapan 2:
Tabungan seorang mahasiswa akan menjadi sebesar Rp
532.400,00 tiga tahun yang akan datang. Jika tingkat bunga bank

Barisan dan Deret | 15


yang berlaku 10% per tahun, berapa tabungan mahasiswa tersebut
pada saat sekarang ini?
Diketahui:
F = 532.400
n =3
i = 10%
= 0,1
Ditanyakan:
P ... ?
Jawab:
1
P = .F
1+i
1
= . 532.400
1+ 1
1
= . 532.400
1 331

= 400.000
Jadi, besarnya tabungan sekarang adalah Rp 400.000.
2.3.3 MODEL PERTUMBUHAN PENDUDUK
Penerapan deret ukur yang paling konvensional di bidang
ekonomi adalah dalam hal penaksiran jumlah penduduk. Sebagaimana
pernah dinyatakan oleh Malthus, penduduk dunia tumbuh mengikuti
pola deret ukur. Secara matematik, hal ini dapat dirumuskan sebagai:
P1 = jumlah pada tahun pertama (basis)
Pt = P1 . (1+r)t-1
Pt = jumlah pada tahun ke-t
r = persentase pertumbuhan per tahun
t = indeks waktu (tahun)16

 Contoh Penerapan 1:
Penduduk suatu kota berjumlah 1 juta jiwa pada tahun 1991,
tingkat pertumbuhannya 4% per tahun. Hitunglah jumlah penduduk
kota tersebut pada tahun 2006. Jika mulai tahun 2006

16
Ibid., hlm. 53.

Barisan dan Deret | 16


pertumbuhannya menurun menjadi 2,5%, berapa jumlahnya 11
tahun kemudian?
Diketahui:
Tahun 1991 - 2006
P1 = 1 juta
r = 4%
= 0,04
Setelah 2006
r = 2,5%
= 0,025
Ditanyakan:
1. P 2006 ... ?
2. P 11 tahun kemudian ... ?
Jawab:
1. Pt = P1 . (1+r) t-1
P16 = 1.000.000 . (1,04)15
= 1.000.000 . 1,800943
= 1.800.943 jiwa
2. Pt = 1.800.943
P11 = 1.800.943 . (1,025)10
= 2.305.359 jiwa
Jadi, jumlah penduduk pada tahun 2006 sebanyak 1.800.943 jiwa
sedangkan jumlah penduduk 11 tahun kemudian sebanyak
2.305.359 jiwa.

Barisan dan Deret | 17

Anda mungkin juga menyukai