OLEH:
ZUHALDI AKBAR
NIM P07120120044
c) Perkusi
(1) Perkusi langsung
Perkusi langsung, yakni pemeriksaan memukul thoraks
klien dengan bagian palmar jaritengan keempatujung jari
tangannya.
(2) Perkusi Tak Langsung
Perkusi taklangsung, yakni pemeriksa menempelkan suatu
objek padat yang disebut pleksimeter pada dada klien, lalu
sebuah objek lain yang disebut pleskor untuk memukul
pleksimeter tadi, sehingga menimbulkan suara.
Suara perkusi pada klien tuberkulosis paru biasanya
hipersonor yaitu bergaung lebih rendah dibandingkan
dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi
udara.
d) Auskultasi
Biasanya pada penderita tuberkulosis paru didapatkan bunyi
napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi
perawat untuk mendemonstrasikan daerah mana didapatkan
adanya ronkhi (Andarmoyo, 2012)
c. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mutaqin (2012) untuk memastikan diagnosa pasien TB
paru dengan gangguan kebutuhan oksigenasi diantaranya:
1) Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya
suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala awal dan sebelum
pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru.
2) CT – Scan (Computerized Tomography Scanner)
Pemeriksaan CT – Scan dilakukan untuk menemukan hubungan
kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukan dengan adanya gambar
garis-garis fibrotik. Sebagaimana pemeriksaan rontgen thoraks,
penentuan bahwa kelainan inaktif dapat hanya berdasarkan pada
temuan CT- Scanpada pemeriksaan tunggal, namun selalu
dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan periksaan
secara serial setiap hari.
3) Pemeriksaan Laboratorium
Bahan pemeriksaan untuk bakteri mycrobacterium tuberculosis
berupa sputum pasien. Sebaiknya sputum diambil pada pagi hari
dan yang pertama keluar. Jika sulit didapatkan maka sputum
dikumpulkan selama 24 jam.
1
7
4. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) yang akan dijelaskan pada tabel berikut:
c. Inspirasi dan/atau Penyebab : Subjektif : Dispnea. Subjektif : Ortopnea Depresi sistem saraf,
ekspirasi yang tidak 1. Depresi pusat pernapasan Objektif : Penggunaan Objektif : Pernapasan cedera kepala,trauma
memberikan ventilasi 2. Hambatan upaya napas (misal otot bantu pernapasan, fase pursed-lip, thoraks, gullian barre
adekuat. nyeri saat bernapas, kelemahan ekspirasi memanjang, pola pernapasancuping hidung, syndrom, multiple
otot pernapasan napas abnormal (misal diameter thoraks anterior- sclerosis, myasthenia
3. Deformitas dinding dada takipnea, bradipnea, posterior meningkat, gravis, stroke,
4. Deformitas tulang dada hiperventilasi, ventilasi semenit menurun, kuadriplegia, intoksikasi
5. Gangguan neuromuskular kussmaul, cheyne-stokes). kapasitas vital menurun, alkohol.
6.Gangguan neurologis (misal tekanan ekspirasi menurun,
elektroensefalogram [EEG] tekanan inspirasi menurun,
positif, cedera kepala, gangguan ekskursi dada berubah.
kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventiasi
12. Kerusakan inervasi diafragma
(kerusakan saraf C5 ke atas)
13. Cedera pada medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
18
1
9
F. Penurunan cadangan Faktor risiko Subjektif : Dispnea Subjektif : - Penyakit paru obstruktif
energi 1. Gangguan metabolisme Objektif : Pengunaan otot Objektif : Gelisah dan kronis (PPOK), asma,
yangmengakibatkan 2. Kelelahan otot pernapasan bantu napas meningkat, takikardia cedera kepala, gagal
individu tidak mampu volue tidal menurun, PCO2 napas, bedah jantung dan
bernapas secara adekuat. meningkat, PCO2 menurun, infeksi saluran napas.
SaO2 menurun
b. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan Asuhan Keperawatan pada pasien gangguan kebutuhan oksigenasi dalam buku Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (2018).
