Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TEORI

2.1 Pengertian Kejadian Luar Biasa (KLB)

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan
dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun
waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
( Permenkes N o.1501 Tahun 2010). Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status
yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah
penyakit.

Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta
Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan
segera dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan
bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang
jumlah penderita nyameningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu
dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi
wabah secarad ini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih
dini terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari system ini adalah penentuan penyakit
didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat
diantisipasi (Sidemen A., 2003).

Badan Litbangkes berkerjasama dengan Namru telah mengembangkan suatu system


surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan
Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu system
jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita
adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia kepusat EWORS secara
cepat (BadanLitbangkes, Depkes RI). Melalui system ini peningkatan dan penyebaran kasus
dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan
sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal
menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit,
tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen
A., 2003).

Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu munculnya penyakit di luar kebiasaan (base line
condition) yang terjadi dalam waktu relatif singkat serta memerlukan upaya penanggulangan
secepat mungkin, karena dikhawatirkan akan meluas, baik dari segi jumlah kasus maupun
wilayah yang terkena persebaran penyakit tersebut. Kejadian luar biasa juga disebut sebagai
peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada eksternal normal di suatu
area atau kelompok tertentu, selama suatu periode tertentu. Informasi tentang potensi KLB
biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus indeks),
keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang potensi
KLB bisa juga berasal dari petugas kesehatan, hasil analisis atau surveilans, laporan
kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (Tamher. 2004).

2.2 Kriteria KLB


Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila memenuhi salah satu kriteria
sebagai berikut:

a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4


yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam,
hari atau minggu berturut-turut menurutjenis penyakitnya.
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.
d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun
sebelumnya.
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
per bulan pada tahun sebelumnya.
f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan
dengan angka kematian kasussuatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu
yang sama.
g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.

2.3 Penanggulangan KLB

Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilakukan secara terpadu oleh


Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Meliputi: penyelidikan epidemiologi;
penatalaksanaan penderita, yang mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan, perawatan
dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina; pencegahan dan pengebalan; pemusnahan
penyebab penyakit; penanganan jenazah akibat KLB/wabah; penyuluhan kepada masyarakat;
dan upaya penanggulangan lainnya, mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)
Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010. Program Penanggulangan KLB adalah suatu proses
manajemen penanggulangan KLB yang bertujuan agar KLB tidak lagi menjadi masalah
kesehatan masyarakat.

2.4 Konsep dasar DHF

Penyakit Dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthopodborn
virus) da ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti)
(Ngastiyah, 2014). DBD adalah penyakit virus yang tersebar luas di seluruh dunia terutama di
daerah tropis. Penderitanya terutama adalah anak-anak berusia di bawah 15 tahun, tetapi
sekarang banyak juga orang dewasa terserang penyakit virus ini. Sumber penularan utama
adalah manusia, sedangkan penularannya adalah nyamuk Aedes (Soedarto, 2009).

Infeksi virus dengue merupakan penyebab Dengue Hemorrhage Fever (DHF). Virus
dengue merupakan virus kelompok B (Arthopod-Bornevirus). Penularan penyakit DHF
terjadi ketika nyamuk yang terinfeksi virus dengue menggit atau menghisap darah manusia
yang sakit ke manusia yang sehat. Nyamuk tersebut merupakan nyamuk yang termasuk
dalam keluarga Flavafiridae dan golongan flavivirus. Jadi nyamuk merupakan vektor atau
transmisi virus dari manusia ke manusia atau menusia kehewan atau hewan kemanusia.
Nyamuk yang membawa virus dengue sendiri terbagi dalam beberapa jenis yaitu DEN-1,
DEN2, DEN-3, DEN-4 yang banyak ditemukan diseluruh plosok Indonesia (Kardiyudiani,
2019). WHO dalam buku Keperawatan Medikal Bedah 1 (Kardiyudiana, 2019)
mendefinisikan DHF sebagai penyakit yang memiliki keriteria: suhu tubuh naik turun tanpa
sebab yang jelas, tampak perdarahan (ptekia, gusi berdarah, melena, muntah darah), jumlah
trombosit mengalami penurunan dalam periksaan laboratorium, serta permebilitas pembuluh
darah mengalami peningkatan yang ditandai dengan meningkatnya hematokrit.

