Anda di halaman 1dari 6

Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF2015 p-ISSN: 2339-0654

VOLUME IV, OKTOBER 2015


http://snf-unj.ac.id/kumpulan-prosiding/snf2015/ e-ISSN: 2476-9398

PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU DENGAN


LEVEL OF INQUIRY UNTUK MELATIH KETERAMPILAN
BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM IMPLEMENTASI
KURIKULUM 2013

Endar Madesa1*)
1
Mahasiswa Pendidikan IPA Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

*) Email: madesaendar@gmail.com

Abstrak

Kurikulum 2013 didesain pemerintah sebagai penyempurnaan kurikulum sebelumnya yang dinilai sudah tidak
relevan dengan tuntutan generasi dimasa depan. Pengembangan kurikulum ini didesain dengan menggunakan
pendekatan sainstifik untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, kreatif dan kritis (metakognitif).
Dalam pembelajaran IPA terpadu, guru tidak dapat melatih keterampilan berpikir komplek atau tingkat tinggi
khususnya keterampilan berpikir kritis jika hanya berpusat pada melatih konsep hanya dilihat dari segi
mengingat definisi, hukum, teori tanpa mengembangkannya lebih lanjut dalam aktfitas menganalisis,
mengidentifikasi, melakukan aplikasi konsep yang diperoleh untuk memecahkan masalah dalam kehidupan
siswa seperti pada pembelajaran inkuiri. Inkuiri ilmiah mengacu pada beragam cara bagi ilmuwan dalam
mempelajari alam semesta dan bertujuan untuk memberikan penjelasan berdasarkan bukti-bukti yang
diperoleh. Namun demikian dalam pembelajaran IPA saat ini, siswa belum begitu terbiasa dengan kegiatan
inkuiri. level of inquiry dikembangkan untuk mempermudah guru mengajarkan sains (IPA) dengan
menggunakan inkuiri melalui beberapa tahapan yang disesuaikan dengan tahap kemampuan berpikir siswa. LoI
terdiri atas lima level, yaitu discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab, dan
hypotethical inquiry. Pendekatan levels of inquiry dimaksudkan untuk memudahkan guru dalam menerapkan
inkuiri secara bertahap dan berkesinambungan dengan memperhatikan kemampuan intelektual siswa dan
diharapkan mampu melatih keterampilan berpikir kritis siswa.

Keywords: Level of Inquiry, keterampilan berpikir kritis, kurikulum 2013, inkuiri, metakognitif, IPA
terpadu

1. Pendahuluan membentuk watak serta peradaban bangsa yang


bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
Pembelajaran IPA pada tingkat sekolah menengah bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
pertama sudah menggunakan sistem terpadu yang peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
mana untuk materi IPA (Fisika , Biologi dan Kimia) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
diajarkan secara terpadu dan saling berkaitan. mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
Terlebih sejak berlakunya kurikulum 2013, untuk menjadi Warga Negara yang demokratis serta
pengajaran IPA memang di wajibkan untuk dilakukan bertanggungjawab.
secara terpadu yang mana pada saat sebelum ini masih Ada poin-poin penting yang merupakan kata
dilakukan secara terpisah pisah pada sekolah sekolah kunci dalam amanat undang undang tersebut,
tertentu. Sebagai konsekuensi dari kewajiban diantaranya adalah Pendidikan sebagai upaya
pelaksanaan pengajaran IPA terpadu ini, pemerintah terencana dalam mengembangkan potensi peserta
sudah berupaya memberi dukungan dengan didik menjadi pribadi yang cerdas, berakhlak mulia
pengadaan buku siswa dan buku Guru khususnya serta terampil yang juga sehat, kreatif serta mandiri.
untuk IPA terpadu. Semua hal tersebut sangat relevan dengan tuntutan
Menurut Undang- undang Pendidikan No 20 untuk mewujudkan Generasi Emas Indonesia karena
Tahun 2003 tentang Sisdiknas pada pasal 1 butir 1 tantangan dimasa depan begitu kompleks dan solusi
dinyatakan bahwa Pendidikan merupakan usaha sadar untuk itu adalah pola Pendidikan yang baik dan tepat.
dan terencana untuk meuwujudkan suasana belajar Kurikulum 2013 didesain pemerintah sebagai
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara penyempurnaan kurikulum sebelumnya (KTSP) yang
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki dinilai sudah tidak relevan dengan tuntutan generasi
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian dimasa depan. Pengembangan kurikulum ini didesain
diri,kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia,serta dengan menggunakan pendekatan sainstifik untuk
keterampilan yang diperlukan meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi,
dirinya,masyarakat,bangsa dan negara. Selanjutnya kreatif dan kritis.
Pasal 3 menyatakan bahwa Pendidikan nasional Kemampuan berpikir kompleks pada siswa
berfungsi mengembangkan kemampuan dan menjadi suatu persoalan saat ini. Kemampuan ini