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Intervensi Utama Intervensi Pendukung
Bersihan jalan napas tidak efektif Latihan Batuk Efektif - Dukungan kepatuhan program
Tujuan: Observasi: pengobatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan - Identifikasi kemampuan batuk - Edukasi fisioterapi dada
pasien menunjukkan jalan napas yang bersih ditandai - Monitor adanya retensi sputum - Edukasi pengukuran respirasi
dengan kriteria hasil sebagai berikut: - Moniyor tanda dan gejala infeksi - Fisioterapi dada
Status pernapasan: kepatenan jalan napas saluran napas - Konsultasi via telepon
- Tidak ada sekret - Monitor input dan output cairan (misal - Manajemen asma
Pertukaran gas jumlah dan karakteristik) - Manajemen alergi
- Pasien mampu mengeluarkan sekret Terapeuntik: - Manajemen anafiklasis
Ventilasi - Atur posisi semi-fowler atau fowler - Manajemen isolasi
- RR dalam batas normal - Pasang perlak dan bengkok - Manajemen ventilasi mekanik
- Buang sekret pada tempat sputum - Manajemen jalan napas buatan
Edukasi: - Pemberian obat inhalasi
- Jelasjan tujuan dan prosedur batuk - Pemberian obat interpleura
efektif - Pemberian obat intradermal
- Anjurkan tarik napas dalam melalui - Pemberian obat nasal
hidung selama 4 detik, dan ditahan - Pencegahan aspirasi
selama 2 detik, kemudian keluarkan - Pengaturan posisi
dari mulut dengan bibir mencucu - Penghisapan jalan napas
(dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik napas - Penyapihan ventilasi mekanik
dalam hingga 3 kali - Perawatan trakeostomi
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung - Skrining tuberkulosis
setelah tarik napas dalam yang ke-3 - Stabilisasi jalan napas
Kolaborasi: - Terapi oksigen
- Kolaborassi pemberian mukolitik atau
ekspetoran, jika perlu
Pemantauan Respirasi
Observasi:
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
chyne-stokes, biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
Terapeutik:
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi:
- Jelaskan tujuandan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu.
Gangguan pertukaran gas Pemantauan Respirasi - Dukungan berhenti merokok
Tujuan: Observasi: - Dukungan ventilasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, - Edukasi berhenti merokok
pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang dan upaya napas - Edukasi pengukuran respirasi
adekuat ditandai dengan kriteria hasil: - Monitor pola napas (seperti bradipnea, - Edukasi fisioterapi dada
Status pernapasan takipnea, hiperventilasi, kussmaul, - Fisioterapi dada
- Klien mampu mengeluarkan sekret chyne-stokes, biot, ataksik) - Observasi jalan napas buatan
Ventilasi - Monitor kemampuan batuk efektif - Konsultasi via telepon
- RR batas normal - Monitor adanya produksi sputum - Manajemen ventilasi mekanik
- Monitor adanya sumbatan jalan napas - Pemberian obat
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru - Pemberian obat inhalasi
- Auskultasi bunyi napas - Pemberian obat intrapleura
- Monitor saturasi oksigen - Pemberian obat intradermal
- Monitor nilai AGD - Pemberian obat intramuskular
Terapeutik: Pemberian obat intravena
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan danprosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Terapi Oksigen
Observasi:
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodik
dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
- Monitor efektifitasterapi oksigen
(misal oksimetri, analisa gas darah),
jika perlu
- Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
- Monitor tanda tanda hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelektasis
- Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
Terapeutik:
- Bersihkan sekret pada mulut, hidung
dan trakea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen
- Berikan oksigen tambahan, jika perlu
- Tetap berikan oksigen saat pasien di
transportasi
- Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi:
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi:
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur
Pola napas tidak efektif Manajemen Jalan Napas - Dukungan emosional
Tujuan: Observasi: - Dukungan kepatuhan program
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola - Monitor pola napas (frekuensi, pengobatan
napas klien teratur ditandai dengan kriteria hasil sebagai kedalaman, usaha napas) - Dekungan ventilasi
berikut: - Monitor bunyi napas tambahan (misal - Edukasi pengukuran respirasi
Status Pernapasan: Kepatenan jalan napas gurgling, mengi, wheezing, ronkhi - Konsultasi via telepon
- Irama napas kering - Manajemen energi
irreguler Ventilasi - Monitor sputum (jumlah, warna, - Manajemen jalan napas buatan
- RR dalam batas aroma) - Manajemen medikasi
normal Tanda-tanda vital Terapeutik: - Pemberian obat inhalasi
- TTV dalam batas normal - Pertahankan kepatenan jalan napas - Pemberian obat interpleura
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw- - Pemberian obat intradermal
thrust jika curiga trauma servikal) - Pemberian obat intravena
- Atur posisi semi-fowler atau fowler - Pemberian obat oral
- Berikan minum hangat - Pencegahan aspirasi
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu - Pengaturan posisi
