Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. L P20020 AKSEPTOR AKTIF KB SUNTIK 3


BULAN
DI PMB Hj. SITI KHOLISAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Pendidikan Profesi Bidan

Oleh:
RACHMA AYU DIFA PRATIWI
190070500111037

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
ANGKATAN IX
TAHUN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Kebidanan
Pada Ny. L P20020 Akseptor Aktif KB Suntik 3 Bulan
Di Puskesmas Turen Kabupaten Malang

Oleh :
Rachma Ayu Difa Pratiwi
190070500111037

Persetujuan di PMB Hj. SIti Kholisah, S.ST


20 Desember 2019

Dosen Pembimbing Klinik Preseptor Lahan

Yuseva Sariati, S.ST, SE. M.Keb Siti Kholisah, S.ST


NIP.2016097903192001 NIP. 198003241992032008

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

2
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Rachma Ayu Difa Pratiwi
NIM : 190070500111037
Program Studi : Pendidikan Profesi Bidan Jurusan Kebidanan
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Laporan Komprehensif yang saya


tulis ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan merupakan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa laporan ini adalah hasil
plagiarism jiplakan atau mengcopy hasil orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai aturan yang sudah ditentukan dalam buku
pedoman atas perbuatan tersebut.

Malang, 20 Desember 2019

Rachma Ayu Difa Pratiwi


190070500111037

3
1 KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah member petunjuk serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Komprehensif yang
berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Ny. L P20020 akseptor aktif KB suntik 3
bulan”. Laporan Komprehensif ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
menunjang pemberian asuhan prakonsepsi pada wanita usia subur. Penulis
menyadari karya tulis ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis membuka
kritik dan saran untuk penulisan karya tulis ini.

Malang, 20 Desember 2019

Penulis

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan Keluarga Berencana (Service Familly Planning) ini
bertujuan untuk membentuk Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
(NKKBS). Keluarga Berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk
keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Itu
bermakna adalah perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan
yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau
penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya.
Jumlah anak dalam sebuah keluarga yang dianggap ideal adalah “dua
anak cukup” (Prijatni & Rahayu, 2016).
Berdasarkan hasil pendataan keluarga tahun 2013 menunjukkan
bahwa secara nasional jumlah peserta KB tercatat yaitu suntik 47,19%,
pil 26,81%, IUD 11,03%, Implant 8,26%, MOW 3,53%, Kondom 2,50%,
dan MOP 0,8% (BKKBN,2013). Menurut data BKKBN tahun 2014
didapatkan jumlah peserta KB aktif secara nasional yaitu KB IUD 11,29%,
KB MOW 3.86%, KB MOP 1,00%, KB Kondom 2,82%, KB Implant
11,31%, KB Suntik 44,80%, dan KB Pil 24,88% , (BKKBN,2014) .
Berdasarkan data pada Profil Kesehatan Jawa Timur (2016)
cakupan peserta KB Aktif mengalami kenaikan yang pencapaian tahun
2016 sebesar 68,79% menjadi 75,3% di tahun 2017 dan metode KB yang
mendominasi adalah metode NON MKJP/ Non Metode Kontrasepsi
Jangka Pendek yatiu metode suntik dan pil. Sedangkan untuk Kota
Malang dan sekitarnya pada tahun 2015 diketahui jumlah peserta
Keluarga Berencana yang tercatat yaitu IUD 2.602, MOP dan MOW 691,
Implant 1.034, Suntik 4.929, Pil 627, Kondom 203 (Dinkes Kota Malang,
2016)
B. Tujuan Umum

5
Mampu memberikan asuhan kebidanan pada kasus prakonsepsi/KB
Suntik 3 Bulan secara komprehensif menurut alur pikir 7 langkkah varney
C. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian dan analisa data pada akseptor
aktif KB Suntik 3 Bulan
b. Mampu merumuskan diagnosa dan masalah aktual pada akseptor
aktif KB Suntik 3 Bulan
c. Mampu merumuskan diagnose dan masalah potensial pada akseptor
aktif KB Suntik 3 Bulan
d. Mampu mengidentifikasi perlunya tindakan segera atau emergency
pada pada akseptor aktif KB Suntik 3 Bulan.
e. Mampu menyusun rencana tindakan pada akseptor aktif KB Suntik 3
Bulan
f. Mampu mengimplementasikan secara langsung tindakan yang telah
disusun pada aktif KB Suntik 3 Bulan
g. Mampu mengevaluasi efektifitas asuhan yang telah di laksanakan
pada akseptor aktif KB Suntik 3 Bulan
h. Mampu mendokumentasikan semua temuan dan tindakan yang telah
dilakukan pada aksepor aktif KB Suntik 3 Bulan
D. Manfaat Akademis
Penulisan ini merupakan pengalaman ilmiah yang sangat
berharga bagi penulis karena meningkatkan pengetahuan dan
menambah wawasan baru tentang Keluarga Berencana.
E. Manfaat Praktis
Sebagai bahan masukan dalam memberikan pelayanan
kebidanan yang aktual dan profesional pada masyarakat.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Kontrasepsi (KB)
1. Pengertian Kontrasepsi (KB)
a. Keluarga berencana merupakan usaha suami isteri untuk mengukur
jumlah dan jarak anak yang diinginkan. Usaha yang dimaksud
termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan perencanaan
keluarga. Prinsip dasar metode kontrasepsi adalah mencegah sperma
laki-laki mecapai dan membuahi telur wanita (fertilisasi) atau
mencegah telur yang sudah dibuahi untuk berimplanasi (melekat) dan
berkembang didalam rahim. (Purwoastuti & Walyani,2015:182).
b. Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satupelayanan kesehatan
yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu
diakui demikian. Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga
berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan
yang dialami oleh wanita. Banyak wanita yang harus menentukan
pilihan kontrasepsi yang sulit, tidak hanya terbatasnya jumlah metode
yang tersedia tetapi juga karena metode-metode tertentu mungkin
tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB,
kesehatan individual dan seksualis wanita atau biaya untuk
memperoleh kontasepsi (Tresnawati, 2013:120).
2. Tujuan KB
a. Tujuan umum Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam
rangka mewujudkan Normal Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
(NKKBS) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera
dan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya
pertambahan penduduk.
b. Tujuan khusus Meningkatkan pengguanaan alat kontrasepsi dan
kesehatan keluarga berencana dengan cara pengaturan jarak
kelahiran (Purwoastuti & Walyani2015:182).
3. Syarat-syarat Kontrasepsi
a. Aman pemakaiannya dan dapat dipercaya

7
b. Lama kerja dapat diatur menurut keinginan
c. Efek samping yang merugikan tidak ada atau minimal
d. Harganya dapat dijangkau masyarakat
e. Cara penggunaannya sederhana
f. Tidak mengganggu hubungan suami istri
g. Tidak memerlukan kontrol yang ketat selama pemakaian (Firdayanti,
2012:42).
4. Macam macam alat kontrasepsi.
a. Metode Amenorea Laktasi
Metode amenorea laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang
mengandalkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, artinya
hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman apapun
lainnya. MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila menyusui secara
penuh (full breast feeding); lebih efektif bila pemberian ≥ 8 x sehari,
belum haid dan umur bayi kurang dari 6 bulan. Efektif sampai 6 bulan,
dan harus dilanjutkan dengan pemakaian metode kontrasepsi lainnya.
Cara kerjanya yaitu penundaan/penekanan ovulasi. (Prawirohardjo,
2012:MK-1).
b. Metode Keluarga Berencana Alamiah (KBA)
Metode kontrasepsi alamiah merupakan metode untuk mengatur
kehamilan secara alamiah, tanpa menggunakan alat apapun. Metode
ini dilakukan dengan menentukan periode/masa subur yang biasanya
terjadi sekitar 14 hari sebelum menstruasi sebelumnya,
memperhitungkan masa hidup sperma dalam vagina (48-72 jam),
masa hidup ovum (12-24 jam), dan menghindari senggama selama
kurang lebih 7-18 hari termsuk masa subur dari setiap siklus. Kb
alamiah terdiri dari metode kalender, metode suhu badan basal
(termal), metode lendir serviks (Bilings), metode simto termal, dan
koitusinteruptus (Yuhedi & Kurniawati,2015:49).
1) Metode Kalender (Ogino-Knaus)/Pantang Berkala
Pantang berkala atau lebih dikenal dengan system kalender
merupakan salah satu cara/metode kontrasepsi sederhana yang
dapat dikerjakan sendiri oleh pasangan suami isteri dengan tidak
melakukan senggama pada masa subur. Metode ini lebih efektif