Seminar Nasional Fisika 2015


Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Jakarta

SNF2015-I-111
Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF2015 p-ISSN: 2339-0654
VOLUME IV, OKTOBER 2015
http://snf-unj.ac.id/kumpulan-prosiding/snf2015/ e-ISSN: 2476-9398

menuntut perlakuan yang sedemikian rupa dalam berkesinambungan dengan memperhatikan


pembelajaran dan membutuhkan persiapan yang kemampuan intelektual siswa ( liliawati, 2014).
kompleks dari seorang guru dalam menyiapkan Wenning (2005) menjelaskan bahwa penggunaan
aktivitas belajar mengajar. Sebuah strategi dan model LoI dapat melatih keterampilan-keterampilan siswa,
pembelajar tertentu dibutuhkan untuk mengatasi yang meliputi empat jenis keterampilan, yaitu
persoalan ini. Guru tidak dapat melatih keterampilan keterampilan elementer, keterampilan dasar,
berpikir kompleks atau tingkat tinggi jika hanya keterampilan yang terpadu dan keterampilan tingkat
berpusat pada melatih konsep hanya dilihat dari segi tinggi. Salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi
mengingat definisi, hukum, teori tanpa adalah keterampilan berpikir kritis, yang sangat
mengembangkannya lebih lanjut dalam aktfitas relevan dikembangkan dalam pembelajaran sains.
menganalisis, mengidentifikasi, melakukan aplikasi Piaget (dalam Kuswiratri, 2009) menyatakan
konsep yang diperoleh untuk memecahkan masalah bahwa mengetahui suatu obyek adalah dengan
dalam kehidupan siswa. melakukan sesuatu pada obyek tersebut. Karena itu
Proses Pembelajaran yang berorientasi pada tugas Guru adalah mendorong aktifitas anak didiknya,
target penguasaan materi terbukti berhasil dalam karena siswa yang secara aktif terlibat dalam proses
kompetensi mengingat jangka pendek, namun gagal pembelajaran dicirikan pada dua aktivitas yakni aktif
dalam membekali siswa memecahkan persoalan- dalam berpikir (minds-on) dan aktif dalam berbuat
persoalan dalam kehidupan jangka panjang (Sudiarta, (hands-on). Proses belajar siswa tidak terlepas dari
2008). Proses pembelajaran penguasaan materi jangka aktivitas berpikir, sebab selama mengkonstruksi
panjang memerlukan kesesuaian antara pengalaman pengetahuan menuntut siswa menggunakan cara
guru dengan siswa. Dalam hal ini pembelajaran IPA berpikirnya dalam memandang atau memahami suatu
sangat ditentukan oleh kegiatan-kegiatan nyata yang objek.
timbul dari pemikiran siswa sendiri. pembelajaran Pembelajaran sains berbasis inkuiri yang
IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah mengembangkan keterampilan proses sains, seperti
(scientific inquiry) dan bersifat konstruktik untuk berhipotesis dan membuktikannya, sangat cocok
menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
bersikap ilmiah serta mengomunikasikannya sebagai Apabila siswa telah terbiasa mempertanyakan segala