- Lakukan penghisapan lendir kurang - Prawatan selang dada
dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi seelum
penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
- Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
- Anjurkan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Pemantauan Respirasi
Observas
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman,dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
chyne-stokes, biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Resiko aspirasi Manajemen Jalan Napas - Dukungan perawatan diri, makan dan
Tujuan: Observasi: minum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan - Monitor pola napas (frekuensi, - Insersi selang nasogastrik
pasien tidak menunjukkan risiko aspirasi dengan kriteria kedalaman usaha napas) - Manajemen jalan napas buatan
hasil sebagai berikut: - Monitor bunyi napas tambahan (misal - Manajemen kejang
- Irama dan frekuensi pernapasan normal gurgling, mengi, wheezing, ronkhi - Manajemen muntah
Jalan napas paten, mudah bernapas, tidak ada suara napas kering) - Manajemen sedasi
- Monitor sputum (jumlah, warna, - Manajemen ventilasi mekanik
abnormal
aroma) - Pemantauan respirasi
Terapeutik: - Pemberian makanan
- Pertahankan kepatenan jalan napas - Pemberian makanan enternal
dengan head-tilt danchift lift (jaw- - Pemberian obat
thrust jika curiga trauma servikal) - Pemberian obat inhalasi
- Atur posisi semi-fowler atau fowler - Pemberian obat interpleura
- Berikan minum hangat - Pemberian obat intravena
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu - Pengaturan posisi
- Lakukan penghisapan lendir kurang - Penghisapan jalan napas
dari 15 detik - Perawatan pasca anastesi
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum - Perawatan selang gastrointestinal
penghisapan endotrakeal - Resusitasi neonatus
- Keluarkan sumbatam benda padat
dengan forsep McGill - Terapi menelan
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Pencegahan Aspirasi
Observasi:
- Monitor tingkat kesadaran, batuk,
muntah, dan kemampuan
menelan
- Monitor status pernapasan
- Monitor bunyi napas, terutama setelah
makan dan minum
- Periksa residu gaster sebelum memberi
memberi asupan oral
- Periksa kepatenan selang nasogastrik
sebelum memberi asupan oral
Terapeutik:
- Posisikan semi-fowler (30-45 derajat)
30 menit sebelum memberi asupan oral
- Pertahankan posisi semi fowler (30-45
derajat) pada pasien tidak sadar
- Pertahankan kepatenan jalan napas
(misal teknik head-tilt chin-lift, jaw-
thrust, in line)
- Pertahankan pengembangan balon
endrotracheal tube (EET)
- Lakukan penghisapan jalan napas, jika
produksi sekret meningkat
- Sediakan suction di ruangan
- Hindari memberi makan melalui
selang gastrointenstinal, jika residu
banyak
- Berikan makanan dengan ukuran kecil
atau lunak
- Berikan obat oral dalam bentuk cair
Edukasi:
- Anjurkan makanan secara berlebihan
- Anjurkan strategi mencegah aspirasi
Ajarkan teknik mengunyah atau menelan, jika
perlu
c. Implementasi
Implementasi merupakan tahap dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan
rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat,
intervensi diharapkan dapat nencapai tujuan dan hasil yang diinginkan
untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien (Potter,
2010).
Tujuan dari implementasi aalah membantu pasien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan
memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan keperawatan dilaksanakan
dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk beradaptasi dalam
implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi,
perawat akan terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan
keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien (Nursalam,
2008).
Jenis-jenis tindakan tahap pelaksanaan implementasi antara lain
sebagai berikut:
1) Secara Mandiri (Independent)
Tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu
pasien dalam mengatasi masalahnya dan menanggapi reaksi karena
adanya stressor.
2) Saling ketergantungan (Interdependent)
Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan
dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter, fisioterapi, dan lain-
lain.
3) Rujukan Ketergantungan (Dependent)
Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya
diantaranya dokter, psikiatri, ahli gizi, dan lainnya.
4) Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Tahap ini
sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau
kesejahteraan klien. Mengambil tindakan evaluasi untuk
menentukan apakah hasil yang diharapkan telah terpenuhi bukan
untuk melaporkan intervensi keperawatan yang telah dilakukan.
Hasil yang diharapkan merupakan standar penilaian bagi perawat
untuk melihat apakah tujuan telah terpenuhi (Potter & Perry,
2009).
C. Tinjauan Konsep Penyakit Tuberkulosis Paru
1. Definisi Penyakit
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman TBC (Mycrobacterium Tuberculosis) (Kemenkes RI, 2013).
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
mnyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan
granuloma dan menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain
(Manurung, 2009).
