id
BAB IV
56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57
(makmur) yang artinya desa yang makmur, dari pemberian nama tersebut dapat
diartikan bahwa pemberian nama tersebut desa tersebut akan menjadi desa yang
makmur tanpa kekurangan apapun di dalamya. Pertumbuhan desa Tegalsari
semakin pesat dan menjadi pusat perkembangan agama Islam, masa Kerajaan
Mataram Islam khususnya untuk daerah mancanegara wetan. Salah satu buktinya
Ronggowarsito pernah nyantri Di desa Tegalsari sebagai utusan Kerajaan
Surakarta untuk memperdalam ilmu agama Islam sebelum menjadi pujangga
Keraton Surakarta. Hal ini dibuktikan dengan peninggalan benda-benda milik
Ronggowarsito di Tegalsari, seperti pusaka, maupun kitab-kitab milik
Ronggowarsito yang hingga kini masih terjaga keberadaanya.
Tegalsari merupakan desa perdikan atau tanah merdeka yang bebas pajak
kerajaan. Setiap setahun sekali pemimpin/ulama yang diberikan mandat untuk
mengelola tanah perdikan ini wajib datang kepada raja untuk soan sebagai wujud
tunduknya kepada raja yang berkuasa. Tegalsari sebagai wilayah kekuasaan
kerajaan Mataram Islam memiliki hak atau kuasa penuh untuk mengatur dan
mengelolaa tanah perdikan dikarenakan daerah ini merupakan daerah merdeka
dan bebas pajak. Pada abad ke XVII desa ini pernah memiliki santri sampai
sepuluh ribu orang santri. Santri secara umum melakukan rutinitas menuntut ilmu
agama dan bekerja di pondok sebagai penggarap tanah milik pondok pesantren
yang berada disebelah selatan desa untuk penghidupan pondok pesantren. Tanah
perdikan ini selain digunakan sebagai pertanian juga digunakan sebagai
pemukiman warga sekitar.
Menurut Yosephine (2007: 23) Setelah dikeluarkannya Undang-undang
Pokok Agraria (UUPA) status tanah desa perdikan Tegalsari menjadi tanah biasa
dan langsung menjadi tanah negara. Disinilah perubahan penguasaan serta
pengelolaan tanah yang dahulunya dimiliki atas nama desa. Setelah penerapan UU
Agraria 1870 mulai banyak muncul tanah induvidual maskipun kepemilikan tanah
secara induvidual ini muncul (atas hak milik) setelah 1960. Kepemilikan tanah
secara perseorangan harus melalui beberapa tahap, setelah diberlakukannya
UUPA, yaitu dengan cara pengajuan luas tanah kepada kantor desa oleh masing-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58
masing penduduk desa, lalu ke kecamatan dan dari kecamatan diteruskan ke BPN
untuk memverifikasi data kepemilikan atas tanah yang di minta dari pemohon.
a. Luas Wilayah
Luas wilayah desa Tegalsari mencapai 203 Ha. Secara administratif
terdiri dari 16 RT, dan 6 RW, yang terbagi atas 3 Dukuh, yaitu dukuh Setono
ada 4 rt dan 2 rw, dukuh Jinontro 6 rt dan 2 rw, serta dukuh Gendol ada 6 rt
dan 2 rw. Letak dari desa Tegalsari ini berada di sebelah selatan kota
Ponorogo. Desa Tegalsari berbatasan dengan beberapa wilayah lainnya, yaitu:
1) Bagian Utara berbatasan dengan desa Jabung dan Gandu,
2) Bagian Selatan berbatasan dengan desa Jetis dan Wonokerto,
3) Bagian Timur berbatasan dengan desa Mojorejo dan Karanggebang,
4) Bagian Barat berbatasan dengan desa Wonokerto.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
59
b. Kondisi Demografi
1) Jumlah penduduk menurut jenis Kelamin dan usia
Jumlah penduduk desa Tegalsari ada 527 Kepala Keluarga.
