Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN MASA NIFAS PADA NY. N P1A0 USIA POST PARTUM HARI ke
28 KF III NIFAS FISIOLOGIS DENGAN ASIP
DI ...........

Dosen Pembimbing : Bu Mustika Dewi,. SST,. M.Keb

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Pendidikan Profesi Bidan

Oleh:
NAFIA NUR HANDAYANI
200070500111009

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
ANGKATAN X

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Segala syukur dipanjatkan bagi Allah SWT yang telah member petunjuk serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang berjudul
“Asuhan Kebidanan Masa Nifas Pada Ny. N P1a0 Usia Post Partum Hari Ke 28 Nifas
Fisiologis Dengan Asip” Laporan Pendahuluan ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi
bahan pembelajaran pada pendidikan profesi. Penulis menyadari makalah ini masih jauh
dari sempurna, sehingga penulis menerima kritik dan saran dari pembaca.

Malang, 30 Oktober 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perbaikan kesehatan ibu dan bayi adalah prioritas pembangunan


kesehatan di Indonesia. Kesehatan ibu selama periode postpartum dapat
terganggu akibat perubahan fisik dan psikologis (Manurung et al., 2011).
Postpartum (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
organ genitalia kembali seperti keadaan sebelum hamil (Bahiyatun, 2008). Pada
masa postpartum, ibu banyak mengalami kejadian yang penting, salah satunya
adalah adaptasi atau perubahan secara fisiologi dan psikologis menghadapi
keluarga baru dengan kehadiran buah hati yang sangat membutuhkan perhatian
dan kasih sayang (Syafrudin, 2009).
Adaptasi atau perubahan secara fisiologi terjadi pada alat-alat genital baik
interna maupun eksterna kembali seperti keadaan sebelum hamil (Rahayu,
2016). Selain itu, realisasi tanggung jawab sebagai seorang ibu setelah
melahirkan bayi menjadi perubahan psikologi pada ibu post partum. Menurut
Rubin (1967), proses ini terdiri dari tiga fase yakni fase taking in, taking hold dan
letting go (Rubin, 1967). Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh ibu untuk
memenuhi tanggung jawab dan peran barunya sebagai seorang ibu sehingga
menyebabkan perubahan hormonal pada ibu (Kumala and Rini, 2016).
Perubahan hormonal terutama pada kortisol menyebabkan ibu post partum
mengalami kelelahan dan gangguan kualitas tidur (Hughes et al., 2017).
Keberhasilan dalam memberikan ASI eksklusif harus didukung dengan
manajemen laktasi yang efektif (Mulder, 2006). IDAI (2009) memaparkan bahwa
dalam proses menyusui, diperlukan manajemen diri ibu yang kuat dengan fokus
pada ibu dan anak, serta kekuatan untuk mencapai tujuan yaitu kesejahteraan
diri, anak, dan keluarga. (IDAI, 2013b). Manajemen yang baik pada seluruh
proses ini terlihat sebagai keberhasilan ibu untuk menyusui lebih dari enam bulan
yang menyejahterakan ibu dan anak dalam kesehatan, kebahagiaan, komunikasi,
dan kedekatan (Wattimena and Dwi, 2015). Manajemen diri dimulai dari
kesadaran diri sendiri tentang keunggulan ASI hingga keunggulan dirinya dalam
memberikan ASI ekskusif. Manajemen laktasi seorang ibu nifas menentukan
cakupan ASI eksklusif yang dicapai (Wattimena and Dwi, 2015).

Rendahnya cakupan pemberian ASI merupakan ancaman bagi tumbuh


kembang anak (Afifah, 2007). Cakupan ASI tidak eksklusif diakibatkan beberapa
faktor, antara lain faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor
penguat/pendukung (Kreuter, Green and W., 1992). Selain ketiga faktor tersebut
faktor demografi atau karakteristik dari ibu diduga akan mempengaruhi seorang
ibu akan memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya atau tidak. Faktor dari
pihak ibu salah satunya keletihan post partum yang mengakibatkan ibu kesulitan
untuk menyusui bayi nya. (Ramadani and Hadi, 2010). Kesulitan pada awal
menyusui anak pertama mempengaruhi keputusan ibu untuk melanjutkan
menyusui atau tetap menyusui pada anak selanjutnya, maka dari itu diperlukan
motivasi dalam menyusui (Andrew and Harvey, 2011).
Ketika ibu mempunyai motivasi yang baik akan meningkatkan peran ibu
dalam memberikan ASI untuk bayinya sehingga pemenuhan nutrisi bayi dapat
optimal (Andrew and Harvey, 2011). Rendahnya pemberian ASI pada bayi
merupakan ancaman yang sangat serius bagi pertumbuhan dan perkembangan
bayi sebagai generasi penerus bangsa. Hubungan keletihan ibu postpartum
dengan motivasi pemberian ASI eksklusif belum dapat dijelaskan.
Ibu post partum membutuhkan pemulihan kesehatan yang optimal. Selain
itu, rasa khawatir terhadap perawatan bayi, menyusui, hubungan keluarga dan
transisi kembali bekerja juga sangat penting untuk diperhatikan (Yesilcinar et al.,
2017). Hung (2011) mengembangkan skala stress post partum dan menunjukkan
bahwa stress utama adalah kelelahan, kurangnya waktu dan pemberian makan
bayi, kurangnya dukungan sosial dan perubahan peran (Yesilcinar et al., 2017).
Periode transisi menjadi orangtua dapat menjadi stress akut, krisis pada
beberapa ibu post partum, tetapi untuk orang lain mereka mungkin hanya
memerlukan lebih banyak energi untuk beradaptasi (Yesilcinar et al., 2017).
Gejala yang sering dilaporkan ibu post partum yang baru pertama kali menyusui
bayinya adalah keletihan (Johanson et al., 2000). Dalam studi Taylor dan
Johnson (2010), tingkat keletihan ibu post partum pada 6, 12 dan 24 minggu dan
didapatkan tingkat keletihan perempuan ditemukan lebih tinggi pada 6 minggu
dikarenakan ibu sudah mulai bekerja kembali (Taylor and Johnson, 2010)
Upaya untuk meningkatkan penggunaan ASI telah menjadi tujuan seluruh
dunia. Setiap tahun pada tanggal 1-7 Agustus adalah pekan ASI sedunia
(Kementrian Kesehatan, 2014). Program pemberian ASI eksklusif di Indonesia
dijadikan prioritas utama dimana pemerintah turut berpartisipasi dalam
pemberian ASI eksklusif dengan menetapkan PP RI No. 33 tahun 2012
(Kepmenkes, 2012) Penyediaan fasilitas menyusui di tempat kerja juga telah
menjadi perhatian
pemerintah guna meningkatkan motivasi untuk memberikan ASI eksklusif
(Kemenkes RI, 2015b).

1.2 Tujuan Umum

Dapat memberikan asuhan kebidanan pada kasus ibu nifas dengan

indikasi pemberian ASIP secara komprehensif berdasarkan kebutuhan ibu.

