Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MAKALAH ETIKA HUKUM DAN KEPERAWATAN

EUTHANASIA, ASPEK HUKUM, DAN PROBLEM ETIKNYA


BAGI PERWAT

Dosen Pengajar : Tien Aminah,S.Kep,Ns

Disusun Oleh:
Adi Setiawan (201146)

INSTITUT TEKNOLOGI, SAINS, DAN KESEHATAN RS DR.


SOEPRAOEN KESDEM V/BRW
TAHUN AJARAN
2020/2021
Kata Pengantar

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadiran Allah SWT karena


atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah
mata kuliah Etika Hukum dan Keperawatan diberikan dengan “judul Euthanasia,
Aspek Hukum, dan Problem Etiknya Bagi perawat”. Dengan harapan semoga
makalah ini dapat memenuhi dan sesuai dengan kriteria penugasan yang di berikan.
Tak lupa pula penyusun sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing
mata kuliah Etika Hukum dan Keperawatan. Serta mohon maaf apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan makalah ini, sehingga penyusun mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca untuk bahan pertimbangan perbaikan makalah.

Malang, 25 Maret 2021

Penulis

2
FENOMENA EUTHANASIA

Euthanasia berarti tindakan secara sadar untuk mengakhiri hidup seorang


yang menderita secara fisik tanpa rasa sakit. Tidak semua orang bisa melakukan
praktk ini. Euthanasia hanya untuk pasien yang sakit parah dan hampir tidak
memiliki harapan hidup. Misalnya mereka sudah koma selama beberapa bulan dan
hanya bergantung pada alat yang menempel ditubuhnya. Pada umumnya keputusan
untuk melakukan euthanasia harus di dasarkan pada permintaan pasien. Namun
pada kasus tertentu tindakan itu bisa dilakukan atas permintaan orang terdekat.
Hanya jika pasien sudah tidak bisa apa-apa lagi. Biasanya ini terjadi karena keluarga
sudah pasrah dan tidak bisa membiayai pengobatan.

Dari 195 negara yang ada di dunia, hanya sepuluh yang melegalkan praktik
euthanasia. Negara tersebut terdiri dari Belanda, Belgia, Colombia, Luksemburg,
Swiss, Jerman, Jepang, India, dan Amerika Serikat

Terdapat 5 jenis Euthanasia :

1. Euthanasia volunter, yaitu ketika pasien tersebut yang meminta untuk


mengakhiri hidupnya dengan alasan medis yang kuat
2. Euthanasia nonvolunter, yang dilakukan ketika pasien sudah tidak mampu
untuk membuat pilihan anatara hidup dan mati sehingga orang terdekat yang
memutuskannya.
3. Euthanasia involuntary, yang terjadi saat pilihan yang dibuat bertolak
belakang dengan keinginan pasien. Ini sering dianggap sebagai
pembunuhan.
4. Euthanasia aktif, yang berarti mengakhiri hidup seseorang secara sadar
dengan obat yang sudah ditentukan.
5. Euthanasia pasif, yaitu pembiaran yang dilakukan dokter agar pasien
meninggal dengan sendirinya. Ini bisa dilakukan dengan mencopot alat
medis, menghentikan infus, dan lainnya.

3
Teori dan Analisis Terhadap Fenomena Euthanasia

Euthanasia tidak legal atau dilarang untuk dilakukan di Indonesia. Praktiknya


tersebut dianggap bertentangan dengan pasal 344 Kitab Undang-Undangan Hukum
Pidana (KUHP) yang berbunyi, “Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-
sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”. Tindakan euthanasia yang
jelas tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai dasar
Negara Indonesia, juga tidak sesuai dengan landasan hukum yang berlaku di
indonesia

Berdasarkan landasan hukum dan dasar negara yang digunakan bangsa


Indonesia bahwa Euthanasia tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan moral
bangsa Indonesia. Karena setiap warga Negara yang sah dan martabatnya dengan
segala hak asasi manusia yang melekat padanya, tidak terkecuali hak hidup
merupakan hak mutlak yang dimiliki seseorang sejak ia berada di dalam kandungan
yang tidak dapat dikatakan dalam keadaan apapun.