8
bila dilakukan secara baik dan benar. Dengan penggunaan
system kalender setiap pasangan dimungkinkan dapat
merencanakan setiap kehamilannya. (Melani, dkk, 2012). Metode
kalender memerlukan ketekunan ibu untuk mencatat waktu
menstruasinya selama 6-12 bulan agar waktu ovulasi dapat
ditentukan. Perhitungan masa subur didasarkan pada ovulasi
(umumnya terjadi pada hari ke 14+2 hari sebelum menstruasi
berikutnya), masa hidup ovum (24 jam), dan masa hidup
spermatozoa (2-3 hari). Angka kegagalan metode ini sebesar
14,4-47 kehamilan pada setiap wanita100 wanita per tahun
(Yuhedi&Kurniawati,2015: 50).
2) Metode Suhu Badan Basal
Metode kontrasepsi ini dilakukan berdasarkan pada
perubahan subu tubuh. Pengukuran dilakukandengan pengukuran
suhu basal (pengukuran suhu yang dilakukan ketika bangun tidur
sebelum beranjak dari tempat tidur). Tujuan pengukuran ini adalah
mengetahui masa ovulasi. Waktu pengukuran harus dilakukan
pada saat yang sama setiap pagi dan setelah tidur nyenyak ±3-5
jam serta dalam keadaan istiraha. Pengukuran dapat dilakukan
per oral (3 menit), per rectal (1 menit) dan per vagina. Suhu tubuh
basal dapat meningkat sebesar 0,2-0,50C ketika ovulasi.
Peningkatan suhu basal dimulai 1-2 hari setelah ovulasi
disebabkan peningkatan 16 hormon progesteron. Metode ini
memiliki angka kegagalan sebesar 0,3-6,6 per 100 wanita
pertahun. Kerugian utama metode suhu basal ini adalah
abstinensia (menahan diri tidak melakukan senggama) sudah
harus dilakukan pada masa praovulasi.
(Yuhedi&Kurniawati,2015:51-52).
3) Metode Lendir Serviks
Metode kontrasepsi ini dilakukan berdasarkan perubahan
siklus lendir serviks yang terjadi karena perubahan kadar etrogen.
Pada setiap siklus mentruasi, sel serviks memproduksi 2 macam
lendir serviks, yaitu lendir estrogenik (tipe E) lendir jenis ini
diproduksi pada fase akhir sebelum ovulasi dan fase ovulasi. Sifat

9
lendir ini banyak, tipis, seperti air (jernih) dan viskositas rendah,
elastisitas besar, bila dikeringkan akan membentuk gambaran
seperti daun pakis (fernlike patterns, ferning,arborization)
sedangkan gestagenik (tipe G) lendir jenis ini diproduksi pada fase
awal sebelum ovulasi dan setelah ovulasi. Sifat lendir ini kental,
viskositas tinggi dan kerun. Angka kegagalan 0,4-39,7 kehamilan
pada 100 wanita per tahun. Kegagalan ini disebabkan
pengeluaran lendir yang mulainya terlambat, lendir tidak dirasakan
oleh ibu dan kesalahan saat menilai lendir.
(Yuhedi&Kurniawati,2015: 52-54).
4) Metode Simto Termal
Metode ini menggunakan perubahan siklis lendir serviks yang
terjadi karena perubahan kadar estrogen untuk menentukan saat
yang aman untuk bersenggama. Metode simto termal ini
gabungan dari metode suhu basal, metode lendir serviks , dan
metode kalender. Tanda dari salah satu metode tersebut dapat
dipakai untuk mencocokkan dengan metode lainnya sehingga
dapat lebih akurat pada saat menentukan hari-hari aman
bersenggama. Sebagai contoh, menyimpan catatan lendir serviks
dapat bermanfaat pada saat suhu tubuh tinggi karena demam.
Angka kegagalan metode ini sebesar 4,9-34,4 kehamilan pada
100 wanita per tahun. (Yuhedi&Kurniawati,2015:54).
5) Coitus Interuptus
Senggama Terputus (Koitus Interruptus), ialah penarikan penis
dari vagina sebelum terjadinya ejakulasi. Hal ini berdasarkan
kenyataan, bahwa akan terjadinya ejakulasi disadari sebelumnya
oleh sebagian besar laki-laki, dan setelah itu masih ada waktu
kira-kira “detik” sebelum ejakulasi terjadi. Waktu yang singkat ini
dapat digunakan untuk menarik penis keluardari vagina.
Keuntungan, carai ini tidak membutuhkan biaya, alat-alat ataupun
persiapan, tetapi kekurangannya adalah untuk menyukseskan
cara ini dibutuhkan pengendalian diri yang besar dari pihak laki-
laki (Prabowo,Edisi 3:438). Kelebihan dari cara ini adalah tidak
memerlukan alat/obat sehingga relatif sehat untuk digunakan

10
wanita dibanding dengan metode kontrasepsi lain, resiko
kegagalan dari metode ini cukup tinggi. (Padila, 2014:200).
c. Metode Kontrasepsi Sederhana
1) Kondom
Kondom merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat
dari berbagai bahan di antaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau
bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat
berhubungan seksual. Kondom terbuat dari karet sintetis yang
tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang
bila di gulung berbentuk rata atau mempunyai bentuk seperti
puting susu. Berbagai bahan yang ditambahnkan pada kondom
baik untuk meningkatkan efektivitasnya (misalnya penambahan
spermisida) maupun berbagai aktivitas seksual.Kondom ini tidak
hanya mencegah kehamilan, tetapi juga mencegah IMS termasuk
HIV/AIDS. Pada umunya standar ketebalan adalah 0,02 mm.
Secara ilmiah didapatkan hanya sedikit angka kegagalan kondom
yaitu 2-12 kehamilan per 100 perempuan pertahun.
(Prawirohardjo,2012:MK-17-18). Cara kerja kondom adalah
menghalangi spermatozoa agar tidak masuk kedalam traktus
genitalia interna wanita. (Yuhedi & Kurniawati, 2015: 55).
2) Kontrasepsi Barier-Intra-Vagina
Jenis kontrasepsi barier intra-vagina, yaitu diafragma, kap
serviks, spons, dan kondom wanita.
a) Diafragma
Diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung, terbuat
dari lateks (karet) yang diinsersikan ke dalam vagina
sebelum berhunbungan seksual dan menutupi serviks.
Cara kerja diafragma adalah menahan sperma agar tidak
mendapat akses mencapai saluran alat reproduksi bagian
atas (uterus dan tuba falopii) dan sebagai alat tempat
spermisida. (Prawirohardjo, 2012: MK-21). Menurut teori,
angka kegagalan penggunaan diafragma adalah sebesar
2-3 kehamilan per 100 wanita pertahun. Akan tetapi,
berdasarkan praktik angka kegagalan penggunaan

11
kontrasepsi ini adalah sebesar 6-25 kehamilan per 100
wanita pertahun (Yuhedi&Kurniawati, 2015: 58-59).
b) Kap Serviks
Metode Lendir Serviks atau lebih dikenal dengan Metode
Ovulasi Billings (MOB), dilakukan dengan wanita
mengalami lendir serviksnya setiap hari. Lendir berfariasi
selama siklus, mungkin tidak ada lendir atau mungkin
terlihat lengket dan jika direntangkan diantara kedua jari,
akan putus lendir tersebut dikenal dengan lendir tidak
subur (Everett, 2012:43). Ibu post partum <6-12 minggu
juga tidak boleh mnggunakan kap serviks, akan lebih baik
bagi ibu memakai kondom jika melakukan senggama.
Efektivitas kap serviks cukup baik, hal ini dibuktikan
dengan tingkat kegagalan pemakaian yang berkisar 8-20
kehamilan pada setiap 100 wanita pertahun. Selain itu,
kegagalan metode berkisar pada 2 kehamilan pada setiap
100 wanita per tahun (Yuhedi&Kurniawati, 2015: 59-60).
c) Spons
Spons di gunakan pada tahun 1983 setelah FDA
mengeluarkan izin penggunaannya. Spons memiliki bentuk
seperti bantal polyurethaneyang mengandung spermisida.
Pada salah satu sisi berbentuk cekung (konkaf) agar dapat
menutupi serviks dan pada sisi lainnya terdapat tali untuk
mempermudah pengeluaran. Kontrasepsi jenis ini dapat
menimbulkan efek samping dan komplikasi seperti
kemungkinan infeksi vagina oleh jamur tambahan banyak.
Angka kegagalan metode kontrasepsi ini adalah sebesar
5-8 kehamilan (secara teoretis) hingga 9-27 kehamilan
(secara praktis) pada setiap 100 wanita pertahun
(Yuhedi&Kurniawati, 2015: 61-62)
d) Kondom Wanita
Kondom wanita sebenarnya merupakan kombinasi antara
diafragma dan kondom. Alasan utama dibuatnya kondom
wanita karena kondom pria dan diafragma biasa tidak

12
dapat menutupi daerah perineum sehingga masih ada
kemungkinan penyebaran mikroorganisme penyebab IMS
(Yuhedi&Kurniawati, 2015: 62).
e) Spermisida
Spermisida adalah suatu zat atau bahan kimia yang dapat
mematikan dan mneghentikan gerak atau melumpuhkan
spermatozoa di dalam vagina, sehingga tidak dapat
membuahi sel telur. Spermicida dapat berbentuk tablet
vagina, krim dan jelly, aerosol (busa/foam), atau tisu KB.
Cukup efektif apabila dipakai dengan kontrasepsi lain
seperti kondom dan diafragma. Angaka kegagalan 11-31%
(Padila, 2014:210).
d. Kontrasepsi Hormonal
1) Pil KB
a) Pil Kombinasi
Pil kombinasi ini dapat diminum setiap hari, efektif dan
reversibel, pada bulan-bulan pertama efek samping berupa
mual dan perdarahan bercak yang tidak berbahaya dan
segera akan hilang, efek samping serius jarangterjadi,
dapat dipakai semua ibu usia reproduki, baik yang sudah
mempunyai anak maupun belum, dapat dimulai diminum
setiap saat bila yakin sedang tidak hamil, tidak dianjurkan
pada ibu yang mnyusui dan dapat dipakai sebagai
kontrasepsi darurat. Pil kombinasi dibagi menjadi 3 jenis,
yaitu pil monofasik yaitupil yang tersedia dalam kemasan
21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progestin
(E/P) dalam dosisi yang sama, dengan 7 tablet tanpa
hormonaktif, sedangkanpil bifasik yaitu pil yang tersedia
dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif
estrogen/progesteron (E/P) dengan dua dosisi yang
berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif, danpil
trifasik, yaitu pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet
mengamdung hormon aktif estrogen/progesteron (E/P)