2.4.1 Etiologi DHF

Virus dengue merupakan penyebab dari penyakit DHF. Virus dengue merupakan
virus kelompok B atau arthropode-bornevirus. Virus dengue menular melalui suntikan
nyamuk Aedes Aegepty atau nyamuk Aedes Albopictus yang terinfeksi oleh virus saat
menghisap darah seseorang yang sehat. Penularan penyakit DHF bisa terjadi pada manusia
kemanusia atau manusia kehewan ataupun sebaliknya. Manusia yang sedang sakit DHF
kemungkinan bisa menularkan kemanusia lainnya yang sehat, tergantung dari sistem imunitas
dari masing-masing individu untuk melawan virus tersebut. Dalam waktu 3 sampai 14 8 hari
setelah virus masuk kedalam tubuh, tubuh akan memberikan tanda dan gejala sebagai
perlawanan alami dari dalam. Gejala umum yang dialami penderita peyakit DHF yakni
demam disertai menggigil, pusing, pegal-pegal (Handayani, 2019).

2.4.2 Klasifikasi DHF

Menurut WHO, 2011 dalam buku “asuhan keperawatan praktis berdasarkan


penerapan diagnosa nanda, nic, noc” (Nurarif, 2016) klasifikasi derajat DHF dibagi menjadi:

1) Derajat 1 Demam secara terus menerus disertai menggigil, pada pemeriksaan


torniquet atau uji bendung positif dan disaat dilakukan pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil trombisit mengalami penurunan sedangkan hematokrit meningkat.
2) Derajat 2 Tanda dan gejala sama seperti derajat 1, selain itu ditemukan adanya
perdarahan pada gusi, ptekie, perdarahan pada lambung yang dapat mengakibatkan
melena dan muntah darah.
3) Derajat 3 Tanda dan gejala sama seperti derajat 1 dan derajat 2 serta pasien
mengalami perburukan keadaan dengan tekanan darah mengalami penurunan,
frekuensi nadi cepat, nadi teraba lemah, akral dingin.
4) Derajat 4 Pasien mengalami penurunan kesadaran, terjadi syok hipovolemik.

2.4.3 Manifestasi Klinis

Penyakit DBD ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas disertai gejala
lain seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung,
sendi, kepala dan perut. Gejala-gejala tersebut menyerupai influenza biasa. Pada hari ke-2
dan ke-3 demam muncul bentuk perdarahan yang beraneka ragam dimulai dari yang paling
ringan berupa perdarahan dibawah kulit (petekia atau ekimosis), perdarahan gusi, epistaksis,
sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat perdarahan lambung, melena, dan
juga hematuria massif (Ngastiyah, 2014)

Selain perdarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah
menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda – tanda anak menjadi makin lemah, ujung –
ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin, dan lembap. Denyut nadi terasa cepat, kecil dan
tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang (Ngastiyah, 2014)
Gejala klinis untuk diagnosis DBD, sebagai berikut :

1) Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari tanpa sebab jelas
2) Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji torniket positif dan adanya salah satu
bentuk perdarahan yang lain misalnya petekia, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
melena atau hematemesis
3) Pembesaran hati ( sudah dapat diraba sejak permulaan sakit) 4) Syok yang ditandai
nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi yang menurun ( menjadi 20 mmHg atau
kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau
kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari
dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.

Manifestasi Klinis menurut Renira, 2019 :

1) Panas tinggi disertai menggigil pada saat serangan

2) Uji turniquet positif

3) Lemah

4) Nafsu makan berkurang

5) Anoreksia

6) Muntah

7) Nyeri sendi dan otot

8) Pusing

9) Trombistopenia (<100.000/ul)

10) Manifestasi perdarahan seperti: ptekie, epitaksis, gusi bedarah, melena, hematuria
masif (Renira, 2019)
2.4.4 Respon Tubuh

a. Sistem pernafasan Adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi


aliran intravaskuler sel, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam
rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas (Soedjas,
2011)
b. Sistem sirkulasi Dengue syok sindrom biasanya terjadi sesudah hari ke 2-7,
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran
plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia,
hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik
vena (venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung,
sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi
jaringan.
c. Sistem kardiovaskuler Pada pasien DBD akan mengalami peningkatan hematokrit
sehingga terjadi pengentalan darah dan mengakibatkan aliran darah ke jantung
menjadi lambat atau berkurang. Ketika aliran darah ke jantung melambat curah
jantung akan menurun.
d. Sistem otak Otak akan mengalami kekurangan oksigen karena awal permulaan nya
terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah ke ekstravaskuler menyebabkan
terjadi peningkatan hematokrit, sehingga darah menjadi kental dan suplai oksigen
ke otak juga akan berkurang. Pasien menjadi gelisah bahkan menyebabkan
terjadinya penurunan kesadaran