aspek penting kecakapan hidup pembelajar. sesuatu, seperti halnya berhipotesis untuk membentuk
Inkuiri ilmiah mengacu pada beragam cara bagi kemampuan berargumentasi, maka pengembangan
ilmuwan dalam mempelajari alam semesta dan keterampilan berpikir kritis juga akan sangat mudah
bertujuan untuk memberikan penjelasan berdasarkan dikembangkan dari tahap yang rendah ke tahap yang
bukti-bukti yang diperoleh. Inkuiri juga mengacu paling tinggi
pada aktivitas siswa ketika membangun sebuah Berdasarkan uraian di atas, maka di pandang perlu
pengetahuan dan pemahaman mengenai ide-ide dilakukan suatu penelitian mengenai pembelajaran
ilmiah, sebagaimana usaha para ilmuwan dalam menggunakan level of inquiry untuk IPA untuk
memahami alam (National Science Education mengidentifikasi pengaruhnya terhadap peningkatan
Standards, dalam Olson, 2013). keterampilan berpikir kritis siswa .
Sebagaimana yang ditegaskan oleh National
Education Standards (National Research Council, 2. Metode Penelitian
1996), para siswa yang menggunakan inkuiri untuk Penelitian ini menguji penerapan model
mempelajari sains akan banyak menjalani aktivitas- pembelajaran level of inquiry (LoI) dalam
aktivitas dan proses berpikir yang sama dengan para pembelajaran IPA terhadap keterampilan berpikir
ilmuwan yang sedang mengembangkan pengetahuan kritis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
manusia tentang alam semesta. Namun aktivitas dan adalah metode quasi eksperiment dan metode
proses berpikir para ilmuwan tersebut kurang begitu deskriptif. Untuk mendapatkan gambaran peningkatan
dikenal oleh para pendidik dalam bentuk pengenalan keterampilan berpikir kritis digunakan metode quasi
model inkuiri dalam kelas. eksperiment dengan desain “non-equivalent group
Salah satu solusi yang diharapkan dapat pretest-posttest design”. Metode deskriptif digunakan
mengatasi persoalan tersebut adalah menggunakan untuk mendeskripsikan tanggapan siswa terhadap
pendekatan level of inquiry (LoI). LoI ini penggunaan LoI pada pembelajaran.
dikembangkan untuk mempermudah guru Pada desain ini menggunakan dua kelompok
mengajarkan sains (IPA) dengan menggunakan yaitu, satu kelompok eksperimen dan satu kelompok
inkuiri melalui beberapa tahapan yang disesuaikan kontrol. Kelompok eksperimen mendapatkan
dengan tahap kemampuan berpikir siswa. LoI terdiri pembelajaran IPA terpadu dengan LoI dan kelompok
atas lima level, yaitu discovery learning, interactive kontrol pembelajaran IPA terpadu tanpa LoI.
demonstration, inquiry lesson, inquiry lab, dan Terhadap kedua kelompok dilakukan tes awal dan tes
hypotethical inquiry. Pendekatan levels of inquiry akhir untuk melihat peningkatan keterampilan
dimaksudkan untuk memudahkan guru dalam berpikir kritis sebelum dan setelah pembelajaran.
menerapkan inkuiri secara bertahap dan

