Anda di halaman 1dari 19

SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional).

Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional (SP2KP) adalah suatu


tatalaksana struktur dan proses mandiri yang menjamin partisipasi semua perawat dalam
memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan definisi asuhan keperawatan, pemberian asuhan
keperawatan, dan evaluasi dari asuhan keperawatan tersebut (Hoffart & Woods, 1996 dalam
Modul pelatihan SP2KP RSUP dr.M.Djamil, 2012). Pelaksanaan SP2KP merupakan
aplikasi nilai-nilai profesional dalam praktik keperawatan, manajemen dan pemberian
asuhan keperawatan dan pengembangan profesional diri. Komponen pelaksanaan SP2KP
terdiri dari aplikasi nilai-nilai profesional dalam praktik keperawatan, Manajemen dan
pemberian asuhan keperawatan, dan Pengembangan profesional diri (Kemenkes RI, 2010).
Pelaksanaan melibatkan kerjasama profesional antara kepala ruangan, perawat primer (PP)
dan perawat asosiet (PA) serta adanya CCM (Clinical Care Management).
Perawat primer bertugas untuk mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawatan pasien yang
menjadi tanggung jawabnya, merencanakan asuhan keperawatan, melaksanakan tindakan
keperawatan dan melakukan evaluasi (follow Up) perkembangan pasien. Perawat asosiet
bertugas untuk mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilaksanakan dan
memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan rencana. Clinical care
management bertugas untuk membimbing PP dan PA dalam implementasi SP2KP untuk
melakukan ronde keperawatan, memberi masukan saat diskusi kasus pada PP dan PA,
bekerja sama dengan kepala ruangan, dan mengevaluasi implementasi SP2KP.
Banyak rumah sakit yang menerapkan model dan sistem SP2KP. Menurut hasil
penelitian Rantung, dkk (2013) mengatakan bahwa manajemen dan pemberian asuhan
keperawatan lebih baik diruangan SP2KP dari pada non-SP2KP. Pelaksanaan komponen
SP2KP sangat penting untuk dilaksanakan terutama oleh perawat pelaksana yang
memberikan asuhan keperawatan secara langsung kepada pasien. Pelayanan keperawatan di
rumah sakit, menuntut adanya peningkatan kualitas serta profesionalisme sumber daya
manusia keperawatan (Muninjaya, 2004). Untuk memberikan asuhan keperawatan secara
profesional salah satunya membutuhkan sebuah pendekatan manajemen keperawatan.
Proses manajemen keperawatan dalam aplikasi di lapangan berada sejajar dengan proses
keperawatan sehingga keberadaan manajemen keperawatan juga dimaksudkan untuk
mempermudah pelaksanaan proses keperawatan. Proses keperawatan, sebagaimana juga
proses manajemen terdiri atas kegiatan perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pengarahan (staffing), pengawasan (actuating), dan pengendalian (controling)
(Gillies 1985, dalam Agus Kuntoro, 2010). Salah satu dari fungsi manajemen yaitu fungsi
pengorganisasian adalah penentuan penggunaan metode penugasan. Metode penugasan
tersebut digunakan dalam SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional).
Rumah sakit umum pusat DR.M.Djamil Padang didirikan pada tahun 1953, Rumah sakit ini
adalah rumah sakit tipe B yang terdiri dari empat bagian instalasi rawat inap, yaitu Instalasi
Kebidanan dan Anak, Instalasi Rawat Bedah, Instalasi Non Bedah, dan Instalasi Ambun
Pagi. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit 3pemerintah yang menjadi rumah sakit
rujukan untuk wilayah sumatera bagian tengah dan juga sebadgai rumah sakit pendidikan
dan penelitian. Alur pelayanan pasien rawat inap adalah melalui IGD untuk kasus-kasus
emergensi, sedangkan untuk kasus-kasus berencana pasien harus mendaftar terlebih dahulu
di bagian pendaftaran masing-masing instalasi rawat inap setelah mendapat rujukan dari
praktik dokter, poli klinik, poli khusus, atau bagian yang lainnya. Kasus dan kondisi pasien
akan menentukan dimana tempat pasien akan dirawat (Profil RSUP DR. M. Djamil 2015).
Ambun pagi merupakan salah satu ruang rawat inap di rumah sakit DR. M. Djamil Padang.
Pada ruangan ini metode SP2KP diterapkan mulai dari awal tahun 2012. Jumlah tenaga
pelaksana keperawatan yang ada di Ambun pagi sebanyak 59 orang yang aktif dengan latar
belakang pendidikan S1 sebanyak 4 orang, DIII 54 orang dan SPK 1 orang, ditambah 1
orang pengelola perawatan, 1 orang Ka.SPF, 1 orang penanggung jawab logistik dan 3
orang kepala ruangan yang mempunyai latar belakang pendidikan S1 1 orang dan D3
Keperawatan 2 orang, sedangkan perawat yang pernah mendapatkan pelatihan SP2KP
berjumlah 7 orang. Jumlah kapasitas tempat tidur ruangan Ambun pagi adalah sebanyak 84
tempat tidur. Ambun pagi mempunyai 3 kelas rawatan, yang masing-masing kelas
rawatannya dikepalai oleh seorang kepala ruangan, yang mempunyai masa kerja lebih dari 5
tahun dan telah pernah mengikuti pelatihan manajemen kepala ruangan. Dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan digunakan SP2KP.
Penelitian oleh Ana rohmiyati (2009) tentang pengalaman perawat dalam menerapkan
MPKP (Model Praktek Keperawatan Profesional). Hasil penelitian ini didapatkan bahwa
perawat memiliki pengetahuan yang baik tentang MPKP. Dalam pelaksanaannya perawat
banyak menemukan hambatan-hambatan dari segala aspek. Hambatan tersebut adalah
kurangnya jumlah tenaga keperawatan, dukungan manajemen yang kurang, kurangnya
supervisi,kurang motivasi, belum adanya penghargaan atau reward, serta kurangnya fasilitas
sarana dan prasarana untuk terlaksananya kegiatan diruangan MPKP. Berdasarkan studi
pendahuluan di Ruangan Ambun pagi, saat ini Penerapan proses keperawatan profesional
masih belum optimal, serta mayoritas perawat yang masih banyak DIII keperawatan.
Metode pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan belum sepenuhnya berorientasi
pada upaya pemenuhan kebutuhan klien, melainkan lebih berorientasi pada pelaksanaan
tugas.
Berdasarkan wawancara dengan 2 orang perawat diruangan Ambun Pagi pada bulan
Desember 2015. Menurut perawat 1 diperoleh informasi bahwa perawat tersebut belum
memahami mengenai SP2KP. Dalam melaksanakan SP2KP perawat hanya mengerjakan
instruksi dari kepala ruangan tanpa ia mengetahui cara pemberian asuhan keperawatan yang
benar pada SP2KP. Perawat 2 mengatakan sudah memahami SP2KP. Pelaksanaan SP2KP
di ruangan ini belum maksimal, belum dilaksanakannya ronde keperawatan dalam
melaksanakan implementasi keperawatan. Dalam timbang terima pun perawat belum
optimal dalam memperkenalkan dirinya.
Untuk mengetahui atau memahami secara mendalam mengenai proses pelaksanaan dan
hambatan pelaksanaan SP2KP dibutuhkan metode pengkajian mendalam. Hal ini dapat
dipenuhi dengan metode penelitian kualitatif. Menurut Afiyanti & Rachmawati (2014),
tujuan studi fenomenologi ini adalah mendeskripsikan, menginterpretasikan dan
menganalisis data secara mendalam, lengkap, dan terukur untuk memperoleh intisari
(essence) pengalaman hidup individu dalam bentuk cerita, narasi, dan bahasa / perkataan
masing – masing individu.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merasa perlu menggunakan pendekatan
kualitatif dengan desain fenomenologi untuk mengetahui persepsi perawat tentang
pelaksanaan SP2KP diruangan Ambun Pagi RSUP DR.M.Djamil Padang tahun 2016”.