13
dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa
hormon aktif. (Prawirohardjo, 2012, MK-30-31).
b) Mini Pil (Pil Progestin) Kontrasepsi minipil ini cocok untuk
perempuan menyusui yang ingin memakai pil KB, sangat
efektif pada masa laktasi, dosis rendah, tidak menurunkan
produksi ASI, tidak memberikan efek samping estrogen,
efek samping utama adalah gangguan perdarahan;
perdarahan bercak, atau perdarahan tidak teratur, dan
dapat dipakai kontrasepsi darurat. Kontrasepsi mini pil
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu kemasan dengan isi 35 pil 300
μg levonorgestrel atau 350 μg noretindron, dan kemsan
dengan isi 28 pil 75μg desogesterel. Kontrasepsi mini pil
sangat efektif (98,5%), pada pengguna mini pil jangan
sampai ada tablet yang terlupa, tablet digunakan pada jam
yang sama (malam hari), dan senggama sebaiknya
dilakukan 3-20 jam setelah penggunaan mini pil.
(Prawirohardjo,2012, MK-50-51)
2) Kontrasepsi Suntik
Suntik KB ada dua jenis yaitu, suntik KB 1 bulan (cyclofem)
dan suntik KB 3 bulan (DMPA. Efek sampinya terjadi
gangguan haid, depresi, keputihan, jerawat, perubahan berat
badan, pemakaina jangka panjang bisa terjadi penurunan
libido, dan densitas tulang. (Padila, 2015:210).Cara kerjanya
mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga
menurunkan kemampuan penetrasi sperma, menjadikan
selaput lendir rahim tipis dan atrofi dan menghambat
transportasi gamet oleh tuba. Kedua kontrasepsi suntik
tersebut memiliki efektifitas yang tinggi, dengan 0,3 kehamilan
per 100 perempuan per tahun, asal penyuntikannya dilakukan
secara teratur sesuai jadwal yang telah di tentukan.
(Prawirohardjo, 2012, MK-43-44).
3) Kontrasepsi Implan
Implan adalah alat kontarsepsi yang disusupkan di bawah
kulit, biasanya di lengan atas. Cara kerjanya sama dengan pil,

14
implanmengandung levonogestrel. Keuntungan dari metode
implanini antara lain tanah sampai 5 tahun, kesuburan akan
kembali segera setelah pengangkatan. Efektifitasnya sangat
tinggi, angka kegagalannya 1-3%. (Padila, 2014:201).
e. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/IUDAlat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR)/adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam
rahim yang bentuknya bermacam-macam, terdiri dari plastik
(polyethylene). Ada yang dililit tembaga (Cu), ada pula yang tidak, ada
pula yang dililit tembaga bercampur perak (Ag). Selain itu ada pula
yang dibatangnya berisi hormone progesterone (Suratun, dkk,
2013:87).Efektifitasnya tinggi, angka kegagalannya 1% (Padila,
2014:202).
f. Kontrasepsi Mantap (Kontap)
a) Tubektomi
Tubektomi adalah metode kontrasepsi untuk perempuan
yang tidak ingin anak lagi. Perlu prosedur bedah untuk
melakukan tubektomi sehingga diperlukan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan tambahan lainnya untuk memastikan apakah
seorang klien sesuai untuk menggunakan metode ini.
Tubektomi termasuk metode efektif dan tidak menimbulkan
efek samping jangka panjang, Jarang sekali tidak ditemukan
efek samping, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
(Prawirohardjo, 2012: MK-89).
Sterilisasi pada wanita atau tubektomi merupakan metode
pengikatan dan pemotongan tuba fallopi agar ovum tidak
dapat dibuahi oleh sperma, cara kerja tubektomi adalah
perjanan ovum terhambat karena tuba fallopi tertutup
(Yuhedi&Kurniawati, 2015:107).
b) Vasektomi
Vasektomi adalah metode kontrasepsi untuk lelaki yang
tidak ingin anak lagi. Perlu prosedur bedah untuk melakukan
vasektomi sehingga diperlukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan lainnya untuk memastikan apakah

15
seorang klien sesuai untuk menggunakan metode ini
(Prawirohardjo, 2012:MK-95).
B. Tinjauan Umum Tentang Kontrasepsi Suntik 3 Bulan
1. Pengertian Kontrasepsi Suntik
Kontrasepsi suntik adalah kontrasepsi hormonal jenis suntikan yang
dibedakan menjadi dua macam yaitu DMPA (depot
medroksiprogesterone asetat) dan kombinasi. Suntik DMPA berisi
depot medroksiprogesterone asetat yang diberikan dalam suntikan
tunggal 150 mg/ml secara intramuscular (IM) setiap 12 minggu
(Susilowati, 2019).
2. Pengertian Kontrasepsi Suntik 3 Bulan
Kontrasepsi 3 bulan DMPA hanya mengandung hormone
progesterone saja tanpa mengandung hormone esterogen. Dosis
yang diberikan adalah sejumlah 150 mg/ml Depot
Medroxyprogesterone Asetat, diberikan secara IM di 1/3 SIAS –
Cocxygeus setiap 12 minggu (Varney, 2006).
3. Cara Kerja Kontrasepsi Suntik 3 Bulan
Menurut Hartanto dalam Susilowati (2019), mekanisme kerja
kontrasepsi DMPA terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Primer: Mencegah ovulasi
Kadar Folikel Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
hormone (LH) menurun serta tidak terjadi lonjakan LH. Pada
pemakaian DMPA, endometrium menjadi dangkal dan atrofis
dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif. Dengan pemakaian
jangka lama endometrium bisa menjadi semakin sedikit sehingga
hampir tidak didapatkan jaringan bila dilakukan biopsi, tetapi
perubahan tersebut akan kembali normal dalam waktu 90 hari
setelah suntikan DMPA berakhir.
Saat ovulasi terhambat, terjadi perubahan maturasi
endometrium yang menyebabkan atropi pada uterus sehingga
dinding rahim sulit melepas atau luruh di periode menstruasi
sehingga terjadi amenorrhea atau hanya spotting.
b. Sekunder

16
1) Lendir serviks meningkat jumlahnya, dan mengental sehingga
menjadi barier terhadap spermatozoa. Selain itu seringkali
menimbulkan keputihan yang banyak.
2) Membuat endometrium menjadi kurang baik untuk implantasi .
4. Efektivitas
DMPA memiliki efektivitas yang tinggi dengan 0,3 kehamilan per100
perempuan dalam satu tahun pemakaian (BKKBN, 2003). Kegagalan
yang terjadi pada umumnya dikarenakan oleh ketidakpatuhan
akseptor untuk datang pada jadwal yang telah ditetapkan atau teknik
penyuntikan yang salah, injeksi harus benar-benar intragluteal
(Patimah dkk, 2016).
5. Kelebihan
Kelebihan penggunaan suntik DMPA menurut BKKBN (2003) :
a. Sangat efektif.
b. Pencegahan kehamilan jangka panjang.
c. Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri.
d. Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius
terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah.
e. Tidak mempengaruhi ASI.
f. Sedikit efek samping.
g. Klien tidak perlu menyimpan obat suntik.
h. Dapat digunakan oleh perempuan usia lebih dari 35 tahun sampai
perimenopause.
i. Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan
ektopik.
j. Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara.
k. Mencegah beberapa penyakit radang panggul.
6. Keterbatasan
Keterbatasan penggunaan suntik DMPA menurut BKKBN (2003) :
a. Sering ditemukan ganguan haid.
b. Kemungkinan terlambatnya pemulihan kesuburan setelah
penghentian pemakaian.
c. Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan
kesehatan.

17
d. Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering.
e. Timbul perasaan mual ataupun pusing pada klien
f. Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi menular
seksual, hepatitis B dan virus HIV.
g. Pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi perubahan lipid
serum.
7. Indikasi
Indikasi pada pengguna suntik DMPA menurut BKKBN (2003) :
a. Wanita usia reproduktif.
b. Wanita yang telah memiliki anak.
c. Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan memiliki efektifitas
tinggi.
d. Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai.
e. Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
f. Setelah abortus dan keguguran.
g. Memiliki banyak anak tetapi belum menghendaki tubektomi.
h. Masalah gangguan pembekuan darah.
i. Menggunakan obat epilepsy dan tuberculosis.
8. Kontra Indikasi
Menurut BKKBN (2003), kontra indikasi pada pengguna suntik DMPA
yaitu :
a. Hamil atau dicurigai hamil.
b. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
c. Wanita yang tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid.
d. Penderita kanker payudara atau ada riwayat kanker payudara.
e. Penderita diabetes mellitus disertai komplikasi.
9. Waktu Mulai Menggunakan
Menurut Saifuddin (2003), waktu mulai menggunakan kontrasepsi
DMPA yaitu :
a. Setiap saat selama siklus haid, asal tidak hamil.
b. Mulai hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid.
c. Pada ibu yang tidak haid atau dengan perdarahan tidak teratur,
injeksi dapat diberikan setiap saat, asal tidak hamil. Selama 7 hari
setelah penyuntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual.