2.4.5 Patofisiologi

Nyamuk Aedes yang terinfeksi atau membawa virus dengue menggigit manusia.
Kemudian virus dengue masuk kedalam tubuh dan berdar dalam pembuluh darah bersama
darah. Virus kemudian bereaksi dengan antibody yang mengakibatkan tubuh mengaktivasi
dan melepaskan C3 dan C5. Akibat dari pelepasan zat-zat tersebut tubuh mengalami
demam, pegal dan sakit kepala, mual, ruam pada kulit. Pathofisiologi primer pada
penyakit DHF adalah meningkatnya permeabilitas membran vaskuler yang mengakibatkan
kebocoran plasma sehingga 9 cairan yang ada diintraseluler merembes menuju
ekstraseluler. Tanda dari kebocoran plasma yakni penurunan jumlah trombosit, tekanan
darah mengalami penurunan, hematokrit meningkat. Pada pasien DHF terjadi penurunan
tekanan darah dikarenakan tubuh kekurangan hemoglobin, hilangnya plasma darah selama
terjadinya kebocoran, Hardinegoro dalam buku keperawatan medikal bedah 1
(Kardiyudiana, 2019).

Pathway
2.4.6 Pemeriksaan Diagnosis

a. Pemeriksaan darah
1) Pemeriksaan Darah lengkap
a) Hemoglobin biasanya meningkat, apabila sudah terjadi perdarahan yang
banyak dan hebat Hb biasanya menurun 14 Poltekkes Kemenkes Padang
Nilai normal: Hb: 10-16 gr/dL
b) Hematokrit meningkat 20% karena darah mengental dan terjadi kebocoran
plasma Nilai normal: 33- 38%
c) Trombosit biasa nya menurun akan mengakibat trombositopenia kurang
dari 100.000/ml Nilai normal: 200.000-400.000/ml
d) Leukosit mengalami penurunan dibawah normal Nilai normal: 9.000-
12.000/mm3
2) Pemeriksaan kimia darah akan menunjukkan: hipoproteinemia, hipokloremia,
dan hiponatremia
3) Pemeriksaan analisa gas darah, biasanya diperiksa:
a) pH darah biasanya meningkat Nilai normal: 7.35-7.45
b) Dalam keadaan lanjut biasanya terjadi asidosis metabolik
mengakibatkan pCO2 menurun dari nilai normal (35 – 40 mmHg) dan
HCO3 rendah.
b. Pemeriksaan rontgen thorak Pada pemeriksaan rontgen thorak ditemukan adanya
cairan di rongga pleura yang meyebabkan terjadinya effusi pleura. (Wijayaningsih,
2013)

2.4.7 Penatalaksanaan

Ngastyah (2014), menyebutkan bahwa penatalaksanaan pasien DBD ada


penantalaksanaan medis dan keperawataan diantanya :

a. Penatalaksanaan Medis
1) DBD tanpa renjatan Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah menyebabkan
pasien dehidrasi dan haus. Orang tua dilibatkan dalam pemberian minum pada
anak sedikt demi sedikit yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia
diatasi dengan obat antipiretik dan kompres 15 Poltekkes Kemenkes Padang
hangat. Jika anak mengalami kejang-kejang diberi luminal dengan dosis : anak
yang berumur 1 tahun 75mg. atau antikonvulsan lainnya. Infus diberikan pada
pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien teruss menerus muntah, tidak dapat
diberikan minum sehingga mengancan terjadinya dehidrasi atau hematokrit yang
cenderung meningkat.
2) DBD disertai renjatan Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segara
dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma.
Cairan yang biasanya diberikan Ringer Laktat. Pada pasien dengan renjatan berat
pemberian infus harus diguyur. Apabila renjatan sudah teratasi, kecepatan tetesan
dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam. Pada pasien dengan renjatan berat atau
renjatan berulang perlu dipasang CVP (central venous pressure) untuk mengukur
tekanan vena sentral melalui safena magna atau vena jugularis, dan biasanya
pasien dirawat di ICU.
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Perawatan pasien DBD derajat I Pada pasien ini keadaan umumya seperti pada
pasien influenza biasa dengan gejala demam, lesu, sakit kepala, dan
sebagainya, tetapi terdapat juga gejala perdarahan. Pasien perlu istirahat
mutlak, observasi tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan trombosit secara
periodik (4 jam sekali). Berikan minum 1,5-2 liter dalam 24 jam. Obat-obatan
harus diberikan tepat waktunya disamping kompres hangat jika pasien demam.
2) Perawatan pasien DBD derajat II Umumnya pasien dengan DBD derajat II,
ketika datang dirawat sudah dalam keadaan lemah, malas minum dan tidak
jarang setelah dalam perawatan baru beberapa saat pasien jatuh kedalam
keadaan renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien segera dipasang 16
Poltekkes Kemenkes Padang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah infus
lebih baik dipasang pada dua tempat. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan
hematokrit dan hemoglobin serta trombosit. 3)
3) Perawatan pasien DBD derajat III (DSS) Pasien DSS adalah pasien gawat
maka jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat akan menjadi
fatal sehingga memerlukan perawatan yang intensif. Masalah utama adalah
kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini mencapai puncaknya dengan
ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah sangat lambat karena menjadi
kental sehingga mempengaruhi curah jantung dan menyebabkan gangguan
saraf pusat. Akibat terjadinya kebocoran plasma pada paru terjadi
pengumpulan cairan didalam rongga pleura dan menyebabkan pasien agak
dispnea, untuk meringankan pasien dibaringkan semi-fowler dan diberikan
O2. Pengawasan tanda vital dilakukan setiap 15 menit terutama tekanan darah,
nadi dan pernapasan. Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit tetap dilakukan
secara periodik dan semua tindakan serta hasil pemeriksaan dicatat dalam
catatan khusus.

