Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGUGUAN KEBUTUHAN OKSIGEN

OLEH:
ZUHALDI AKBAR
NIM P07120120044

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK


KESEHATAN MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM
STUDI D-III KEPERAWATAN T.A 2021/2022
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar Manusia


1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi)
Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam buku
Asmadi (2009) lebih dikenal dengan istilah Hierarki Kebutuhan Dasar
Manusia Maslow. Kebutuhan oksigen menurut Abraham Maslow
terdapat dalam kebutuhan fisiologis (Physiologic Needs), karena
oksigen sangat berperan dalam vital bagi kehidupan manusia.
Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi, apabila kebutuhan
oksigen dalam tubuh berkurang maka akan terjadi kerusakan pada
jaringan otak dan bila hal tersebut berlangsung lama akan terjadi
kematian. Kebutuhan dasar tersebut mencakup:
a. Kebutuhan oksigenasi dan pertukaran gas
b. Kebutuhan cairan dan elektrolit
c. Kebutuhan makanan
d. Kebutuhan eliminasi urin dan alvi
e. Kebutuhan istirahat dan tidur
f. Kebutuhan aktivitas
g. Kebutuhan seksual
2. Pengertian Oksigenasi
Oksigenasi meupakan kebutuhan dasar manusia yang paling
mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,
mempertahankan hidup, dan aktivitas berbagai organ dam sel tubuh.
Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan
unsur vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahkan
kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini
diperoleh dengan cara menghirup oksigen (O2) setiap kali bernapas dari
atmosfer. Oksigen untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan
(Andarmoyo, 2012).
3. Proses Fisiologis Oksigenasi
Proses fisiologis oksigen terdiri dari:
a. Ventilasi
Ialah masuknya oksigen (O2) atmosfer ke dalam alveoli dan
keluarnya CO2 dari alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi
(inspirasi dan ekspirasi).
b. Difusi Gas
Difusi adalah bergeraknya gas O2 dan CO2 atau partikel lain dari
area yang bertekanan rendah. Dalam difusi gas ini, organ
pernafasan yang berperan penting adalah alveoli dan darah.
c. Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan
dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah (Mutaqin, 2012).
4. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi
a. Faktor Fisiologi
1) Penurunan kapasitas pembawa oksigen
2) Penuruna kapasitas oksigen yang di inspirasi
3) Hipovolemia
4) Peningkatan laju metabolisme
5) Kondisi yang mempengaruhi gerakan dinding dada
b. Faktor Perkembangan
1) Bayi prematur
2) Bayi dan todler
3) Anak usia sekolah dan remaja
4) Dewasa muda dan dewasa pertengahan
5) Lansia
c. Faktor Perilaku
1) Nutrisi
2) Latihan fisik
3) Merokok
4) Penyalahgunaan substansi
d. Faktor Lingkungan
1) Ansietas
(Perry & Potter, 2009)
5. Tipe Kekurangan Oksigen Dalam Tubuh
a. Hipoksemia
Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi oksigen
dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) di bawah
normal (normal PaO2 85-100 mmHg, SaO2 95%). Keadaan ini
disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt), atau
berada pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hipoksemia,
tubuh akanmelakukan kompensasi dengan cara meningkatkan
pernapasan, meningkatkan stroke volume, vasodilatasi pembuluh
darah, dan peningkatan nadi. Tanda dan gejala hipoksemia diantaranya
sesak nafpas, frekunsi napas dapat mencapai 35 kali per menit, nadi
cepat dan dangkal, serta sianosis
b. Hipoksia
Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak
adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi
oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada
tingkat seluler. Tanda dan gejala hipoksia diantaranya kelelahan,
kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat,
pernapasan cepat dan dalam, sianosis, sesak napas, serta jari tabuh
(clubbing finger).
c. Gagal Napas
Merupakan keadaan di mana terjadi kegagalan tubuh memenuhi
kebutuhan oksigen karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi
secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas
karbondioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai dengan peningkatan
CO2 dan penurunan O2 dalam darah secara signifikan. Gagal napas
dapat disebabkan oleh gangguan sistem saraf pusat yang mengontrol
sistem pernapasan, kelemahan neuromuskular, keracunan obat,
gangguan metabolisme, kelemahan otot pernapasan, dan obstruksi
jalan napas.
d. Perubahan Pola Napas
Pada keadaan normal, frekuensi pernapasan pada orang dewasa 12-
20x/menit dengan irama teratur serta inspirasi lebih panjang dari
ekspirasi. Pernapasan normal disebut eupnea. Perubahan pola napas
dapat berupa:
1) Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien dengan
asma.
2) Apnea, yaitu tidak bernafas, berhenti bernapas.
3) Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan
frekuensi lebuh dari 24x/menit.
4) Bradipnea, yaitu lebih lambat (kurang) dari normal dengan
frekuensi kurang dari 16x/menit.
5) Kusssmaul, yaitu pernapasan dengan panjang ekspirasi dan
inspirasi sama, sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam.
Misalnya pada penyakit Diabetes Melitus danUremia.
6) Chyne-stokes, merupakan pernapasan cepat dan dalam kemudian
berangsur-angsur dangkal dan diikuti periode apnea yang berulang
secara teratur. Misalnya pada keracunan obat bius, penyakit
jantung dan penyakit ginjal.
7) Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apnea
dengan periode yang tidak teratur. Misalnya pada meningitis
(Tarwoto & Wartonah, 2015)
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengertian Asuhan Keperawatan