18
d. Ibu yang telah menggunakan kontrasepsi hormonal lain secara
benar dan tidak hamil kemudian ingin mengganti dengan
kontrasepsi DMPA, suntikan pertama dapat segera diberikan tidak
perlu menunggu sampai haid berikutnya.
e. Ibu yang menggunakan kontrasepsi nonhormonal dan ingin
mengganti dengan kontrasepsi hormonal, suntikan pertama dapat
segera diberikan, asal ibu tidak hamil dan pemberiannya tidak
perlu menunggu haid berikutnya. Bila ibu disuntik setelah hari ke-7
haid, selama 7 hari penyuntikan tidak boleh melakukan hubungan
seksual.
10. Cara Penggunaan
Cara penggunaan kontrasepsi DMPA menurut Saifuddin (2003) :
a. Kontrasepsi suntikan DMPA diberikan setiap 3 bulan dengan cara
disuntik intramuscular (IM) dalam daerah pantat. Apabila suntikan
diberikan terlalu dangkal penyerapan kontrasepsi suntikan akan
lambat dan tidak bekerja segera dan efektif. Suntikan diberikan
tiap 90 hari.
b. Bersihkan kulit yang akan disuntik dengan kapas alkohol yang
dibasahi etil/ isopropyl alcohol 60-90%. Biarkan kulit kering
sebelum disuntik, setelah kering baru disuntik.
c. Kocok dengan baik dan hindarkan terjadinya gelembung-
gelembung udara. Kontrasepsi suntik tidak perlu didinginkan. Bila
terjadi endapan putih pada dasar ampul, upayakan
menghilangkannya dan dengan menghangatkannya.
11. Efek Samping
Efek samping yang sering ditemukan menurut Patimah dkk (2016) :
a. Mengalami gangguan haid seperti amenore, spooting,
menorarghia, metrorarghia.
b. Penambahan berat badan.
c. Mual.
d. Kunang-kunang.
e. Sakit kepala.
f. Nervositas.
g. Penurunan libido.

19
h. Keputihan.
C. Efek Samping Gangguan Haid
1. Gejala Gangguan Haid
a. Tidak mengalami haid (amenore)
Amenore dibedakan menjadi dua yaitu amenore primer
merupakan masa remaja kurang dari 16 tahun belum pernah
mengalami mens atau belum menampakkan tanda-tanda fisik
seksual sekunder, sedangkan amenore sekunder bila wanita
sudah mengalami menstruasi namun kemudian tidak mengalami
menstruasi dalam waktu 3-6 bulan (Varney, 2006).
b. Perdarahan berupa tetesan atau bercak-bercak (spotting)
Perdarahan bercak merupakan keluhan atau gejala yang akan
menurun dengan makin lamanya pemakaian (Siswosudarmo,
2001).
c. Perdarahan diluar siklus haid (metrorarghia)
Bila menstruasi terjadi dengan interval tidak teratur atau jika
terdapat insiden bercak darah atau perdarahan diantara
menstruasi, istilah metroragi digunakan untuk menggambarkan
keadaan tersebut (Varney, 2006).
d. Perdarahan haid yang lebih lama dan atau lebih banyak daripada
biasanya (menorarghia)
Persepsi yang umum mengenai perdarahan berlebihan adalah
apabila tiga sampai empat pembalut sudah penuh selama empat
jam. Jumlah kehilangan darah yang dipertimbangkan normal
selama mens adalah 30 cc sejak penelitian yang dilakukan pada
tahun 1960-an dan setiap perdarahan yang lebih dari 80 cc
dinyatakan perdarahan abnormal, seperti yang dikatakan oleh
Engstrom, bahwa batas 8 cc merupakan ukuran standar untuk
menetapkan menoragi (Varney, 2006).
2. Penyebab Gangguan Haid
Secara umum semua gangguan haid disebabkan karena adanya
ketidakseimbangan hormon sehingga endometrium mengalami
perubahan. Keadaan amenore disebabkan atrofi endometrium (Depkes,
1999).

20
Penyebab amenore primer umumnya lebih berat dan lebih sulit
untuk diketahui, seperti kelainan kongenital dan kelainan genetik
sedangkan amenore sekunder lebih menunjuk pada sebab-sebab yang
timbul dalam kehidupan wanita seperti gangguan gizi, gangguan
metabolisme, penyakit infeksi dan lain-lain. Metroragi dapat disebabkan
oleh kelainan organik pada alat genetalia atau kelainan fungsional. Bila
penyebab menoragi dan metroragi adalah neoplasma, gangguan
pembekuan darah, penyakit kronis atau kelainan ginekologik, klien perlu
dirujuk ke spesialis (Varney, 2006).
3. Penatalaksanaan
a. Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)
1) Jelaskan sebab terjadinya.
2) Jelaskan bahwa gejala atau keluhan tersebut dalam rangka
penyesuaian diri, bersifat sementara dan individu :
a) Amenore
Amenore bila tidak hamil tidak perlu dilakukan tindakan
apapun, cukup konseling dengan menjelaskan bahwa haid
terkumpul dalam rahim dan beri nasihat untuk kembali ke klinik
(Saifuddin, 2003).
b) Spooting
Perdarahan bercak merupakan keluhan atau gejala yang akan
menurun dengan makin lamanya pemakaian (Siswosudarmo,
2001). Sebagian wanita yang mengalami perdarahan bercak
menemukan bahwa keluhan ini membaik dengan sendirinya,
biasanya pada suntikan keempat (Everett, 2007).
c) Metrorarghia
Memberikan konseling pada akseptor bahwa perdarahan
diluar siklus haid merupakan efek samping kontrasepsi suntik
yang dipakai dan jenis perdarahan ini tidak berbahaya
meskipun berlangsung sampai beberapa minggu (Saifuddin,
2003).
d) Menorarghia

21
Perdarahan banyak atau memanjang lebih dari 8 hari atau 2
kali lebih banyak dari haid biasanya, jelaskan hal itu biasa
ditemukan pada bulan pertama suntikan (Saifuddin, 2003).
3) Motivasi agar tetap memakai suntikan (Depkes,1999).
b. Tindakan Medis
1) Amenore
Jangan berikan terapi hormonal untuk menimbulkan perdarahan
karena tidak akan berhasil. Tunggu 3-6 bulan, bila tidak terjadi
perdarahan juga rujuk ke klinik. Bila klien tidak menerima
gangguan tersebut, suntikan jangan dilanjutkan. Anjurkan
pemakaian kontrasepsi yang lain. Bila terjadi kehamilan, rujuk
klien dan jelaskan bahwa hormone progestin tidak akan
menimbulkan kelainan (Saifuddin, 2003).
2) Spotting dan metrorarghia
Bila ringan atau tidak terlalu menganggu tidak perlu diberi obat.
Bila cukup mengganggu dapat diberikan pil KB 3x1 tablet selama
7 hari (Depkes, 1999). 1 siklus pil kontrasepsi kombinasi (30-35
μg etinilestradiol), ibuprofen (sampai 800mg, 3x/hari untuk 5 hari)
atau obat sejenis lain (Saifuddin, 2003).
3) Menorarghia
Bila terjadi perdarahan banyak selama penyuntikan ditangani
dengan pemberian 2 tablet pil kontrasepsi kombinasi/hari selama
3-7 hari dilanjutkan dengan 1 siklus pil kontrasepsi hormonal, atau
diberi 50 μg etinilestradiol atau 1,25 mg estrogen equin konjugasi
untuk 14-21 hari. Untuk mencegah anemia perlu preparat besi
atau makanan yang mengandung banyak zat besi (Saifuddin,
2003). Diberi tablet sulfas ferosus (Fe) 3x1 tablet antara 5-7 hari
sampai keadaan membaik (Depkes, 1999).

22
Suntik
D. PATHWAY

Progesteron Stimulasi Hipotalamus Estrogen

Faktor pembekuan darah


Pengentalan meningkat
Peredaran darah GIT Reproduksi
lender serviks
(Plasma)
Menghambat Menekan LH
Merangsan Menghambat Trombosis
HDL-Kolesterol produksi dan FSH
pusat reseptor penetrasi sperma
prostaglandin
makanan
Ovulasi
TD
Peningkatan terhambat Sperma dan ovum
proteksi terhadap Nafsumakan tidak bertemu
mukosa lambung meningkat Perubahan maturasi
Menghambat
sirkulasi endometerium Lendir meningkat
oksigenasi BB dan kental
Iritasi mukosa
lambung Atropi
Nyeri Perubahan
Dinding rahim sulit melepas Keputihan
kepala body image
Asam lambung
meningkat

Respon nyeri pada Amenorrhea Ansietas


Defisit volume
saraf Merangsang cairan
muntah

23
BAB III
KERANGKA KONSEP ASUHAN KEBIDANAN

Menurut Helen Varney (1997), proses penyelesaian masalah merupakan


salah satu upaya yang dapat digunakan dalam manajemen kebidanan. Varney
berpendapat bahwa dalam melakukan manajemen kebidanan, bidan harus memiliki
kemampuan berfikir secara kritis untuk menegakkan diagnosa atau masalah
potensial kebidanan. Selain itu, diperlukan pula kemampuan kolaborasi atau kerja
sama. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar dalam perencanaan kebidanan
selanjutnya (dalam Handayani & Mulyati, 2017).
Proses manajemen terdiri dari 7 (tujuh) langkah berurutan diaman setiap
langkah disempurnakan secara periodik. Proses dimulai dengan pengumpulan data
dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu
kerangka lengkap yang diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi langkah
dapat diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih rinci dan bisa berubah
sesuai dengan kondisi klien.
Tahapan dalam manajemen kebidanan
Adapun dalam tahapan Manajemen Kebidanan yaitu :
Langkah I. Identifikasi data dasar
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan
lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. (Handayani &
Mulyati, 2017). Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :
1) Data Subjektif
Data subjektif adalah berisi tentang data dari pasien melalui anamnesa
(wawancara) yang merupakan ungkapan langsung tentang keluhan. Data subyektif
ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang klien. Ekspresi klien mengenai
kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan
yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis (Handayani & Mulyati, 2017).
a) Identitas dalam kasus ini berisikan data-data demografi pasien dan suaminya
yang mencakup nama, usia, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan
serta alamat. Dengan adanya anamnesa terkait identitas, diharapkan mampu
menjadi patokan apakah dalam keluarga tersebut ataupun dalam
lingkungannya menantang akan suatu hal yang menjadi pilihan pasien.
b) Keluhan utama yang seringkali muncul pada KB suntik menurut Patimah dkk
(2016) adalah gangguan menstruasi, perubahan berat badan,
pusing/mual/muntah, sakit kepala.