2.5 Asuhan Keperawatan DHF

2.5.1 Pengkajian

a. Identitas pasien Nama, umur (pada DBD tersering menyerang anak dengan usia
kurang 15 tahun), jenis kelamin, alamat, nama orang tua, pendidikan orang tua,
pekerjaan orang tua.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama Keluhan yang menonjol pada pasien DBD untuk datang ke
rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
2) Riwayat kesehatan sekarang Didapatkan adanya keluhan panas mendadak
yang disertai menggigil. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7,
anak anak semakin lemah. Kadang – kadang disertai dengan keluhan batuk,
pilek, nyeri telan, mual, muntah anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala,
nyeri oto dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakkan bola mata terasa
pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV),
melena atau hematemesis.
3) Riwayat kesehatan dahulu Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DBD,
anak biasanya mengalami serangan ulangan DBD dengan tipe virus yang lain.
4) Riwayat gizi Status gizi anak yang menderita DBD dapat bervariasi. Semua
anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat
beberapa faktor predisposisinya. Anak yang menderita DBD sering mengalami
keluhan mual, muntah, dan nafsumakan menurun. Apabila kondisi ini
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka
akan dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi
kurang.
c. Kondisi Sering terjadi didaerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju kamar)
d. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme Frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang.
2) Eliminasi alvi (buang air besar) Anak mengalami diare atau konstipasi.
Sementara pada DBD grade IV bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urin (bang air kecil) Pada anak DBD akan mengalami urine output
sedikit. Pada DBD grade IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat Nyamuk Aedes Aegypti biasanya menggigit pada siang
hari jam 10.00-12.00 dan sore hari pada jam 16.00-18.00. Anak biasanya
sering tidur pada siang hari dan pada sore hari ,tidak memakai kelambu dan
tidak memakai lotion anti nyamuk.
5) Kebersihan Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk memebersihkan tempat sarang nyamuk
aedes aegypti, dan tidak adanya keluarga melakukan 3m plus yaitu menutup,
mengubur, menguras dan menebar bubuk abate.
e. Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum :
1) Tingkat kesadaran Biasanya ditemukan kesadaran menurun, terjadi pada grade
III dan grade IV karena nilai hematokrit meningkat menyebabkan darah
mengental dan oksigen ke otak berkurang.

2) Keadaan umum Lemah

3) Tanda-tanda vital (TTV) Tekanan nadi lemah dan kecil (grade III), nadi tidak
teraba (grade IV), tekanan darah menurun (sistolik menurun sampai 80 mmHg
atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC)
4) Kepala Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam.
5) Mata Konjungtiva anemis
6) Hidung Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III,
IV.
7) Telinga Terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III, IV)
8) Mulut Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan mengalami hyperemia pharing
9) Leher Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami pembesaran
10) Dada/thorak I : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak. Pal : Biasanya
fremitus kiri dan kanan tidak sama Per : Bunyi redup karena terdapat adanya
cairan yang tertimbun pada paru A : Adanya bunyi ronchi yang biasanya
terdapat pada grade III, dan IV.
11) Abdomen I : Abdomen tampak simetris dan adanya asites. 20 Poltekkes
Kemenkes Padang Pal : Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati
(hepatomegali) Per : Terdengar redup A : Adanya penurunan bising usus
12) Sistem integument Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan
uji tourniket. Turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab.
Pemeriksaan uji tourniket dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan
tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan tekanan antara sistolik dan diastolic
pada alat ukur yang dipasang pada tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5
menit, perhatikan timbulnya petekie di bagian volar lengan bawah (Soedarmo,
2008).
13) Genitalia Biasanya tidak ada masalah
14) Ekstremitas Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada
kuku sianosis/tidak