Hak hidup seseorang di Indonesia juga sudah dijamin dan tertera pada pasal
9 undang-undang No.39 tahun 1999 tentang HAM, yang menjelaskan bahwasanya
setiap orang berhak atas kehidupan, mempertahankan kehidupan, dan
meningkatkan taraf kehidupannya.

Dengan munculnya tindakan Euthanasia seperti menciptakan pandangan


yang mulai merubah peran perawat untuk merawat dan advokasi. Fokus perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan adalah mengobati pasien (merawat pasien)
dan tidak termasuk euthanasia. Euthanasia merupakan tindakan antietik untuk
aktifitas keperawatan dan bukan merupakan bagian dari pandangan perawat
sebagai pengobat/healing.

Di Indonesia sendiri belum terdapat payung hukum yang pembantuan secara


khusus perihal eutanasia. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
dan kode etik kedokteran tidak pembantuan perihal eutanasia.Seperti sedikit diulas
diatas, kajian normatif eutanasia akan kembaliseputar sejauh-jauhnya mana
interaksi dokter dalam rumusan tindak terpidana terutama pasal 344 KUHP.

4
Bahkan dokter yang melakukan eutanasia tanpa hati-hati, maka secara tidak
langsung yang terdapat pada pasal 338, 340,345 juga 359 KUHP dan melanggar
pasal pasal 7 Huruf Sebuah, c, dan d Kode etik kedokteran.

BEBERAPA ASPEK YANG MENGATUR EUTHANASIA DI INDONESIA

 Sebuah aspek Hukum

Undang-undang Hukum terpidana pembantuan seseorang dapat dipidana


atauberhasil jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja atau
karenakurang hati-hati. Ketentuan jarak yang terkait langsung denganeutanasia aktif
di Indonesia, yaitu eutanasia yang dilakukan atas permintaan pasien / korban itu
sendiri (sukarela eutanasia) sebagaimana secara eksplisitdiatur dalam Pasal 344
KUHP.

Untuk jenis eutanasia aktif juga pasif tanpa perintah, beberapa pasal yang
berhubungan dengan eutanasia adalah :

1. Pasal 338 KUHP “ Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang
lain, berhasil karena pembuat mati, dengan penjara selama-lamanya lima
belas tahun ”.
2. Pasal 340 KUHP “Barang siapa dengan sengaja sarang direncanakan lebih
dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan
direncanakan (moord) dengan hukuman mati atau penjara selama-lamanya
seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun”.
3. Pasal 359 KUHP “Barang siapa kerena salah menyebabkan matinya orang
dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama 1 tahun

Selanjutnya dikemukakan sebuah ketentuan hukum yang mengingatkan kelas


kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus eutanasia :

a. Pasal 345 KUHP “Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk
membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya
upaya itu jadi bunuh diri, berhasil penjara selama-, empat tahun.
b. Pasal 356 (3) KUHP yang juga mengancam terhadap “Penganiayaan yang
dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa dan
kesehatan untuk dimakan atau diminum ”. Selain itu patut juga perhatikan

5
adanya ketentuan dalam Bab XV KUHP khususnya Pasal 304 dan Pasal 306
(2).
c. Pasal 306 (2) KUHP dinyatakan, “Jika mengakibatkan kematian, perbuatan
tersebut dikenakan terpidana penjara maksimal sembilan tahun ”.
d. Surat Edaran IDI No. 702 / PB / H2 / 09/20 04 yang sebagai berikut: “Di
Indonesia sebagai negara yang berazaskan Pancasila, dengan sila yang kali
adalah Ke Tuhanan Yang Maha Esa, tidak mungkin dapat menerima tindakan
“Eutanasia aktif ” .
e. Dasar atas tindakan boleh tidaknya dilakukan eutanasia yaitu Surat Edaran
No.702 / PB / H.2 / 09/20 04 tentang eutanasia yang dikeluarkan oleh
Pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia Dalam pandangan hukum,eutanasia
bisa dilakukan jika pengadilan mengijinkan.
f. Para dokter di Indinesia dilarang melakukan eutanasia. Di dalam kode etika
itu tersirat suatu pengertian, bahwa seorang dokter harus mengerahkan
segala kepandaiannya dan kemampuan untuk meringankan penderitaan dan
kata hidup manusia (pasien), tetapi tidak untuk mengakhirinya.