B. RUMUSAN MASALAH
Perawat perlu memahami secara mendalam dalam melaksanakan SP2KP agar kedepannya
dapat memberikan pelayanan yang lebih baik. Selain itu belum banyak penelitian yang telah
dilakukan berkaitan dengan persepsi perawat tentang pelaksanaan SP2KP di RSUP DR. M.
Djamil Padang. Diperlukan studi eksploratif untuk mendapatkan pemahaman perawat
mengenai sistem tersebut. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini
merumuskan pertanyaan : Bagaimana persepsi perawat tentang pelaksanaan SP2KP di
ruangan Ambun Pagi RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2016.

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengeksplorasi, memahami dan mendapatkan makna dari persepsi perawat
tentang pelaksanaan SP2KP diruangan Ambun pagi RSUP DR.M.Djamil Padang tahun
2016.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
a. Diperolehnya gambaran pengetahuan dan keterampilan perawat tentang SP2KP di
ruangan Ambun Pagi.
b. Tereksplorasinya pengalaman perawat dalam melaksanakan SP2KP di ruangan
Ambun Pagi.
c. Tereksplorasinya gambaran tentang hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan SP2KP
di ruangan Ambun Pagi.
d. Diperoleh gambaran tentang dukungan dalam melaksanakan SP2KP di ruangan
Ambun Pagi.