1.3 Tujuan Khusus


a. Dapat melaksanakan pengkajian data pada ibu nifas fisiologis dengan ASIP
b. Dapat menentukan diagnosa dan masalah pada ibu nifas fisiologis dengan
ASIP
c. Dapat merumuskan diagnose dan masalah potensial pada ibu nifas fisiologis
dengan ASIP
d. Dapat mengidentifikasi perlunya tindakan segera pada ibu nifas fisiologis
dengan ASIP
e. Dapat mengimplementasikan secara langsung tindakan yang telah disusun
pada ibu nifas fisiologis dengan ASIP
f. Dapat mengevaluasi efektifitas asuhan yang telah di laksanakan pada ibu
nifas fisiologis dengan ASIP
1.4 Manfaat Akademis

Penulisan ini berdasarkan kumpulan artikel, literatur ilmiah dan buku yang
penulis simpulkan guna untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan
baru tentang Keluarga Berencana.

1.5 Manfaat Praktis


Menjadi salah satu bahan masukan dalam peningkatan pemberian pelayanan
kebidanan, yang mumpuni dan profesional di masyarakat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta
selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum
hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Walyani & Purwoastuti, 2015).

Masa nifas (puerperium) adalah maasa pamulihan kembali, mulai dari


persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lama
masa nifas yaitu 6-8 minggu (Amru, 2012).

2.2 Tahapan Masa Nifas


Tahapan masa nifas menurut walyani & Purwoastuti (2015) menjadi 3, yaitu:
Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan,
serta beraktivitas layaknya wanita noemal. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan
menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya sekitar 6-8 minggu. Remote
puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama
bila selama hamil atau watru persalinan mempunyai komplikasi.
2.3 Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas
Perubahan fisiologis pada masa nifas menurut Walyani & Purwoastuti (2015), yaitu :
a. Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada volume darah tergantung pada beberapa variable, contoh
kehilangan darah selama persalinan, mobilisasi, dan pengeluaran cairan
ekstravaskuler, dalam 2-3 minggu setelah persalinan volume darah seringkali
menurun sampai pada nilai sebelum kehamilan. Cardiac output terus meningkat
selama kala 1 dan kala 2 persalinan. Puncaknya selama masa nifas dengan tidak
memperhatikan tipe persalinan dan penggunaan anastesi, cardiac output akan
kembali seperti semula sebelum hamil dalam 2-3 minggu.
b. Sistem haematologi
Keadaan hematokrit dan hemoglobin akan kembali pada keadaan semula
seperti, sebelum hamil dalam 4-5 minggu post partum. Leukosit selama 10-12 hari
setelah persalinan umumnya bernilai antar 20.000-25.000/mm3. Factor pembekuan,
pembekuan darah setelah melahirkan. Keadaan produksi tertinggi dari pemecahan
fibrin mungkin akibat pengaluaran dari tempat plasenta Kaki ibu diperiksa setiap hari
untuk mengetahui adanya tanda-tanda thrombosis (nyeri, hangat dan lemas, vena
bengkak kemerahan yang dirasakan keras atau padat ketika disentuh). Varises pada
vulva umumnya kurang dan akan segera kembali setelah persalinan.

c. Darah Post Partum


Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehigga akhirnya
kembali seperti sebelum hamil. Lochea adalah cairan secret ysng berasal dari
cavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
1. Lochea rubra : darah segar, sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
verniks kaseosa, lanugo dan mekonium, selama 2 hari post partum.
2. Lochea sanguinolenta : berwarna kuning berisi darah dan lender, hari 3-7
post partum.
3. Lochea serosa : berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, hari ke 7-14 post
partum.
4. Lochea alba : cairan putih setelah 2 minggu.
5. Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
6. Locheastasis : lochea tidak lancer keluarnya.

d. Sistem Reproduksi
Serviks mengalami involusi bersama uterus, setelah persalinan ostium
eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari tengah, setelah 6 minggu persalinan
serviks menutup. Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
sangat besar seelama proses melahirkan bayi, dalam beberapa hari pertama setelah
partus keadaan vulva dan vagina masih kendur, setelah 3 minggu secara perlahan-
lahan akan kembali ke keadaan sebelum hamil. Perineum akan menjadi kendur
karena sebelumnya teregang oleh tekana kepala bayi dan tampak terdapat robekan
jika dilakukan episiotomi yang akan terjadi masa penyembuhan selama 2 minggu.
Payudara, suplai darah ke payudara meningkat dan menyebabkan pembengkakan
vascular sementara, air susu saat diproduksi disimpan di alveoli dan harus
dikeluarkan dengan efektif dengan cara didisap oleh bayi untuk pengadaan dan
keberlangsungan laktasi.
Diameter
Berat Bekas
Involusi TFU Keadaan Cervix
Uterus Melekat
Plasenta
Setelah Sepusat 1000 gr 12,5 Lembik
plasenta Pertengahan 500 gr 7,5 cm Dapat dilalui 2 jari
lahir pusat
1 minggu symphisis 350 gr 5 cm Dapat dimasuki 1 jari
Tak teraba
2 minggu 50 gr 2,5 cm
Sebesar hamil
6 minggu 2 minggu
30 gr
Normal
8 minggu
Perubahan Uterus Setelah melahirkan, Sumber :

e. Sistem Perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam, urin dalam jumlah besar akan
dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan. Keadaan ini menyebabkan
dieresis, ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.

f. Sistem gastrointestinal
Kerapkali diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal,
namun asupan makan kadang juga mengalami penurunan selama 1-2 hari, rasa
sakit didaerah perineum dapat menghalangi keinginan ke belakang.

g. Sistem endokrin
Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam post partum,
progesterone turun pada hari ke 3 post partum, kadar prolaktin dalam darah
berangsur-angsur hilang.

h. Sistem musculoskeletal

Abulasi pada umumnya dimulai 4-8 jam post partum, ambulasi dini sangat
membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi

i. Sistem integument

Penurunan melanin umumnya setelah persalinan menyebabkan


berkurangnya hyperpigmentasi kulit.

2.4 Perubahan Psikologis pada Masa Nifas

Perubahan psikologis pada masa nifas menurut Walyani & Purwoastuti (2015), yaitu :
a. Fase taking in
Fase taking in yaitu periode ketergantungan, berlangsung dar hari pertama
sampai hari kedua setelah melahirkan, pada fase ini ibu sedang berfokus terutama
pada dirinya sendiri, ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang
dialaminya dari awal sampai akhir.
b. Fase Taking Hold
Fase taking hold adalah periode yang berlangsung atara 3-10 hari setelah
melahirkan, pada fase ini timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi.
c. Fase Letting Go
Fase letting go adalah periode menerima tanggung jawab akan peran
barunya sebagai orang tua, fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan.