Dengan jumlah penduduk sekitar 1906 jiwa yang terdiri dari 921
penduduk laki-laki dan 985 penduduk perempuan. Pembagian julmlah
penduduk berdasarkan beberapa tingkatan, berikut perincian pembagian
jumlah penduduk berdasarkan tingkatan umur dan jenis kelamin :
60
terkadang buruh tani ini bekerja sebagai buruh tani untuk mendapatkan
upah dengan bekerja di sawah orang lain yang biasanya masih tetangga
sendiri. Mata pencaharian yang ketiga adalah sebagai pegawai negeri sipil
biasanya mereka bekerja di kantor desa maupun sebagai guru dan
karyawan di instantsi pemerintah. Mata pencaharian yang berikutnya yang
masih dalam urutan yaitu pedagang keliling, peternak, bidan swasta,
karyawan swasta, wirausaha. Dari keterangan di atas untuk mata
pencaharian sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
61
62
mirip dengan masjid Agung Kauman yang terletak di Surakarta, hal ini
membuktikan bahwa kekuasaan Mataram ikut melekat dalam struktur
bangunan ini, kita ketahui juga para santri yang nyantri juga kebanyakan
mereka adalah orang-orang Keraton Surakarta, hal ini membuktikan
keterkaitan antara dua daerah ini yang jauh sebagai relasi kepentingan,
desa Tegalsari diberi perdikan oleh PB II sebagai jasanya Kyai Ageng
Mohammad Beshari telah menyelamatkan dari serangan Sunan kuning
atau Raden Mas Gerendi. Sebaliknya Kyai Ageng Mohammad Beshari
mendapatkan hak atas tanah perdikan itu untuk di kelola sendiri tanpa
menyetorkan pajak kepada sang raja.
5) Pengelolaan Tanah di desa Tegalsari Ponorogo
Pengelolaan tanah di desa Tegalsari dikelola secara pribadi oleh
masyarakat Tegalsari, kepemilikan tanah juga masih diwariskan secara
turun-temurun dimana orang luar daerah Tegalsari tidak bisa membeli
tanah tersebut atau memilikinya kecuali jika ingin memiliki tanah di
daerah Tegalsari maka dengan ikatan kekeluargaan, dengan menikah
dengan warga Tegalsari. Pengelolaan tanah Tegalsari dapat kita ketahui
sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
63
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
64
65
pemberontakan Cina yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi atau Susuhunan
Kuning, Seorang Sunan keturunan Kerajaan Mataram Islam cucu dari
Amangkurat III yang di asingkan di Semarang. Serbuan yang dilakukan oleh
pasukan Sunan Kuning itu terjadi begitu cepat dan hebat sehingga Kartasura
tidak siap menghadapinya. Karena itu Pakubuwana II bersama pengikutnya
segera pergi dengan diam-diam meninggalkan Keraton menuju ke timur
Gunung Lawu. Dalam pelariannya itu sampailah kedaerah Tegalsari. Di tengah
kekawatiran dan ketakutan dari kejaran Sunan Kuning itulah kemudian
Pakubuwana II berserah diri kepada Kanjeng Kyai Hasan Besari. Penguasa
Kartasura ini selanjutnya menjadi santri dari Kyai wara itu Pakubuwana II
ditempa dan dibimbing untuk selalu bertafakkur dan bermunajat kepada Allah;
Penguasaa dari segala penguasa di alam semesta (Jajat Burhanudin, 2012: 81).
Pada 30 Juni 1742, ketika tentara Sunan Kuning Atau Raden Mas
Garendi berhasil menduduki Singgasana Kartasura. Dan Pakubuwana II selaku
Raja Mataram meninggalkan Kerajaan Mataram hal ini membuat keadaan
politik dalam Kerajaan menjadi tak menentu. Ketika Pakubuwana II dalam
pelarian ketimur, Pakubuwana II mendapatkan sambutan dari para bupati
Mancanegara seperti Magetan dan Madiun, namun karena lemahnya
pertahanan Madiun maka Von Hondendroff mengambil keputusan selaku
penasihat raja Mataram dari pihak Kolonial untuk melakukan pemindahan
basis pertahanan kedaerah selatan yaitu Ponorogo yang letaknya sangat
memungkinkan jika ada serangan maka pihak Pakubuwana II dapat mundur
kedaerah Trenggalek dan Pacitan (Daradjadi, 2013: 224).
Secara tidak langsung pemilihan Ponorogo sebagai basis pertahanan
Pakubuwana II karena alasan Militer Bupati Subroto di Ponorogo ini jauh lebih
kuat dibandingkan kekuatan Militer Madiun. Ketika di Ponorogo Pakubuwana
II mengunjungi Tegalsari Ponorogo untuk mendapatkan dukungan dari
kalangan ulama, ini merupakan taktik dari Pakubuwana II untuk mendapatkan
dukungan dari ulama juga untuk mendapatkan perlindungan ketika seawaktu-
waktu ada serangan. Ulama merupakan tokoh penting dimana memiliki basis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
66
masa santri dimana jika raja mampu mendapatkan simpati ulama maka akan
mendapatkan bantuan (Daradjadi, 2013: 224).