D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan daapat bermanfaat bagi :
1. Bagi RSUP dr.M.Djamil Padang
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi pihak manajemen rumah
sakit dalam melakukan evaluasi pelaksanaan SP2KP terutama oleh perawat pelaksana
dan mengidentifikasi pelaksanaan SP2KP untuk dapat menjadi acuan dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan khususnya keperawatan.
2. Bagi peneliti
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti mengenai
persepsi perawat tentang pelaksanaan SP2KP.
3. Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar pada penelitian selanjutnya
terutama hal terkait perkembangan dalam lingkup manajemen keperawatan terutama
yang berkaitan dengan pelaksanaan SP2KP
METODE PENUGASAN TIM DALAM
ASUHAN KEPERAWATAN

Oleh : Windy Rakhmawati, S.Kp, M.Kep.

Prinsip pemilihan metode penugasan adalah : jumlah tenaga, kualifikasi staf dan
klasifikasi pasien. Adapun jenis-jenis metode penugasan yang berkembang saat ini adalah
sebagai berikut :
a. Metode Fungsional
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan
sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu karena masih
terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan satu
sampai dua jenis intervensi, misalnya merawat luka kepada semua pasien di bangsal.

KEPALA RUANGAN

PWT PWT PWT PWT


PENGOBATAN MERAWAT LUKA PENGOBATAN MERAWAT LUKA

PASIEN

Gambar 1 : Sistem pemberian asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis dan


Huston, 1998)
Kelebihan :

1) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tiugas yang jelas dan
pengawasan yang baik.
2) Sangat baik untuk Rumah Sakit yang kekurangan tenaga.
3) Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pasien
diserahkan kepada perawat junior dan atau belum berpengalaman.
Kelemahan :
1) Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat.
2) Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan.
3) Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan ketrampilan saja.
b. Metode Perawatan Tim
Metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin
sekelompok tenaga keperawatan dengan berdasarkan konsep kooperatif & kolaboratif
(Douglas, 1992)

Tujuan Metode Tim :


1) Memfasilitasi pelayanan keperawatan yang komprehensif
2) Menerapkan penggunaan proses keperawatan sesuai standar
3) Menyatukan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda

Konsep Metode Tim :


1) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik
kepemimpinan.
2) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin.
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
4) Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik jika
didukung oleh kepala ruang

Kelebihan :
1) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
3) Memungkinkan komunikasi antar timsehingga konflik mudah diatasi dan memberikan
kepuasan kepada anggota tim.

Kelemahan :
1) Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang
biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu
sibuk (memerlukan waktu )
2) Perawat yang belum terampil & kurang berpengalaman cenderung untuk bergantung/
berlindung kepada perawat yang mampu
3) Jika pembagian tugas tidak jelas, maka tanggung jawab dalam tim kabur
KEPALA RUANGAN

KETUA TIM KETUA TIM KETUA TIM

STAF PWT STAF PWT STAF PWT

PASIEN PASIEN PASIEN

Gambar 2 : Sistem pemberian asuhan keperawatan “ Team Nursing “ (Marquis


dan Huston, 1998)

c. Metode Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam
terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari masuk sampai keluar rumah sakit.
Mendorong praktek kemandirian perawat, ada kejelasan antarapembuat perencana asuhan
dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus
menerus antara pasien dengan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan,
dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.

Konsep dasar metode primer :


1) Ada tanggungjawab dan tanggunggugat
2) Ada otonomi
3) Ketertiban pasien dan keluarga

Kelebihannya :
1) Model praktek profesional
2) Bersifat kontinuitas dan komprehensif
3) Perawat primer mendapatkan akontabilitas yang tinggi terhadap hasil dan
memungkinkan pengembangan diri → kepuasan perawat
4) Klien/keluarga lebih mengenal siapa yang merawatnya
Kelemahannya :
1) Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang
memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang
tepat, menguasai keperawatan klinik, akontable serta mampu berkolaborasi dengan
berbagai disiplin.
2) Biaya lebih besar