Konsep asuhan keperawatan adalah serangkaian tindakan
sistematis berkesinambungan, yang meliputi tindakan untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan individu atau kelompok, baik
yang aktual maupun potensial kemudian merencanakan tindakan untuk
menyelesaikan, mengurangi, atau mencegah terjadinya masalah baru
dan melaksanakan tindakan atau menugaskan orang lain untuk
melaksanakan tindakan keperawatan serta mengevaluasi keberhasilan
dari tindakan yang dikerjakan (Rohman dan Wahid, 2016).
2. Langkah-langkah dalam Asuhan Keperawatan
Adapun langkah-langkah dalam asuhan keperawatan menurut
Setiadi (2012) antara lain:
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber dan untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
b. Diagnosis Keperawatan
Nanda menyatakan bahwa diagnose keperawatan adalah keputusan
klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang
masalah kesehatan, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan
untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan
kewenangan perawat.
c. Rencana Keperawatan
Perencanaan adalah bagian dari fase penorganisasian dalam proses
keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan
masalah atau untuk memenuhi kebutuhan pasien.
d. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan atau implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan.
e. Evaluasi
Tahap penelitian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan
melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
3. Penerapan Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Gangguan
Oksigenasi
a. Pengkajian
Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan pada
sistem pernapasan merupakan hal utama yang dilaksanakan
perawat karena 80% diagnosis masalah pasien diperoleh dari
anamnesis.
1) Identitas
a) Umur
Umur pasien yang mengalami gangguan kebutuhan
oksigenasi banyak menyerang diusia produktif 18-50 tahun
dan anak anak dibawah usia 5 tahun.
b) Alamat
Kondisi permukiman atau tempat tinggal menjadi salah satu
hal yang penting dan perlu ditanya pada pasien dengan
gangguan oksigenasi. Karena gangguan kebutuhan
oksigenasi sangat rentan dialami oleh mereka yang
bertempat tinggal di pemukiman padat dan kumuh, rumah
yang lembab akibat kurang pencahayaan matahari, dan
kurang adanya ventilasi.
c) Jenis Kelamin
Penderita gangguan kebutuhan oksigenasi banyak
didapatkan pada jenis kelamin laki-laki, karena pola hidup
mereka seperti merokok.
d) Pekerjaan
Jenis pekerjaan dilingkungan industri dan berpolusi
beresiko dapat mengganggu system pernapasan
(Muttaqin,2012).
2) Keluhan Utama
Keluhan utama adalah yang paling sering dirasakan
mengganggu oleh klien dengan gangguan kebutuhan oksigenasi.
Keluhan utama yang sering muncul pada klien gangguan
kebutuhan oksigenasi adalah sebagai beikut:
a) Batuk
b) Peningkatan produksi sputum
c) Dispnea
d) Hemoptysis
e) Mengi
f) Chest pain
3) Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian riwayat penyakit saat ini seperti menanyakan
tentang riwayat penyakit sejak timbulnya keluhan hingga pasien
meminta pertolongan. Misal sejak kapan keluhan dirasakan, berapa
lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan
hebatnya keluhan, dimana keluhan pertama kali timbul, apa yang
dilakukan ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa yang
memperberat atau memperingan keluhan, adakah usaha untuk
mengatasi keluhan ini sebelum meminta pertolongan, berhasil atau
tidak usaha tersebut.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu memberikan data tentang informasi
kesehatan klien. Kaji klien tentang kondisi kronis manifestasi
pernapasan, karena kondisi ini memberikan petunjuk tentang
penyebab masalah baru. Dapatkan pula informasi tentang sejak
kapan terjadi penyakit, apakah pasien pernah dirawat sebelumnya,
dengan penyakit apa, apakah pernah mengalami penyakit yang
berat, apakah pernah mempunyai keluhan yang sama.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Pengkajian riwayat keluarga pada pasien dengan gangguan
oksigenasi sangat penting untuk mendukung keluhan dari
penderita. Perlu dicari riwayat keluarga yang memberikan
predisposisi keluhan kepada pasien (Andarmoyo, 2012)
b. Pemeriksaan Fisik
1) Mata
a) Lesi kuning pada kelopak mata (hiperlipidemia)
b) Konjungtiva pucat (anemia)
c) Konjungtiva sianosis (hipoksemia)
2) Hidung
a) Pernapasan dengan cuping hidung
b) Membran mukosa sianosis (penurunan oksigen)
c) Bernapas dengan mengerutkan mulut (dikaitkan dengan
penyakit paru kronik)
3) Kulit
a) Sianosis perifer (vasokontriksi)
b) Sianosis secara umum (hipoksemia)
c) Penurunan turgor (dehidrasi)
4) Jari dan kuku
a) Sianosis perifer (kurangngnya suplai O2 ke perifer)
b) Clubbing finger ( hipoksemia kronik)
5) Dada dan Thoraks
a) Inspeksi
Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk, dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi pada dada
bisa dikerjakan pada saat bergerak aray pada saat diam. Amati
juga pergerakan pernapasan klien. Sedangkan untuk mengamati
adanya kelainan tulang punggung baik kifosis, skoliosis,
maupun lordosis, akan lebih mudah dilakukan pada saat
bergerak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi
(eupnea, bradipnea, dan takipnea), sifat (pernapasan dada,
diafragma, stoke, kussmaul, dll).
b) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan
dada, mengobservasi abnormalitas, mengidentifikassi keadaan
kulit, dan mengetahui taktil fermitus. Kaji abnormalitas saat
inspeksi seperti: masa, lesi, dan bengkak. Kaji juga kelembutan
kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri. Taktil fremitus
(getaran pada dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara).

