TEORI
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan
dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun
waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
( Permenkes N o.1501 Tahun 2010). Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status
yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah
penyakit.
Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta
Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan
segera dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan
bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang
jumlah penderita nyameningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu
dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi
wabah secarad ini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih
dini terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari system ini adalah penentuan penyakit
didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat
diantisipasi (Sidemen A., 2003).
Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu munculnya penyakit di luar kebiasaan (base line
condition) yang terjadi dalam waktu relatif singkat serta memerlukan upaya penanggulangan
secepat mungkin, karena dikhawatirkan akan meluas, baik dari segi jumlah kasus maupun
wilayah yang terkena persebaran penyakit tersebut. Kejadian luar biasa juga disebut sebagai
peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada eksternal normal di suatu
area atau kelompok tertentu, selama suatu periode tertentu. Informasi tentang potensi KLB
biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus indeks),
keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang potensi
KLB bisa juga berasal dari petugas kesehatan, hasil analisis atau surveilans, laporan
kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (Tamher. 2004).
Penyakit Dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthopodborn
virus) da ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti)
(Ngastiyah, 2014). DBD adalah penyakit virus yang tersebar luas di seluruh dunia terutama di
daerah tropis. Penderitanya terutama adalah anak-anak berusia di bawah 15 tahun, tetapi
sekarang banyak juga orang dewasa terserang penyakit virus ini. Sumber penularan utama
adalah manusia, sedangkan penularannya adalah nyamuk Aedes (Soedarto, 2009).
Infeksi virus dengue merupakan penyebab Dengue Hemorrhage Fever (DHF). Virus
dengue merupakan virus kelompok B (Arthopod-Bornevirus). Penularan penyakit DHF
terjadi ketika nyamuk yang terinfeksi virus dengue menggit atau menghisap darah manusia
yang sakit ke manusia yang sehat. Nyamuk tersebut merupakan nyamuk yang termasuk
dalam keluarga Flavafiridae dan golongan flavivirus. Jadi nyamuk merupakan vektor atau
transmisi virus dari manusia ke manusia atau menusia kehewan atau hewan kemanusia.
Nyamuk yang membawa virus dengue sendiri terbagi dalam beberapa jenis yaitu DEN-1,
DEN2, DEN-3, DEN-4 yang banyak ditemukan diseluruh plosok Indonesia (Kardiyudiani,
2019). WHO dalam buku Keperawatan Medikal Bedah 1 (Kardiyudiana, 2019)
mendefinisikan DHF sebagai penyakit yang memiliki keriteria: suhu tubuh naik turun tanpa
sebab yang jelas, tampak perdarahan (ptekia, gusi berdarah, melena, muntah darah), jumlah
trombosit mengalami penurunan dalam periksaan laboratorium, serta permebilitas pembuluh
darah mengalami peningkatan yang ditandai dengan meningkatnya hematokrit.
Virus dengue merupakan penyebab dari penyakit DHF. Virus dengue merupakan
virus kelompok B atau arthropode-bornevirus. Virus dengue menular melalui suntikan
nyamuk Aedes Aegepty atau nyamuk Aedes Albopictus yang terinfeksi oleh virus saat
menghisap darah seseorang yang sehat. Penularan penyakit DHF bisa terjadi pada manusia
kemanusia atau manusia kehewan ataupun sebaliknya. Manusia yang sedang sakit DHF
kemungkinan bisa menularkan kemanusia lainnya yang sehat, tergantung dari sistem imunitas
dari masing-masing individu untuk melawan virus tersebut. Dalam waktu 3 sampai 14 8 hari
setelah virus masuk kedalam tubuh, tubuh akan memberikan tanda dan gejala sebagai
perlawanan alami dari dalam. Gejala umum yang dialami penderita peyakit DHF yakni
demam disertai menggigil, pusing, pegal-pegal (Handayani, 2019).
Penyakit DBD ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas disertai gejala
lain seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung,
sendi, kepala dan perut. Gejala-gejala tersebut menyerupai influenza biasa. Pada hari ke-2
dan ke-3 demam muncul bentuk perdarahan yang beraneka ragam dimulai dari yang paling
ringan berupa perdarahan dibawah kulit (petekia atau ekimosis), perdarahan gusi, epistaksis,
sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat perdarahan lambung, melena, dan
juga hematuria massif (Ngastiyah, 2014)
Selain perdarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah
menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda – tanda anak menjadi makin lemah, ujung –
ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin, dan lembap. Denyut nadi terasa cepat, kecil dan
tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang (Ngastiyah, 2014)
Gejala klinis untuk diagnosis DBD, sebagai berikut :
1) Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari tanpa sebab jelas
2) Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji torniket positif dan adanya salah satu
bentuk perdarahan yang lain misalnya petekia, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
melena atau hematemesis
3) Pembesaran hati ( sudah dapat diraba sejak permulaan sakit) 4) Syok yang ditandai
nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi yang menurun ( menjadi 20 mmHg atau
kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau
kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari
dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.