2.5.2 Diagnosis Keperawatan

a. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi, peningkatan laju metabolisme.


b. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, kegagalan
mekanisme regulasi.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera.
e. Resiko syok berhubungan dengan kebocoran plasma darah
f. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurangnya suplai
oksigen ke jaringan
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis (mual, muntah dan anoreksia) h) Ketidakefektifan pola napas berhubungan
dengan adanya cairan di rongga pleura. (Nanda, 2015)

2.5.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosis keperawatan NOC NIC


Kekurangan volume Setelah dilakukan Manajemen cairan
cairan tindakan keperawatan a) Pertahankan catatan
diharapkan terjadi intake dan output yang
Definisi : penurunan cairan keseimbangan cairan akurat
intravaskular, interstisial, dengan kriteria hasil : b) Monitor status hidrasi
dan atau intraseluler. Ini a) Tekanan darah tidak (misalnya membrane
mengacu pada dehidrasi. terganggu mukosa lembab, denyut
b) Keseimbangan intake nadi adekuat, dan
Faktor risiko : dan output tidak tekanan darah)
a) Perubahan status mental terganggu c) Monitor vital sign
b) Penurunan tekanan c) Berat badan stabil tidak d) Monitor masukan atau
darah terganggu cairan dan hitung intake
c) Penurunan tekanan nadi d) Turgor kulit tidak kalori harian
d) Penurunan volume nadi terganggu e) Monitor status nutrisi
e) Penurunan turgor kulit e) Hematokrit sedikit f) Dorong pasien untuk
f) Membran mukosa terganggu menambah asupan oral

kering f) Berat jenis urin sedikit (misalnya, memberikan


g) Kulit kering terganggu sedotan, menawarkan
h) Peningkatan suhu tubuh cairan diantara waktu
Faktor yang berhubungan Setelah dilakukan makan)
dengan : tindakan keperawatan g) Tawari makanan
a) Kehilangan cairan aktif diharapkan hidrasi ringan(misalnya
b) Kegagalan mekanisme tidak terjadi dengan minuman ringan dan
regulasi kriteria hasil : buahan segar/ jus buah)
a) Turgor kulit tidak h) Kolaborasi pemberian
terganggu cairan IV
b) Membran mukosa i) Monitor hasil
lembab tidak laboratorium
terganngu
c) Intake cairan tidak
terganggu
d) Output urin tidak
terganggu
e) Perfusi jaringan tidak
terganggu
f) Tidak ada haus
g) Tidak ada peningkatan
hematokrit
h) Tidak ada nadi cepat
dan lemah
Hipertermia Setelah dilakukan Perawatan Demam
tindakan keperawatan a) Pantau suhu dan tanda-
Defenisi : peningkatan suhu diharapkan tanda vital lainnya
tubuh diatas kisaran normal termoregulasi normal b) Monitor warna kulit dan
dengan kriteria hasil: suhu
Batasan karakteristik : a) Tidak ada c) Berikan obat atau cairan
a) Kunvulsi peningkatan suhu IV (misalnya, antipiretik,
b) Kulit kemerahan tubuh agenantibakteri, dan agen
c) Peningkatan suhu tubuh b) Tidak ada hipertermia anti menggil)
diatas kisaran normal c) Tidak ada sakit kepala d) Monitor penurunan
d) Kejang d) Tidak ada sakit otot tingkat kesadaran
e) Takhikardi e) Tidak ada perubahan e) Tutup pasien dengan
f) Takhipnea warna kulit selimut atau pakaian
g) Kulit terasa hangat f) Tidak ada dehidrasi ringan, tergantung pada
fase demam ( yaitu:
Faktor yang berhubungan memberikan selimut
dengan : hangat untuk fase dingin,
a) Anastesia menyediakan pakaian
b) Penurunan respirasi atau linen tempat tidur
c) Dehidrasi untuk demam
d) Pemajanan lingkungan f) Dorong konsumsi cairan
yang panas g) Fasilitasi istirahat
e) Penyakit h) Kompres hangat pasien
f) Peningkatan laju pada lipat paha dan aksila
metabolisme
Resiko perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan Perdarahan
tindakan keperawatan a) Monitor ketat tanda-
Definisi : beresiko diharapkan keparahan tanda perdarahan
mengalami penurunan kehilangan darah tidak b) Catat nilai Hb dan Ht
volume darah yang dapat terjadi dengan kriteria sebelum dan sesudah
mengganggu kesehatan hasil : terjadinya perdarahan
a) Tidak ada kehilangan c) Monitor nilai labor
Faktor resiko : darah yang terlihat d) Monitor status cairan
a) Aneurisme b) Tidak ada hematuria yang meliputi intake dan
b) Defisiensi pengetahuan c) Tidak ada keluar darah ouput
dari anus e) Observasi adanya darah
d) Tidak ada hematemesis dalam sekresi cairan
e) Tidak ada penurunan tubuh
tekanan darah sistolik f) Instruksikan pasien untuk
f) Tidak ada penurunan meningkatkan makanan
tekanan darah diastolik yang kaya vitamin K
Setelah dilakukan g) Instruksikan keluarga
tindakan keperawatan untuk memonitor tanda-
diharapkan koagulasi tanda perdarahan dan
darah membaik dengan mengambil tindakan
kriteria hasil: yang tepat jika terjadi
a) Tidak ada deviasi dari perdarahan (misalnya:
kisaran normal lapor kepada perawat)
pembentukan bekuan
b) Tidak ada deviasi dari
kisaran normal waktu
prtrombin (PT)
c) Tidak ada deviasi dari
kisaran normalwaktu
parsial tromboplastin
(PTT)
d) Tidak ada deviasi dari
kisaran normal
hematokrit (Hct)
e) Tidak ada deviasi dari
kisaran normal
hemoglobin (Hb)
f) Tidak ada peradarahan
g) Ringan petekie
h) Tidak ada ekimosis
i) Tidak ada BAB
berdarah