c) Perkusi
(1) Perkusi langsung
Perkusi langsung, yakni pemeriksaan memukul thoraks
klien dengan bagian palmar jaritengan keempatujung jari
tangannya.
(2) Perkusi Tak Langsung
Perkusi taklangsung, yakni pemeriksa menempelkan suatu
objek padat yang disebut pleksimeter pada dada klien, lalu
sebuah objek lain yang disebut pleskor untuk memukul
pleksimeter tadi, sehingga menimbulkan suara.
Suara perkusi pada klien tuberkulosis paru biasanya
hipersonor yaitu bergaung lebih rendah dibandingkan
dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi
udara.
d) Auskultasi
Biasanya pada penderita tuberkulosis paru didapatkan bunyi
napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi
perawat untuk mendemonstrasikan daerah mana didapatkan
adanya ronkhi (Andarmoyo, 2012)
c. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mutaqin (2012) untuk memastikan diagnosa pasien TB
paru dengan gangguan kebutuhan oksigenasi diantaranya:
1) Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya
suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala awal dan sebelum
pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru.
2) CT – Scan (Computerized Tomography Scanner)
Pemeriksaan CT – Scan dilakukan untuk menemukan hubungan
kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukan dengan adanya gambar
garis-garis fibrotik. Sebagaimana pemeriksaan rontgen thoraks,
penentuan bahwa kelainan inaktif dapat hanya berdasarkan pada
temuan CT- Scanpada pemeriksaan tunggal, namun selalu
dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan periksaan
secara serial setiap hari.
3) Pemeriksaan Laboratorium
Bahan pemeriksaan untuk bakteri mycrobacterium tuberculosis
berupa sputum pasien. Sebaiknya sputum diambil pada pagi hari
dan yang pertama keluar. Jika sulit didapatkan maka sputum
dikumpulkan selama 24 jam.
1
7