2.5 Menyusui dan ASI eksklusif


2.5.1 Menyusui
Payudara adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit dan diatas otot dada, merupakan
perubahan dari kelenjar keringat. Payudara dewasa beratnya kira-kira 200 gram dan
terdapat 15 hingga 25 lobus yang berasal dari papil sekunder (Leveno, Cunningham and
Alexander, 2003). Setiap lobus terdiri atas beberapa lobules yang tersusun oleh
sejumlah besar alveolus. Setiap alveolus memiliki sebuah duktus lain untuk membentuk
satu duktus besar pada tiap lobusnya (Leveno, Cunningham and Alexander, 2003).
Selain itu, ada tiga bagian utama payudara, yaitu : Korpus (badan) yaitu bagian yang
membesar. Areola yaitu bagian tengah yang berwarna kehitaman Papilla atau putting,
yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara (Siswosudarmo and Emilia, 2018).

2.5.2 Persiapan psikologis ibu


Persiapan psikologis dimulai saat ibu merencanakan kehamilan dan yang terpenting
adalah ketika ibu sudah melahirkan. Persiapan ini penting dilakukan, karena dengan
sikap dan keputusan ibu yang baik dan positif untuk menyusui anak berpengaruh
terhadap kelangsungan pemberian ASI eksklusif (Hatfield, 2018). Ketika ibu mempunyai
respon yang baik untuk menyusui, maka ibu tersebut akan berkomitmen untuk
memberikan ASI pada bayinya.

2.5.3 Pemeriksaan payudara


Kondisi payudara ibu sebelum dan sesudah melahirkan akan terasaa penuh oleh
air susu. Air susu pertama (kolostrum) akan keluar pada hari pertama atau kedua
sesudah bayi lahir dan harus sesegera mungkin diberikan pada bayi baru lahir (Virani,
Santos and McConnell, 2003). Sebelum ibu memberikan kolostrum pada bayinya
diperlukan adanya pemeriksaan pada payudara ibu. Kolostrum mengandung lebih
banyak mineral dan protein, yang sebagian besar adalah globulin. Antibodi banyak
terdapat di dalam kolostrum dan kandungan imunoglobulin A dalam kolostrum berfungsi
melindungi bayi dari bakteri patogen di saluran pencernaan (Leveno, Cunningham and
Alexander, 2013). Kolostrum yang baik juga didukung oleh perawatan payudara yang
optimal. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah ada kelainan atau gangguan pada
payudara, sehingga dalam pemberian ASI pada bayi akan berjalan lancar. Pemeriksaan
payudara ini dapat dilakukan dengan cara melakukan inspeksi (melihat) dan palpasi
(meraba). Melihat bentuk, kontur atau permukaan dan warna dari payudara, areola serta
puting susu, kemudian melakukan perabaan atau palpasi adanya massa atau benjolan,
konsistensi payudara dan putting susu (Roesli, 2010).

2.5.4 ASI eksklusif


ASI adalah makanan utama bagi bayi yang mengandung tinggi kalori dan nutrisi,
makanan ini sangat dibutuhkan terutama oleh bayi baru lahir pada masa awal kehidupan
untuk tumbuh dan berkembang hingga usia 6 bulan sampai 2 tahun (WHO, 2016). ASI
eksklusif merupakan pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada
bayi berumur 0-6
1. Nutrisi ASI
ASI mempunyai nilai nutrisi yang secara kuantitas seimbang serta secara
kualitas sangat unggul. ASI mengandung sebagian besar air sebanyak 87,5%, oleh
karena bayi yang mendapat cukup ASI tidak perlu lagi mendapat tambahan air
walaupun berada ditempat yang mempunyai suhu udara panas (Karin et al., 2012).
Nutrisi yang adekuat selama masa bayi dan anak-anak adalah sangat esensial untuk
pertumbuhan kesehatan dan perkembangan anak untuk meraih potensial penuh. ASI
yang kuat sangat berkontribusi pada nutrisi dan kesehatan yang baik untuk bayi. ASI
berhubungan dengan mengurangi resiko beberapa penyakit pada bayi dan ibu. ASI
melindungi bayi dari infeksi, penyakit gastrointestinal, Infeksi Saluran Pernafasan
Atas (ISPA), dan kegemukan,. Pada ibu yang menyusui, keuntungan yang didapat
antara lain. Mengurangi resiko kanker payudara dan kanker ovarium (Kristiansen et
al., 2010). Adapun nutrisi yang terkandung dalam ASI antara lain (IDAI, 2013) :
a) Karbohidrat Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi
sebagai salah satu sumber energi untuk otak. Karbohidrat dalam ASI hampir 2
kali lipat dibandingkan laktosa yang ditemukan pada susu sapi atau susu
formula
b) Protein, kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan
protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri
dari protein whey dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein
whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih
banyak mengandung casein yang sulit untuk dicerna oleh usus bayi.
c) Lemak kadar dalam ASI lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi dan susu
formula, kadar lemak yang tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan
otak yang cepat selama masa bayi.
d) Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai faktor
pembekuan. Kadar vitamin K dalam ASI hanya seperempatnya kadar susu
formula.
e) Vitamin D Seperti halnya vitamin K, ASI hanya mengandung sedikit vitamin D.
Hal ini tidak perlu dikhawatirkan karena dengan menjemur bayi pada pagi hari
makan bayi akan mendapat tambahan vitamin D yang berasal dari sinar
matahari.
f) Vitamin E Salah satu fungsi untuk ketahanan dinding sel darah merah.
Keuntungan ASI dalam kandungan vitamin E nya yang tinggi terutama pada
kolostrum dan ASI transisi awal.
g) Vitamin A selain berfungsi untuk kesehatan mata, vitamin A juga berfungsi
untuk pembelahan sel, kekebalan tubuh dan pertumbuhan.
h) Vitamin yang larut dalam air. Hampir semua vitamin yang larut dalam air seperti
vitamin B, asam folat vitamin C terdapat dalam ASI.