Seminar Nasional Fisika 2015


Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Jakarta

SNF2015-I-112
Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF2015 p-ISSN: 2339-0654
VOLUME IV, OKTOBER 2015
http://snf-unj.ac.id/kumpulan-prosiding/snf2015/ e-ISSN: 2476-9398

Tabel 1. Desain Penelitian adalah memberikan penjelasan dasar, Memberikan


Kelas Tes awal Perlakuan Tes akhir penjelasan sederhana, Memberikan penjelasan lebih
Eksperimen O1 O2 X1 O1 O2 lanjut, Mengatur strategi dan taktik. Data hasil pretest
Kontrol O1 O2 X2 O1 O2 dan posttest setiap indikator berpikir kritis
Dengan : ditunjukkan pada Tabel 3.
X1 = Pembelajaran dengan LoI Persentase perolehan keterampilan berpikir kritis
X2 = Pembelajaran tanpa LoI untuk pretest pada kelas eksperimen yang tertinggi
O1 = Tes awal dan tes akhir penguasaan konsep diperoleh pada indikator memberikan penjelasan
O2 = Tes awal dan tes akhir keterampilan berpikir dasar sebesar 93,33% dan trendah pada indikator
kritis mengatur strategi dan taktik sebesar 23,33%. Pada
kelas kontrol perolehan tertinggi pada saat pretest
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada indikator memeberikan penjelasan dasar
meliputi RPP, LKS, Soal pretest dan postest yang sebesar 71,88% dan terendah pada indikator mengatur
disesuaikan dengan aspek keterampilan berpikir kritis strategi dan taktik sebesar 32,50%. Persentase
yang dikembangkan oleh Ennis yang semuanya dibuat perolehan hasil posttest pada kelas eksperimen
dan divalidasi oleh ahli dan diujicobakan terlebih tertinggi pada indikator memberikan penjelasan dasar
dahulu. Adapun aspek keterampilan berpikir kritis sebesar 96,77% dan terendah pada indikator mengatur
yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 2 sebagai strategi dan taktik sebesar 69,03%. Pada kelas kontrol
berikut hasil postest tertinggi diperoleh paa indikator
menyimpulkan sebesar 87,50% dan terendah pada
Tabel 2. Aspek Keterampilan Berpikir Kritis Menurut indikator memberikan penjelasan sederhana sebesar
Ennis 46,88%.
Asepek
keterampilan Sub keterampilan berpikir
berpikir kritis kritis
menurut Ennis

Memberikan Memfokuskan pertanyaan


penjelasan Menganalisis argument
dasar. Bertanya dan menjawab
pertanyaan klarifikasi dan
pertanyaan yang menantang.
Membangun Mempertimbangkan apakah
keterampilan sumber dapat dipercaya atau
dasar tidak?.
Mengobservasi dan
mempertimbangkan hasil
obeservasi
Menyimpulkan Mendeduksi dan
mempertimbangkan deduksi.
Menginduksi dan
mempertimbangkam hasil
induksi
Membuat dan mengkaji nilai-
nilai hasil pertimbangan
Membuat Mendefinisikan istilah dan
penjelasan lebih mempertimbangkan definisi.
lanjut Mengidentifikasi asumsi
Strategi dan Memutuskan suatu tindakan Keterangan :
taktik Berinteraksi dengan orang lain. KBK 1= Memberikan penjelasan dasar;
KBK 2= Membangun keterampilan dasar;
Analisis data dilakukan menggunakan bantuan KBK 3= Memberikan penjelasan lebih lanjut;
software SPSS; uji normalitas (Kolmogrov Smirnov), KBK4 =Mengatur strategi dan taktik;
homogenitas (Levene’s test) dan uji perbedaan rata-
rata. Gambar.1 Perbandingan N-Gain setiap indikator
keterampilan berpikir kritis siswa kedua
3. Hasil dan Pembahasan kelas.
Keterampilan berpikir kritis yang dikaji dalam
penelitian ini dibatasi pada beberapa indikator.
Indikator keterampilan berpikir kritis yang digunakan

Seminar Nasional Fisika 2015


Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Jakarta

SNF2015-I-113
Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF2015 p-ISSN: 2339-0654
VOLUME IV, OKTOBER 2015
http://snf-unj.ac.id/kumpulan-prosiding/snf2015/ e-ISSN: 2476-9398

Tabel 3. Hasil belajar siswa pada Keterampilan berpikir kritis kedua kelas
Rata-rata
Kelas Kelas Eksperimen N-Gain
Indikator keterampilan
kontrol
berpikir kritis
Pretest Posttest Pretest Posttest Kontrol Eksp
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
Memberikan penjelasan
71,88 84,38 93,33 96,77 44,44 51,61
dasar
Memberikan penjelasan
39,06 46,88 60,00 85,48 12,82 63,71
sederhana
Memberikan penjelasan 37,22 55,40 42,73 71,55 28,96 50,33
lebih lanjut
Mengatur strategi dan 32,50 61,25 23,33 69,03 42,59 59,61
taktik
Keterangan :
KBK 1= Memberikan penjelasan dasar; KBK 2= Memberikan penjelasan sederhana; KBK 3= Memberikan
penjelasan lebih lanjut; KBK 4 = Mengatur strategi dan taktik; KBK 5 = Menyimpulkan.