3) Lemah
5) Anoreksia
6) Muntah
8) Pusing
9) Trombistopenia (<100.000/ul)
10) Manifestasi perdarahan seperti: ptekie, epitaksis, gusi bedarah, melena, hematuria
masif (Renira, 2019)
2.4.4 Respon Tubuh
2.4.5 Patofisiologi
Nyamuk Aedes yang terinfeksi atau membawa virus dengue menggigit manusia.
Kemudian virus dengue masuk kedalam tubuh dan berdar dalam pembuluh darah bersama
darah. Virus kemudian bereaksi dengan antibody yang mengakibatkan tubuh mengaktivasi
dan melepaskan C3 dan C5. Akibat dari pelepasan zat-zat tersebut tubuh mengalami
demam, pegal dan sakit kepala, mual, ruam pada kulit. Pathofisiologi primer pada
penyakit DHF adalah meningkatnya permeabilitas membran vaskuler yang mengakibatkan
kebocoran plasma sehingga 9 cairan yang ada diintraseluler merembes menuju
ekstraseluler. Tanda dari kebocoran plasma yakni penurunan jumlah trombosit, tekanan
darah mengalami penurunan, hematokrit meningkat. Pada pasien DHF terjadi penurunan
tekanan darah dikarenakan tubuh kekurangan hemoglobin, hilangnya plasma darah selama
terjadinya kebocoran, Hardinegoro dalam buku keperawatan medikal bedah 1
(Kardiyudiana, 2019).
Pathway
2.4.6 Pemeriksaan Diagnosis
a. Pemeriksaan darah
1) Pemeriksaan Darah lengkap
a) Hemoglobin biasanya meningkat, apabila sudah terjadi perdarahan yang
banyak dan hebat Hb biasanya menurun 14 Poltekkes Kemenkes Padang
Nilai normal: Hb: 10-16 gr/dL
b) Hematokrit meningkat 20% karena darah mengental dan terjadi kebocoran
plasma Nilai normal: 33- 38%
c) Trombosit biasa nya menurun akan mengakibat trombositopenia kurang
dari 100.000/ml Nilai normal: 200.000-400.000/ml
d) Leukosit mengalami penurunan dibawah normal Nilai normal: 9.000-
12.000/mm3
2) Pemeriksaan kimia darah akan menunjukkan: hipoproteinemia, hipokloremia,
dan hiponatremia
3) Pemeriksaan analisa gas darah, biasanya diperiksa:
a) pH darah biasanya meningkat Nilai normal: 7.35-7.45
b) Dalam keadaan lanjut biasanya terjadi asidosis metabolik
mengakibatkan pCO2 menurun dari nilai normal (35 – 40 mmHg) dan
HCO3 rendah.
b. Pemeriksaan rontgen thorak Pada pemeriksaan rontgen thorak ditemukan adanya
cairan di rongga pleura yang meyebabkan terjadinya effusi pleura. (Wijayaningsih,
2013)
2.4.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) DBD tanpa renjatan Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah menyebabkan
pasien dehidrasi dan haus. Orang tua dilibatkan dalam pemberian minum pada
anak sedikt demi sedikit yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia
diatasi dengan obat antipiretik dan kompres 15 Poltekkes Kemenkes Padang
hangat. Jika anak mengalami kejang-kejang diberi luminal dengan dosis : anak
yang berumur 1 tahun 75mg. atau antikonvulsan lainnya. Infus diberikan pada
pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien teruss menerus muntah, tidak dapat
diberikan minum sehingga mengancan terjadinya dehidrasi atau hematokrit yang
cenderung meningkat.
2) DBD disertai renjatan Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segara
dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma.
Cairan yang biasanya diberikan Ringer Laktat. Pada pasien dengan renjatan berat
pemberian infus harus diguyur. Apabila renjatan sudah teratasi, kecepatan tetesan
dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam. Pada pasien dengan renjatan berat atau
renjatan berulang perlu dipasang CVP (central venous pressure) untuk mengukur
tekanan vena sentral melalui safena magna atau vena jugularis, dan biasanya
pasien dirawat di ICU.
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Perawatan pasien DBD derajat I Pada pasien ini keadaan umumya seperti pada
pasien influenza biasa dengan gejala demam, lesu, sakit kepala, dan
sebagainya, tetapi terdapat juga gejala perdarahan. Pasien perlu istirahat
mutlak, observasi tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan trombosit secara
periodik (4 jam sekali). Berikan minum 1,5-2 liter dalam 24 jam. Obat-obatan
harus diberikan tepat waktunya disamping kompres hangat jika pasien demam.