4. Rencana Keperawatan

a. Diagnosa
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) yang akan dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Diagnosa Keperawatan


Dx Definisi Penyebab/faktor risiko Gejala dan Tanda Kondisi klinis terkait
Mayor Minor
a. Ketidakmampuan Fisiologis : Subjektif : - Subjektif : Dispnea, sulit Gullian barre syndrom,
membersihkan sekret 1. Spasme jalan napas Objektif : bicara dan ortopnea. sklerosis multiple,
atau obstruksi jalan 2. Hipersekresi jalan napas Batuk tidak efektif, tidak Objektif : myasthenia gravis,
napas untuk 3. Disfungsi neuromuskuler mampu batuk, spuntum Gelisah, sianosis, bunyi prosedur diagnostik
mempertahankan jalan berlebih, mengi napas menurun, frekuensi (misal bronkoskopi,
4. Benda asing dalam jalan napas
napas tetap paten. (wheezing), ronkhi kering, napas menurun, frekuensi transesophageal
5. Adanya jalan napas buatan mekonium di jalan napas napas berubah, pola napas echocardiography),
6. Sekresi yang tertahan (pada neontus). berubah. depresi sistem saraf pusat,
7. Hiperplasia dinding jalan napas cedera kepala, stroke,
8. Proses infeksi kuadriplegia,sindrom
9. Respon alergi aspirasi mekonium,
10. Efek agen farmakologis infeksi saluran napas.
(misalnya anastesi)
Situasional:
a. Merokok aktif dan pasif
b. Terpanjan polutan
b. Kelebihan atau Penyebab : Subjektif : Dispnea Subjektif : Penyakit paru obstruktif
kekurangan oksigenasi 1. Ketidakseimbangan ventilasi- Objektif : PCO2 Pusing, penglihatan kabur. kronis (PPOK), gagal
dan atau eliminasi perfusi meningkat/menurun, Objektif :Sianosis, jantung kongestif, asma,
karbondioksida pada 2. Perubahan membran alveolus- takikardi, pH arteri diaforesis, gelisah, napas pneumonia, tuberkulosi
membran alveolus- kapiler meningkat/menurun, bunyi cuping hidung, pola napas paru, penyakit membran
kapiler. napas tambahan. abnormal (cepat/lambat, hialin, asfiksia, persistent
regular/ireguler, pulmonary hypertension
dalam/dangkal), warna kulit of newborn (PPHN),
abnormal (misal pucat dan prematuritas, infeksi
kebiruan), kesadaran saluran napas
menurun.

c. Inspirasi dan/atau Penyebab : Subjektif : Dispnea. Subjektif : Ortopnea Depresi sistem saraf,
ekspirasi yang tidak 1. Depresi pusat pernapasan Objektif : Penggunaan Objektif : Pernapasan cedera kepala,trauma
memberikan ventilasi 2. Hambatan upaya napas (misal otot bantu pernapasan, fase pursed-lip, thoraks, gullian barre
adekuat. nyeri saat bernapas, kelemahan ekspirasi memanjang, pola pernapasancuping hidung, syndrom, multiple
otot pernapasan napas abnormal (misal diameter thoraks anterior- sclerosis, myasthenia
3. Deformitas dinding dada takipnea, bradipnea, posterior meningkat, gravis, stroke,
4. Deformitas tulang dada hiperventilasi, ventilasi semenit menurun, kuadriplegia, intoksikasi
5. Gangguan neuromuskular kussmaul, cheyne-stokes). kapasitas vital menurun, alkohol.
6.Gangguan neurologis (misal tekanan ekspirasi menurun,
elektroensefalogram [EEG] tekanan inspirasi menurun,
positif, cedera kepala, gangguan ekskursi dada berubah.
kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventiasi
12. Kerusakan inervasi diafragma
(kerusakan saraf C5 ke atas)
13. Cedera pada medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan

d. Berisiko mengalami Faktor risiko Cedera kepala,


masuknya sekresi 1. Penurunan tingkat kesadaran stroke, cedera
gastrointestinal, sekresi 2. Penurunan refleks muntah medula
orofaring, benda cair dan/atau batuk spinalis,
atau padat ke dalam 3. Gangguan menelan keracunan obat