Gambar. 1 menunjukkan bahwa nilai N-Gain


untuk keterampilan berpikir kritis untuk kelas
eksperimen memiliki rata-rata yang lebih tinggi Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Pre Test dan
dibandingkan dengan kelas kontrol, kecuali untuk Postest Keterampilan Berpikir Kritis Kelas
satu indikator yaitu menyimpulkan dimana kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
kontrol memiliki gain yang lebih tinggi
dibandingkan kelas eksperimen. Sumber Sig. Kesimpulan
Pada kelas ekperimen gain tertinggi adalah data
pada indikator Memberikan penjelasan sederhana Pre test 0,475 Homogen
63,71% dan terendah pada indikator Memberikan Post test 0,001 Tidak Homogen
penjelasan lebih lanjut sebesar 50,28%. Sedangkan
pada kelas kontrol perolehan gain tertinggi adalah Tabel 6. Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata
pada indikator menyimpulkan sebesar 60,00% dan Keterampilan Berpikir Kritis Pada Kelas
terendah pada indikator memberikan penjelasan Eksperimen dan Kelas Kontrol
sederhana sebesar 12,82%.
Setelah diperoleh data keterampilan berpikir Sumber P-Value / Kesimpulan
kritis siswa pada konsep indera penglihatan dan alat data Sig.
optik yang pada pretest dan postest ada kelas yang
Perbedaan tidak
tidak berdistribusi normal dan tidak homogen maka Pre test 0,101
signifikan
pada dilakukan uji mann whitney pada hasil pretest
dan postest. Hasil pengujian selengkapnya dapat Berbeda secara
Post test 0,000
dilihat pada Tabel 4. signifikan

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Pre Test dan Post Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil uji pada
Test Keterampilan Berpikir Kritis Kelas pretest memeliki P-Value = 0,101, karena
Eksperimen Dan Kelas Kontrol signifikansinya > 0,05, maka dapat disimpulkan
bahawa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
Sumber Kelas Sig. Kesimpulan dalam keterampilan berpikir kritis siswa antara
data kelas kontrol dan kelas eksperimen sebelum
penerapan model pembelajaran ini. Untuk hasil
Kontrol 0,000 Tidak Normal posttest diperoleh hasil P-Value = 0,000, karena
Pre test signifikansinya <0,05, maka dapat disimpulkan
Eksperimen 0,200 Normal bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari
keterampilan berpikir kritis siswa antara kelas
Kontrol 0,200 Normal kontrol dan kelas eksperimen setelah penerapan
Post test pembelajaran model level of inquiry.
Eksperimen 0,006 Normal Penguasaaan setiap indikator keterampilan
berpikir kritis pada kelas eksperimen memiliki N-
gain lebih tinggi dibandingkan dengan kelas
kontrol. Peningkatan tertinggi untuk indikator
keterampilan berpikir kritis pada membangun

Seminar Nasional Fisika 2015


Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Jakarta

SNF2015-I-114
Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF2015 p-ISSN: 2339-0654
VOLUME IV, OKTOBER 2015
http://snf-unj.ac.id/kumpulan-prosiding/snf2015/ e-ISSN: 2476-9398