2. Produksi ASI
Pada minggu bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pendorong
pembentukan ASI mulai bekerja. Apabila tidak ada kelainan, pada hari pertama
sejak bayi lahir akan dapat menghasilka 50-100 ml/hari, dan jumlah ini akan terus
bertambah sehingga mencapai sekitar 400-500 ml/hr pada waktu bayi mencapai
usia 2 minggu. Jumlah tersebut dapat dicapai dengan menyusui bayinya selama 4-6
bulan pertama. Karena selama kurun waktu tersebut ASI mampu memenuhi
kebutuhan gizinya. Setelah 6 bulan volume pengeluaran ASI menurun dan sejak itu
kebutuhan gizi tidak lagi dapat dipenuhi oleh ASI saja dan harus mendapat
makanan tambahan (McKinney et al., 2017). Berdasarkan waktu diproduksi, ASI
dapat dibagi menjadi 3 antara lain :
a) Kolestrum
Merupakan cairan yang pertama kali diekskresi oleh kelenjar mamae yang
mengandung tissue debris dan redual material yang terdapat dalam alveoli dan
duktus dari kelenjar mamae dari hari pertama sampai hari ketiga atau keempat dari
masa laktasi. Komposisi kolostrum dari hari ke hari berubah dan merupakan cairan
kental yang ideal yang berwarna kekuning-kuningan lebih kuning dibandingkan ASI
matur. Kolostrum lebih banyak mengandung protein dibandingkan ASI matur dimana
protein utama adalah casein. Pada kolostrum protein yang utama adalah globulin
sehingga dapat memberikan daya perlindungan tubuh terhadap infeksi. Kolostrum
lebih banyak mengandung antibodi dibandingkan ASI matur yang dapat memberikan
perlindungan bagi bayi sampai 6 bulan pertama dan lebih rendah kadar karbohidrat
dan lemaknya dibandingkan ASI mature. Sedangkan total energi lebih rendah
dibandingkan ASI mature yaitu 58 kalori/100 ml kolostrum.
b) Air susu masa peralihan (masa transisi)
Merupakan peralihan dari kolostrum menjadi ASI mature dan dieksresi dari
hari ke-4 sampai ke-10 dari masa laktasi. Pendapat lain mengatakan bahwa ASI
mature baru akan terjadi pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5. Kadar protein
semakin rendah, sedangkan kadar lemak dan karbohidrat semakin tinggi namun
volumenya semakin meningkat.
c) Air Susu Matur
ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya dikatakan
komposisinya relatif konstan (McKinney et al., 2017). Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi produksi ASI menurut (Karin et al., 2012) diantaranya :
1. Makanan Ibu
Makanan yang dimakan ibu yang sedang menyusui tidak secara langsung
mempengaruhi mutu ataupun jumlah air susu yang dihasilkan. Jika makanan ibu
terus-menerus tidak mengandung cukup zat gizi yang diperlukan, maka kelenjar
pembentuk ASI tidak akan bekerja sempurna dan akan berpengaruh terhadap
produksi ASI. Apabila ibu yang sedang menyusui bayinya mendapat tambahan
makanan, maka akan terjadi kemunduran dalam pembentukan ASI.
2. Ketentraman Jiwa dan Raga
Pengeluaran ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan ibu yang selalu
dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk
ketegangan emosional yang mungkin akan gagal dalam pemberian ASI untuk
bayinya.
3. Pengaruh Persalinan dan Klinik Bersalin
Para ahli mengemukakan adanya pengaruh yang kurang baik terhadap
kebiasaan memberikan ASI pada ibu yang melahirkan di rumah sakit atau klinik
bersalin, karena lebih menitikberatkan pada upaya persalinan dapat berjalan
dengan lancer, ibu dan anak dalam keadaan selamat dan sehat.
4. Penggunaan Alat Kontrasepsi
Alat kontrasepsi yang bisa digunakan selama menyusui antara lain kondom,
Intra Uterine Device (IUD), pil KB khusus menyusui. Pada beberapa jenis
kontrasepsi, terutama yang mengandung hormone estrogen (seperti pil oral
kombinasi dan suntik KB1 bulan) dapat mempengaruhi jumlah ASI secara
signifikan karena hormon estrogen yang terdapat didalamnya menekan produksi
hormon prolaktin yang berperan dalam produksi ASI.
5. Faktor Fisiologi
Proses produksi ASI dipengaruhi oleh hormon tertentu. Dua hormone yang
berperan dalam produksi adalah hormone prolaktin dan oksitosin. Hormon
prolaktin menentukan produksi dan mempertahankan sekresi ASI sedangkan
hormon oksitosin menyebabkan sel-sel otot disekitar alveoli berkontraksi
sehingga mendorong ASI masuk ke saluran penyimpanan.
6. Pola Istirahat
Faktor lain yang mempengaruhi pengeluran dan produksi ASI adalah pola
istirahat. Apabila ibu terlalu capek dan kurang istirahat, ASI akan berkurang.
Pada bulan-bulan pertama, ibu akan merasa kurang beristirahat karena pola
tidur bayi yang belum teratur.
7. Faktor Isapan Anak dan Frekuensi Menyusui
Semakin sering bayi menyusui, produksi dan pengeluran ASI akan bertambah.
8. Umur Kehamilan saat melahirkan
Umur kehamilan ibu juga turut mempengaruhi produksi ASI. Hal ini disebabkan
bayi yang lahir premature (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah
dan tidak mampu menghisap langsung ASI dengan baik sehingga produksi ASI
lebih rendah daripada bayi yang lahir cukup bulan.
9. ASI sebagai sumber makanan utama bayi tidak hanya bermanfaat bagi bayi,
melainkan juga bagi ibu, keluarga, masyarakat dan negara. Adapun manfaat ASI
untuk ibu antara lain (Roesli, 2010) :
a. Hisapan bayi membantu rahim kembali normal, mempercepat kondisi ibu
untuk kembali ke masa pra kehamilan dan mengurangi risiko perdarahan.
b. Lemak disekitar panggul dan paha akan pindah kedalam ASI, sehingga
berat badan ibu kembali normal.
c. Ibu yang menyusui memiliki risiko lebih rendah terkena kanker payudara
dan kanker rahim
d. Tidak akan basi. ASI yang tidak dikelaurkan akan kembali diserap tubuh.
10. Keadaaan khusus untuk pertimbangan pemberian ASI, yaitu (Kemenkes RI,
2015b) :
a. Bayi terdiagnosis galaktosemia
b. Pada keadaan ini, idealnya bayi diberikan susu formula bebas galaktosa.
c. Ibu positif terinfeksi HIV. Bayi yang diberikan ASI eksklusif jika : Bayi juga
positif terinfeksi HIV atau Ibu sudah minum antiretroviral selama 4 minggu
atau Status HIV bayi negatif atau belum diketahui namun susu formula atau
fasilitas untuk pemberiannya (air bersih dan sanitasi) tidak tersedia Tetapi,
bayi diberikan susu formula jika status HIV bayi negatif atau belum diketahui
dan susu formula dan fasilitas (air bersih dan sanitasi) tersedia
11. Perhatikan hal-hal berikut ini ketika menyusui : Posisi bayi yang benar, Kepala,
leher, dan tubuh bayi dalam satu garis lurus, Badan bayi menghadap ke dada ibu,
dan Badan bayi melekat ke ibu Seluruh badan bayi tersangga dengan baik, tidak
hanya leher dan bahu saja
12. Tanda bayi melekat dengan baik:
a. Dagu bayi menempel pada payudara ibu
b. Mulut bayi terbuka lebar
c. Bibir bawah membuka lebar, lidah terlihat di dalamnya
d. Areola juga masuk ke mulut bayi, tidak hanya puting susu. Areola bagian
atas tampak lebih melebar
13. Tanda bayi menghisap dengan efektif:
a. Menghisap secara mendalam dan teratur
b. Kadang diselingi istirahat
c. Hanya terdengar suara menelan
d. Tidak terdengar suara mengecap
14. Setelah selesai:
a. Bayi melepas payudara secara spontan
b. Bayi tampak tenang dan mengantuk
c. Bayi tampak tidak berminat lagi pada ASI
15. Tanda bayi mendapat ASI cukup:
a. Buang air kecil bayi sebanyak 6x/24 jam
b. Buang air besar bayi bewarna kekuningan
c. Bayi tampak puas setelah minum ASI
d. Tidak ada aturan ketat mengenai frekuensi bayi menyusu (biasanya
sebanyak 10-12 kali/24 jam)
e. Payudara terasa lembut dan kosong setelah menyusui