18
1
9

saluran trakeobronkhial 4. Disfagia alkohol,


akibat disfungsi 5. Kerusakan mobilitas fisik pembesaran
mekanisme protektif 6. Peningkatan residu lambung uterus,
saluran napas. 7. Peningkatan tekanan sklerosis
intragastrik multipel dan
8. Penurunan motilitas prematuritas.
gastrointestinal
9. Perlambatan pengososongan
lambung
10. Ketidakmatangan koordinasi
menghisap, menelan dan
bernapas

e. Ketidakmampuan Fisiologis Subjektif : - Subjektif : Lelah,fokus cedera kepala, gagal


beradaptasi dengan 1. Hipersekresi jalan naps Objektif : Frekuensi napas meningkat pada pernapasan, napas, transplatasi jantung
pengurangan bantuan 2. Ketidakcukupan energi meningkat, pengunaan otot dan gelisah. dan displasia
ventilator mekanik yang 3. Hambatan upaya napas (misal bantu napas, napas Objektif : Auskultasi suara bronkopulmonal.
dapat menghambat dan nyeri saat bernapas, mengap-mengap (gasping), inspeksi menurun, warna
memperlama proses kelemahan otot pernapasan, upaya napas dan bantuan kulit abnormal (misal pucat
penyapihan. efek sedasi) tidak sinkron, napas dan sianosis), napas
Psikologis dangkal, agitas, dan nilai paradoks abdominal dan
1. Kecemasan darah arteri abnormal. diaforesis.
2. Perasaan tidak berdaya
3. Kurang terpapar informasi
tentang proses penyapihan
4. Penurunan motivasi
5. Situasional
6. Ketidakadekuatan dukungan
sosial
7. Ketidaktepatan kecepatan
proses penyapihan
8. Riwayat kegagalan berulang
dalam upaya penyapihan
9. Riwayat ketergantungan
ventilator >4 hari

F. Penurunan cadangan Faktor risiko Subjektif : Dispnea Subjektif : - Penyakit paru obstruktif
energi 1. Gangguan metabolisme Objektif : Pengunaan otot Objektif : Gelisah dan kronis (PPOK), asma,
yangmengakibatkan 2. Kelelahan otot pernapasan bantu napas meningkat, takikardia cedera kepala, gagal
individu tidak mampu volue tidal menurun, PCO2 napas, bedah jantung dan
bernapas secara adekuat. meningkat, PCO2 menurun, infeksi saluran napas.
SaO2 menurun

b. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan Asuhan Keperawatan pada pasien gangguan kebutuhan oksigenasi dalam buku Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (2018).
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Intervensi Utama Intervensi Pendukung
Bersihan jalan napas tidak efektif Latihan Batuk Efektif - Dukungan kepatuhan program
Tujuan: Observasi: pengobatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan - Identifikasi kemampuan batuk - Edukasi fisioterapi dada
pasien menunjukkan jalan napas yang bersih ditandai - Monitor adanya retensi sputum - Edukasi pengukuran respirasi
dengan kriteria hasil sebagai berikut: - Moniyor tanda dan gejala infeksi - Fisioterapi dada
Status pernapasan: kepatenan jalan napas saluran napas - Konsultasi via telepon
- Tidak ada sekret - Monitor input dan output cairan (misal - Manajemen asma
Pertukaran gas jumlah dan karakteristik) - Manajemen alergi
- Pasien mampu mengeluarkan sekret Terapeuntik: - Manajemen anafiklasis
Ventilasi - Atur posisi semi-fowler atau fowler - Manajemen isolasi
- RR dalam batas normal - Pasang perlak dan bengkok - Manajemen ventilasi mekanik
- Buang sekret pada tempat sputum - Manajemen jalan napas buatan
Edukasi: - Pemberian obat inhalasi
- Jelasjan tujuan dan prosedur batuk - Pemberian obat interpleura
efektif - Pemberian obat intradermal
- Anjurkan tarik napas dalam melalui - Pemberian obat nasal
hidung selama 4 detik, dan ditahan - Pencegahan aspirasi
selama 2 detik, kemudian keluarkan - Pengaturan posisi
dari mulut dengan bibir mencucu - Penghisapan jalan napas
(dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik napas - Penyapihan ventilasi mekanik
dalam hingga 3 kali - Perawatan trakeostomi
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung - Skrining tuberkulosis
setelah tarik napas dalam yang ke-3 - Stabilisasi jalan napas
Kolaborasi: - Terapi oksigen
- Kolaborassi pemberian mukolitik atau
ekspetoran, jika perlu