keterampilan dasar sebesar 63,71% yang termasuk


kategori sedang.
Dari hasil penelitian menunjukkan, selisih N- Daftar Acuan
gain tinggi untuk hampir semua indikator berpikir
kritis. Pada model pembelajaran menggunakan level
of inquiry ini siswa diajarkan untuk bisa berpikir [1] Costa, A.L. Goal for Critical Thingking
secara rasional dan reflektif pada tiap tahapan Curriculum. In Costa A.L. (ed). Developing
levelnya, hal ini menyebabkan keterampilan Minds : A. Resource Book for Teaching
berpikir siswa menjadi berkembang. Sesuai dengan Thingking. Alexandria :ASCD. (1985). 54-
pendapat Ennis (1985), berpikir kritis adalah 57.
berpikir rasional dan reflektif yang difokuskan pada [2] Ennis, Robert H. Goals for a critical thinking
apa yang diyakini dan dikerjakan. Rasional berarti curriulum. in a.l. costa (ed). developing
memiliki keyakinan dan pandangan yang didukung minds : a Resource Book for Theaching
oleh bukti standar, aktual, cukup, dan relevan. Thinking. Alexandra : ascd. (1985).
Sedang reflektif berarti mempertimbangkan secara [3] Fogarty, Robin. The mindful school: How to
aktif, tekun dan hati-hati segala alternatif sebelum integrate the curricula. Palatine,Illinois:
mengambil keputusan. Proses pengambilan IRI/Skylight Publising. Inc. (1991).
keputusan tersebut, menurut Moore dan Parker [4] Fowler, G. (2004). Critical Thinking Across
(Fowler, 2004) hendaknya dilakukan secara hati- the Curriculum Project. Tersedia:
hati dan tidak tergesa-gesa. Ini berarti berpikir http://www.kcmetro.cc.mo.us/longview/eta
kritis menuntut penggunaan berbagai strategi untuk c/definition.htm.
dapat menghasilkan suatu keputusan sebagai dasar [5] I.G.Putri,dkk.optimalisasi perangkat
pengambilan tindakan atau keyakinan. pembelajaran menggunakan model level of
Keterampilan berpikir kritis yang dilatihkan inquiry untuk meningkatkan osean dan
pada model pembelajaran level of inquiry ini pemahaman konsep siswa pada pokok
memungkinkan sekali karena proses pembelajaran bahasan fluida statis (penelitian tindakan
sesuai dengan tiga jenis strategi yang dikemukan kelas di kelas x mia sman 15 bandung)
oleh Fisher. Siswa melakukan aktivitas prosisding fisika (2014)
pengamatan, berdiskusi, menanya, menemukan dan [6] Olson, Steve.Inquiry and the national science
membuat hipotesis, selain itu pada tiap education standards, A Guide for Teaching
tahapan/levelnya ada mekanisme yang jelas untuk and Learning. National Academies Press.
membatasi peran guru dalam pembelajaran agar (2013).
tiap tahapanya siswa makin terarah berfokus kepada [7] Sanjaya.W (2007). Strategi Pembelajaran
siswa (student center) dan ini yang menjadikan Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
pembelajaran LoI berbeda dengan pembelajaran Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
yang menggunakan pendekatan saintifik meskipun [8] Wenning, C.J. Experimental inquiry in
dalam pendekatan saintifik siswa juga melakukan introductory physics courses .Journal of
aktivitas pengamatan, berdiskusi, menanya, Physics Teacher Education Online, (2011),
menemukan dan membuat hipotesis. Sejalan 6(2), p. 1-8.
dengan yang diungkapkan Sanjaya (2007) bahwa [9 Wenning, C.J.The levels of inquiry model of
salah satu tujuan dari penggunaan strategi inkuiri science teaching .Journal of Physics
adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis Teacher Education Online, (2011), 6(2), p.
secara sistematis, logis dan kritis. 9-16.
[10] Wenning, C.J. Levels of inquiry: hierarchies
4. Kesimpulan of pedagogical practices and inquiry
processes”, Journal Of Physics Teacher
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan Education Online, (2005). 2(3), p. 3-11.
pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh [11] Winny Liliawati, dkk. Analisis kemampuan
kesimpulan penelitian adalah terdapat pengaruh inkuiri siswa smp, sma dan smk dalam
yang lebih baik terhadap keterampilan berpikir penerapan levels of inquiry pada
kritis siswa setelah mendapatkan pembelajaran IPA pembelajaran fisika. Jurnal Berkala Fisika
terpadu menggunakan model level of inquiry. Indonesia, (2014). 6 ( 2), hlm.34-39.

Ucapan Terimakasih
Terimakasih kepada dosen pembimbing, my
little family, temans P2TK IPA 2013 dan semua
pihak terkait yang membantu proses penelitian ini.

Seminar Nasional Fisika 2015


Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Jakarta

SNF2015-I-115
Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF2015 p-ISSN: 2339-0654
VOLUME IV, OKTOBER 2015
http://snf-unj.ac.id/kumpulan-prosiding/snf2015/ e-ISSN: 2476-9398

Seminar Nasional Fisika 2015


Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Jakarta

SNF2015-I-116

Anda mungkin juga menyukai