KEPALA RUANGAN KEPALA RUANGAN KEPALA RUANGAN

PERAWAT PRIMER

PERAWAT PELAKSANA PERAWAT PELAKSANA PERAWAT PELAKSANA

Gambar 3 : Diagram sistem asuhan keperawatan “ Primary Nursing “ (Marquis


dan Huston, 1998)

d. Metode Kasus
Setiap pasien ditugaskan kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannya
pada saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan
tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya.
Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya
dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk perawatan khusus seperti : isolasi, intensive
care.
Kelebihan :
1) Perawat lebih memahami kasus per kasus
2) Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah
Kekurangan :
1) Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggungjawab
2) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang Sama

KEPALA RUANGAN
PASIEN PASIEN PASIEN

Gambar 4 : Sistem sistem asuhan keperawatan “ Case Method Nursing “


(Marquis dan Huston, 1998)

Dari berbagai metode penugasan yang ada, setiap ruangan/unit perawatan dapat
mempertimbangkan kemungkinan penerapan dari salah satu metode di atas berdasarkan
prinsip pemilihan penugasan yang tepat, efektif, dan efisien. Namun dalam mengembangkan
metode penugasan Tim, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut di bawah ini.

Tanggung Jawab Kepala Ruangan (Karu), Ketua Tim (Katim) dan Anggota Tim
Secara umum, masing-masing kepala ruangan, ketua tim dan anggota tim memiliki tanggung
jawab yang berbeda-beda, antara lain :
1) Tanggung Jawab Karu :
a) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
b) Membantu staf menetapkan sasaran dari ruangan
c) Memberi kesempatan katim untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinandan
managemen
d) Mengorientasikan tenaga baru
e) Menjadi narasumber bagi tim
f) Mendorong kemampuan staf untuk menggunakan riset keperawatan
g) Menciptakan iklim komunikasi terbuka
2) Tanggung Jawab Katim :
a) Melakukan orientasi kepada pasien baru & keluarga
b) Mengkaji setiap klien, menganalisa, menetapkan rencana keperawatan \(renpra),
menerapkan tindakan keperawatan dan mengevaluasi renpra
c) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis melalui komunikasi yang konsisten
d) Membagi tugas anggota tim dan merencanakan kontinuitas asuhan keperawatan melalui
konfrens
e) Membimbing dan mengawasi pelaksanan asuhan keperawatan oleh anggota tim
f) Bertanggung jawab terhadap kepala ruangan

3) Tanggung Jawab Anggota Tim :


a) Melaksanakan perawatan sesuai renpra yang dibuat katim
b) Memberikan perawatan total/komprehensif pada sejumlah pasien
c) Bertanggung jawab atas keputusan keperawatan selama katim tidak ada di tempat
d) Berkontribusi terhadap perawatan
→ observasi terus menerus
→ ikut ronde keperawatan
→ berinterkasi dgn pasien & keluarga
→ berkontribusi dgn katim/karu bila ada masalah

Penerapan Metode Tim


1) Kepala ruangan membagi jumlah tim keperawatan berdasarkan klasifikasi pasien
2) Menilai tingkat ketergantungan pasien, melalui :

• Setiap pagi, karu bersama katim menilai langsung pada masing-masing tim yang menjadi
tanggung jawabnya, atau
• Setiap tim keperawatan (yang dinas malam) membuat klasifikasi pasien kemudian
diserahkan kepada karu/katim. Cara ini dapat lebih menghemat waktu
3) Katim menghitung jumlah kebutuhan tenaga
4) Karu dan katim membagi pasien kepada perawat yang bertugas sesuai
kemampuan perawat (pengetahuan dan keterampilan) Serah terima antar shift oleh karu,
katim dan semua perawat pelaksana yang dapat dilakukan melalui konfrens, atau keliling
langsung ke pasien (sebelum dan selesai dinas). Materi yang diserah terimakan yaitu
laporan hasil pengkajian,
permasalahan, implementasi dan evaluasi. Selain itu perencanaan yang harus dilanjutkan
oleh tim yang akan bertugas.
5) Selesai konfrens, seluruh anggota tim mulai melakukan asuhan keperawatan langsung
maupun tidak langsung

SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional).


Pelaksanaan melibatkan kerjasama profesional antara kepala ruangan, perawat primer
(PP) dan perawat asosiet (PA) serta adanya CCM (Clinical Care Management).
Perawat primer bertugas untuk mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawatan pasien yang
menjadi tanggung jawabnya, merencanakan asuhan keperawatan, melaksanakan tindakan
keperawatan dan melakukan evaluasi (follow Up) perkembangan pasien. Perawat asosiet
bertugas untuk mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilaksanakan dan
memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan rencana. Clinical care
management bertugas untuk membimbing PP dan PA dalam implementasi SP2KP untuk
melakukan ronde keperawatan, memberi masukan saat diskusi kasus pada PP dan PA,
bekerja sama dengan kepala ruangan, dan mengevaluasi implementasi SP2KP.

