Disusun Oleh
Kelompok 3 :
1. Afifatul Azizah FNL (1803004)
2. Azizza Jasmine Akbriani (1803020)
3. Dewi Yulinda Kartika (1803028)
4. Dwi Febri SN (1803034)
5. Hardyana Ayu Soniya (1803043)
6. Hasan Albana (1803044)
7. Kartika Dewi P (1803052)
8. Noor Putri Elliya (1803064)
9. Novia Trismiati (1803066)
10. Ria Buana Anggraeni (1803080)
11. Rifda Syawalaini Salwa (1803082)
12. Tasya Andreliyani (1803098)
13. Yuliana Saputri (1803110)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif
dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan
bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang
akan ditangani ditampilkan, selanjutnya dilakukan perbaikan yang diakhiri dengan
penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005). Secara garis besar
pembedahan dibedakan menjadi dua, yaitu pembedahan mayor dan pembedahan minor
(Mansjoer, 2000). Istilah bedah minor (operasi kecil) dipakai untuk tindakan operasi
ringan yang biasanya dikerjakan dengan anestesi lokal, seperti mengangkat tumor jinak,
kista pada kulit, sirkumsisi, ekstraksi kuku, penanganan luka. Sedangkan bedah mayor
adalah tindakan bedah besar yang menggunakan anestesi umum/ general anestesi, yang
merupakan salah satu bentuk dari pembedahan yang sering dilakukan (Sjamsuhidajat dan
Jong, 2005).
Sunat atau khitan atau sirkumsisi (Inggris: circumcision) adalah tindakan memotong
atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan penis atau preputium.
Dilakukan untuk membersihkan dari berbagai kotoran penyebab penyakit yang mungkin
melekat pada ujung penis yang masih ada preputiumnya. Secara medis dikatakan bahwa
sunat sangat menguntungkan bagi kesehatan. Banyak penelitian kemudian membuktikan
(evidence based medicine) bahwa sunat dapat mengurangi risiko kanker penis, infeksi
saluran kemih, dan mencegah penularan berbagai penyakit menular seksual (Sumiardi,
1994). Pria yang di sunat lebih higienis, pada masa tua lebih mudah merawat bagian
tersebut dan secara seksualitas lebih menguntungkan (lebih bersih, tidak mudah
lecet/iritasi, dan terhindar dari ejakulasi dini) (Basuki, 2000).
Sirkumsisi merupakan salah satu prosedur pembedahan pada anak lakilaki yang
paling sering dilakukan di seluruh dunia. Di Australia, diperkirakan 70% anak laki-laki
dan pria dewasa telah menjalani sirkumsisi (Hirji, Charlton, Sarmah, 2005). Sedangkan
di Turki yang merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam seperti di
Indonesia, prevalensi sirkumsisi mencapai 99% (Ozdemir, 1997). Sirkumsisi dilakukan
dengan alasan medis dan non medis. Alasan non medis meliputi agama dan ritual.
Sirkumsisi ritual seringkali dilakukan oleh pemeluk agama Islam dan Yahudi, serta di
daerah Afrika sub-Sahara. (Hirji, Charlton, Sarmah, 2005).
Bedah kuku atau tindakan ekstraksi kuku merupakan tindakan dalam bedah minor.
Tindakan ini menjadi tantangan bagi para klinisi karena memerlukan tindakan bedah rapi
yang teliti. Ekstraksi kuku (Rosser Plasty) adalah suatu tindakan pengangkatan sebagian
atau seluruh bagian kuku yang tumbuh kearah dalam (ingrown toenail removal) berikut
matrik tunasnya, dilanjutkan reposisi jaringan lunak tepi kuku. Bedah kuku dapat
dilakukan untuk penegakan diagnosis maupun terapi berbagai kasus tumor jinak atau
ganas, kasus-kasus inflamasi, dan trauma pada kuku. Tindakan bedah kuku dilakukan
dengan beberapa tujuan, antara lain menghilangkan tumor lokal di kuku, mengobati
infeksi kuku, mengurangi rasa nyeri akibat trauma atau ingrown nails, menegakan
diagnosis dengan biopsi, atau bertujuan estetika pada kasus kasus kelainan kuku
kongenital maupun didapat. Beragam jenis tindakan bedah kuku memiliki prinsip yang
berbeda sesuai dengan patologi kelainan kuku dan letak pada unit kuku yang terkena.
