Anda di halaman 1dari 3

Nama : Desi Kaloren

NPM : 6051901035

Kelas : A

1. Sebelum negara terbentuk, lembaga penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim, maupun
penasihat hukum belum ada. Oleh karena itu, perkembangan cara penjatuhan pidana bagi
pelaka yang melakukan tindak pidana sebelum negara terbentuk mengalami proses yang
cukup panjang, yaitu antara lain :
- Dengan cara membalas/asas pembalasan/lex talionis. Jika terjadi suatu tindak pidana
maka orang yang telah melakukan tindak pidana itu harus diganjar dengan luka yang
sama, atau menurut interpretasi lain korban harus menerima tukar rugi yang setimpal
dengan perbuatan yang telah ia lakukan kepada korbannya. Contohnya apabila seseorang
melakukan tindak pidana berupa penusukan, maka penjatuhan pidana atas tindak pidana
orang itu adalah dengan membalas menusuk si pelaku. Cara penjatuhan pidana yang
seperti ini seiring dengan perkembangan tingkat peradaban manusia mulai ditinggalkan
dan digantikan dengan cara pemberian ganti rugi/denda karena dirasa kurang mendukung
terciptanya masyarakat yang tertib.
- Cara yang berikutnya adalah dengan cara memberikan ganti rugi kepada korban atau
keluarga korban. Jika terjadi suatu tindak pidana, penyelesaiannya tidak lagi dengan cara
membalas melainkan dengan memberikan ganti rugi kepada korban/keluarga korban
dalam bentuk uang atau barang tertentu. Ganti rugi tersebut diberikan atas dasar
kesepakatan para pihak. Namun penjatuhan pidana dengan ganti rugi ini menimbulkan
permasalahan, seperti cara apayang harus digunakan untuk menentukan nilai ganti rugi.
Cara penjatuhan pidana ini mulai ditinggalkan setelah negara terbentuk
- Setelah negara terbentuk, negara terlibat dalam proses penyelesaian suatu perkara pidan
dan untuk penyelesaian perkara pidana sepenuhnya telah menjadi tanggung jawab negara.
Dimana lembaga penegak hukum seperti jaksa, hakim, dan polisi lah yang kemudian
berwenang untuk menyelesaikan perkara pidana
2. Bentuk-bentuk hukuman pada abad pertengahan di Romawi antara lain :
- Burial Alive (dikubur hidup-hidup)
- Impaling (disula)
- Crucifixion(disalib)
- Drowning(ditenggelamkan)
- Enforced suicide (dipaksa untuk melakukan bunuh diri)
- Beheading (dipenggal)
- Sawing in half ( dipotong menjadi dua bagian)
- Burning(dibakar)
- Death by wild beasts in the arena (mati karena diadu dengan binatang disuatu arena)
3. L.H.C Hulsman ia menghendaki agar pidana penjara dihapuskan dengan menggagas suatu
organisasi bernama ICOPA(International Conferance on Prison Ablition), ia melihat pidana
penjara sebagai suatu hal yang jahat dan dengan memberlakukan pidana penjara itu akan
membuat dang narapidana menjadi menderita dan kehilangan beberapa haknya, antara lain :
a. kehilangan kemerdekaan
b. kehilangan identitas
c. kehilangan keamanan
d. kehilangan hak untuk mendapat keamanan
e. kehilangan atas harta benda/barang miliknya
f. kehilangan hak untuk melakukan hubungan seksual (khusus untuk yang sudah menikah)
Pendapat Hazairin hampir sama dengan pendapat Hulsman, yaitu keduanya sama-sama
berpendapat bahwa pidana penjara mestilah dihapuskan namun alasan mereka mengenai
kenapa pidana penjara itu harus dihapuskan berbeda dimana Hazairin berpendapat bahwa
pidana penjara harus dihapuskan karena hidup di dalam penjara sangat menekan jiwa,
perasaan , pikiran dan hidup narapidan dan juga jika pidana penjara dihapuskan akan lebih
menguntungkan negara di bidang materil . Hal ini dikarenakan menurut ia ongkos yang harus
ditanggung oleh negara untuk pembangunan lapas, membiayain sandang pangan dan papan
para narapidana terlalu besar/mahal oleh karena itu ada baiknya untuk menghemat
pengeluaran negara pidana penjara dihapuskan.