f. Berat badan bayi bertambah


3. Motivasi Ibu dalam Menyusui
Motivasi adalah tindakan seseorang baik secara langsung ataupun tidak
langsung dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang diharapkan (Dorman,
Gaudiano and Gaudiano, no date). Menurut Mar‟at dan Lieke (2016) motivasi adalah
pendorong supaya seorang dapat melakukan tindakan untuk mencapai sasaran
tertentu (Dorman, Gaudiano and Gaudiano, no date).
Hariandja (2017) menyatakan bahwa motivasi seseorang didukung oleh
adanya motif atau pendorong. Motivasi ini berbentuk motivasi internal dan eksternal.
Motivasi internal merupakan motivasi yang terjadi karena adanya keinginan yang
mendorong untuk memenuhi suatu kebutuhan dari dalam diri seseorang, hal ini
disebabkan oleh karena adanya tuntutan fisik dan psikologis yang muncul melalui
mekanisme sistem biologis manusia (Baum, Revenson and Singer, 2012). Motivasi
internal terdiri dari kebutuhan dasar, persepsi, pengalaman, kemampuan untuk
belajar dan sistem nilai yang dianut. Sedangkan motivasi eksternal atau dari luar diri
individu muncul akibat proses interaksi sosial antara individu yang satu dengan yang
lain di masyarakat.
Untuk mengetahui motivasi pemberian ASI eksklusif, beberapa pengkajian
telah digunakan selama ini salah satu nya adalah “Breasfeeding Motivational
Instructional Measurement Scale” (BMIMS) (Stockdale et al., 2013). “Breasfeeding
Motivational Instructional Measurement Scale” (BMIMS) dipilih dalam penelitian ini
yang berisi 36 pertanyaan tentang motivasi pemberian ASI yang dimodifikasi dengan
skala likert skor 1 (tidak pernah) sampai dengan skor 4 (selalu). Total skor terendah
adalah 40 dan total skor tertinggi adalah 100 (Suryaningsih, 2012).
4. ASI Perah (ASIP)

1) Pengertian ASIP

ASIP adalah ASI yang diambil dengan cara diperas dari payudara baik

menggunakan tangan maupun menggunakan alat untuk kemudian disimpan dan

nantinya diberikan pada bayi. Waktu terbaik untuk memerah ASI adalah pada saat

payudara sedang penuh sementara ibu tidak bisa menyusui, atau bayi sudah

kenyang sedangkan air susu dalam payudara belum habis (AIMI, 2011).

2) Manfaat ASIP

ASIP merupakan salah satu alternatif bagi ibu pekerja yang memiliki

komitmen memberikan ASI kepada bayinya meskipun mereka bekerja sehingga

nutrisi bayi tetap terpenuhi dengan ASI. Menurut beberapa penelitian kandungan

vitamin A, D dan E dalam ASIP masih relatif lebih stabil jika disimpan selama

seminggu pada suhu -20o (membeku), sedangkan kandungan vitamin C relatif lebih

cepat berkurang, demikian pula dengan kandungan zat kekebalan tubuh. Walau
kandungan zatnya berkurang seiring makin lama penyimpanan, namun jumlah

semua zat pada ASIP tersebut tetap masih dalam batas nilai yang telah ditetapkan

secara internasional dan baik diberikan pada bayi. Meskipun ASI tidak diberikan

secara langsung namum kualitas ASIP masih jauh lebih bagus dibandingkan susu

formula. Dengan pemberian ASI saja pada bayi maka ibu tidak perlu mengeluarkan

biaya untuk pembelian susu formula sehingga akan menekan pengeluaran untuk

membeli susu formula (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia, 2011).

3) Peralatan Pendukung ASIP

Alat yang diperlukan untuk menjalankan ASIP adalah sebagai berikut:

a. Pompa ASI / Breast Pump Sebenarnya memerah ASI yang paling

direkomendasikan adalah dengan menggunakan tangan karena tidak perlu

mesterilkan alat pada saat sebelum dan sesudah memerah ASI. Namun, karena

keterbatasan waktu memerah sehingga lebih mudah dan cepat bila

menggunakan pompa ASI.

b. Lemari es / Freezer Lemari es atau freezer sangat membantu bagi ibu yang

ingin menyimpan stok ASI dalam waktu yang relatif lama. Akan tetapi, bagi

ibu yang tidak memilikinya bisa menggantikanyya dengan cooler box, meski

daya tahannya sebentar apabila manajemen stok ASI baik, ASIP tetap akan

sukses.
c. Botol Kaca Penyimpan ASI Botol kaca menempati prioritas utama sebagai

tempat penyimpanan ASI karena botol kaca tahan terhadap panas. Lemak ASI

pun tidak mudah menempel di dalamnya. Berbeda dengan botol plastik yang

cenderung mudah ditempeli lemaklemak ASI.

d. Blue Ice/Ice Gel

Blue ice adalah semacam gel yang terbungkus plastik anti bocor. Sebelum

digunakan terlebih dahulu didinginkan di dalam freezer selama beberapa jam

(tergantung instruksi kemasan).

e. Cooler Box

Box ini sangat bermanfaat untuk membawa ASIP saat di perjalanan baik saat

bekerja maupun jalan-jalan. Bila perahan banyak, membawa box ini akan lebih

praktis karena cukup sekali angkut dan tidak memerlukan tas ASI lagi

f. Tas ASIP

Sama halnya dengan cooler box, namun muatannya lebih sedikit. Kelebihan

tas ini adalah modelnya lebih cantik dan lebih praktis (Azizya, 2010).

4) Persiapan Sebelum Memerah ASI

a. Sebagai persiapan untuk memeras air susu, baik secara manual maupun

mekanis, pertama-tama cuci bersih kedua tangan ibu dan pastikan semua

wadah dan peralatan (botol, cangkir, pompa) yang akan digunakan dalam
keadaan steril. Untuk membersihkan dan mensterilkan pompa, ikutilah

petunjuk dari pabrik yang biasanya tertera pada brosur penyerta produk

(Marmi, 2012).

b. Ibu dalam posisi santai dan nyaman. Ada sebagian ibu yang minum,

mendengarkan musik, memikirkan sang bayi, atau mengamati foto bayinya

sebelum memeras dengan maksud membantu melancarkan aliran air susunya

(Marmi, 2012).

c. Memijat-mijat payudara sebelum memeras juga membantu melancarkan aliran

air susu dengan cara mengurut perlahanlahan payudara ke arah bawah dan

lakukan gerakan melingkar membentuk spiral ke arah puting susu (Azisya,

2010).

d. Cara Memerah ASI Ada beberapa cara mengeluarkan ASI yaitu mengeluarkan

ASI dengan tangan dan mengeluarkan ASI dengan alat. Cara mengeluarkan

ASI dengan Tangan :

a. Cuci tangan sampai bersih

b. Siapkan cangkir/gelas bertutup yang telah dicuci dengan air mendidih.

c. Lakukan masase payudara

d. Dengan ibu jari di sekitar kalang payudara bagian atas dan jari telunjuk

pada sisi yang lain, lalu daerah kalang payudara ditekan kearah dada.
e. Daerah kalang payudara diperas dengan ibu jari dan jari telunjuk, jangan

memijat/menekan putting, karena dapat menyebabkan rasa nyeri/lecet.

f. Tekan kemudian lepaskan (tekan lepas berulang-ulang), pada mulanya

ASI tidak keluar, setelah beberapa kali maka ASI akan keluar.

g. Gerakan ini diulang pada sekitar kalang payudara pada semua sisi, agar

yakin bahwa ASI telah diperas dari semua segmen payudara.

h. Jangan memijat atau menarik putting susu, karena ini tidak akan

mengeluarkan ASI dan akan menyebabkan rasa sakit (Suryoprajogo,

2009).