Manajemen Jalan Napas


Observasi:
- Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (misal
gurglling, mengi, wheezing, ronkhi
kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik:
- Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan chin lift (jaw-
thrust jika curiga trauma servikal)
- Atur posisi semi-fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/
hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
- kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu

Pemantauan Respirasi
Observasi:
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
chyne-stokes, biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
Terapeutik:
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi:
- Jelaskan tujuandan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu.
Gangguan pertukaran gas Pemantauan Respirasi - Dukungan berhenti merokok
Tujuan: Observasi: - Dukungan ventilasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, - Edukasi berhenti merokok
pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang dan upaya napas - Edukasi pengukuran respirasi
adekuat ditandai dengan kriteria hasil: - Monitor pola napas (seperti bradipnea, - Edukasi fisioterapi dada
Status pernapasan takipnea, hiperventilasi, kussmaul, - Fisioterapi dada
- Klien mampu mengeluarkan sekret chyne-stokes, biot, ataksik) - Observasi jalan napas buatan
Ventilasi - Monitor kemampuan batuk efektif - Konsultasi via telepon
- RR batas normal - Monitor adanya produksi sputum - Manajemen ventilasi mekanik
- Monitor adanya sumbatan jalan napas - Pemberian obat
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru - Pemberian obat inhalasi
- Auskultasi bunyi napas - Pemberian obat intrapleura
- Monitor saturasi oksigen - Pemberian obat intradermal
- Monitor nilai AGD - Pemberian obat intramuskular
Terapeutik: Pemberian obat intravena
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan danprosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

Terapi Oksigen
Observasi:
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodik
dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
- Monitor efektifitasterapi oksigen
(misal oksimetri, analisa gas darah),
jika perlu
- Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
- Monitor tanda tanda hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelektasis
- Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
Terapeutik:
- Bersihkan sekret pada mulut, hidung
dan trakea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen
- Berikan oksigen tambahan, jika perlu
- Tetap berikan oksigen saat pasien di
transportasi
- Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi:
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi:
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur
Pola napas tidak efektif Manajemen Jalan Napas - Dukungan emosional
Tujuan: Observasi: - Dukungan kepatuhan program
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola - Monitor pola napas (frekuensi, pengobatan
napas klien teratur ditandai dengan kriteria hasil sebagai kedalaman, usaha napas) - Dekungan ventilasi
berikut: - Monitor bunyi napas tambahan (misal - Edukasi pengukuran respirasi
Status Pernapasan: Kepatenan jalan napas gurgling, mengi, wheezing, ronkhi - Konsultasi via telepon
- Irama napas kering - Manajemen energi
irreguler Ventilasi - Monitor sputum (jumlah, warna, - Manajemen jalan napas buatan
- RR dalam batas aroma) - Manajemen medikasi
normal Tanda-tanda vital Terapeutik: - Pemberian obat inhalasi
- TTV dalam batas normal - Pertahankan kepatenan jalan napas - Pemberian obat interpleura
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw- - Pemberian obat intradermal
thrust jika curiga trauma servikal) - Pemberian obat intravena
- Atur posisi semi-fowler atau fowler - Pemberian obat oral
- Berikan minum hangat - Pencegahan aspirasi
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu - Pengaturan posisi
- Lakukan penghisapan lendir kurang - Prawatan selang dada
dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi seelum
penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
- Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
- Anjurkan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Pemantauan Respirasi
Observas
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman,dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
chyne-stokes, biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Resiko aspirasi Manajemen Jalan Napas - Dukungan perawatan diri, makan dan
Tujuan: Observasi: minum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan - Monitor pola napas (frekuensi, - Insersi selang nasogastrik
pasien tidak menunjukkan risiko aspirasi dengan kriteria kedalaman usaha napas) - Manajemen jalan napas buatan
hasil sebagai berikut: - Monitor bunyi napas tambahan (misal - Manajemen kejang
- Irama dan frekuensi pernapasan normal gurgling, mengi, wheezing, ronkhi - Manajemen muntah
Jalan napas paten, mudah bernapas, tidak ada suara napas kering) - Manajemen sedasi
- Monitor sputum (jumlah, warna, - Manajemen ventilasi mekanik
abnormal
aroma) - Pemantauan respirasi
Terapeutik: - Pemberian makanan
- Pertahankan kepatenan jalan napas - Pemberian makanan enternal
dengan head-tilt danchift lift (jaw- - Pemberian obat
thrust jika curiga trauma servikal) - Pemberian obat inhalasi
- Atur posisi semi-fowler atau fowler - Pemberian obat interpleura
- Berikan minum hangat - Pemberian obat intravena
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu - Pengaturan posisi
- Lakukan penghisapan lendir kurang - Penghisapan jalan napas
dari 15 detik - Perawatan pasca anastesi
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum - Perawatan selang gastrointestinal
penghisapan endotrakeal - Resusitasi neonatus
- Keluarkan sumbatam benda padat
dengan forsep McGill - Terapi menelan
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu

Pencegahan Aspirasi
Observasi:
- Monitor tingkat kesadaran, batuk,
muntah, dan kemampuan
menelan
- Monitor status pernapasan
- Monitor bunyi napas, terutama setelah
makan dan minum
- Periksa residu gaster sebelum memberi
memberi asupan oral
- Periksa kepatenan selang nasogastrik
sebelum memberi asupan oral
Terapeutik:
- Posisikan semi-fowler (30-45 derajat)
30 menit sebelum memberi asupan oral
- Pertahankan posisi semi fowler (30-45
derajat) pada pasien tidak sadar
- Pertahankan kepatenan jalan napas
(misal teknik head-tilt chin-lift, jaw-
thrust, in line)
- Pertahankan pengembangan balon
endrotracheal tube (EET)
- Lakukan penghisapan jalan napas, jika
produksi sekret meningkat
- Sediakan suction di ruangan
- Hindari memberi makan melalui
selang gastrointenstinal, jika residu
banyak
- Berikan makanan dengan ukuran kecil
atau lunak
- Berikan obat oral dalam bentuk cair
Edukasi:
- Anjurkan makanan secara berlebihan
- Anjurkan strategi mencegah aspirasi
Ajarkan teknik mengunyah atau menelan, jika
perlu
c. Implementasi
Implementasi merupakan tahap dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan
rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat,
intervensi diharapkan dapat nencapai tujuan dan hasil yang diinginkan
untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien (Potter,
2010).
Tujuan dari implementasi aalah membantu pasien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan
memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan keperawatan dilaksanakan
dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk beradaptasi dalam
implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi,
perawat akan terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan
keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien (Nursalam,
2008).
Jenis-jenis tindakan tahap pelaksanaan implementasi antara lain
sebagai berikut:
1) Secara Mandiri (Independent)
Tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu
pasien dalam mengatasi masalahnya dan menanggapi reaksi karena
adanya stressor.
2) Saling ketergantungan (Interdependent)
Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan
dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter, fisioterapi, dan lain-
lain.
3) Rujukan Ketergantungan (Dependent)
Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya
diantaranya dokter, psikiatri, ahli gizi, dan lainnya.
4) Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Tahap ini
sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau
kesejahteraan klien. Mengambil tindakan evaluasi untuk
menentukan apakah hasil yang diharapkan telah terpenuhi bukan
untuk melaporkan intervensi keperawatan yang telah dilakukan.
Hasil yang diharapkan merupakan standar penilaian bagi perawat
untuk melihat apakah tujuan telah terpenuhi (Potter & Perry,
2009).
C. Tinjauan Konsep Penyakit Tuberkulosis Paru
1. Definisi Penyakit
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman TBC (Mycrobacterium Tuberculosis) (Kemenkes RI, 2013).
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
mnyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan
granuloma dan menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain
(Manurung, 2009).
Tuberkulosis(TB) adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang
paru-paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis.
Penularan utama penyakit TB adalahbakteri yang terdapat dalam
droplet yang di keluarkan penderita sewaktu batuk, bersin, bahkan
ketika berbicara. Bakteri Mycrobacterium Tuberculosis yang
ditemukan Robert Koch pada tahun 1982, tanggal 24 maret diperingati
sebagai hari Tuberkulosis (TB) sedunia (Mutaqin, 2012).
2. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium
Tuberculosis. Bakteri atau kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran
panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar kuman berupa
lemak/lipid, sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang
menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang memiliki
kandungan oksigen tinggi yaitu apikal/apeks paru. Daerah ini menajdi
predileksi pada penyakit tuberkulosis (Soemantri, 2012).
3. Patofisiologi
Seseorang yang dicurigai menghirup hasil Mycrobacterium
Tuberculosis akan menjadi terinfeksi. Bakteri menyebar melalui