Kesimpulan
Metode Penugasan merupakan suatu alternative metode yang akan diterapkan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien/pasien dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas asuhan dan peningkatan derajat kesehatan pasien.
Pada dasarnya seluruh jenis metode penugasan masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Prinsip dalam pemilihan metode penugasan yaitu pertimbangan jumlah
tenaga, kualifikasi staf dan klasifikasi pasien.
Dengan demikian seorang manajer dapat menentukan jenis metode penugasan yang tepat
untuk diterapkan pada suatu unit keperawatan melalui kajian situasi yang memperhatikan
prinsip pemilihan metode penugasan.

DAFTAR PUSTAKA
Douglas, Laura Mae. (1992) The effective Nurse : Leader and Manager ., 4 Th. Ed,.
Mosby - year book, Inc.
Gillies , DA., (1994),. Nursing Management a System Approach, 2nd.ed., W. B.
Saunders.
Jurnal keperawatan Volume 1 tahun 2000 . , FIK UI.
Marquis, B.L. dan Huston, C.J. (1998). Management Decision Making for Nurses
(3rd ed) Philadelphia: Lippincot – Raven Publisher
Swanburg, R.C, (1993) Iintroduction leadership & nursing for Clinical nurses.,
Jones & Bartlett Publisher Inc;

2.2 SP2KP ( Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Professional )

2.2.1 Pengertian
SP2KP adalah sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan pengembangan dari MPKP ( Model Praktek Keperawatan Profesional )
dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP)
dan perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya.

Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan primer


(kombinasi metode tim dan metode keperawatan primer). Penetapan metode ini
didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut :

1. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan dilakukan


secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab dan
tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional.
2. Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang bertanggung
jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Pada
MPKP , perawat primer adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners.
3. Pada metode keperawataan primer , hubungan professional dapat ditingkatkan
terutama dengan profesi lain.
4. Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena
membutuhkan jumlah tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena setiap PP
hanya merawat 4-5 klien dan pada metode modifikasi keperawatan primer ,
setiap PP merawat 9-10 klien.
5. Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan yang
berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi penting
sehingga perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu mengarahkan
dan membimbing perawat lain di bawah tanggung jawabnya.
6. Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini tanggung
jawab terhadap asuhan keperawatan terbagi kepada semua anggota tim,
sehingga sukar menetapkan siapa yang bertanggung jawab dan bertanggung
gugat atas semua asuhan yang diberikan.

Apabila ditinjau dari 5 sub sistem yang diidentifikasi oleh Hoffart & Woods (1996),
secara sederhana dapat diartikan sebagai berikut :

1. Nilai-nilai profesional sebagai inti model

Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga sejak


klien/keluarga masuk ke suatu ruangr rawat yang merupakan awal dari
penghargaan atas harkat dan martabat manusia. Hubungan tersebut akan terus
dibina selama klien dirawat di ruang rawat, sehingga klien/keluarga menjadi
partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pelaksanaan dan evaluasi
renpra, PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk
mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang
dilakukan PA di bawah tanggung jawab untuk membina performa PA agar
melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai professional.

 
 

2. Pendekatan Manajemen

Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis komunikasi yang
jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi tanggung jawab
PP. PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan yang harus dibekali dengan
kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi manajer
yang efektif dan pemimpin yang efektif.

3. Metode pemberian asuhan keperawatan

Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi


keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP. PP
akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi
pada renpra sesuai kebutuhan klien.

4. Hubungan professional

Hubungan professional dilakukan oleh PP dimana PP lebih mengetahui tentang


perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu ruang rawat sehingga mampu
member informasi tentang kondisi klien kepada profesi lain khususnya dokter.
Pemberian informasi yang akurat tentang perkembangan klien akan membantu
dalam penetapan rencana tindakan medic.

5. Sistem kompensasi dan penghargaan

PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan


keperawatan yang professional. Kompensasi san penghargaan yang diberikan
kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan
penghargaan berdasarkan prosedur. Kompensasi berupa jasa dapat diberikan
kepada PP dan PA dalam satu tim yang dapat ditentukan berdasarkan derajat
ketergantungan klien. PP dapat mempelajari secara detail asuhan keperawatan
klien tertentu sesuai dengan gangguan/masalah yang dialami sehingga mengarah
pada pendidikan ners spesialis.

Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP bertanggung jawab dan


bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan pada sekelompok
pasien mulai dari pasien masuk sampai dengan bantuan beberapa orang PA. PP dan
PA selama kurun waktu tertentu bekerjasama sebagai suatu tim yang relative tetap
baik dari segi kelompok pasien yang dikelol, maupun orang-orang yang berada
dalam satu tim tersebut . Tim dapat berperan efektif jika didalam tim itu sendiri
terjalin kerjasama yang professional antara PP dan PA. selain itu tentu saja tim
tersebut juga harus mampu membangun kerjasama professional dengan tim
kesehatan lainnya.
 

2.2.3 Peran Managerial dan Leadership

Ketua dalam tim betugas untuk membuat rencana asuhan keperawatan, mengkoordinir
kegiatan semua staf (PA) yang berada dalam tim, mendelegasikan sebagian tindakan-
tindakan keperawatan yang telah direncanakan pada renpra dan bersama-sama dengan
PA mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan.

Seorang PP harus memiliki kemampuan yang baik dalam membuat renpra untuk klien
yang menjadi tanggungjawabnya. Adanya renpra merupakan tanggung jawab
profesional seorang PP sebagai landasan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
sesuai dengan standar. Renpra tersebut harus dibuat sesegera mungkin pada saat klien
masuk dan dievaluasi setiap hari.

PP dituntut untuk memiliki kemampuan mendelegasikan sebagian tindakan


keperawatan yang telah direncanakan pada PA. pembagian tanggung jawab terhadap
klien yang menjadi tanggung jawab tim, didasarkan pada tingkat ketergantungan pasien
dan kemampuan PA dalam menerima pendelegasian.

Metode tim PP-PA dituntut untuk memiliki keterampilan kepemimpinan. PP bertugas


mengarahkan dan mengkoordinasikan PA dalam memberikan asuhan keperawatan pada
kelompok klien. PP berkewajiban untuk membimbing PA agar mampu memberikan
asuhan keperawatan seuai dengan standar yang ada. Bimbingan tersebut dapat
dilaksanakan secara langsung, misalnya mendampingi PA saat melaksanakan tindakan
tertentu pada klien atau secara tidak langsung pada saat melakukan konferens. PP juga
harus senantiasa memotivasi PA agar terus meningkatkan keterampilannya,misalnya
memberikan referensi atau bahan bacaan yang diperlukan.

Selain terkait dengan bimbingan keterampilan pada PA, sebagai bagian dari peran
kepemimpinan seorang PP, PP seharusnya juga memiliki kemampuan untuk mengatasi
konflik yang mungkin terjadi antar PA. PP harus menjadi penengah yang bijaksana
sehingga konflik bisa teratasi dan tidak mengganggu produktifitas PA dalam membantu
memberikan asuhan keperawatan.

2.2.4 Komunikasi tim melalui renpra, konferensi, dan ronde keperawatan


Komunikasi yang efektif merupakan kunci keberhasilan dalam melakukan kerjasama
profesional tim antara PP-PA. Komunikasi tersebut dapat melalui ;renpra, konferensi,
dan ronde keperawatan yang terstruktur dan terjadwal.

Rencana asuhan keperawatan ( renpra ) selain berfungsi sebagai ,

1. Pedoman bagi PP-PA


2. Landasan profesional bahwa asuhan keperawatan diberikan berdasarkan ilmu
pengetahuan

Kerjasama profesional PP-PA, renpra selain berfungsi sebagai penunjuk perencanaan


asuhan yang diberikan juga berfungsi sebagai media komunikasi PP pada PA.
Berdasarkan renpra ini, PP mendelegasikan PA untuk melakukan sebagian tindakan
keperawatan yang telah direncanakan oleh PP. Oleh sebab itu, sangat sulit untuk tim
PP-PA dapat bekerjasama secara efektif jika PP tidak membuat perencanaan asuhan
keperawatan ( renpra ). Hal ini menunjukan bahwa renpra sesungguhnya dibuat bukan
sekedar memenuhi ketentuan ( biasanya ketentuan dalam menentukan akreditasi rumah
sakit ). Renpra seharusnya dibuat sesegera mungkin, paling lambat 1 kali 24 jam setelah
pasien masuk karena fungsinya sebagai pedoman dan media komunikasi. Berdasarkan
ketentuan tugas dan tanggung jawab PP tidak sedang bertugas ( misalnya pada malam
hari atau hari libur ), PA yang sebelumnya telah didelegasikan dapat melakukan
pengkajian dasar dan menentukan satu diagnosa keperawatan yang terkait dengan
kebutuhan dasar pasien. Selanjutnya segera setelah PP bertugas kembali maka
pengkajian dan renpra yang telah ada harus divalidasi dan dilengkapi.

