Disusun Oleh:
Adi Setiawan (201146)
Penulis
2
FENOMENA EUTHANASIA
Dari 195 negara yang ada di dunia, hanya sepuluh yang melegalkan praktik
euthanasia. Negara tersebut terdiri dari Belanda, Belgia, Colombia, Luksemburg,
Swiss, Jerman, Jepang, India, dan Amerika Serikat
3
Teori dan Analisis Terhadap Fenomena Euthanasia
Hak hidup seseorang di Indonesia juga sudah dijamin dan tertera pada pasal
9 undang-undang No.39 tahun 1999 tentang HAM, yang menjelaskan bahwasanya
setiap orang berhak atas kehidupan, mempertahankan kehidupan, dan
meningkatkan taraf kehidupannya.
4
Bahkan dokter yang melakukan eutanasia tanpa hati-hati, maka secara tidak
langsung yang terdapat pada pasal 338, 340,345 juga 359 KUHP dan melanggar
pasal pasal 7 Huruf Sebuah, c, dan d Kode etik kedokteran.
Untuk jenis eutanasia aktif juga pasif tanpa perintah, beberapa pasal yang
berhubungan dengan eutanasia adalah :
1. Pasal 338 KUHP “ Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang
lain, berhasil karena pembuat mati, dengan penjara selama-lamanya lima
belas tahun ”.
2. Pasal 340 KUHP “Barang siapa dengan sengaja sarang direncanakan lebih
dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan
direncanakan (moord) dengan hukuman mati atau penjara selama-lamanya
seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun”.
3. Pasal 359 KUHP “Barang siapa kerena salah menyebabkan matinya orang
dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama 1 tahun
a. Pasal 345 KUHP “Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk
membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya
upaya itu jadi bunuh diri, berhasil penjara selama-, empat tahun.
b. Pasal 356 (3) KUHP yang juga mengancam terhadap “Penganiayaan yang
dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa dan
kesehatan untuk dimakan atau diminum ”. Selain itu patut juga perhatikan
5
adanya ketentuan dalam Bab XV KUHP khususnya Pasal 304 dan Pasal 306
(2).
c. Pasal 306 (2) KUHP dinyatakan, “Jika mengakibatkan kematian, perbuatan
tersebut dikenakan terpidana penjara maksimal sembilan tahun ”.
d. Surat Edaran IDI No. 702 / PB / H2 / 09/20 04 yang sebagai berikut: “Di
Indonesia sebagai negara yang berazaskan Pancasila, dengan sila yang kali
adalah Ke Tuhanan Yang Maha Esa, tidak mungkin dapat menerima tindakan
“Eutanasia aktif ” .
e. Dasar atas tindakan boleh tidaknya dilakukan eutanasia yaitu Surat Edaran
No.702 / PB / H.2 / 09/20 04 tentang eutanasia yang dikeluarkan oleh
Pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia Dalam pandangan hukum,eutanasia
bisa dilakukan jika pengadilan mengijinkan.
f. Para dokter di Indinesia dilarang melakukan eutanasia. Di dalam kode etika
itu tersirat suatu pengertian, bahwa seorang dokter harus mengerahkan
segala kepandaiannya dan kemampuan untuk meringankan penderitaan dan
kata hidup manusia (pasien), tetapi tidak untuk mengakhirinya.
6
atau berhari penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknya
untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya. Segala upaya yang dilakukanakan
sia-sia, bahkan Agak dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena disamping
tidak membawa kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam
habisnya keuangan.
Aspek Agama
Kelahiran & kematian merupakan hak prerogatif Tuhan dan bukan hak
manusia sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak
untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri. Atau dengan
kata lain,meskipun secara lahiriah atau tampak jelas bahwa seseorang
menguasai dirinya sendiri, tapi sebenarnya ia bukan pemilik penuh atas
dirinya. Ada aturan-aturan tertentu yang harus kita patuhi & kita imani sebagai
aturan Tuhan. Jadi, meskipun seseorang memiliki dirinya sendiri, tetapi tetap
saja ia tidak boleh membunuh dirinya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli
agama secara tegas larangan tindakan eutanasia, apapun alasannya. Dokter
dapat dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan
dengan memperpendek umur seseorang. Orang yang menghendaki
eutanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang-kadang
dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus sebagai dan putus sebagai
tidak berkenan di hadapan Tuhan.Tetapi putusan hakim dalam terpidana mati
pada seseorang yang segar bugar dan tentunya sangat tidak ingin mati dan
tidak sedang dalam penderitaan apalagi sekarat, tidak pernah dalam dengan
atasan agama yang satu ini. Aspek lain dari atasan memperpanjang umur,
sebenarnya bila dalam dengan usaha medis dapat menimbulkan masalah
lain. Kalau memang umur berada di tangan Tuhan, bila memang belum
waktunya, ia tidak akan mati. Hal ini dapat diartikan sebagai upaya
memperpanjang umur atau menunda proses kematian. Jadi upaya medis
dapat pula dipermasalahkan sebagai upaya melawan kehendak Tuhan. Pada
kasus-kasus tertentu, hukum agama memang berjalin erat dengan hukum
positif. Sebab di dalam hukum agama juga terdapat dimensi-dimensi etik &
moral yang juga bersifat publik. Misalnya tentang perlindungan terhadap
kehidupan, jiwa atau nyawa. Hal itu jelas merupakan ketentuan yang sangat
prinsip dalam agama. Dalam hokum positif siapapun ,prinsip itu juga
7
diakomodasi. Oleh sebab itu, kapan kita melakukan perlindungan terhadap
nyawa atau jiwa manusia, sebenarnya kita juga sedang menegakkan hukum
agama, sekalipun wujud materinya sudah berbentuk hukum positif atau
hukum negara. (Ismail: 2005)
Sampai saat ini, kaidah non hukum yang siapapun, baik agama, moral dan
kesopanan menentukan bahwa membantu orang lain mengakhiri hidupnya,
meskipun atas permintaan yang seri dengan nyata dan sungguh-sungguh adalah
perbuatan yang tidak baik. Di Amerika Serikat, eutanasia lebih popular dengan
istilah "dokter dibantu bunuh diri". Negara yang telah memberlakukan eutanasia
lewat undang-undang adalah Belanda dan di negara bagian Oregon-Amerika
Serikat.
8
PENUTUP
Kesimpulan
Tampaknya dua kubu pro dan kontra terhadap euthanasia ini senantiasa akan
terjadi meski keduanya sama – sama berdasarkan peri kemanuasiaan dan asas
kehidupan yang asasi. Pro euthanasia bersandarkan kepada sudut pandang
penghilangan penderitaan ( tidak semata – mata pembunuhan ) sedangkan kubu
kontra yang menolak euthanasia beranggapan bahwa pada hakekatnya euthanasia
adalah pembunuhan itu sendiri. Disinilah letak penting dilakukanya kajian secara
komprehensif terutama batasan pengertian apakah sesunggunya kematian
itu,dengan batasan yang jelas, maka dapat dihindari misunderstanding, meskipun itu
berarti akan memberikan kepastian atas hukum. Apabila di Indonesia kelak mau
menjadikan persoalan euthanasia sebagai salah satu materi pembahasan, semoga
tetap diperhatikan dan dipertimbangkan sisi – sisi nilainya, baik sosial, etika, maupun
moral.