24
c) Riwayat Menstruasi ditanyakan sebagai salah satu bahan acuan terjadinya
efek samping berupa gangguan menstruasi pada ibu yang menggunakan KB
suntik.
d) Riwayat kehamilan dan nifas yang lalu sebagai acuan bidan mengidentifikasi
masalah potensial yang mungkin terjadi. Menjadi salah satu penapisan
apakah ibu sedang hamil atau tidak saat ini sehingga bidan dapat mengambil
keputusan pada pasien tersebut bisa dilakukan penyuntikan KB atau tidak
e) Riwayat KB yang perlu dikaji adalah apakah ibu pernah menjadi akseptor KB,
dan kalau pernah kontrasepsi apa yang pernah digunakan, berapa lama,
keluhan pada saat ikut KB, alasan berhenti KB.
f) Riwayat kesehatan terdiri dari riwayat penyakit sekarang, dan riwayat
penyakit keluarga. Adanya penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus,
kelainan pada pembekuan darah dan penyakit lainnya dapat menjadi
kontraindikasi pemberian KB suntik.
g) Riwayat pemenuhan kebutuhan dasar ditanyakan untuk mengetahui
bagaimana kebiasaan pasien sehari-hari dalam menjaga kebersihan dirinya
dan bagaimana pola makanan sehari-hari apakah terpenuhi gizinya atau
tidak, kebutuhan dasar yang ditanyakan terdiri dari pola nutrisi apakah nafsu
makan ibu menjadi tinggi atau tidak setelah diberikan suntik KB sebelumnya
ataupun sebagai bahan pemantauan pada jadwal selanjutnya. Pola eliminasi
harus sesuai dengan jumlah yang dikonsumsinya baik berupa cairan maupun
makanan yang padat. Pola istirahat yang normal bagi seorang wanita adalah
8-9 jam setiap kali tidur malam. Personal hygiene yang baik mampu
menentukan taraf hidup pasien dalam hal sanitasi. Aktivitas fisik yang cukup
diharapkan mampu menyeimbangkan ataupun mengurangi efek samping
yang dapat ditimbulkan oleh suntik KB 3 bulan.
h) Data psikologis untuk memperkuat data dari pasien terutama secara
psikologis, data meliputi dukungan suami dan keluarga kepada ibu mengenai
alat kontrasepsi yang digunakan.
2) Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang didapat dari hasil observasi melalui
pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang lainnya. Catatan medik dan
informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data objektif
sebagai data penunjang sebelum atau selama pemakaian KB. Data ini akan
memberikan bukti gejala klinis klien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis
(Handayani & Mulyati, 2017).

25
a) Pemeriksaan umum terdiri dari keadaan umum untuk mengetahui keadaan
pasien serta berat badan pasien karena merupakan salah satu efek samping
KB suntik.
b) Pemerikasaan tanda-tanda vital.
1. Tekanan Darah (vital sign)
Pengkajian terhadap tekanan darah menjadi salah satu penilaian dan
penapisan terhadap pasien yang akan diberikan kontrasepsi hormonal
apakah pasien tersebut memiliki faktor resiko hipertensi atau hipotensi
dengan nilai satuannya mmHg. Keadaan normal antara 100/80 mmHg
sampai 130/90 mmHg.
2. Pengukuran suhu untuk mengetahui suhu badan pasien, suhu badan
normal adalah 36°C sampai 37°C. bila suhu lebih dari 37,5°C harus
dicurigai adanya infeksi.
3. Nadi memberikan gambaran kardiovaskuler, denyut nadi normal
70x/menit sampai 88x/menit.
4. Pernafasan mengetahui sifat pernafasan dan bunyi nafas dalam satu
menit. Pernafasan normal 22x/menit-24x/menit.
c) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi: keadaan umum klien, tanda-tanda vital
dan pemeriksaan fisik dilakukan secara inspeksi dan palpasi dan dilakukan
pemeriksaan penunjang bila perlu. Tahap ini merupakan langkah yang
menentukan langkah berikutnya. Kelengkapannya data yang sesuai dengan
kasus yang dihadapi akan menetukan, oleh karena itu proses interpretasi
yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga dalam pendekatan
ini harus komprehensif dalam meliputi data subjektif, objektif dan hasil
pemeriksaan sehingga dapat menggembarkan kondisi atau masukan klien
yang sebenarnya (Handayani & Mulyati, 2017).
1. Kepala
Pada akseptor KB hormonal, kerontokan kerap kali terjadi. Umumnya
kerontokan yang ditimbulkan berjumlah sedikit. Namun pada beberapa
kasus kerontokan yang hebat dapat terjadi disertai dengan nyeri kepala
yang hebat. Jika ditemukan kerontokan yang hebat maka penanganan
dengan sistem kolaboratif yang tepat perlu dilaksanakan (Padilla, 2015)
2. Wajah
Perubahan hormone yang terjadi akibat KB suntik dapat menyebabkan
gangguan pada kulit wajah seperti munculnya jerawat. Hormone
progesterone dapat memicu sekresi kelenjar minyak dan lemak di wajah

26
secara berlebidan. Efeknya timbullah jerawat sebagai akibat dari
penyumbatan pori-pori (Susilowati, 2019)
3. Mata
Diperiksa secara seksama jika ibu memiliki keluhan seperti pusing, sakit
kepala, cepat merasa lelah, mual ataupun muntah. Bisa jadi gejala yang
dirasakan ibu bukan hanya berasala dari KBhormonal yang digunakan
namun dapat disebabkan oleh hal lain seperti anemia. Konjungtiva yang
pucat, sclera kemerahan atau kuning dapat menjadi tanda-tanda bahwa
pasien tersebut sedang dlam kondisi yang tidak baik (Handayani &
Mulyati, 2017).
4. Leher
Jika ibu mengalami efek samping seperti nafsu makan yang meningkat
namun berat badan menurun, pemeriksaan pada leher menjadi suatu
keharusan. Efek samping ini biasa diikuti dengan pembesaran kelenjar
pada area leher. Meskipun begitu, kejadiannya sangat jarang terjadi
(Susilowati, 2019).
5. Payudara
Penelitian menunjukkan bahwa hormone estrogendan progestin bersifat
karsinogenik. Progestin di- ketahui dapat berfungsi sebagai promotor
tumor. Pemeriksaan payudara secara rutin bagi pengguna KB hormonal
dapat membantu penanganan awal yang lebih cepat. Pasien harus bisa
mendeteksi benjolan yang tidak normal pada payudaranya (Awaliyah dkk,
2017)
6. Abdomen
Apakah terdapat jaringan parut atau bekas operasi, adakah nyeri tekan
serta adanya massa. Penting juga untuk memastikan bahwa tidak ada
pembesaran uterus sebagai pemeriksaan tambahan yang mampu
meyakinkan bahwa pasien tersebut tidak sedang dalam keadaan hamil,
karena tidak menutup kemungkinan seorang pasien datang dengan
keadaan hamil tanpa disadari oleh pasien tersebut (Prijatni dan Rahayu,
2016).
7. Ekstremitas
Varises yang dimiliki oleh seorang pasien dapat memburuk jika pasien
tersebut menggunakan KB hormonal. Pasien yang menggunakan
kontrasepsi hormonal berisiko 2 kali lebih besar menderita varises
dibandingkan akseptor kb non hormonal. Pemeriksaan varises pada
daerah ektremitas menjadi sangat diperlukan sebagai salah satu

27
penapisan apakah wanita tersebut dapat diberikan KB hormonal atau
tidak (Adriana, 2012).
8. Genetalia
Adakah pembesaran kelenjar pada labia mayor dan minor. Apakah
terdapat varises pada area vagina yang dapat menjadi ketidaknyamanan
pada pengguna kb hormonal. Jika ditemukan adanya varises maka
penggunaan KB hormonal haris dihentikan dan pasien diberikan KIE serta
dibantu untuk memilih jenis KB lainnya (Adriana, 2012).
d) Data penunjang
Data penunjang ini digunakan untuk mengetahui kondisi klien sebagai
data penunjang terdiri dari: pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan tes
kehamilan (Prijatni dan Rahayu, 2016).

Langkah II. Identifikasi diagnosa/Masalah aktual


Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar tehadap diagnosa atau
masalah kebutuhan klien berasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang
telah dikumpulakan. Langkah awal dari perumusan diagnosis atau masalah adalah
pengolahan dan analisis data dengan menggabungkan data satu dengan data yang
lainnya sehingga tergambar suatu fakta. (Handayani & Mulyati, 2017).
Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasi sehingga ditemukan
masalah / diagnosis yang spesifik (Handayani & Mulyati, 2017) Diagnosa kebidanan
adalah diagnosis yang ditegakkan oleh profesi bidan dalam lingkup praktek
kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur ( tata nama ) diagnosis kebidanan
(Handayani & Mulyati, 2017)
Diagnosa Kebidanan : Pxxxxx akseptor aktif KB suntik 3 bulan
Data Dasar:
a) DS:
Pernyataan ibu yang mendukung diagnose
- Ibu membawa kartu akseptor KB 3 Bulan
- Ibu mengatakan sudah memiliki x orang anak yang dilahir normal
- dst
b) DO:
Hasil pemeriksaan yang didapatkan yang mampu memperkuat bahwa ibu saat ini
dalam keadaan baik dan bisa menjadi akseptor KB.
TTV meliputi TD, N, RR, S
Pemeriksaan fisik terfokus (Daerah payudara dan aksila, abdomen, area kewanitaan
dan ekstremitas)