jalannapas ke alveoli, dimana pada daerah tersebut bakteri
bertumpukan berkembang biak. Penyebaran basil ini bisa juga melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang,
korteks serebi) dan area lain paru-paru lobus atas.
Sistem kekebalan tubuh berespon dengan melakukan reaksi
inflamasi. Neutrofil dan makrofag memfagositosis (menelan) bakteri.
Limfosit spesifik terhadap tuberkulosis menghancurkan (melisiskan)
basil danjaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10
minggu setelah terpapar.
Masa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan hasil
yang hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh magrofag yang
membentuk dinding granuloma berubah bentuk menjadi masa jaringan
fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut Ghon Tubercle, materi yang
terdiri atas makrofag dan bakteri menajdi nekrotik, membentuk
perkijauan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan terbentuk
klasifikasi,membentuk jaringan kolagen. Bakteri menjadi non-aktif.
Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal,
karena merespon sistem imun yang tidak adekuat. Penyakit aktif dapat
juga timbul akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang
aktif. Pada kasus ini, terjadi ulserasi pada ghon tubercle, dan akhirnya
menjadi perkijauan. Tuberkel yang ulsrasi mengalami proses
penyembuhan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi
kemudian meradang, mengakibatkan bronkopneuminia, pembentukan
tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar
getah bening. Mikrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bertsatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan waktu 10-20 hari). Daerah
yang mengalami nekrosis serta jaringan granulasi yang dikelilingi sel
epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respon berbeda dan
akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel
(Soemantri, 20112).
4. Pathway
5. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal penyakit tuberkulosis paru tidakmenunjukan tanda
dan gejala yang spesifik. Namun seiring dengan perjalanan penyakit akan
menambah jaringan parunya mengalami kerusakan, sehingga dapat
meningkatkan produksi sputum yang ditunjukandenganseringnya pasien
batuk sebagai bentuk kompensasi pengeluarah dahak.
Selain itu, pasien dapat merasa letih, lemah berkeringat pada malam
hari danmengalami penurunan berat badan yang berarti. Secara rinci
tandadan gejala tuberkulosis paru ini dapat dibagi atas 2 golongan yaitu
gejala sistemik dan gejala respiratorik.
a. Gejala Sistemik
1) Demam
Demam merupakan gejala pertama dari tubercolosis paru, biasanya
timbul pada sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip
demam influenza yang segera mereda. Tergantung dari daya tahan
tubuh dan virulensi kuman, serangan demam yang berikut dapat
terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan,dan 9 bulan. Demam seperti
influenza yang hilang timbul dan semakin lama semakin panjang
masa serangannya,sedangkan masa bebas serangan akan semakin
pendek. Demam dapat mencapai 40-41oC.
2) Malaise
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi
rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan
semakin kurus, sakit kepala,mudah lelah, dan pada wanita kadang-
kadang dapat terjadi ganngguan sirkulasi haid.
b. Gejala Respiratorik
1) Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melinatkan
bronkhus. Batuk mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkhus,
selanjutnya akibat addanya peradngan pada bronkhus, batuk akan
menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang
produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid
atau purulen.
2) Batuk Darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan
ringannya batuk darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul
akibatpecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga dapat terjadi
karenauluserasin pada mukosa bronkhus. Batuk darah ini lah yang
paling sering membawa penderita berobat ke dokter.
3) Sesak Napas
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan
paru yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah
ditemukan.
4) Nyeri Dada
Gejala ini timbul apabila sistem pernapasan yang terdapat pleura terkena, gejala ini bersifat lokal atau
plueritik (Manurung, 2009).

Anda mungkin juga menyukai