j) Tidak ada hematuria


k) Tidak ada
hematemesis
l) Tidak ada gusi darah
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
tindakan keperawatan a) Lakukan pengkajian
Defenisi : pengalaman diharapkan tingkat nyeri secara
sensori dan emosional yang nyeri berkurang dengan komprehensif termasuk
tidak menyenangkan yang kriteria hasil: lokasi, karakteristik,
muncul aibat kerusakan a) Tidak ada nyeri yang durasi, frekuensi,
jaringan yang aktual atau dilaporkan kualitas dan faktor
potensial atau digambarkan b) Tidak ada mengerang presipitasi
dalam hal kerusakan dan menangis b) Observasi reaksi non
sedemikian rupa c) Tidak ada menyeringit verbal dari
d) Tidak ada ketegangan ketidaknyamanan
Batasan karakteristik : otot c) Gunakan teknik
a) Perubahan selera e) Tidak ada kehilangan komunikasi terapeutik
makan nafsu makan untuk mengetahui
b) Perubahan tekanan f) Tidak ada Ekspresi pengalaman nyeri
darah wajah nyeri pasien
c) Perubahan frekuensi d) Kaji kultur yang
jantung Setelah dilakukan mempengaruhi respon
d) Perubahan frekuensi tindakan keperawatan nyeri
pernapasan diharapkan kontrol e) Evaluasi pengalaman
e) Mengekspresikan nyeri teratasi dengan nyeri masa lampau
perilaku kriteria hasil : f) Evaluasi bersama pasien
f) Masker wajah a) Sering menunjukkan dan tim kesehatan lain
g) Gangguan tidur mengenali kapan nyeri tentang ketidakefektifan
terjadi kontrol nyeri masa
b) Secara konsisten lampau
menunjukkan g) Bantu pasien dan
Faktor yang berhubungan menggambarkan faktor keluarga untuk mencari
dengan : agen cedera ( nyeri dan menemukan
misal biologis, zat kimia, c) Sering menunjukkan dukungan
fisik, psikologis) menggunakan tindakan h) Kontrol lingkungan
pengurangan (nyeri) yang dapat
tanpa analgetik mempengaruhi nyeri
d) Sering menunjukkan seperti suhu ruangan,
melaporkan perubahan pencahayaan dan
terhadap gejala nyeri kebisingan
pada professional i) Kurangi faktor
kesehatan presipitasi nyeri
Setelah dilakukan j) Pilih dan lakukan
tindakan keperawatan penanganan nyeri
(farmakologi,non
diharapkan status farmakologi dan inter
kenyamanan meningkat personal)
dengan kriteria hasil: k) Kaji tipe dan sumber
a) Tidak terganggu nyeri untuk menentukan
kesejahteraan fisik intervensi
b) Tidak terganggu l) Berikan analgetik untuk
control terhadap gejala mengurangi nyeri
(Sambungan) m) Evaluasi keefektifan
c) Tidak terganggu kontrol nyeri
kesejahteraan n) Dukung tingkatkan
kesejahteraan istirahat/ tidur yang
psikologis adekuat untuk
d) Tidak terganggu membantu penurunan
lingkungan fisik nyeri
e) Tidak terganggu suhu o) Kolaborasikan dengan
ruangan dokter jika ada keluhan
f) Tidak terganggu dan tindakan nyeri tidak
dukungan sosial dari berhasil
keluarga
Pemberian analgetik
a) Tentukan lokasi,
karakteristik,kualitas,da
n derajat nyeri sebelum
pemberian obat
b) Cek instruksi dokter
tentang jenis
obat,dosis,dan frekuensi
c) Cek riwayat alergi
d) Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
e) Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
f) Tentukan analgesic
pilihan, rute
pemberian,dan dosis
optimal
g) Pilih rute pemberian
secara IV,IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
h) Monitor vital sign