Pembedahan pada kuku terutama pada matriks kuku sangat berisiko menimbulkan
komplikasi seperti distrofi kuku.[ CITATION Sar17 \l 1033 ].
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini terkait dengan Ekstraksi Kuku dan Sirkumsisi,
yaitu:
1. Apa yang dimaksud Ekstraksi Kuku dan Sirkumsisi?
2. Apa tujuan dilakukan Ekstraksi Kuku dan Sirkumsisi?
3. Bagaimana persiapan yang dilakukan untuk Ekstraksi Kuku dan Sirkumsisi?
Persiapan operasi yang dimulai dari pasien, administrasi, kamar operasi? Jelaskan!
4. Apa manfaat dilakukannya Ekstraksi Kuku dan Sirkumsisi?
5. Bagaimana prosedur dalam melakukan Ekstraksi Kuku dan Sirkumsisi?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini dibuat bertujuan untuk mengetahui Prinsip Prosedur Ekstraksi Kuku
dan Sirkumsisi dalam dunia keperawatan serta memperdalam pengetahuan terkait
Mata Kuliah Manajemen Perioperatif Minor.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui serta memahamai Ekstraksi Kuku dan Sirkumsisi.
b. Mengetahui dan memahami tujuan dilakukan Ekstraksi Kuku dan Sirkumsisi.
c. Mengetahui dan memahami persiapan yang dilakukan untuk Ekstraksi Kuku
dan Sirkumsisi. Mengetahui dan memahami Persiapan operasi yang dimulai
dari pasien, administrasi, kamar operasi.
d. Mengetahui dan memahami manfaat dilakukannya Ekstraksi Kuku dan
Sirkumsisi?
e. Mengetahui danmemahami prosedur dalam melakukan Ekstraksi Kuku dan
Sirkumsisi?
D. Manfaat
Manfaat penulisan makalahh ini adalah untuk menambah referensi pustaka yang
berhubungan dengan Ekstraksi Kuku dan Sirkumsisi dalam manajemen prioperatif
minor.
BAB II
TINJAUAN MATERI
Ekstraksi kuku merupakan prosedur bedah minor yang diawali dengan tindakan
asepsis, anestesi, eksplorasi dan identifikasi, serta pemisahan kuku dari dasar kuku.
a. Persiapan Pasien
Pasien yang datang dengan keluhan infeksi atau inflamasi akut pada kuku atau
jaringan lunak di sekitarnya, seperti paronikia, sebaiknya tindakan ekstraksi kuku
ditunda. Pada pemeriksaan klinik seperti ingrown toenails yang sudah mencapai
lipatan kuku lateral, sebaiknya segera dilakukan ekstraksi kuku. Pasien perlu
menghentikan segala antikoagulan, 1 minggu sebelum operasi.
b. Peralatan
c. Posisi Pasien
Posisi pasien bisa duduk atau berbaring supine. Apabila ekstraksi dilakukan
pada kuku jari tangan sebaiknya tangan diluruskan dengan telapak tangan mengarah
ke bawah. Apabila pada kuku jari kaki, sebaiknya kaki diluruskan dan menggantung
pada bagian ujung tempat tidur. Operator harus duduk sejajar dan pada posisi yang
nyaman, sebaiknya tidak membungkuk. Diperlukan bantuan asistensi, seperti perawat
atau anggota keluarga untuk memegang tungkai bawah pasien agar tidak ada gerakan
refleks kaki pasien saat ekstraksi kuku.
d. Prosedural
Terdapat beberapa teknik ekstraksi kuku yaitu, ekstraksi kuku parsial (Rozer
plasty), ekstraksi kuku total, dan matrikektomi. Ekstraksi kuku parsial dapat dilakukan
oleh dokter umum.
1. Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan serta posisikan pasien dan operator
pada posisi yang tepat
2. Persiapkan kuku yang akan dilakukan ekstraksi dengan larutan povidone
iodine. Gunakan lidocaine atau bupivacaine dengan epinephrine (kecuali jika
ada kontraindikasi penggunaan epinephrine) untuk anestesi lokal dengan
metode blok digital. Kombinasi lidocaine dengan bikarbonat ditemukan dapat
mengurangi nyeri saat anestesi
3. Gunakan turniket (dapat menggunakan karet gelang) pada bagian jari tangan
atau kaki sekitar kuku untuk membantu hemostasis pada durasi singkat, namun
hati-hati pada pasien dengan penyakit vaskular perifer atau diabetes mellitus
4. Identifikasi bagian yang akan diekstraksi (contoh ingrown nail) sampai 20-
25% bagian lateral. Gunakan gunting iris untuk memisahkan kuku dari
dasarnya (nail bed).
5. Gunakan nail splitter untuk memotong bagian ujung distal kuku sampai ke
bagian daerah kutikula dari lipatan kuku
6. Segera lepaskan turniket setelah hemostasis tercapai.
7. Berikan salep antibiotik dan lakukan dressing dengan nonadherent gauze dan
tubular gauze.
Ekstraksi kuku total adalah teknik ekstraksi kuku yang membuang semua
bagian dari lipatan kuku lateral apabila sudah terdapat deskstruksi dari matriks
kuku lateral. ¼- ¾ bagian lateral dapat dipisahkan dari dasar kuku menggunakan
hemostat datar yang tipis. Ekstraksi kuku total harus dilakukan dengan teliti,
sisakan beberapa milimeter proksimal dari eponychium (kutikula). Fragmen kuku
yang akan dibuang perlahan ditarik dengan hemostat dengan gerakan memutar
(twisting). Apabila masih ada sisa-sisa ekstraksi kuku yang tertinggal, perlahan
dibuang dengan bantuan skalpel.
3. Matrikektomi
4. Follow Up
2. Sirkumsisi
Sirkumsisi atau yang dikenal oleh masyarakat sebagai khitan atau sunat, atau
dalam budaya jawa dikenal dengan istilah “sumpit” pada dasarnya adalah pemotongan
sebagian dari preputium penis hingga keseluruhan glans penis dan corona radiata
terlihat jelas. Penis merupakan organ tubuler yang dilewati oleh uretra. Penis
berfungsi sebagai saluran kencing dan saluran untuk menyalurkan semen kedalam
vagina selama berlangsungnya hubungan seksual.
Penis dibagi menjadi tiga regio : pangkal penis, korpus penis, dan glans penis.
Pangkal penis adalah bagian yang melekat pada tubuh di daerah simphisis pubis.
Korpus penis merupakan bagian yang didalamnya terdapat saluran, sedangkan glans
penis adalah bagian paling distal yang melingkupi meatus uretra eksterna. Corona
radiata merupakan bagian “leher” yang terletak antara korpus penis dan glans penis.
Kulit yang menutupi penis menyerupai kulit skrotum, terdiri dari lapisan otot
polos dan jaringan areolar yang memungkinkan kulit bergerak elastis tanpa merusak
struktur dibawahnya. Lapisan subkutannya juga mengandung banyak arteri, vena dan
pembuluh limfe superficial. Jauh dibawah jaringan areolar, terdapat kumparan
jaringan elastis yang merupakan struktur internal penis. Sebagian besar korpus penis
terdiri dari jaringan erektil, corpora cavernosa dan corpus spongiosum.
a. Prosedur Sirkumsisi
a. Identitas pasien
b. Informed consent
c. Riwayat Penyakit Dahulu
d. Pemeriksaan Fisik Umum
Beri penjelasan pada pasien mengenai pemeriksaan yang akan
dilakukan.