28
Pada kasus akseptor suntik depo progestin dengan amenorrhea dan sakit
kepala dapat ditegakkan diagnose dengan adanya hasil anamnesa dari klien yaitu
berhenti menstruasi selama lebih dari 3 bulan berturut-turut dan nyeri pada kepala
setelah disuntikkan kb 3 bulan.
Masalah yang ada pada klien pengguna KB Suntik telah diteliti oleh Sari,
Suhermi dan Purnamaningrum (2015) dengan hasil 50% pada Amenorea, 35,7%
pada Spotting, 3,6% pada Menoragia, 75% pada kenaikan BB, 3,6% pada
penurunan BB, 21,4% pusing, 3,6 Mual, dan 14,3% dengan sakit kepala. Kemudian
oleh Rahayu dan Wijanarko (2017) diteliti penggunaan KB suntik 3 bulan lebih dari 2
tahun dapat menimbulkan 52,7% Amenore, *,1% Spotting, 58,1% wanita mengalami
peningkatan berat badan, dan 2,7% mengalami mual muntah. Dengan adanya hal
tersebut pengkajian terkait masalah efek samping KB diharapkan mampu mencegah
atau setidaknya mengurangi kejadian tersebut.
Langkah III. Antisipasi diagnosa/Masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis
potensial yang berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah
diidentifikasikan. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan
pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila
diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi. Langkah ini sangat penting
dalam melakukan asuhan yang aman. Masalah yang bisa timbul dari pemakaian
kontrasepsi suntikan depo progestin dengan amenore dan sakit kepala adalah drop
out (Handayani & Mulyati, 2017).
Langkah IV. Tindakan Segera/Kolaborasi
Pada langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan. Bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, jika dibutuhkan
dapat melakukan konsultasi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain
berdasarkan kondisi klien, pada langkah ini bidan juga harus merumuskan tindakan
emergency untuk menyelamatkan pasien, yang mampu dilakukan secara mandiri
dan bersifat rujukan (Handayani & Mulyati, 2017). Tindakan segera dilakukan jika
terjadi efek samping atau keluhan yang mengancam maka dilakukan tindakan
kolaborasi pada akseptor KB suntik. Terjadinya amenorrhea yang merupakan efek
samping dari penggunaan kontrasepsi suntikan jenis depo progestin tidak
memerlukan tindakan apapun.
Langkah V. Rencana asuhan kebidanan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh
langkah-langkah sebelumnya dan merupakan lanjutan manajemen terhadap
diagnose atau masalah yang telah diidentifikasi atau diadaptasi. Rencana tindakan

29
komprehensif bukan hanya meliputi kondisi klien serta hubungannya dengan
masalah yang dialami oleh klien, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi
terhadap klien, serta penyuluhan, konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada
masalahmasalah yang berkaitan dengan sosial-ekonomi, agama, kultural ataupun
masalah psikologis.
Setiap rencana asuhan harus disertai oleh klien dan bidan agar dapat
melaksanakan dengan efektif. Sebab itu harus berdasarkan rasional yang relevan
dan kebenarannya serta situasi dan kondisi tindakan harus secara teoritas. Menurut
Prijatni dan Rahayu (2016) rencana tindakan yang dapat yang dapat dilakukan pada
akseptor baru KB implan adalah:
1) Lakukan informed consend sebagai bukti bahwa ibu setuju dengan tindakan yang
akan dilakukan
Rasional: setiap tindakan medis yang mengandung resiko harus dengan persetujuan
tertulis yang ditanda tangani oleh yang berhak memberikan persetujuan, yaitu klien
yang bersangkutan dalam keadaan sadar dan sehat mental.
2) Jelaskan kepada klien hasil pemeriksaan
Rasional: untuk mengetahui keadaan klien
3) Jelaskan tentang KB Suntik (definisi, cara kerja, indikasi dan kontraindikasi,
keuntungan dan kekurangan, efek samping implan).
Rasional: untuk menambah pengetahuan klien tentang alat kontrasepsi yang akan di
gunakan
4) Lakukan teknik penyuntikan yang baik dan benar sesuai standar yang berlaku.
Rasional: semua tahap proses penyuntikann harus dilakukan secara berhati-hati dan
lembut, untuk mencegah infeksi.
5) Lakukan konseling pasca penyuntikan tentang bagian penyuntikan yang tidak boleh
dilakukan pemijatan karena akan mempercepat proses penyerapan.
Rasional: untuk mengoptimalkan kerja KB sesuai dengan waktunya.
Langkah VI. Implementasi Asuhan Kebidanan
Melaksanakan rencana tindakan serta efisiensi dan menjamin rasa aman
klien. Implementasi dapat dikerjakan keseluruhan oleh bidan ataupun bekerja sama
dengan kesehatan lain. Bidan harus melakukan implementasi yang efisien dan akan
mengurangi waktu perawatan serta akan meningkatkan kualitas pelayanan
kebidanan klien.
Langkah VII. Evaluasi kebidanan
Mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan yang diberikan kepada
klien. Pada tahap evaluasi ini bidan harus melakukan pengamatan dan observasi
terhadap masalah yang di hadapi klien, apakah masalah diatasi seluruhnya,

30
sebagian telah di pecahkan atau mungkin timbul masalah baru. Pada prinsipnya
tahapan evaluasi adalah pengkajian kembali terhadap klien untuk menjawab
pertanyaan sejauh mana tercapainya rencana yang dilakukan (Handayani & Mulyati,
2017).
Evaluasi asuhan kebidanan pada akseptor baru KB suntik antara lain
keadaan umum baik dan tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada kendala
dan komplikasi pada saat Penyuntikan KB.
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
Menurut Handayani & Mulyati (2017), pendokumentasian adalah catatan
tentang interaksi antara tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien, dan tim
kesehatan yang mencatat tentang hasil pemeriksaan,prosedur pengobatan pada
pasien dan pendidikan kepada pasien, serta respon pasien tehadap semua kegiatan
yang dilakukan. Alur berfikir bidan dalam menghadapi klien meliputi 7 langkah. Untuk
mengetahui apa yang telah dilakukan oleh seorang bidan melalui proses berfikir
sistematis di dokumentasikan dalam bentuk SOAP, yaitu :
S: Data Subjektif (langkah I)
Menggambarkan dokumentasi hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesis (wawancara) yang merupakan ungkapan langsung dari identitas, keluhan
masalah KB, riwayat menstruasi, riwayat kehamilan dan nifas yang lalu, riwayat KB,
riwayat kesehatan, riwayat pemenuhan kebutuhan dasar, dan data psikologis.
O: Data Objektif (langkah I)
Menggambarkan pendokumentasi hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk
mendukung asuhan. Pada data objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan (tanda
keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan fisik, pemerikasaaan lab atau pemeriksaan
penunjang). Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
A: Assesment/ Analisis (langkah II,III, dan IV)
Assesment merupakan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi
(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. (Handayani & Mulyati, 2017).
Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan meliputi diagnosis,
antisipasi diagnosis, atau masalah potensial,serta perlu tidaknya tindakan segera.
Dalampendokumentasian manajemen kebidanan, karena keadaan pasien yang
setiap saat bisa mengalami perubahan dan akan ditemukan informasi baru dalam
data subjektif maupun data objektif. Maka proses pengkajian data akan sangat
dinamis.
P: Planning/Perencanaan (langkah V,VI,dan VII)

31
Menggambarkan pendokumentasian dan perencanaan serta evaluasi
berdasarkan assessment. (Handayani & Mulyati, 2017). Rencana dari tindakan yang
akan diberikan termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, tes diagnosis, atau
laboratorium, serta konseling, untuk tindak lanjut. Pada tahap terakhir ini melakukan
kunjungan ulang dan mengkaji serta menanyakan keadaan umum, tanda-tanda vital,
riwayat menstruasi, efek samping yang terjadi setelah memakai implan, seperti
amenorea, perdarahan ringan (spotting), rasa nyeri pada lengan, terjadi perlukaan
bekas insisi mengeluarkan darah atau nanah, ekspulsi, dan pantau berat badan.

32
2 BAB IV

3 TINJAUAN KASUS
Asuhan Kebidanan pada Ny.L P20020 Akseptor KB Suntik 3 Bulan Di PMB Hj. Siti
Kholisah, Kecamatan Bululawang Kab. Malang

Nomor Register :-

Tanggal : 28 November 2019

Jam Pengkajian :18.30

Tempat :PMB Hj. Siti Kholisa

I. Data Subjektif
A. Identitas
Nama istri : Ny. “L” Nama Suami : Tn. “PJ”
Usia : 23 th Usia : 36 th
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam Agama :Islam
Alamat : Jl. Setaman
B. Alasan Datang
Ibu datang untuk melakukan suntikan ulang KB Suntik 3 bulan dengan
membawa kartu peserta KB
C. Keluhan Utama
Ibu mengatakan tidak menstruasi sama sekali semenjak menggunakan KB
suntik 3 bulan dan selalu merasa pusing setelah dilakukan penyuntikan.
D. Riwayat Menstruasi

HPHT : Bulan Agustus


Lama : 6- 7 Hari
Siklus :Teratur
Jumlah darah: 3 – 4 pembalut/hari
Keluhan : Dismenore pada hari pertama dan kedua
E. Riwayat Obstetrik