Tanah perdikan secara tidak langsung merupakan sebuah wujud dari
adanya legitimasi kekuasaan. Dimana tanah ini merupakan sebuah pemberian
raja kepada hamba dengan tujuan tertentu agar kekuasaan raja tersebut diakui
dan tetap dijunjung tinggi sebagai wujud bakti hamba kepada tuannya.
Pemberian tanah perdikan ini dilakukan Pakubuwana II kepada Kyai
Mohammad Beshari sebagai wujud balas jasa yang telah dilakukan Kyai
Mohammad Beshari yang menyelamatkan hidup raja pada saat terjadinya
geger pacinan yang di pimpin Raden Mas Garendi/ Sunan Kuning pada tahun
1740-1742. Pemberontakan ini berhasil membumi hanguskan pusat kerajaan
Kartasura, yang pada saat bersamaan Pakubuwana II berhasil menyelamatkan
diri melalui pintu bagian belakang yang menuju ke arah Laweyan, lalu menuju
arah timur yaitu Madiun hingga ke Ponorogo di daerah Tegalsari. Pakubuwana
II mendapatkan perlindungan dari Mohammad Beshari dan mondok di
pesantren Tegalsari selama dalam pelarianya. Setelah Pakubuwana II
mendapatkan banyak dukungan dan berhasil menduduki puncak kekuasaan
sebagai Raja Mataram Islam lagi maka status tanah perdikan tersebut diberikan
kepada Mohammad Beshari. Tanah perdikan tersebut meliputi daerah Tegalsari
dan seisinya (pemotongan hewan) merupakan tanah yang merdeka dari pajak,
dan Mohammad Beshari juga di undang ke Keraton Mataram dan dihadiahi
Putri Pakubuwana II sebagai istri Mohammad Beshari (Jajat Burhanudin, 2012:
81).
Menurut Ibnu Qoyim (1997: 60), dalam lingkup masyarakat agraris
terdapat hubungan yang erat antara masyarakat dan para ulama sebagai pemuka
agama dan pemilik pondok pesantren. Hal ini terjadi karena ulama biasanya
memiliki identitas yang sama dengan khalayak lingkungannya dimana ulama
tinggal dalam lingkungan masyarakat secara umum sehingga hubungan antara
keduanya dapat terjalin dengan erat, ulama juga merupakan petani dan
pemimpin agama Islam dengan adanya faktor kesamaan itu, komunikasi antara
commitmenjadi
ulama dan rakyat lingkungannya to user akrab, tanpa tata cara feodal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
67
68
69
dan pada berbagai prasasti banyak sekali kita jumpai soal prasasti Desa
Perdikan. Raja menghadiahkan kepada seseorang atas jasanya dengan pikukuh
yang berupa piagam. Dalam hal itu orang menerima anugerah atau hadiah
tanah tetapi tidak memiliki tanah yang bersangkutan. Orang itu hanya
mempunyai hak untuk memungut hasilnya. Keistimewaannya adalah bahwa
anugerah itu dibebaskan dari pajak.
70
71
72
73
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
memiliki Egeindom dan tidak adanya sertifikat tanah. Karena status tanah
perdikan memiliki sebuah Piyagem sehingga tanah ini tidak dimasukan
dalam kekuasaan Hindia Belanda namun tanah ini masuk daerah
Vorstenlanden dibawah kekuasaan Surakarta. Namun untuk luas tanah
perdikan ini mengalami penyusutan ketika UU Agraria diterapkan di daerah
jajahan Hindia Belanda.
91
92
93
94
95
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
96
97
98
tanah pertania Jawa yang dipakai untuk tanam paksa adalah 6% (tidak
termasuk tanaman kopi).
99
100
101
perdikan, kedudukan tanah perdikan pada masa Feodalisme hingga status tanah
perdikan Tegalsari ini setelah diberlakukannya UU Agraria dan Relevansinya
penelitian ini sehingga patut dikaji agar masyarakat luas tahu tentang status
tanah perdikan dan kedudukannya pada masa Feodalisme hingga setelah masa
Kemerdekaan Republik Indonesia. Dan patut untuk dikaji dalam Mata Kuliah
Agraria karean kedudukan tanah perdikan merupakan hal penting dalam
sejarah Agraria di Indonesia khususnya di tanah Jawa.