2) Perawatan pasien DBD derajat II Umumnya pasien dengan DBD derajat II,
ketika datang dirawat sudah dalam keadaan lemah, malas minum dan tidak
jarang setelah dalam perawatan baru beberapa saat pasien jatuh kedalam
keadaan renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien segera dipasang 16
Poltekkes Kemenkes Padang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah infus
lebih baik dipasang pada dua tempat. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan
hematokrit dan hemoglobin serta trombosit. 3)
3) Perawatan pasien DBD derajat III (DSS) Pasien DSS adalah pasien gawat
maka jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat akan menjadi
fatal sehingga memerlukan perawatan yang intensif. Masalah utama adalah
kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini mencapai puncaknya dengan
ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah sangat lambat karena menjadi
kental sehingga mempengaruhi curah jantung dan menyebabkan gangguan
saraf pusat. Akibat terjadinya kebocoran plasma pada paru terjadi
pengumpulan cairan didalam rongga pleura dan menyebabkan pasien agak
dispnea, untuk meringankan pasien dibaringkan semi-fowler dan diberikan
O2. Pengawasan tanda vital dilakukan setiap 15 menit terutama tekanan darah,
nadi dan pernapasan. Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit tetap dilakukan
secara periodik dan semua tindakan serta hasil pemeriksaan dicatat dalam
catatan khusus.
2.5.1 Pengkajian
a. Identitas pasien Nama, umur (pada DBD tersering menyerang anak dengan usia
kurang 15 tahun), jenis kelamin, alamat, nama orang tua, pendidikan orang tua,
pekerjaan orang tua.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama Keluhan yang menonjol pada pasien DBD untuk datang ke
rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
2) Riwayat kesehatan sekarang Didapatkan adanya keluhan panas mendadak
yang disertai menggigil. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7,
anak anak semakin lemah. Kadang – kadang disertai dengan keluhan batuk,
pilek, nyeri telan, mual, muntah anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala,
nyeri oto dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakkan bola mata terasa
pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV),
melena atau hematemesis.
3) Riwayat kesehatan dahulu Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DBD,
anak biasanya mengalami serangan ulangan DBD dengan tipe virus yang lain.
4) Riwayat gizi Status gizi anak yang menderita DBD dapat bervariasi. Semua
anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat
beberapa faktor predisposisinya. Anak yang menderita DBD sering mengalami
keluhan mual, muntah, dan nafsumakan menurun. Apabila kondisi ini
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka
akan dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi
kurang.
c. Kondisi Sering terjadi didaerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju kamar)
d. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme Frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang.
2) Eliminasi alvi (buang air besar) Anak mengalami diare atau konstipasi.
Sementara pada DBD grade IV bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urin (bang air kecil) Pada anak DBD akan mengalami urine output
sedikit. Pada DBD grade IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat Nyamuk Aedes Aegypti biasanya menggigit pada siang
hari jam 10.00-12.00 dan sore hari pada jam 16.00-18.00. Anak biasanya
sering tidur pada siang hari dan pada sore hari ,tidak memakai kelambu dan
tidak memakai lotion anti nyamuk.
5) Kebersihan Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk memebersihkan tempat sarang nyamuk
aedes aegypti, dan tidak adanya keluarga melakukan 3m plus yaitu menutup,
mengubur, menguras dan menebar bubuk abate.
e. Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum :
1) Tingkat kesadaran Biasanya ditemukan kesadaran menurun, terjadi pada grade
III dan grade IV karena nilai hematokrit meningkat menyebabkan darah
mengental dan oksigen ke otak berkurang.
3) Tanda-tanda vital (TTV) Tekanan nadi lemah dan kecil (grade III), nadi tidak
teraba (grade IV), tekanan darah menurun (sistolik menurun sampai 80 mmHg
atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC)
4) Kepala Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam.
5) Mata Konjungtiva anemis
6) Hidung Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III,
IV.
7) Telinga Terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III, IV)
8) Mulut Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan mengalami hyperemia pharing
9) Leher Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami pembesaran
10) Dada/thorak I : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak. Pal : Biasanya
fremitus kiri dan kanan tidak sama Per : Bunyi redup karena terdapat adanya
cairan yang tertimbun pada paru A : Adanya bunyi ronchi yang biasanya
terdapat pada grade III, dan IV.
11) Abdomen I : Abdomen tampak simetris dan adanya asites. 20 Poltekkes
Kemenkes Padang Pal : Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati
(hepatomegali) Per : Terdengar redup A : Adanya penurunan bising usus
12) Sistem integument Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan
uji tourniket. Turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab.
Pemeriksaan uji tourniket dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan
tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan tekanan antara sistolik dan diastolic
pada alat ukur yang dipasang pada tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5
menit, perhatikan timbulnya petekie di bagian volar lengan bawah (Soedarmo,
2008).
13) Genitalia Biasanya tidak ada masalah
14) Ekstremitas Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada
kuku sianosis/tidak