Kehamilan Persalinan Bayi Nifas


Suami
No H/M
Ke Ke- Usia Jenis Tempat Penolong JK BB/PB Laktasi
Umur

33
PMB Siti 3200gr / ASI –
1 1 1 38-39 Normal Bidan L H/11 th
Kholisah 52 cm 22 bln
PMB di 3300gr / ASI –
2 2 39-40 Normal Bidan L H/2,5 th
Sidoarjo 52cm 14 bln
- Tidak ada penyulit pada anak pertama dan kedua selama hamil, melahirkan
hingga nifas
F. Riwayat Pernikahan
Menikah: 1x Lama Pernikahan: 12 bulan Usia saat menikah: 22 tahun
G. Riwayat KB
Ibu pertama kali menggunakan KB pil kurang lebih selama 3 tahun setelah
melahirkan anak pertama, lalu mengganti metode KB nya dengan KB suntik 1
bulan selama 2,5 tahun. Selama menggunakan KB Pil dan KB suntik 1 bulan
ibu selalu menstruasi setiap bulan dan memiliki keluhan pada peningkatan
berat badan yang cukup besar. Ibu berhenti menggunakan KB karena ingin
memiliki anak yang kedua. Setelah melahirkan anak keduanya ibu langsung
menggunakan KB suntik 3 bulan hingga saat ini.
H. Pola Nutrisi/Eliminasi/Istirahat/Personal Hygiene/Psikososial
Nutrisi: saat ini ibu sedang melakukan perubahan pola makan berupa
pengurangan asupan karbohidrat yaitu nasi, ibu menggantinya dengan
kentang. Perubahan pola makan ini dilakukan sejak ibu selesai melahirkan.
Eliminasi: BAB 1x, BAK 6-7x Sehari
Istirahat: Tidur malam 8- 9 jam, tidur siang 30 – 1 jam setiap harinya
Personal Hygiene: Mandi 2x sehari, mengganti baju setiap kali mandi,
mengganti pakaian dalam setiap ibu merasa berkeringat parah dan setiap kali
mandi, menyikat gigi 2x sehari setiap kali mandi
Psikososial: ibu dan suami tidak berencana untuk memiliki anak yang ketiga
untuk beberapa tahun kedepan. Terkait KB ini ibu merasa senang
menggunakan KB suntik 3 bulan karena ibu mudah untuk menurunkan berat
badannya tidak seperti saat ibu menggunakan KB pil dan juga suntik 3 bulan.
Ibu mengeluhkan tidak menstruasi namun tidak merasa cemas karena ibu
sudah pernah mendengar bahwa salah satu efek samping dari KB suntik 3
bulan adalah tidak menstruasi.
I. Riwayat Kesehatan Lalu dan sekarang
Ibu tidak pernah maupun tidak sedang menderita penyakit yang menular,
menahun maupun menurun seperi DM, HT, Asma, Jantung, Epilepsi, Diare
yang lama
J. Riwayat Kesehatan Keluarga

34
Di dalam keluarga saat ini tidak pernah maupun tidak ada yang sedang
menderita penyakit yang menular, menahun maupun menurun seperi DM,
HT, Asma, Jantung, Epilepsi, Diare yang lama
II. Data Objektif
1. Pemeriksaan umum
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Composmentis
- TTV
TD : 110/80 mmHg S : 36,4oC N : 88 x/menit P : 22 x/menit
- Antropometri
TB : 154 cm BB sebelum/setelah : 65 kg/57 kg
2. Pemeriksaan fisik:
Kepala: kepala simetris, ubun-ubun besar dan kecil datar, rambut berwarna
hitam, tidak ada kerontokan
Wajah: wajah nampak segar, tidak berjerawat.
Mata: konjungtiva merah muda, sclera putih
Leher: tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tiroid
Payudara: simetris kanan dan kiri, tidak terdapat pengeluaran cairan pada
payudara, tidak nampak adanya luka ataupun bagian kulit payudara yang
seperti kulit jeruk, pada perabaan tidak terdapat benjolah pada area aksila
hingga putting payudara serta tidak terdapat respon nyeri pada ibu
Abdomen:
Tidak ada luka bekas SC, atau operasi lainnya. Tidak teraba pembesaran pada
uterus.
Ekstremitas:
gerakan bebas pada tangan maupun kaki, pada penekanan kulit kembali ke
posisi semula dengan cepat, tidak ada varises pada daerah belakang lutut kaki
Genetalia:
tidak terdapat pembengkakan di area vagina, tidak terdapat adanya varises.
3. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan karena ibu datang suntik ulang di waktu yang tepat
III. ASSESSMENT
Diagnosa
P20020 Akseptor Aktif KB Suntik 3 Bulan
DS
- Ibu membawa kartu akseptor KB 3 Bulan
- Ibu mengatakan sudah memiliki 2 orang anak yang dilahir normal

35
DO
Pemeriksaan umum
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Composmentis
- TTV
TD : 110/80 mmHg S : 36,4oC N : 88 x/menit P : 22 x/menit
- Antropometri
TB : 154 cm BB sebelum/setelah : 65 kg/57 kg
Pemeriksaan fisik:
Payudara: simetris kanan dan kiri, tidak terdapat pengeluaran cairan pada
payudara, tidak nampak adanya luka ataupun bagian kulit payudara yang seperti
kulit jeruk, pada perabaan tidak terdapat benjolah pada area aksila hingga putting
payudara
Abdomen:
Tidak ada luka bekas SC, atau operasi lainnya. Tidak teraba pembesaran pada
uterus.
Ekstremitas:
gerakan bebas pada tangan maupun kaki, pada penekanan kulit kembali ke
posisi semula dengan cepat, tidak ada varises pada daerah belakang lutut kaki
Genetalia:
tidak terdapat pembengkakan di area vagina, tidak terdapat adanya varises
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan karena ibu datang suntik ulang di waktu yang tepat
Masalah
Amenore dan Nyeri Kepala saat setelah penyuntikan
Masalah Potensial
Drop Out
Kebutuhan
KIE terkait masalah yang dihadapi oleh ibu
IV. PERENCANAAN
Tanggal: 28 November 2019 Pukul: 18.55 WIB
1. Beritahu ibu hasil pemeriksaan
2. Berikan penjelasan pada ibu tentang efek samping KB suntik 3 bulanan
3. Berikan pilihan pada ibu untuk tetap menggunakan KB suntik 3 bulan atau
memilih ganti metode lain

36
4. Anjurkan ibu untuk tetap mengknsumsi karbohidrat dalam bentuk selain nasi
yang memiliki kalori yang lebih rendah seperti kentang, beras merah,
singkong ataupun jagung.
5. Berikan pelayanan KB yang ibu pilih
6. Beritahu ibu kapan ibu harus melakukan kontrol dan/atau pemberian ulang
KB yang ibu pilih
7. Anjurkan ibu kembali jika ibu memiliki keluhan dan atau jika ibu ingin
mengganti metode KB
V. PELAKSANAAN dan EVALUASI
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu mengalami amenorea yaitu
tidak mendapatkan haid, hal tersebut normal karena merupakan salah satu
efek samping KB suntik 3 bulanan. Pusing yang ibu rasakan juga termasuk
dari efek sampingg normal yang kerap terjadi pada pengguna KB suntik 3
bulan.
e/ ibu sudah mengerti tentang keadaan yang dialami ibu yaitu salah satu efek
samping KB 3 bulan yang ibu pakai
2. Memberikan penjelasan kepada ibu beberapa efek samping yang terjadi pada
pengguna KB suntik 3 bulan yaitu:
1) Perubahan pola menstruasi seperti tidak haid, bercak-bercak darah
2) Mual/pusing/muntah
3) Perubahan berat badan baik bertambah ataupun berkurang
e/ ibu telah mengerti tentang efek samping KB suntik 3 bulanan, dan dapat
menyebutkan kembali efek samping apa saja yg dapat terjadi pada ibu.
3. Menganjurkan ibu untuk tetap mengkonsumsi karbohidrat dalam bentuk
selain nasi yang memiliki kalori yang lebih rendah seperti kentang, beras
merah, singkong ataupun jagung agar itu tetap memiliki energi namut berat
badan ibu terkontrol.
e/ ibu bersedia untuk tetap memakan makanan yang mengandung
karbohidrat meskipun bukan nasi putih untuk menjaga berat badan ibu agar
tidak meningkat lagi.
4. Memberikan pilihan kepada ibu untuk tetap menggunakan KB suntik 3
bulanan atau memilih ganti metode lain.
e/ ibu tetap memilih KB suntik 3 bulanan.
5. Menanyakan kepada ibu pada penyuntikan sebelumny bokong sebelah
mana yang disuntikkan karena pada penyuntikan yang rutin disarankan untuk
bergantian agar otot yang menjadi sasaran penyuntikan dapat beristirahat
terlebih dahulu dan mengurangi efek trauma otot.

37
e/ ibu mengatakan bahwa sebelumnya disuntik di bokong sebelah kiri dan
baru mengetahui informasi yang dijelaskan tersebut.
6. Memberikan injeksi KB suntik DMPA 150mg/3ml secara IM di bokong kanan
bagian 1/3 atas SIAS Cocxygeus.
e/ ibu sudah diberikan injeksi KB suntik DMPA.
7. Meminta ibu untuk tidak memijat bagian suntikan agar waktu kerja dari KB
suntik menjadi optimal dan tepat waktu, tidak menjadi terlalu singkat
penyerapan dan waktu kerjanya sehingga dapat menimbulkan resiko
kegagalan kontrasepsi berupa kehamilan.
e/ ibu mengerti dan tidak memijat daerah penyuntikan.

8. Menganjurkan ibu kembali lagi untuk melakukan suntik ulang selanjutnya


pada tanggal 21 Februari 2019 sesuai tanggal yang sudah dituliskan di kartu
KB ibu atau jika ibu memiliki keluhan dan ingin mengganti dengan metode
kontrasepsi lainnya.
e/ Ibu bersedia kembali lagi untuk suntikan selanjutnya yaitu tanggal 21
Februari 2019.

Bululawang, Malang 28 November 2019


Rachma Ayu Difa Pratiwi, S.Keb

38
4 BAB V

5 PEMBAHASAN

Setelah penulis melakukan Asuhan Kebidanan pada Ny. L P20020 aksepor


aktif KB suntik 3 bulan DMPA menggunakaan manajemen tujuh langkah Varney,
maka penulis akan membandingkan antara penatalaksanaan asuhan kebidanan
menurut teori dengan kasus yang nyata dilapangan, serta membahas
kesenjangan dalam melakukan asuhan.