5) Mengeluarkan ASI dengan Pompa Ada 2 macam bentuk pompa :

a. Pompa manual / tangan. Ada beberapa tipe pompa manual antara lain :

1. Tipe silindris atau Piston Pompa ini efektif dan mudah dipakai. Dengan

gerakan piston yang ditarik kebawah akan lebih mudah mengontrol kekuatan

tekanan isapan. ASI akan ditampung di botol yang ditempelkan di pompa.

2. Tipe kerucut /plastik dan bola karet/tipe terompet (Squeeze and bulb atau

horn) Tipe ini tidak dianjurkan untuk dipakai karena dapat menyakitkan dan

dapat menyebabkan kerusakan putting susu serta jaringan payudara.

Kekuatan tekanan isapan sukar diatur.

b. Pompa elektrik Beberapa macam pompa elektrik sudah ada di beberapa kota
besar karena umumnya harganya sangat mahal sehingga penggunaannya terbatas

di rumah sakit besar (Marmi, 2012).

6) Cara Menyimpan ASIP

Wadah untuk menampung ASI sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah

disterilkan, seperti botol bertutup rapat yang terbuat dari kaca atau gelas yang tahan

panas. Sebaiknya menggunakan wadah yang volumenya sesuai dengan kebutuhan

bayi untuk sekali minum. Jangan mengisi penuh wadah penampung ASI, karena

ASI akan memuai saat membeku. Sisakan kurang lebih ¼ bagian kosong. Beri label

setiap wadah ASI yang berisi keterangan kapan ASI tersebut diperah (Azisya,

2010). Bila ASI tidak diberikan langsung, pastikan penampungan dan

penyimpanannya telah steril dan tidak terkontaminasi.Bila ASI perah akan

diberikan kurang dari 8 jam, maka tidak perlu di simpan di lemari pendingin. Bila

mungkin, simpanlah ASI di lemari pendingin bagian tengah, atau di bagian

terdalam freezer, karena lokasi-lokasi tersebut memiliki temperatur yang lebih

dingin dan konstan. Jangan menyimpan ASI pada rak yang menempel di pintu

lemari pendingin karena temperatur di tempat ini mudah berubah ketika pintu

dibuka dan ditutup.

ASI yang telah dihangatkan tidak berikutnya. Pembekuan yang lama (lebih

dari 6 bulan) dapat mengubah komposisi kimia ASI, seperti terjadi penguraian
beberapa senyawa lemak dan hilangnya beberapa senyawa yang berfungsi melawan

organisme berbahaya. Risiko kontaminasi juga tinggi, jika tiba-tiba listrik padam

dapat menyebabkan susu mudah mencair dan tidak boleh dibekukan kembali

(Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia, 2011) boleh didinginkan lagi untuk diberikan

pada bayi di waktu minum.

7) Prosedur Penyimpanan ASIP

Lemari
ASI Suhu Ruangan Frezzer
Es/Kulkas
ASI yang baru 6-8jam 24 jam. Jangan 1 minggu dalam
saja diperah simpan di freezer yang
(ASI segar) bagian pintu, terdapat di
tetapi simpan di dalam lemari
bagian paling es/kulkas (1
belakang lemari pintu). 2 minggu
es/kulkas – dalam freezer
paling dingin yang terpisah
dan tidak dari lemari
terlalu es/kulkas (2
terpengaruh pintu). 4-6 bulan
perubahan suhu dalam freezer
khusus yang
sangat
dingin(<18ºC)
ASIP beku Tidak lebih dari Simpan di Jangan
dicairkan dalam 4 jam (yaitu dalam lemari masukkan
lemari jadwal minum es/kulkas kembali dalam
es/kulkas tapi ASIP sampai dengan freezer
belum berikutnya) 24 jam
dihangatkan
ASIP yang Untuk diminum Dapat disimpan ASIP berikutnya
sudah dicairkan sekaligus selama 4 jam Jangan
dengan air atau sampai masukkan
hangat jadwal minum kembali dalam
freezer
ASIP yang Sisa yang tidak Dibuang Dibuang
sudah mulai dihabiskan
diminum oleh harus dibuang
bayi dari botol
yang sama
(Marmi, 2012)

8) Cara Memberikan ASI Perah

Ambil atau keluarkan ASI berdasarkan waktu pemerahan (dari jam

perah yang paling awal). ASI yang telah didinginkan bila akan dipakai tidak

boleh direbus, karena kualitasnya akan menurun yaitu pada unsur

kekebalannya. ASI tersebut cukup didiamkan beberapa saat di dalam suhu

kamar, agar tidak terlalu dingin atau dapat pula direndam di dalam wadah

yang telah berisi air panas. Jika ASI beku, cairkan di bawah air hangat

mengalir. Untuk menghangatkan, tuang ASI dalam wadah, tempatkan di

atas wadah lain berisi air panas. Jangan gunakan microwave atau

penghangat sejenis yang bersuhu stabil untuk menghangatkan ASIP agar

zat-zat penting ASI seperti zat kekebalan tidak larut/hilang (Asosiasi Ibu

Menyusui Indonesia, 2011). Bila ASI sudah mencair, kocoklah ASI agar

cairan di atas bercampur dengan cairan tang berada di bawah. Cairan atas

biasanya terlihat kental, dikarenakan kandungan lemaknya yang lebih

banyak. Bukan berarti ASI basi (Azisya, 2010). ASI yang telah dipanaskan
tidak bisa disimpan lagi dan memberikan ASI perah dengan menggunakan

sendok agar tidak terjadi bingung puting (Roesli, 2015).

9) ASI pada Ibu Pekerja

Meningkatnya jumlah partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan

adanya emansipasi dalam segala bidang kerja dan kebutuhan masyarakat

menyebabkan turunnya kesediaan untuk menyusui dan lamanya menyusui.

(Siregar, 2014). Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI,

meskipun cuti hamil hanya 3 bulan. Dengan pengetahuan yang benar

tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI dan dukungan lingkungan

kerja, seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI

(Suryoprajogo, 2009). Ibu bisa memerah ASI, sebelum berangkat bekerja.

Kemudian ketika di kantor, setiap minimal 3 jam sekali perahlah satu

payudara sekitar 3-5 menit sampai aliran ASI memperlambat, setelah itu

perah payudara lainnya (Muaris, 2009). Selama ibu pergi dan kembali

bekerja umumnya antara 8-12 jam, ASI dapat diperah dan ditinggal

dirumah untuk diberikan kepada bayi. ASI yang ditinggal tidak perlu

diletakkan di lemari es bila akan dikonsumsi dalam 6-8 jam. Cukup di

ruangan seperti lemari, asal tertutup dengan baik agar tidak tercemar.

