Anda di halaman 1dari 3

Reaksi Masyarakat Terkait Vaksinansi dari perspektif psikologi

komunikasi

Covid-19 merupakan virus yang menghantui setiap orang. Pandemi covid-


19 ini berlangsung sudah cukup lama dan banyak muncul varian-varian
virus tersebut, oleh karena itu para ilmuwan mencoba menemukan
penawarnya. Penelitian itu membuahkan sebuah vaksin, pemerintah
menghimbaukan vaksinasi kepada setiap orang guna menguatkan imun
tubuh dan meminimalisir terserangnya covid-19. Namun terkait himbaun
tersebut menimbulkan presepsi dan perilaku masyarakat pro dan kontra. Jika
dilihat dari segi psikologi komunikasi, perilaku tersebut dapat
dikelompokkan dalam 2 faktor yaitu faktor personal dan faktor situasional.

Faktor personal

McDougall berpendapat bahwa faktor-faktor personal sangat penting


bagaimana seseorang berinteraksi sosial. Faktor personal mencakup biologis
dan sosiologis. Dari segi biologis, seseorang membutuhkan sesuatu guna
memenuhi kebutuhannya. Contoh seseorang yang tidak ingin terpapar
covid-19 harus rajin minum vitamin, menaati prokes dan melakukan
vaksinasi.

Sedangkan dari segi ssosiologis dapat ditinjau yang pertama, komponen


afektif adanya rasa ingin tahu seperti mengerti, menata dan menduga jika
kita kaitkan dengan vaksinasi bahwa masyarakat banyak menafsirkan
vaksinasi covid-19 merupakan hal yang wajib dilakukan, namun adapula
beberapa masyarakat yang menyimpulkan bahwa vaksinasi covid-19 ini hal
yang sukar dilakukan. Terkadang masyarakat langsung mengambil
kesimpulan atas apa informasi yang diterima, padahal informasi tersebut
belum dipastikan kejelasannya. Dari sikap yang ditunjukkan dapat
dibedakan, masyarakat yang menerima akan mendaftarkan dirinya kepada
pos yang melakukan vaksinasi sedangkan masyarakat yang menolak
cenderung akan mencemooh dan merendahkan vaksinasi tersebut sikap ini
timbul karena adanya emosi yang ditujukkan seperti cemas dan takut akan
hal tersebut.
yang kedua, komponen kognitif yaitu adanya kepercayaan dimana
kepercayaan itu bersifat rasional dan irasional. Sebagian masyarakat
Indonesia yang berpikiran rasional cenderung percaya bahwa vaksinasi yang
diberikan dapat membantu meminimalisir covid-19 namun ada pula
masyarakat yang berpikiran irasional yang dimana mereka mempercayai
vaksin tersebut mengandung chip atau magnet yang disuntikan kedalam
tubuh.

Dan yang terakhir, komponen konatif yaitu terdapat kebiasaan dan


kemauan. Masyarakat banyak menggunakan masker dikarenakan adanya
himbauan terus-menerus terkait penggunaan masker,kemudian menjadi
kebiasaan semua orang saat ini. Terkait vaksinasi masyarakat belum terbiasa
mungkin mereka akan terbiasa dengan seiring waktu jika mereka percaya
dan adanya kemauan terkait dengan vaksinasi.

Faktor situasional

Sampson meringkas semua faktor situasional yang mempengaruhi perilaku


yaitu yang pertama aspek objektif dari lingkungan, jika dilihat dari segi
geografis masyarakat dibagi menjadi dua, masyarakat kota dan masyarakat
desa. Terkait dengan vaksinasi, masyarakat kota banyak yang menerima
adanya vaksinasi ini karena masyarakat perkotaan memiliki karakteristik
yang modern jadi pola pikir mereka terbuka dan lebih mudah menerima hal-
hal baru seperti vaksinasi di masa pandemi saat ini. Berbeda dengan
masyarakat desa tidak banyak dari mereka menerima untuk vaksinasi.
Mengapa seperti itu karena masyarakat desa lebih tertutup akan hal-hal yang
baru sehingga mereka tidak mudah beradaptasi akan hal itu.

Adapula faktor tekonologi, bahwa masyarakat yang paham akan TIK saat
ini tidak menerima mentah-mentah informasi yang didapatkan terkait
vaksinasi sehingga mereka paham dan percaya akan adanya covid-19 dan
siap melakukan vaksinasi. Namun ada pula masyarakat yang kurang paham
akan TIK yang dimana mereka sering termakan hoax-hoax yang muncul
terkait vaksinasi jadi mereka kurang percaya adanya covid-19 dan enggan
melakukan vaksinasi.
Faktor sosial juga mempengaruhi, dimana dengan adanya struktur
organisasi, sistem peranan, struktur kelompok dsb. Banyak dari masyarakat
mengikuti apa yang menjadi panutannya. Contoh, masyarakat baduy yang
awalnya menolak untuk vaksinasi kemudian tetua adat tersebut melakukan
vaksinasi, merubah pola pikir masyarakat menjadi ingin melakukan
vaksinasi.

Yang kedua yaitu stimulus yang mendorong dan memperteguh perilaku, jika
kita lihat dipandemi covid-19 ini banyak masyarakat melakukan vaksinasi
dikarenakan adanya kepentingan. Contohnya, seperti aturan baru yang
dikeluarkan pemerintah yaitu jika ingin ke mall atau ketempat hiburan
lainnya dan ingin berpergian jauh wajib menunjukkan kartu vaksin,
sehingga hal ini mendorong masyarakat yang memiliki kepentingan akan
hal tersebut untuk melakukan vaksinasi.

Anda mungkin juga menyukai