 Aspek Hak Asasi


Hak asasi manusia (DAGING) selalu dalam dengan hak hidup, hak
damaidan dll. Tapi tidak jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati
sepertinya justru dalam dengan jarak DAGING, terbukti dari aspek hukum
eutanasia yang cenderung seorang pria Tenaga medis dalam pelaksanaan
eutanasia. Sebenarnya, dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan dll,
secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati, singgah
dipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih
jelas lagi dari segala penderitaan yang hebat. Eutanasia aktif jelas melanggar,
UU RI 39 tahun 1999 tentang DAGING, yaitu Pasal 4, Pasal 9 ayat 1, Pasal
32, Pasal 51, Pasal340, Pasal 344, dan Pasal 359.

 Aspek Ilmu Pengetahuan


Iptekdok dapat memperkirakan kemungkinan percaya upaya tindakan medis
untuk mencapai kesembuhan atau berhari penderitaan pasien. Apabila
secara iptekdok hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapat kesembuhan

6
atau berhari penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknya
untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya. Segala upaya yang dilakukanakan
sia-sia, bahkan Agak dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena disamping
tidak membawa kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam
habisnya keuangan.
 Aspek Agama
Kelahiran & kematian merupakan hak prerogatif Tuhan dan bukan hak
manusia sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak
untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri. Atau dengan
kata lain,meskipun secara lahiriah atau tampak jelas bahwa seseorang
menguasai dirinya sendiri, tapi sebenarnya ia bukan pemilik penuh atas
dirinya. Ada aturan-aturan tertentu yang harus kita patuhi & kita imani sebagai
aturan Tuhan. Jadi, meskipun seseorang memiliki dirinya sendiri, tetapi tetap
saja ia tidak boleh membunuh dirinya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli
agama secara tegas larangan tindakan eutanasia, apapun alasannya. Dokter
dapat dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan
dengan memperpendek umur seseorang. Orang yang menghendaki
eutanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang-kadang
dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus sebagai dan putus sebagai
tidak berkenan di hadapan Tuhan.Tetapi putusan hakim dalam terpidana mati
pada seseorang yang segar bugar dan tentunya sangat tidak ingin mati dan
tidak sedang dalam penderitaan apalagi sekarat, tidak pernah dalam dengan
atasan agama yang satu ini. Aspek lain dari atasan memperpanjang umur,
sebenarnya bila dalam dengan usaha medis dapat menimbulkan masalah
lain. Kalau memang umur berada di tangan Tuhan, bila memang belum
waktunya, ia tidak akan mati. Hal ini dapat diartikan sebagai upaya
memperpanjang umur atau menunda proses kematian. Jadi upaya medis
dapat pula dipermasalahkan sebagai upaya melawan kehendak Tuhan. Pada
kasus-kasus tertentu, hukum agama memang berjalin erat dengan hukum
positif. Sebab di dalam hukum agama juga terdapat dimensi-dimensi etik &
moral yang juga bersifat publik. Misalnya tentang perlindungan terhadap
kehidupan, jiwa atau nyawa. Hal itu jelas merupakan ketentuan yang sangat
prinsip dalam agama. Dalam hokum positif siapapun ,prinsip itu juga

7
diakomodasi. Oleh sebab itu, kapan kita melakukan perlindungan terhadap
nyawa atau jiwa manusia, sebenarnya kita juga sedang menegakkan hukum
agama, sekalipun wujud materinya sudah berbentuk hukum positif atau
hukum negara. (Ismail: 2005)