Khusus untuk ASI yang akan dikonsumsi dalam waktu 24 jam, simpanlah
dalam lemari pendingin. Selama 12 jam ditinggal oleh ibunya, maka bayi

harus mendapat ASI 3-4 kali asupan dengan jumlah 60-120 ml untuk bayi

umur di bawah 3 bulan dan 150-180 ml untuk bayi umur 3-6 bulan. Ibu

bekerja tetap dapat memberikan ASI untuk bayinya (Azisya, 2010).

Prasetyono (2012) menyebutkan penerapan pemberian ASI pada ibu bekerja

yaitu:

a. Selama cuti hanya memberikan ASI saja


b. Sebelum masa cuti habis ubah pola minum bayi dengan ASI perah
c. Sebelum berangkat bekerja susui bayi
d. Selama di kantor perah ASI setiap 3-4 jam

10) Masalah Laktasi pada Ibu Bekerja


Menurut Syarifah semua ibu harus memberikan ASI kepada bayinya, saat
ini diketahui bahwa fenomena yang terjadi ibu yang bekerja banyak yang
tidak menyusui bayinya sampai mendapatkan ASI eksklusif karena ibu-ibu
yang bekerja memiliki pemikiran yaitu :

a. Ibu mengkhawatirkan dan beranggapan bahwa ASI-nya tidak


mencukupi kebutuhan bayi saat ibu bekerja.
b. Saat ini sebagian besar ibu bekerja menghentikan menyusui bayinya
dikarenakan alasan pekerjaan yang memakan waktu lama.
c. Ibu menganggap susu formula lebih praktis dan terjangkau, lebih
mudah didapat sehingga ibu yang bekerja tidak terlalu khawatir
(Pangastuti, 2011)
POST PARTUM NORMAL

Perubahan fisiologi Perubahan psikologi

Proses involusi Vagina dan perineum Laktasi Taking in Taking hold Letting go
(ketergantungan) (ketergantungan kemandirian) (kemandirian)

Peningkatan kadar Struktur dan karakte


Ocytosin,peningkatan payudara ibu Butuh perlindungan Resiko
Kontraksi uterus Ruptur jaringan dan pelayanan Belajar Kondisi tubuh perubahan
mengenai mengalami
peramenjadi
perawatan perubahan
Hormon Aliran darah diri dan bayi orang tua
Trauma personal Pembuluh esteroge di payudara Berfokus pada
mekanis hygiene darah rusak berurai dari diri sendiri dan
Nyeri kurang baik uterus (involusi) lemas
Butuh informai

Prolaktin Retensi darah Gangguan


Nyeri akut Genetalia Perdarahan meningkat di pembuluh pola tidur
Kurang
Kotor payudara pengetahuan
Syok Pembentukan
Resiko Hipovolemik ASI Bengka
terjadi k
infeksi
ASI keluar Penyempitan pada duktus intiverus

Prawiro hardjo, 2012


Irene M. Bobak, 2011 Payu dara bengkak ASI tidak keluar Retensi ASI Mastitis
A. Marlinn E. Doenges, 2012
Menyusui tidak efektif
BAB III

KERANGKA KONSEP ASUHAN KEBIDANAN

3.1 Adapun dalam tahapan Manajemen Kebidanan yaitu :


a. Langkah I. Identifikasi data dasar
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan
lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien untuk memperoleh
data dilakukan dengan cara : Pertama yaitu anamnesis, dimana akan didapatkan
data subjektif dari pasien seperti ibu akan mengeluhkan payudara bengkak, terasa
keras, ibu meresa demam dan dirasakan pada hari ketiga setelah persalinan.
Kedua, yaitu akan didapatkan data objektif dengan melakukan pemeriksaan fisik
sesuai dengan kebutuhannya , pada pemeriksaan fisik ini akan dilakukan inspeksi
dan palpasi pada payudara dan akan didapatkan hasil pemeriksaan payudara
warnanya kemerahan, payudara bengkak, keras dan nyeri bila ditekan Ketiga yaitu
pemeriksaan tanda-tanda vital, pada kasus ini memungkinkan akan didapatkan hasil
pemeriksaan dimana suhu tubuh bisa mencapai 380C.
b. Langkah II. Identifikasi diagnosa/Masalah aktual
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar tehadap diagnosa atau
masalah kebutuhan klien beradarkan interpretasi yang benar atas data-data yang
telah dikumpulakan. Data dasar yang sudah dikumpulkan di interpretasikan,
sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Diagnosa
bendungan ASI ditegakkan berdasarkan data subjektif dari pasien dan data objektif
yang telah didapatkan, serta pada pemeriksaan fisik yang telah dilakukan.
Bendungan ASI ditegakkan jika didapatkan payudara warnanya kemerahan,
payudara bengkak, keras, nyeri bila ditekan, suhu tubuh bisa mencapai 380C dan
terjadi pada hari ke 3-5 setelah persalinan. Jika ibu mengalami bendungan ASI, ASI
nya tidak keluar atau belum lancar, maka kemungkinan disebabkan oleh
pengosongan mammae yang tidak sempurna, hisapan bayi yang tidak aktif, posisi
menyusui bayi yang tidak benar, puting susu terbenam, dan puting susu terlalu
panjang.
c. Langkah III. Antisipasi diagnosa/Masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial dan
mengantisipasi penanganannya. Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah
potensial atau diagnosis potensial yang berdasarkan rangkaian masalah dan
diagnosa yang sudah diidentifikasikan. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila
memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan
dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi. Langkah
ini sangat penting dalam melakukan asuhan yang aman. Pada kasus bendungan
ASI, maka perlu dilakukan antisipasi terjadinya mastitis karena pada kasus ini,
bendungan ASI merupakan gejala awal akan terjadinya mastitis dan jika tidak
ditangani dengan baik kemungkinan akan terjadi mastitis, sehingga perlu untuk
dilakukan antisipasi.
d. Langkah IV. Tindakan segera/Kolaborasi
Pada langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan. Bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, melakukan
konsultasi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain berdasarkan kondisi
klien, pada langkah ini bidan juga harus merumuskan tindakan emergency untuk
menyelamatkan ibu, yang mampu dilakukan secara mandiri dan bersifat rujukan.
e. Langkah V. Rencana asuhan kebidanan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-
langkah sebelumnya dan merupakan lanjutan manajemen terhadap diagnosa atau
masalah yang telah diidentifikasi atau diadaptasi. Setiap rencana asuhan harus
disertai oleh klien dan bidan agar dapat melaksanakan dengan efektif (Jannah,
2012: 208-209). Rencana asuhan yang akan dilakukan yaitu lakukan perawatan
payudara, ajarkan teknik menyusui yang baik dan benar, sanggah payudara ibu
dengan bebat atau bra yang pas, kompres payudara dengan menggunakan kain
basah/hangat selama 5 menit, urut payudara dari arah pangkal menuju putting,
keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga putting menjadi lunak, susukan
bayi 2-3 jam sekali sesuai keinginan bayi (on demand feeding) dan pastikan bahwa
perlekatan bayi dan payudara ibu sudah benar, pada masa-masa awal atau bila
bayi yang menyusui tidak mampu mengosongkan payudara, mungkin diperlukan
pompa atau pengeluaran ASI secara manual dari payudara, kompres dingin dengan
es pada payudara setelah menyusui atau setelah payudara dipompa, bila perlu,
berikan parasetamol 3 X 500 mg per oral untuk mengurangi nyeri., lakukan evaluasi
setelah 3 hari.
f. Langkah VI. Implementasi asuhan kebidanan
Melaksanakan rencana tindakan serta efisiensi dan menjamin rasa aman klien.
Implementasi dapat dikerjakan keseluruhan oleh bidan ataupun bekerja sama
dengan kesehatan lain. Bidan harus melakukan implementasi yang efisien dan akan
mengurangi waktu perawatan serta akan meningkatkan kualitas pelayanan
kebidanan klien (Jannah, 2012: 211).
g. Langkah VII. Evaluasi kebidanan
Mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan yang diberikankepada
klien. Pada tahap evaluasi ini bidan harus melakukan pengamatan dan observasi
terhadap masalah yang dihadapi klien, apakah masalah diatasi seluruhnya,
sebagian telah dipecahkan atau mungkin timbul masalah baru. Pada prinsipnya
tahapan evaluasi adalah pengkajian kembali terhadap klien untuk menjawab
pertanyaan sejauh mana tercapainya rencana yang dilakukan.
DAFTAR PUSAKA