Penting juga diperhatikan bahwa renpra yang dibuat PP harus dimengerti oleh semua
PA. Semua anggota tim harus memiliki pemahaman yang sama tentang istilah-istilah
keperawatan yang digunakan dalam renpra tersebut. Misalnya dalam renpra, PP
menuliskan rencana tindakan keperawatan ; " monitor I/O ( Intake/Output =
pemasukan / pengeluaran ) tiap 24 jam".

Maka harus dipahami oleh semua anggota tim yang dimaksud dengan monitor I/O,
contoh lain dalam perencanaan PP menuliskan "berikan dukungan pada pasien dan
keluarganya" , maka baik PP dan PA dalam timnya harus memiliki persepsi yang sama
tentang tindakan yang akan dilakukan tersebut. Oleh sebab itu PP harus menjelaskan
kembali pada PA tentang apa yang disusunnya tersebut.

Pendelegasian tindakan keperawatan yang berdasarkan pada renpra, PP terlebih dahulu


harus memiliki kemampuan masing-masing PA. Hal yang tidak dapat didelegasikan
pada PA adalah tanggung jawab dan tanggung gugat seorang PP (Dunville dan
McCuock, 2004). Tindakan yang telah didelegasikan pada PA, PP tetap berkewajiban
untuk tetap memonitor dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh PA.

2.2.5 Komunikasi tim oleh konferensi

Konferensi adalah pertemuan yang direncanakan antara PP dan PA untuk membahas


kondisi pasien dan rencana asuhan yang dilakukan setiap hari. Konferensi biasanya
merupakan kelanjutan dari serah terima shift. Hal-hal yang ingin dibicarakan lebih rinci
dan sensitif dibicarakan didekat pasien dapat dibahas lebih jauh didalam konferensi.
Konferensi akan efektif jika PP telah membuat renpra, dan membuat rencana apa yang
akan dibicarakan dalam konferensi. Konferensi ini lebih bersifat 2 arah dalam diskusi
antara PP–PA tentang rencana asuhan keperawatan dari dan klarifikasi pada PA dan hal
lain yang terkait.

2.2.6 Komunikasi tim melalui Ronde Keperawatan

Ronde keperawatan yang dilakukan dalam tim ini harus dibedakan dengan ronde
keperawatan yang dilakuan dengan clinical manager (ccm). Tujuan ronde keperawatan
dalam tim adalah agar PP dan PA bersama-sama melihat proses yang diberikan.

2.2.6.1 Kerjasama dengan tim lain

Tim kesehatan lain adalah dokter, ahli gizi, ahli farmasi, fisioterapi, staf laboratorium
dll. Peran PP dalam melakukan kerjasama dengan tim lain tersebut adalah :

1. Mengkolaborasikan.
2. Mengkomunikasikan.
3. Mengkoordinasikan semua aspek perawatan pasien yang menjadi tanggung
jawabnya.
4. PP dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai baik segi tingkat
pendidikan dalam pengalamannya.

PP bertanggung jawab untuk memberikan informasi kondisi pasien yang terkait dengan
perawatannya. PP dapat memberikan informasi yang akurat bagi tenaga kesehatan lain,
sehingga keputusan medis atau gizi misalnya akan membantu perkembangan pasien selama
dalam perawatan, agar PP melakukan komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan lain
tersebut, maka haruslah disepakati waktu yang tepat untuk mengkomunikasikan pada tim
kesehatan yang lain, misalnya melalui ronde antar profesional.
 

Kondisi dimana dokter tidak berada di ruang perawatan dapat menyebabkan


komunikasi langsung sangat sulit dilakukan oleh karena itu komunikasi antar tim
kesehatan dapat juga terbina melalui dokumentasi keperawatan. Dokumentasi tersebut
dibuat oleh PP tetapi sebelumnya harus telah disepakati oleh semua tim kesehatan
bahwa dokumentasi yang ada juga dimanfaatkan secara efektif sebagai alat
komunikasi.

Terciptanya komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan dari profesi lain, seorang
PP harus memenuhi kepribadian yang baik serta keterampilan berkomunikasi,
misalnya memiliki sikap mampu menghargai orang lain, tidak terkesan memerintah
atau menggurui atau bahkan menyalahkan orang lain dalam hal ini tim kesehatan dari
profesi lain, merupakan kemampuan yang harus dimiliki PP. Melakukan komunikasi
antar profesi ini PP dituntut untuk selalu berpegang pada etika keperawatan.