sebelum dan sesudah


pemberian anlgesik
pertama kali
i) Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
j) Evaluasi efektifitas
analgesic,tanda dan
gejala (efek samping)
Resiko syok Setelah dilakukan Manajemen hipovolemi
tindakan keperawatan
Defenisi : berisiko terhadap diharapkan keparahan a) Monitor status
ketidakcukupan aliran darah syok: hipovolemik tidak hemidinamik, meliputi
ke jaringan tubuh, yang terjadi dengan kriteria nadi, tekanan darah.
dapat mengakibatkan hasil: b) Monitor adanya tanda-
disfungsi seluler yang a) Tidak ada penurunan tanda dehidrasi
mengancam jiwa tekanan nadi perifer (misalnya: turgor kulit
b) Tidak ada penurunan buruk, capillary refill
Faktor resiko : tekanan darah sistolik terlambat, nadi lemah,
a) Hipotensi c) Tidak ada penurunan membrane mukosa
b) Hipovolemia tekanan darah diastolik kering, dan penurunan
c) Hipoksemia d) Tidak ada urin output
d) Hipoksia melambatnya waktu c) Monitor adanya sumber-
e) Infeksi pengisian kapiler sumber perdarahan
f) Sepsis e) Tidak ada nadi lemah (misalnya: perdarahan,
g) Sindrom respons dan halus muntah, keringat yang
inflamasi sistemik f) Tidak ada akral dingin, berlebihan)
kulit lembab/ basah d) Monitor adanya bukti
g) Tidak ada penurunan laboratorium terkait
tingkat kesadaran dengan kehilangan
darah (misalnya:
Setelah dilakukan hemoglonin,
tindakan keperawatan hematoktrit,
diharapkan tanda-tanda trombombosit)
vital dalam rentang e) Dukung asupan cairan
normal dengan kriteria oral (misalnya: berikan
hasil: cairan lebih dari 24 jam
a) Tekanan darah sistolik dan berikan cairan
tidak ada deviasi dari dengan makanan), jika
kisaran normal tidak ada kontraindikasi
b) Tidak ada deviasi dari f) Berikan cairan IV
kisaran normal tekanan isotonic (misalnya
darah diastolic cairan normal saline
c) Tidak ada deviasi dari atau Ringer Laktat)
kisaran normal tekanan untuk rehidrasi
nadi ekstraseluler dengan

d) Tidak ada deviasi dari tetesan aliran yang tepat


kisaran normal tingkat g) Instruksikan pada pasien
dan irama pernapasan dan/atau keluarga untuk
mencatat intake dan
output, dengan tepat
h) Instruksikan pada pasien
dan/atau keluarga
tindakn-tindakan yang
dilakukan untuk
mengatasi hopivolemi

Monitor tanda-tanda vital


a) Minitor tekanan darah,
nadi, suhu, dan status
pernapasan
b) Inisiasi dan pertahankan
perangkat pemantauan
suhu tubuh secara terus-
menerus dengan tepat
c) Monitor warna kulit,
suhu dan kelembaban
d) Monitor sianosis sentral
dan perifer
e) Identifikasi
kemungkinan penyebab
perubahan tanda-tanda
vital
Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemi
jaringan perifer tindakan keperawatan a) Monitor status
diharapkan Perfusi hemodinamik, meliputi
Defenisi: penurunan jaringan: perifer tidak nadi, tekanan drah,
sirkulasi darah ke perifer terganggu dengan MAP, CVP, PAP, CO.
yang dapat mengganggu kriteria hasil: b) Monitor adanya tanda-
kesehatan a) Tidak ada deviasi dari tanda dehidrasi
kisaran normal (misalnya., turgor kulit
Batasan karakteristik: pengisian kapiler jari buruk, capillary refill
a) Tidak ada nadi dan jari kaki terlambat, nadi lemah,
b) Perubahan fungsi b) Tidak ada deviasi dari sangat haus, membrane
motorik kisaran normal Suhu mukosa kering, dan
c) Perubahan karakteristik kulit ujung kaki dan penurunan urin output
kulit (warna, elastisitas, tangan c) Monitor adanya sumber-
kelembapan, kuku, c) Kekuatan denyut nadi sumber kehilangan
suhu) karotis, brakialis, cairan (misalnya.,
d) Perubahan tekanan radial, femoralis, pedal perdarahan, muntah,
darah di ekstremitas bagian kiri dan kanan diare, keringat yang
e) Warna tidak kembali ke dalam kisaran normal berlebihan, dan takpnea)