4. Pasal 10 KUHP menjabarkan jenis-jenis pidana yang berlaku di Indonesia, selain sanksi
pidana yang terdapat dalam Pasal 10 KUHP, terdapat juga sistem penjatuhan hukuman lain
yaitu pidana bersyarat, yang mana pidana bersyarat bukan merupakan jenis pidana melainkan
suatu alternatif sistem penjatuhan pemidanaan, yang dalam pelaksanaannya masih minim
penerapannya dijatuhkan oleh hakim dan pengawasan terhadap terpidana pidana bersyarat
tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pidana bersyarat bukan merupakan jenis pidana,
melainkan suatu sistem penjatuhan pidana tertentu (penjara, kurungan, denda) dimana
ditetapkan dalam amar putusan bahwa pidana yang dijatuhkan itu tidak perlu dijalankan
dengan pembebanan syarat-syarat tertentu. Pidana bersyarat diputus oleh hakim pengadilan
dengan syarat-syarat yaitu pelaksanaannya diawasi oleh petugas yang berwenang dan
dimaksudkan untuk memperbaiki terpidana agar tidak terpengaruh subkultur penjara, pidana
bersyarat dimaksudkan juga untuk pencegahan terjadinya kejahatan.
Pengaturan mengenai pidana bersyarat dan lembaga pidana bersyarat selain dapat ditemukan
di Pasal 10 KUHP juga secara uum diatur dalam Pasal 14a sampai Pasal 14f KUHP. Dari
aspek tujuan pemidanaan sebenarnya pidana bersyarat ini lebih ditujukan pada resosialisasi
terhadap pelaku tindak pidana daripada pembalasan terhadap perbuatannya.  Kemudian
apabila dikaitkan dengan kondisi yang terjadi saat ini dimana terdapat banyak kasus
overcapacity yang ditemui di banyak Lembaga pemasyarakatan(Lapas) di Indonesia,
pemberlakuan pidana bersyarat dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan overcapacity
di Lapas. Dengan diberikannya kesempatan untuk diberi pembebasan bersyarat bagi orang-
orang yang sebelumnya tidak diizinkan untuk melakukan pembebasan bersyarat, ruang
kosong di Lapas akan semakin bertambah dan permasalahn overcapacity dapat diatasi

5. Sistem peradilan pidana (criminal justice system) merupakan sistem dalam suatu masyarakat
untuk menanggulangi kejahatan. Menanggulangi berarti di sini usaha untuk mengendalikan
kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi masyarakat. Sistem peradilan pidana
didalamnya terkandung gerak sistemik dari subsistem-subsistem pendukung (Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan, Lembaga Pemasyarakatan, dan Advokat) yang secara keseluruhan
dan merupakan satu kesatuan (totalitas) berusaha mentrasformasikan masukan (input)
menjadi keluaran (output) yang menjadi tujuan sistem peradilan pidana, yaitu melakukan
resosialisasi kepada pelaku tindak pidana (jangka pendek), pencegahan kejahatan (jangka
menengah) dan kesejahteraan sosial (jangka panjang). Secara sederhana sistem peradilan
pidana adalah bagaimana cara untuk memadukan sudut pandang para penegak hukum (jaksa,
polisi, hakim dan penasihat hukum) tentang bagaimana caranya mengungkap pelaku dari
suatu tindak pidana dengan berpedoman pada dasar hukum yang objektif dan alat-alat bukti
yang akurat.
6.

Anda mungkin juga menyukai