Adiatmika. (2016) ‘Use of Redesign Breastfeeding Pillow to Improve


Motivation of Breastfeeding Mothers and Babies Satisfaction, also
Reduce Fatigue and Muscoloskeletal Complaints on Post Partum
Mothers, The Indonesian Journal of Ergonomic, 2(2).
Andrew, N. and Harvey, K. (2011) Infant feeding choices: Experience, self-
identity and lifestyle’, Maternal and Child Nutrition, 7(1), pp. 48–60. doi:
10.1111/j.1740-8709.2009.00222.x.
Anenden, H. (2012) „10 Facts on Breastfeeding‟, World Health Organization,
(July). Available at:
http://www.who.int/features/factfiles/breastfeeding/en/index.html.
Atkinson, L. . and Baxley, E. . (1994) „Postpartum fatigue.‟, American Family
Physician, 50(1), pp. 113–118.
Avrelia, M. (2016) Faktor Risiko Kematian Neonatal Di Rumah Sakit Umum
Daerah Panembahan Senopati BantuL. UGM.
Brown, A., Raynor, P. and Lee, M. (2011) „Maternal control of child-feeding
during breast and formula feeding in the first 6 months post-partum‟,
Journal of Human Nutrition and Dietetics, 24(2), pp. 177–186. doi:
10.1111/j.1365- 277X.2010.01145.x.
Carpenito, L. and Moyet (2008) Nursing Diagnosis Application to Clinical Practice.

Manurung,Santa.(2011). Keperawatan Profesional, Jakarta: Tim

Syafrudin dan Hamidah. 2009. “Kebidanan Komunitas”. Jakarta : EGC

Hughes, B. & Fitzpatrick, J.J. (2017). Nurse-physician collaboration in an acute care


community hospital. Journal of Interprofessional Care, 24(6), 625- 632.

Mulder, J. (2006). A Concept Analysis of Effective Breastfeeding’. Journal of Obstetric,


Gynecologic, & Neonatal Nursing (JOGNN), 35, 332–339

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
Wattimena, I., & Dwi, Y. (2015). Manajemen Laktasi dan Kesejahteraan Ibu Menyusui. Jurnal
Psikologi, 42(3), 231–242.

Ramadani, M. & Hadi, E.N., 2010. Dukungan Suami dalam Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah
Kerja Puskesmas Air Tawar Kota Padang, Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional, 4, p.270.

Andrew, N., Harvey, K. (2011). Infant Feeding Choice: Experience, Self-Identity and Lifestyle.
Maternal & Child Nutrition; 7, 48-60. Akter, S.

Yesilcinar, I. et al. (2017) „The identification of the relationship between the perceived social
support, fatigue levels and maternal attachment during the postpartum period‟, The
Journal of Maternal-Fetal & Neonatal Medicine, 30(10), pp. 1213–1220. doi:
10.1080/14767058.2016.1209649.

Taylor, J. and Johnson, M. (2010) „How women manage fatigue after childbirth‟, Midwifery.
Elsevier, 26(3), pp. 367–375. doi: 10.1016/j.midw.2008.07.004.

Kemenkes RI (2015b) „Mari Dukung! Menyusui dan Bekerja‟, pp. 1–6.

Purwoastuti, E Dan E.S,Walyani. 2015. Panduan Materi Kesehatan Reproduksi dan Keluarga
Berencana. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Siswosudarmo, A.H dan Emilia O. 2018.
Teknologi Kontrasepsi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Hatfield, N. T. (2018). Pediatric Nursing. New Mexico: Lippincott Williams & Wilkins. Leveno,
K.J., Cunningham, F.G., Gant, N.F., Alexander, J.M., Blomm, S.L., Casey, B.M.,..... &
Yost, N.P. (2013). Obstetri Williams: Panduan Ringkas, Edisi:21. Jakarta: EGC.

Roesli, Utami.2010. Indonesia Menyusui.Badan Penerbit IDAI. Pp:13-24

McKinney, E. S., S. R. James., S. S. Muray, dan J. W. Ashwill. 2017. MaternalChild Nursing.


Saunders Elsevier. Canada

Mar’at, S & Lieke, I. K. (2016). Perilaku Manusia: Pengantar Singkat tentang Psikologi .
Bandung: Refika Aditama.

Hariandja, Maritot Tua Efendi. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan keempat.
Jakarta : Grasindo

Suryaningsih, H. (2012). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu Bayi dan
Balita ke Posyandu di Puskesmas Kemiri Muka Kota Depok Tahun 2012.[Skripsi]
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
[AIMI] Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia. 2012. Lingkungan Kerja Ramah Laktasi Pedoman
Untuk Perusahaan. http://www.aimi-asi.org/pdf/2012

Marmi. 2012. Asuan Kebidanan Pada Masa Nifas “ Peurperium Care”. Yogyakarta: pustaka
pelajar

Alimul Hidayat, A. Aziz. 2010. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta : Salemba Medika

Roesli. U. 2015. Mengenal Asi Ekslusif. Jakarta: Trubus.

Suryoprajogo, N. 2009. Keajaiban Menyusui. Yogyakarta: Key Word.

Muaris.H. (2009). Sarapan Sehat Untuk Anak Balita. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Dewi C., T. Purwoko, dan A. Pangastuti. 2011. Produksi Gula Reduksi Oleh Rhizopus oryzae
dari substrat Bekatul. Bioteknologi 2 (1): 21-25

Prawirohardjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Jannah, N. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Kehamilan. Yogyakarta: ANDI

Anda mungkin juga menyukai