D. Pembahasan
1. Latar Balakang Munculnya Tanah Perdikan Tegalsari Ponorogo
Menurut De Graaf (2003:248) Pada abad ke XVI mulai berkembangnya
kerajaan Islam di daerah pedalaman Jawa, perkembangan kerajaan ini dampak
dari jatuhnya kerajaan Pajang ditangan Demak. Keberadaan Kerajaan
Mataram Islam secara tidak langsung bedampak pada lapisan masyarakat
bawah yang mulai mengenal ajaran-ajaran Islam, bangunan Islam serta sistem
perpolitikan yang didasarkan pada sistem Islam. Islam pada awalnya dibawa
oleh para ulama pesisir utara pantai Jawa menuju pedalaman Jawa dengan
berbagai cara, contohnya melalui pondok pesantren Agama Islam mulai
berkembang di pedalaman sebagai sarana pendidikan yang bersifat formal.
menurut Jajat Burhanudin (2012:80) Kyai Mohammad Beshari merupakan
pendiri pondok pesantren Tegalsari yang leluhurnya berasal dari daerah pesisir
utara Jawa Timur. Pesantren dalam ranah politik merupakan sarana untuk
mengontrol keadaan sosial lapisan masyarakat kelas bawah. Perkembangan
Islam sangat cepat dengan didorong Islam merupakan agama yang dapat
diterima oleh semua lapisan Mayarakat sehingga tidak mengherankan banyak
masyarakat bawah yang berusaha untuk mendapatkan pendidikan di pondok
pesantren.
Pesantren dipandang sebagai kelanjutan dari bentuk mandala pada
masa Hindu (Moestopo, 2001: 150; Sutjiatining & Kutoyo: 1986:51). Mandala
adalah sebuah asrama bagi para pertapa
commit atau pelajar dari agama siwa yang
to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
102
terletak di tengah-tengah hutan yang dipimpin oleh seorang dewa guru. Tetapi
ada yang berpendapat bahwa kawikuan merupakan prototype pondok pesantren
yang sekarang (Sutjiatiningsih & Kutoyo, 1986: 67). Ampeldenta di Surabaya
dianggap sebagai bentuk pesantren yang telah ada sejak kwartal tiga abad 15
(Sofwan, Wasit, Mundiri, 2000). Pesantren juga ada yang mengidentikkan
dengan tanah perdikan (Fokkens, 1908).
Dewasa ini dikenal istilah pondok pesantren. Dari segi istilah pondok
pesantren berasal dari kata funduq yang berarti asrama, dan shastri yang berarti
orang yang tahu buku-buku suci agama hindu. Dengan demikian pondok
pesantren berarti asrama orang-orang yang tahu buku-buku suci (Sayono,
2001). Dalam arti seperti ini pondok pesantren tidak berbeda dengan pesantren.
Menurut Slamet Muljana dalam Yosephine (2007: 23), Desa Perdikan
sudah ada sejak jaman Majapahit. Dalam Kerajaan Majapahit tanah menurut
Undang-undang Agama (Kitab perundang-undangan Majapahit) Pasal 115
adalah milik Raja. Rakyat hanya mempunyai hak untuk menggarapnya,
memungut hasil, tetapi tidak memilikinya. Hak milik tanah tetap ada pada
Raja. Dalam Negara Kertagama dan pada berbagai prasasti banyak sekali kita
jumpai soal prasasti Desa Perdikan. Raja menghadiahkan kepada seseorang
atas jasanya dengan pikukuh yang berupa piagam. Dalam hal itu orang
menerima anugerah atau hadiah tanah tetapi tidak memiliki tanah yang
bersangkutan. Orang itu hanya mempunyai hak untuk memungut hasilnya.
Keistimewaannya adalah bahwa anugerah itu dibebaskan dari pajak.
Pada paroh pertama abad ke XVII, merupakan tonggak perkembangan
Islam di daerah pedalaman Jawa. perkembangan agama Islam di pedalaman
dapat dilihat dari mulai berrkembangan ajaran-ajaran agama Islam yang mulai
menjamur di dalam pondok pesantren salah satunya pondok pesantren
Tegalsari yang dipimpin Kyai Mohammad Beshari, Tegalsari yaitu sebuah
desa terpencil lebih kurang 10 KM kearah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua
buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari
inilah Kyai Besari mendirikan sebuah Pondok yang kemudian dikenal dengan
sebutan Pondok Tegalsari. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
103
104
105
106
107
yang secara khusus dikirim kepada Kasan Beshari, dimana diminta untuk
menyelesaikan sejumlah persoalan tentang warisan (mawaris) dalam
masyarakat, salah satu persoalan utama dalam kehidupan ekonomi pedesaan
(Jajat burhanudin, 2012: 82).
