Disusun Oleh:
NAMA : Wakhidatun Nur Riani
NIM : A3R21055
6) Perinium
Akan terdapat robekan jika di lakukan episiotomi yang akan terjadi masa
penyembuhan selama 2 minggu
7) Payudara
Payudara akan membesar karena vaskularisasi dan engorgemen (bengkak
karena peningkatan prilaktin.(Machmudah, 2015)
D. Komplikasi
Semua wanita hamil beresiko komplikasi obstetric. Komplikasi yang mengancam jiwa
kebanykan terjadi selama persalinan, dan ini tidak dapat di prediksi. Prenatal screening tidak
mengidentifikasi semua wanita yang akan mengembangkan komplikasi. Perempuan tidak
diidentifikasi sebagai “beresiko tinggi” dapat mengembangkan komplikasi obstetric. Kebanyakan
komplikasi obstetrik terjadi pada wanita tanpa faktor resiko (Oktaputrining, 2016).
Berikut komplikasi yang mungkin terjadi pada persalinan normal :
a. Perdarahan post partum
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi lahir
pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Perdarahan post partum
dibagi menjadi :
1. Perdarahan Post Partum Dini (early postpartum hemorrhage), perdarahan post pasrtum
dini adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III.
2. Perdarahan pada Masa Nifas (late postpartum hemorrhae), perdarahan pada masa nifas
adalah perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam
pertama setelah kala III (Oktaputrining, 2016)
b. Atonia uteri
Atonia uteri adalah kegagalan serabut – serabut otot miometrium uterus untuk berkontraksi
dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum yang paling penting
dan bisa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. atonia uteri dapat
menyebabkan perdarahan hebatdan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik
(Oktaputrining, 2016)
c. Retensio plasenta
Retensio Plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30
menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan
oleh gangguan kontraksi uterus. Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis yaitu :
1. Plasenta adhesiva, adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta akreta, adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian
lapisan miometrium.
3. Plasenta inkreta, adlah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/melewati
lapisan miometrium.
4. Plasenta pekreta, adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5. Plasenta inkarserata, adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh
kontriksi ostium uteri (Oktaputrining, 2016)
d. Laserasi jalan lahir Ruptura perineum dan robekan dinding vagina tingkat perlukaan
perineum dapat dibagi dalam :
1. Derajat pertama : laserasi mengenai mukosa dan kulit perineum, tidak perlu dijahit.
2. Derajat kedua : laserasi mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum (perlu
dijahit).
3. Derajat ketiga : laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter
ani.
4. Derajat empat : laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter
ani yang meluas hingga ke rektum . rujuk segera (Oktaputrining, 2016)
E. Penatalaksanaan
1. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan)
2. 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri
3. Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan perawatan
payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas, pemberian informasi tentang
senam nifas.
4. Hari ke- 2 : mulai latihan duduk
5. Hari ke- 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan (Sanjaya, 2018)
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik dilakukan umutk pemantauan janin terhadap kesehatan janin seperti
pemantauan EKG, JDL dengan diferensial, elektrolit, hemoglobin/ hematokrit, golongan darah,
urinalisis, amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi, pemeriksaan sinar X
sesuai indikasi, dan ltrasound sesuai pesananan (Sanjaya, 2018)
G. Pathway Persalinan Normal
Persalinan Spontan
Aktivitas Terganggu
Trauma Kandung Kemih Episiotomi
Penurunan Peristaltik
Edema dan Memar di Jaringan Terputus Proteksi Kurang
Uretra
MK : Konstipasi
Merangsang Area Invasi Bakteri
Penurunan Sensitivitas Sensorik
MK : Resiko
Sensasi Kandung Kemih Gangguan Rasa Infeksi
Nyaman
MK : Gangguan
Eliminasi Urine MK : Nyeri Akut
H. Diagnosa yang Mungkin Muncul
1. Nyeri Akut (D.0077)
2. Resiko Infeksi (D.0142)
3. Konstipasi (D.0049)
4. Gangguan Eliminasi Urin (D.0040)
I. Intervensi
1. Diagnosa : Nyeri Akut (D.0077)
SLKI : Tingkat Nyeri (L.08066)
a. Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat (5)
b. Keluhan nyeri menurun (5)
c. Meringis menurun (5)
d. Gelisah menurun (5)
e. Kesulitan tidur menurun (5)
f. Menarik diri menurun (5)
g. Diaforesis menurun (5)
h. Ketegangan otot menurun (5)
i. Muntah menurun (5)
j. Mual menurun (5)
k. Frekuensi nadi membaik (5)
l. Pola napas membaik (5)
m. Tekanan darah membaik (5)
n. Nafsu makan membaik (5)
o. Pola tidur membaik (5)
Terapeutik
a. Berikan tekhnik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnsis,akupresure,terapi music,terapi pijat,aroma terapi, kompres hangat/dingin, terapi
bermain.)
b. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.suhu ruang, pencahayaan,
kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetic secara tepat
e. Anjurkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
2. Diagnosa : Resiko Infeksi (D.0142)
SLKI : Tingkat Infeksi (L.14137)
a. Nafsu makan meningkat (5)
b. Demam menurun (5)
c. Kemerahan menurun (5)
d. Nyeri menurun (5)
e. Bengkak menurun (5)
f. Vesikel menurun (5)
g. Cairan berbau busuk menurun (5)
h. Lelargi menurun (5)
i. Gangguan kognitif menurun (5)
j. Kultur darah membaik (5)
k. Kultur urine membaik (5)
l. Kultur sputum membaik (5)
m. Kultur area luka membaik (5)
n. Kultur feses mebaik (5)
SIKI : Pencegahan Infeksi (I.14539)
Observasi :
a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik :
a. Batasi jumlah pengunjung
b. Berikan perawatan kulit pada area edema
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
d. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi :
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b. Ajarkan car mencuci tangn dengan benar
c. Ajarkan etika batuk
d. Ajarkan meningkatkan asupan nutrisi
e. Anjurkan meningkat asupan cairan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
3. Diagnosa : Konstipasi (D.0049)
SLKI : Eliminasi Fekal (L.04033)
a. Kontrol pengeluaran feses meningkat
b. keluhan defekasi lama dan sulit menurun
c. mengejan saat defekasi menurun
d. distensi abdomen menurun
e. terasa massa pada rektal menurun
f. urgency menurun
g. nyeri abdomen menurun
h. kram abdomen menurun
i. konsistensi feses membaik
j. frekuensi defekasi membaik
k. peristaltik usus membaik
SIKI : Pencegahan Konstipasi (I.04160)
Observasi :
a. identifikasi faktor resiko konstipasi ( asupan serat tidak adekuat, asupan cairan tidak
adekuat,aganglionik, kelemahan otot abdomen, aktivitas fisik kurang)
b. Monitor tanda gejala konstipasi ( defekasi kurang 2 kali seminggu, defekasi lama/sulit,
feses keras, peristaltik menurun)
c. identifikasi status kognitif untuk mengkomunikasikan kebutuhan
d. identifikasi penggunaan obat-obatan yang menyebabkan konstipasi
Terapeutik :
a. batasi minuman mengandung kafein dan alkohol
b. jadwalkan rutinitas BAK
c. lakukan massage abdomen
d. berikan terapi akupresur
Edukasi :
a. jelaskan penyebab dan faktor resiko konstipasi
b. anjurkan minum air putih sesuai kebutuhan (1500-2000 mL/hari)
c. anjurkan mengkonsumsi makanan berserat (25-30 gram/hari)
d. anjurkan meningkatkan aktivitas fisik sesuai kebutuhan
e. anjurkan berjalan 15-20 menit 1-2 kali/hari
f. anjurkan berjongkok untuk memfasilitasi proses BAB
Kolaborasi :
a. kolaborasi dengan ahli gizi
4. Diagnosa : Gangguan Eliminasi Urin (D.0040)
SLKI : Eliminasi Urine (L.04034)
a. sensasi berkemih meningkat
b. desakan berkemih menurun
c. distensi kandung kemih menurun
d. berkemih tidak tuntas menurun
e. volume residu urine menurun
f. urine menetes menurun
g. nokturia menurun
h. mengompol menurun
i. enuresis menurun
j. disuria menurun
k. anuna menurun
l. frekuensi BAK membaik
SIKI : Manajemen Eliminasi Urine (I.04152)
Observasi :
a. identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine
b. identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urine
c. monitor eliminasi urine (mis : frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan warna)
Terapeutik :
a. catat waktu-waktu dan haluaran kemih
b. batasi asupan cairan jika perlu
c. ambil sampel urine tengah atau kultur
Edukasi :
a. ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran berkemih
b. ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
c. ajarkan mengambil spesimen urine midstream
d. ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih
e. ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul/berkemih
f. ajarkan minum yang cukup jika tidak ada kontraindikasi
g. anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
Kolaborasi :
a. kolaborasi pemberian obat supositoria uretra jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Oktaputrining, D. (2016) ‘Post Partum Blues : Pentingnya Dukungan Sosial Dan Kepuasan
Pernikahan Pada Ibu Primipara’.
Yunitasari, E. (2020) ‘Post partum blues; Sebuah tinjauan literatur’, 2(2), pp. 303–307.