Seorang PP harus melakukan tugas mengkordinasikan semua kegiatan yang terkait


dengan pengobatan dan perawatan pasien, misalnya dokter menjadwalkan pasien
untuk di rontgen dada dan di USG abdoment sekaligus pemeriksaan mata pada hari
yang sama, maka seorang PP harus mampu mengkoordinasikan semua kegiatan
tersebut agar tidak melelahkan dan membingungkan bagi pasien dan keluarganya.
Misalnya dalam hal ini perawat dapat menjadwal ulang semua kegiatan tadi.

2.3.    Tantangan yang dihadapi dalam dinamika tim PP-PA dan tenaga


kesehatan lainnya.

Tim PP-PA dapat dipandang sebagai suatu kelompok. Masalah atau tantangan yang
dapat dialami dalam membina kerjasama profesional dalam kelompok dan antar
profesi. Tersebut diantaranya adalah :

 PP tidak mampu ( tidak kompeten ) melakukan perannya, misalnya tidak


mampu membuat renpra, atau memberikan pendelegasian kepada PA yang tidak
sesuai dengan kemampuan PA tersebut.
 PA tidak mampu menjalankan perannya, misalnya PA tidak mampu
melakukan tindakan yang sesuai dengan tugas yang telah didelegasikan oleh PP.
 Sikap tenaga kesehatan lain yang kurang menghargai keberadaan profesi
keperawatan.
 Adanya friksi diantara sesama PA.

Tantangan seperti disebutkan diatas dapat di pandang sebagai dinamika yang


terjadi dalam kelompok. Menghadapi tantangan tersebut seluruh pihak yang
terkait dalam komunikasi perawat pasien baik secara tidak langsung seperti CCM
(Clinical Care Manajer) , kepala ruangan, dan secara langsung PP dan PA sendiri
harus melakukan evaluasi dan mencari alternatif penyelesaiannya.

2.4. Peran dan Tangguna Jawab Perawat sesuai dengan Jabatannya

Peran Kepala Ruangan ( KARU)

1. Sebelum melakukan sharing dan operan pagi KARU....melakukan ronde keperawatan


kepada pasien yang dirawat.
2. Memimpin sharing pagi.
3. Memimpin operan.
4. Memastikan pembagian tugas perawat yang telah di buat olek Katim dalam
pemberian asuhan keperawatan pada pagi hari.
5. Memastikan seluruh pelayanan pasien terpenuhi dengan baik, meliputi : pengisian
Askep, Visite Dokter (Advise), pemeriksaan penunjang (Hasil Lab), dll.
6. Memastikan ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai dengan kebutuhan.
7. Mengelola dan menjelaskan komplain dan konflik yang terjadi di area tanggung
jawabnya.
8. Melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer.

Peran Ketua Tim ( KATIM )

Tugas Utama : Mengkoordinir pelaksanaan Askep sekelompok pasien oleh Tim


keperawatan di bawah koordinasinya.

1. Mengidentifikasi kebutuhan perawatan seluruh pasien oleh Tim keperawatan di


bawah koordinasinya pada saat Pre Croference
2. Mengidentifikasi seluruh PP membuat rencana asuhan keperawatan yang tepat untuk
pasiennya.
3. Memastikan setiap PA melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana
yang telah dibuat PP
4. Melaksanakan validasi tindakan keperawatan seluruh pasien di bawah koordinasinya
pada saat Post Conference.
 

2.5 Penanggung Jawab Shift (PJ Shift)

Tugas Utama : menggantikan fungsi pengatur pada saat shift sore/malam dan hari libur.

1. Memimpin kegiatan operan shift sore-malam


2. Memastikan PP melaksanakna follow up pasien tanggung jawabnya
3. Memastikan seluruh PA Melaksanakan Asuhan Keperawatan sesuai dengan rencana
yang telah dibuat PP
4. Mengatasi permasalahan yang terjadi di ruang perawatan
5. Membuat laporan kejadian kepada pengatur ruangan.

Perawat Pelaksana (PP) dan Perawat Asosiet (PA) :

Tugas Utama : Mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawatan pasien yang menjadi


tanggung jawabnya, merencakan asuhan keperawatan, melaksanakan tindakan
keperawatan dan melakukan evaluasi (follow Up) perkembangan pasien.

1. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilaksanakan oleh Pa


2. Memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan rencana

Anda mungkin juga menyukai