Mintalah pasien melepaskan sebagian baju danbantu pasien berbaring
di atas meja periksa.
Lakukan pemeriksaan tanda vital.
Lakukan pemeriksaan fisik umum.
Lakukan pemeriksaan sistem sesuai dengan keluhan dan riwayat
penyakit pasien.
e. Pemeriksaan Genital
Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan handuk bersih.
Vertical mattres sutures at the 9,12 and o'clockpositions Horizontal
mattress suture at the 6 o'clock frenulumposition Simple sutures
between the mattress sutures Jahitan sederhana di antara jahitan matras
Jahitan matras sederhana pada frenulum (posisi jam 6) Jahitan matras
vertikal pada posisi jam 9, 12 dan 3 61
Pasang sarung tangan di kedua tangan.
Lakukan pemeriksaan genital, amati adanya kelainan pada penis,
skrotum dan perineum.
Lepaskan sarung tangan, buang ke dalam tempat sampah medis.
Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan handuk bersih.
Lengkapi rekam medis pasien.
Mintalah orang tua pasien untuk mencuci daerah genital dan penis
dengan air dan sabun, termasuk area di bawah preputium dengan
menarik preputium ke arah dorsal.
b. Persiapan Alat
- Baki instrument beralas duk steril - Forcep diseksi (gigi halus)
- Forcep arteri (2 buah ujung lurus, 2 buah ujung bengkok)
- Gunting Metzenbaum ujung bengkok
- Gunting benang
- Needle holder Mayo
- Forcep kassa
- Knife handler, skalpel dan mata pisau (blades)
- Duk lubang “O” (80 cm x 80 cm, diameter lubang 5 cm)
- Mangkok stainless steel berisi larutan antiseptik.
- Cairan antiseptik Povidone iodine 10% 50 ml
- Kassa steril 10 × 10 cm.
- Petroleum-jelly-impregnated gauze (5 × 5 cm atau 5 × 10 cm)
(Sofratulle® ) dan plester.
- Lidocaine 1% tanpa epinephrine.
- Spuit 10 ml dengan jarum ukuran 18 atau 21.
- Benang chromic gut atau vicryl 3-0 dan 4-0 dengan jarum Gunting diseksi
needle holder 62 circle reverse-cutting needle 3/8.
- Gentian violet atau marker pen steril.
- Sarung tangan, masker, surgical cap dan apron. Forcep diseksi (tweezers)
Pastikan semua alat dalam keadaan baik dan berfungsi dengan
baik :
- Klem arteri/ hemostat
- Gunting diseksi
- Needle holders
- Forcep diseksi (tweezers) Klem arteri/ hemostat
- Susun instrumen di atas baki sesuai dengan urutan penggunaannya.
- Lakukan sambung rasa dan komunikasi efektif dengan pasien dan
keluarganya.
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
- Lakukan review terhadap rekam medis pasien (anamnesis, hasil
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan laboratorium).
- Pastikan informed consent sudah diperoleh. 63
- Pastikan bahwa area genital telah dibersihkan dengan air dan sabun.
- Posisikan pasien berbaring terlentang, dengan area genital terpapar.
- Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan handuk bersih dan
kering.
- Kenakan apron dan 2 pasang sarung tangan steril.
- Lakukan antisepsis area genital dengan larutan povidone iodine 10%
sebanyak 2 kali. Dengan tangan kiri, tarik preputium ke arah dorsal,
pastikan glans, area di bawah preputium sudah bersih dan kering.
- Lepaskan sarung tangan luar tanpa meng-kontaminasi sarung tangan
dalam.
- Pasang duk lubang steril, atau 4 buah duk segi empat steril (pasang di
bagian atas, bawah, kiri dan kanan), sehingga penis terpapar. Gambar 24.