Tuberkulosis(TB) adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang
paru-paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis.
Penularan utama penyakit TB adalahbakteri yang terdapat dalam
droplet yang di keluarkan penderita sewaktu batuk, bersin, bahkan
ketika berbicara. Bakteri Mycrobacterium Tuberculosis yang
ditemukan Robert Koch pada tahun 1982, tanggal 24 maret diperingati
sebagai hari Tuberkulosis (TB) sedunia (Mutaqin, 2012).
2. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium
Tuberculosis. Bakteri atau kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran
panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar kuman berupa
lemak/lipid, sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang
menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang memiliki
kandungan oksigen tinggi yaitu apikal/apeks paru. Daerah ini menajdi
predileksi pada penyakit tuberkulosis (Soemantri, 2012).
3. Patofisiologi
Seseorang yang dicurigai menghirup hasil Mycrobacterium
Tuberculosis akan menjadi terinfeksi. Bakteri menyebar melalui
jalannapas ke alveoli, dimana pada daerah tersebut bakteri
bertumpukan berkembang biak. Penyebaran basil ini bisa juga melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang,
korteks serebi) dan area lain paru-paru lobus atas.
Sistem kekebalan tubuh berespon dengan melakukan reaksi
inflamasi. Neutrofil dan makrofag memfagositosis (menelan) bakteri.
Limfosit spesifik terhadap tuberkulosis menghancurkan (melisiskan)
basil danjaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10
minggu setelah terpapar.
Masa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan hasil
yang hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh magrofag yang
membentuk dinding granuloma berubah bentuk menjadi masa jaringan
fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut Ghon Tubercle, materi yang
terdiri atas makrofag dan bakteri menajdi nekrotik, membentuk
perkijauan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan terbentuk
klasifikasi,membentuk jaringan kolagen. Bakteri menjadi non-aktif.
Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal,
karena merespon sistem imun yang tidak adekuat. Penyakit aktif dapat
juga timbul akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang
aktif. Pada kasus ini, terjadi ulserasi pada ghon tubercle, dan akhirnya
menjadi perkijauan. Tuberkel yang ulsrasi mengalami proses
penyembuhan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi
kemudian meradang, mengakibatkan bronkopneuminia, pembentukan
tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar
getah bening. Mikrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bertsatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan waktu 10-20 hari). Daerah
yang mengalami nekrosis serta jaringan granulasi yang dikelilingi sel
epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respon berbeda dan
akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel
(Soemantri, 20112).
4. Pathway
5. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal penyakit tuberkulosis paru tidakmenunjukan tanda
dan gejala yang spesifik. Namun seiring dengan perjalanan penyakit akan
menambah jaringan parunya mengalami kerusakan, sehingga dapat
meningkatkan produksi sputum yang ditunjukandenganseringnya pasien
batuk sebagai bentuk kompensasi pengeluarah dahak.
Selain itu, pasien dapat merasa letih, lemah berkeringat pada malam
hari danmengalami penurunan berat badan yang berarti. Secara rinci
tandadan gejala tuberkulosis paru ini dapat dibagi atas 2 golongan yaitu
gejala sistemik dan gejala respiratorik.
a. Gejala Sistemik
1) Demam
Demam merupakan gejala pertama dari tubercolosis paru, biasanya
timbul pada sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip
demam influenza yang segera mereda. Tergantung dari daya tahan
tubuh dan virulensi kuman, serangan demam yang berikut dapat
terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan,dan 9 bulan. Demam seperti
influenza yang hilang timbul dan semakin lama semakin panjang
masa serangannya,sedangkan masa bebas serangan akan semakin
pendek. Demam dapat mencapai 40-41oC.
2) Malaise
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi
rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan
semakin kurus, sakit kepala,mudah lelah, dan pada wanita kadang-
kadang dapat terjadi ganngguan sirkulasi haid.
b. Gejala Respiratorik
1) Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melinatkan
bronkhus. Batuk mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkhus,
selanjutnya akibat addanya peradngan pada bronkhus, batuk akan
menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang
produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid
atau purulen.
2) Batuk Darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan
ringannya batuk darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul
akibatpecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga dapat terjadi
karenauluserasin pada mukosa bronkhus. Batuk darah ini lah yang
paling sering membawa penderita berobat ke dokter.
3) Sesak Napas
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan
paru yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah
ditemukan.
4) Nyeri Dada
Gejala ini timbul apabila sistem pernapasan yang terdapat pleura terkena, gejala ini bersifat lokal atau
plueritik (Manurung, 2009).