tungkai saat diturunkan d) Tekanan darah sistolik d) Posisikan untuk perfusi


f) Kelambatan dan diastolik tidak ada perifer
penyembuhan luka deviasi dari kisaran
perifer normal tekanan darah Monitor tanda-tanda vital
g) Penurunan nadi sistolik dan diastolik a) Minitor tekanan darah,
h) Edema dalam kisaran normal nadi, suhu, dan status
i) Nyeri ekstremitas e) Tidak ada muka pucat pernapasan
j) Pemendekan jarak total f) Tidak ada kelemahan b) Inisiasi dan pertahankan
yang ditempuh dalam otot perangkat pemantauan
uji berjalan enam menit suhu tubuh secara terus-
k) Warna kulit pucat saat menerus dengan tepat
elevasi c) Monitor warna kulit,
suhu dan kelembaban
d) Monitor sianosis sentral
dan perifer
e) Identifikasi
kemungkinan penyebab
perubahan tanda vital
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
Nutrisi Kurang Dari tindakan keperawatan a) Kaji adanya alergi
Kebutuhan Tubuh makanan
status nutrisi: asupan
b) Kolaborasi dengan ahli
Defenisi: asupan nutrisi makanan dan cairan gizi untuk menentukan
tidak cukup untuk teratasi dengan kriteria jumlah kalori dan
memenuhi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
metabolic hasil: pasien
a) asupan makanan c) Berikan informasi
Batasan Karakteristik: tentang kebutuhan
secara peroral
a) Berat badan 20% atau nutrisi
lebih dibawah rentang sepenuhnya adekuat
berat badan ideal b) Asupan cairan secara Monitor Nutrisi
b) Bising usus hiperaktif peroral sepenuhnya a) Monitor adanya
c) Kelemahan otot untuk penurunan berat badan
adekuat
mengunyah b) Monitor lingkungan
d) Kelemahan otot untuk c) Asupan cairan selama makan
menelan c) Monitor kulit kering dan
intravena sepenuhnya
e) Kehilangan rambut perubahan pigmentasi
berlebihan adekuat d) Monitor kekeringan,
f) Membran mukosa pucat d) Asupan nutrisi rambut kusam, dan
g) Ketidakmampuan mudah patah
memakan makanan parenteral sepenuhnya e) Monitor mual muntah
h) Nyeri abdomen adekuat f) Monitor kadar albumin,
Faktor yang total protein, Hb, Ht
Berhubungan: g) Catat adanya edema,
a) Faktor biologis hiperemik, hipertonik,
b) Ketidakmampuan papilla lidah dan cavitas

mencerna makanan oral


c) Kurang asupan makanan
Ketidakefektifan Pola Setelah dilakukan Terapi Oksigen
Napas tindakan keperawatan a) Pertahankan kepatenan
diharapkan pola napas jalan napas
Defenisi: Inspirasi dan/ atau efektif dengan kriteria b) Siapkan peralatan
ekspirasi yang tidak member hasil: oksigen dan berikan
ventilasi adekuat a) Frekuensi pernapasan melalui system
tidak ada deviasi dari humidifier
Faktor Resiko: normal c) Berikan oksigen
a) Perubahan kedalaman b) Suara perkusi nafas tambahan seperti yang
pernapasan tidak ada deviasi dari diperintahkan
b) Perubahan ekskursi (Sambungan)
dada kisaran normal d) Monitor aliran oksigen
c) Mengambil posisi tiga c) Kapasitas vital tidak e) Monitor efektifitas
titik ada deviasi dari kisaran terapi oksigen
d) Bradipnea normal f) Atur posisi untuk
e) Penurunan tekanan meringankan sesak
ekspirasi napas
f) Penurunan tekanan g) Monitor status
inspirasi pernapasan dan
g) Penurunan ventilasi oksigenasi,
semenit sebagaimana mestinya
h) Penurunan kapasitas
vital
i) Dispnea
j) Pernapasan cuping
hidung
k) Fase kespirasi
memanjang
l) Takipnea
Faktor Berhubungan:
a) Ansietas
b) Posisi tubuh
c) Deformitas tulang
d) Deformitas dinding
dada
e) Keletihan
f) Hiperventilasi
g) Sindrom hipoventilasi

Anda mungkin juga menyukai