SYARAT DILAKUKANNYA EUTHANASIA

Sampai saat ini, kaidah non hukum yang siapapun, baik agama, moral dan
kesopanan menentukan bahwa membantu orang lain mengakhiri hidupnya,
meskipun atas permintaan yang seri dengan nyata dan sungguh-sungguh adalah
perbuatan yang tidak baik. Di Amerika Serikat, eutanasia lebih popular dengan
istilah "dokter dibantu bunuh diri". Negara yang telah memberlakukan eutanasia
lewat undang-undang adalah Belanda dan di negara bagian Oregon-Amerika
Serikat.

 Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu, antara lain:


a. Orang yang ingin diakhiri hidupnya adalah orang yang benar-benar
sedang sakit dan tidak dapat dirawat misalnya kanker.
b. Pasien berada dalam keadaan terminal, kemungkinan hidupnya kecil dan
tinggal menunggu kematian.
c. Pasien harus menderita sakit yang amat sangat, sehingga penderitaannya
hanya dapat dikurangi dengan mempersembahkan morfin.
d. Yang boleh melaksanakan bantuan pengakhiran hidup pasien, hanyalah
dokter keluarga yang merawat pasien dan ada dasar penilaian dari dua
orang dokter spesialis yang menentukan dapat tidaknya dilaksanakan
euthanasia.

Semua persyaratan itu harus di penuhi, baru eutanasia dapat dilaksanakan.

8
PENUTUP

Kesimpulan

Euthanasia berarti tindakan untuk meringankan kesakitan atau penderitaan


yang dialami oleh seseorang yang akan meninggal, juga berarti memepercepat
kematian seseorang yang berada dalam kesakitan dan penderitaan yang hebat
menjelng kematiannya. Dan sampai saat ini euthanasia masih menjadi perdebatan
dalam hidup umat manusia. Ada yang bersikap pro dan ada yang bersikap kontra
terhadap euthanasia. Dalam profesi Dokter sendiri sudah mengatur undang-undang
tentang hak hidup seseorang. Euthanasia merupakan perlawanan terhadap
martabat pribadi manuasia dan hormat kepda Tuhan yang memberi kehidupan.

Mengingat kondisi demikian, yang dibutuhkann kemudian adalah perawatan


dan pendampingan, baik bagi si pasien maupun bagi pihak keluarga. Perhatian dan
kasih sayang sangat diperlukan bagi penderita sakit terminal, bukan lagi kebutuhan
fisik, tetapi lebihpada kebutuhan psikis dan emosional,sehingga baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kita dapat membantu si pasien menyelesaikan
persoalan – persoalan pribadinya dan kemudian hari siap menerima kematian penuh
penyerahan kepada penyelenggaraan Tuhan Yang Maha Esa. Bagaimana si pasien
adalah manuasia yang masih hidup, maka perlakuan yang seharusnya adalah
perlakuan yang manusiawi kepadanya.

Tampaknya dua kubu pro dan kontra terhadap euthanasia ini senantiasa akan
terjadi meski keduanya sama – sama berdasarkan peri kemanuasiaan dan asas
kehidupan yang asasi. Pro euthanasia bersandarkan kepada sudut pandang
penghilangan penderitaan ( tidak semata – mata pembunuhan ) sedangkan kubu
kontra yang menolak euthanasia beranggapan bahwa pada hakekatnya euthanasia
adalah pembunuhan itu sendiri. Disinilah letak penting dilakukanya kajian secara
komprehensif terutama batasan pengertian apakah sesunggunya kematian
itu,dengan batasan yang jelas, maka dapat dihindari misunderstanding, meskipun itu
berarti akan memberikan kepastian atas hukum. Apabila di Indonesia kelak mau
menjadikan persoalan euthanasia sebagai salah satu materi pembahasan, semoga
tetap diperhatikan dan dipertimbangkan sisi – sisi nilainya, baik sosial, etika, maupun
moral.

Anda mungkin juga menyukai