Pengakajian awal ibu mengatakan memiliki keluhan berupa tidak


menstruasi (Amenorhe) dan kepala pusing saat setelah dilakukan suntik KB 3
bulan. Amenore yang dialami ibu sudah berlangsung sejak pertama kali
menggunakan KB suntik 3 bulan. Menstruasi yang dialami hanya berupa bercak
bercak darah saja. Hal ini sesuai dengan teori yang jelaskan oleh Patimah dkk
(2016) bahwa kontrasepsi kombinasi terkadang menimbulkan efek samping
yaitu; amenore, mual / pusing / muntah, perdarahan / perdarahan bercak, dan
perubahan berat badan.

Bidan juga mengkaji terkait riwayat kesehatan lalu, dari hasil anamnesa ibu
mengatakan tidka memiliki penyakit yang menular, menahun, ataupun menurun
seperti Asthma, Jantung, Darah tinggi, atupun Diabetes. Hal ini perlu ditanyakan
karena KB suntik 3 bulan ini dapat memiliki efek samping berupa peningkatan
glukosa darah dan kadar insulin dalam tubuh meskipun tidak menyebabkan
intoleransi glukosa. KB DMPA ini juga terbukti mengurangi kepadatan mineral
tulang tanpa mengubah toleransi karbohidrat, dengan peningkatan kadar insulin
dan kolesterol LDL dan penurunan kolesterol HDL. Sehingga menanyakan

39
riwayat penyakit pasien sebelum memberikan suntikan KB sangatlah perlu untuk
menghindari permasalahan kedepannya (Pallardo et all. 2012)

Data obyektif yang diperoleh dari kasus ini dari pemeriksaan fisik dan
observasi yang meliputi keadaan umum yang baik, tekanan darah, suhu, nadi
dan respirasi dalam keadaan normal, terjadi perubahan berat badan dari yang
sebelumnya 65kg 1 bulan setelah melahirkan menjadi 57kg saat setelah ibu
menggunakan KB suntik 3 bulan. Dilihat dari tanggal saat ibu datang, ibu dalam
waktu yang tepat untuk dilakukan suntik KB karena ibu datang tepat waktu dari
yang dijadwalkan sehingga ibu tidak perlu dilakukan pemeriksaan Plano test.
Dari hasil pengkajian tersebut tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
kasus.

Data yang sudah di dapat kemudian ditarik kesimpulan bahwa ibu


membutuhkan informasi terkait efek samping apa saja yang mungkin terjadi
ataupun sedang ibu alami saat ini. Mengkomunikasikan sebuah informasi
maupun edukasi sangat perlu dilakukan untuk mengurangi kecemasan yang
dialami oleh setiap klien. Konseling dapat dilakukan sebagai salah satu
penanganan pada pasien dengan amenore (Fraser, 2006).

Pemberian pengobatan estrogen saat ini tidak menjadi hal utama yang
harus diberikan kepada pasien dengan amenore akibat suntik KB 3 bulan,
regimen yang sangat dianjurkan justru pemberian konseling pra tindakan. Hal ini
dilakukan untuk mencegah efek samping lainnya yang mungkin dapat terjadi
(Fraser. 2006).

Setelah dilakukan konseling, pasien berhak untuk memilih, alat kontrasepsi


apa yang akan digunakannya. Jika pasien tetap memilih kontrasepsi yang sama
maka kebutuhan segera yang harus diberikan adalah pemenuhan kebutuhan
pasien yaitu pemberian suntik KB 3 bulan atau DMP

40
BAB 6

PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan kasus dan pembahasan dari asuhan kebidanan pada
Ny. “L” P20020 Akseptor aktif KB suntik 3 bulan. dapat ditarik kesimpulan yaitu
dalam proses pendokumentasian penulis menggunakan 7 langkah Varney
diantaranya pengkajian data, interpretasi data, diagnosa potensial, antisipasi
kebutuhan tindakan segera, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dan untuk data
perkembangan menggunakan SOAP. Dalam teori dan praktek telah dilakukan sesuai
dengan teori dan tidak ada kesenjangan.
Penanganan pada kasus ini sudah sesuai dengan teori yang ada, di awal
pemeriksaan ibu memiliki keluhan berupa tidak menstruasi dan sakit kepala ringan.
Penanganan yang diberikan berupa konseling bahwa hal-hal yang dirasakan ibu
merupakan hal yang normal terjadi pada wanita yang menggunakan KB suntik 3
bulan. Konseling ini dilakukan untuk mengurangi rasa cemas pada diri ibu.
6.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas penulis memberikan saran yang mungkin bermanfaat
yaitu
1. Bagi mahasiswa
a. Dengan adanya laporan kasus tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai
dengan evidence based terkini sehingga dapat dilakukan pengkajian masalah
dan ketidaknyaman sejak dini, ditatalaksana dengan baik dan memberikan
prognosis yang lebih baik bagi klien.

41
b. Diharapkan dengan adanya laporan kasus terkait ibu dengan penggunaan KB
suntik 3 bulan dapat digunakan mahasiswa untuk menambah skill atau
keterampilan baru.
2. Bagi PMB
Diharapkan bidan dapat tetap mempertahankan dan meningkatkan kerjasama serta
komunikasi sehingga dapat menjaga mutu pelayanan kebidanan yang baik bagi klien
agar klien mau bekerjasama dan dapat lebih kooperatif dalam pemberian asuhan
kebidanan..

DAFTAR PUSTAKA
Adriana, Carina. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Varises Vena
Tungkai Bawah pada Wanita Usia Produktif. Semarang: Jurnal Media Medika
Muda.
Awaliyah, Nuratul.,dkk. 2017. Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dan Kejadian Kanker
Payudara di Rumah Sakit Dr. Sardjito. BKM Journal of Community Medicine and
Public Health.
BKKBN. 2003. Materi Konseling. Jakarta :BKKBN
BKKBN Jawa Tengah, 2014. Pelayanan Kontrasepsi. http://www.bkkbn.go.id. Diakses
tanggal 19 Agustus 2019.
Depkes RI. 1999. Pedoman Penanggulangan Efek Samping/ Komplikasi Kontrasepsi.
Jakarta : Depkes RI
Dinas Kesehatan. 2016. Profil Kesehatan Kota Malang. Dinas Kesehatan: Malang.
Everet, S. Buku Saku Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduksi. Nike Budhi Subekti
(alih bahasa).Edisi 2.Jakarta:EGC.2012
Fraser, I.S. 2006. A Survey of Different Approaches to Management of Menstrual
Disturbances in Women Using Injectable Contraceptives. Autralia: Department of
Obstetrics and Gynaecology, University of Sydney.
Firdayanti. Unmeet Need For Family Planning (Kebutuhan Keluarga Berencana yang Tidak
Terpenuhi).Makassar:Alauddin University Press. 2012.
Mulyani, NS. Rinawati, M. KB Keluarga Berencana dan Alat Kontrasepsi.Yogyakarta: Nuha
Medika.2013
Padila, Keperawatan Maternitas (Sesuai Dengan Standar Kompetensi (PLO) dan
Kompetensi Dasar (CLO). Yogyakarta:Nuha Medika.2014

42
Pallardo L.F., et all. 2012. Hormonal Contraception and Diabetes. Spain: Clinical Medicine
Insights: Women’s Health
Patimah, Siti., dkk. 2016. Bahan Ajar Cetak Kebidanan:Praktik Klinik Kebidanan III.
KEMENKES RI.
Prawiroharjo, S. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo
Prijatni, Ida & Sri Rahayu. 2016. Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana. Online
[http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Kespro-
dan-KB-Komprehensif.pdf]. Diunduh pada 10 Agustus 2019.
Purwoastuti, E & Walyani, ES. Panduan Materi Kesehatan Reproduksi dan Keluarga
Berencana.Yogyakarta:Pustaka Baru Press.2015
Rahayu, Tri Budi dan Wijanarko, Nova. 2017. Afek Samping Akseptor KB Suntik Depo
Medroksi Progesterone Acetat (DMPA) Setelah 2 Tahun Pemakaian. Yogyakarta:
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu”.
Romauli, Suryati. Buku Ajar ASKEB I: Konsep Dasar Asuhan Kehamilan. Yogyakarta: Nuha
Medika, 2011.
Saifuddin, Abdul Bari. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta :YBP-
Sarwono P
Saifuddin, A.B. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.Jakarta: Bina Pustaka. 2010
Sari, Sekar Wulan., Suherni., Purnamaningrum, Yuliasti Eka. 2015. Gambaran Efek
Samping Kontrasepsi Suntik Pada Akseptor KB Suntik. Yogyakarta: Kesehatan Ibu
dan Anak, Vol.8 No.2
Siswosudarmo, Moch. Anwar, Ova Emilia. 2001. Teknologi Kontrasepsi. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press
Tresnawati, F. Asuhan Kebidanan Panduan Lengkap Menjadi Bidan Profesional.
Jakarta:Prestasi Pustaka Publisher. 2013
Varney, Helen. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4.Jakarta. EGC.
Varney, Hellen (et all). 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 1. Jakarta: EGC
Handayani, Sih Rini & Triwik Sri Mulyati. 2017. Bahan Ajar Kebidanan: Dokumentasi
Kebidanan. Online [http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/11/DAFIS-DAN-DOKUMENTASI-KEBIDANAN.pdf?opwvc=1]
diunduh pada 17 Des 2019.
Yuhedi, LT. Kurniawati, T. Buku Ajar Kependudukan dan Pelayanan KB. Jakarta: EGC. 2015

43

Anda mungkin juga menyukai