Pasang duk lubang steril
- Sekali lagi lakukan pemeriksaan genitalia eksterna untuk memastikan
tidak ada kontraindikasi sirkumsisi yang belum terdeteksi pada
pemeriksaan awal.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ekstraksi kuku merupakan prosedur bedah minor yang diawali dengan
tindakan asepsis, anestesi, eksplorasi dan identifikasi, serta pemisahan kuku dari dasar
kuku. Pasien yang akan dilakukan ekstraksi kuku harus melalui serangkaian
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan dermatologis pada kulit dan kuku
perlu dilakukan secara menyeluruh. Tes laboratorium, khususnya pada fungsi
pembekuan dan pemeriksaan darah lengkap, tidak dilakukan secara rutin dan hanya
dilakukan pada pasien dengan faktor risiko.
Tindakan bedah kuku memerlukan tindakan bedah halus yang teliti. Tindakan
ini dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis maupun terapi berbagai kasus tumor
jinak atau ganas, kasus-kasus inflamasi, dan trauma pada kuku. Berbagai prosedur
tindakan memiliki prinsip yang berbeda sesuai dengan patologi kelainan kuku dan
letak pada unit kuku yang terkena.
Pembedahan kuku dibedakan berdasarkan lokasi kelainan. Tindakan dapat
dilakukan pada lempeng kuku, bantalan kuku, matriks kuku, atau pada lekukan kuku
proksimal dan lateral. Tindakan pada lempeng kuku, misalnya avulsi kuku, sering
menjadi bagian dari prosedur bedah kuku bagian lain.
Evakuasi hematoma subungual merupakan tindakan pada bantalan kuku yang
dapat bersifat akut menghilangkan nyeri. Eksisi atau punch pada matriks kuku sering
kali dilakukan bersamaan dengan biopsi matriks untuk penegakan diagnosis dan terapi
berbagai tumor matriks kuku atau gangguan pigmentasi kuku seperti melanonikia
longitudinal.
Eksisi pada lekukan kuku proksimal dilakukan pada terapi paronikia kronis
dan tumor jinak. Ingrown nail yang sering terjadi dan menyebabkan infeksi dapat
dilakukan eksisi pada lekukan lateral kuku. Penegakan diagnosis penyakit kuku
dilakukan dengan biopsi kuku pada tempat kelainan, dapat dilakukan di bantalan,
matriks, maupun lekukan proksimal dan lateral kuku.
B. SARAN
Bedah kuku dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis maupun terapi
berbagai kasus tumor jinak atau ganas, kasus-kasus inflamasi, dan trauma pada kuku.
Beragam jenis tindakan bedah kuku memiliki prinsip yang berbeda sesuai dengan
patologi kelainan kuku dan letak pada unit kuku yang terkena.
Pembedahan pada kuku terutama pada matriks kuku sangat berisiko
menimbulkan komplikasi seperti distrofi kuku. Tujuan pembedahan seringkali tidak
tercapai pada pengambilan jaringan biopsi, karena spesimen tidak memadai untuk
dilakukan pemeriksaan histopatologis yang disebabkan tindakan bedah yang tidak
tepat. Oleh karena itu, penting bagi para klinisi untuk dapat memahami berbagai
teknik bedah kuku.
Setiap tindakan pada masing-masing bagian kuku memiliki teknik yang
spesifik. Tidak jarang, komplikasi seperti distrofi kuku terjadi atau tujuan
pembedahan tidak tercapai pada pengambilan jaringan biopsi karena tindakan bedah
yang dilakukan tidak tepat. Oleh karena itu penting bagi para klinisi untuk memahami
teknik-teknik bedah kuku dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.alomedika.com/tindakan-medis/bedah-minor/ekstraksi-kuku/teknik
http://fk.unsoed.ac.id/wp-content/uploads/modul%20labskill/genap%20I/Genap%20I
%20-%20Sirkumsisi.pdf
https://core.ac.uk/download/pdf/229333595.pdf