Hal yang menarik di dalam piyegem tanah perdikan ini disebutkan
tentang tugas-tugas, kedudukan tanah perdikan ini juga ada hal yang berbeda,
seperti Zaman Hindu. Ulama tidak hanya diberikan kebebasan dari pajak-pajak
dan kerja rodi untuk disetorkan ke kerajaan. Tetapi juga hak-hak istimewa
mengenai pakaian, payung dan keris (Schrieke, 1985: 27).
Harus disebutkan disini bahwa desa perdikan, secara geografis
pesantren dibangun dengan merujuk kepada sistem tradisional penguasaan
tanah di Jawa, dimana desa ditentukan bukan oleh batas-batas geografis,
melainkan populasi, tepatnya keluarga petani (cacah), yang menetap didesa
tersbut. Jumlah pasti dari cacah di desa perdikan sulit ditemukan. Satu-satunya
penjelasan yang ada berasal dari beberapa daerah di Jawa pada abad ke XVII
seperti Kediri, Ponorogo, Pacitan, Kartasura, dan Lowanu dimana dikatakan
bahwa jumlah cacah cukup beragam, berkisar 3000 samapi 12000 (Jajat
Burhanudin, 2012: 84).
Menurut Schrieke (1985) disebutkan bahwa kelanjutan dari pemberian
tanah perdikan dapat dilihat juga dari penggantian menteri pengawas wilayah-
wilayah bebas dengan Penghulu Kepala Surakarta. Bahkan dimana ada tanah
perdikan Islam, mula-mula tanah tersebut terdapat komunitas agama Budha
atau agama Hindu yang sudah ada sebelum Islam datang diwilayah pedalaman
Jawa.
Dengan demikian desa perdikan telah menciptakan suatu komunitas
pedesaan dan agarikultur, tepatnya sawah menjadi sumber utama kehidupan
ekonominya. Dalam situasi inilah Mohammad Beshari terlibat dalam
pembangunan pesantren Tegalsari serta dalam penerjemahan Islam ke dalam
kerangka pandangan sosial kulural masyarakat desa tersebut. Kondisi ini
membuat ulama menjadi elite sosial yang dihormati. Didukung oleh
commit to user
superioritas mereka atas pengetahuan Islam, posisis sebagai kepala desa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
108
109
tanah perdikan mulai tidak nampak sebagai tanah yang istimewa, dimana para
pemodal asing berusaha menanamkan modalnya di daerah perdikan Tegalsari.
Di desa Perdikan Tegalsari, ulama mendirikan pesantren yang terdiri
dari sebuah masjid, sebuah rumah untuk keluarganya serta asrama bagi para
santri dipesantren tersebut. Dipesantren ulama mengajarkan Islam kepada para
santri seputar pelajaran-pelajaran yang berhubungan dengan praktik-praktik
ritual, bahasa Arab, teologi, dan sufisme. Di bawah pengawasan ulama para
santri mebaca buku-buku agama (kitab) yang digunakan di pesantren, yang
dengannya ajaran Islam di transmisikan dari ulama ke para santri. Di dalam
pesantren ulama menentukan hampir semua aspek kehidupan, dan para santri
hampir secara total mengikuti ulama. Dengan demikian, melalui pesantren
inilah otoritas ulama dibangun yang membuat mereka memperoleh posisi kuat
sebagai pemimpin masyarakat bagi kaum Muslim yang tinggal di pedesaan
(Jajat Burhanudin, 2012: 85).
Faktor-faktor seperti misalnya fungsi subtensi tradisional dalam
produksi padi (yaitu keengganan untuk memaksimalkan produksi) diiringi oleh
tekanan kuat untuk mengikutsertakan sebanyak mungkin orang dalam proses
produksi, suatu sikap yang didasarkan pada pandangan magis-religius tatanan
sosio-ekonomi orang Jawa cenderung menghalangi cara-cara bercocok tanam
yang lebih efisien dan rasional. Memang pada saatnya, sikap tersebut hampir
diterima secar membabi buta berdasarkan hasil dari penelitian didapatkan
penjelasan sebagai berikut:
Perubahan-perubahan nampaknya sedikit dan perlahan-lahan dalam
bidang teknologi, organisasi perekonomian dan peralatannya, juga dalam
sistem produksi, permodalan, pemasaran dan pembelian didesa. Proses
pembagian tanah kedalam kepemilikan yang semakin menyempit nampak
berjalan terus karena keturunan yang bersaudara yang mewarisi tanah lebih
suka untuk membaginya ke dalam bagian-bagian yang sama besarnya daripada
mengerjakan bersama dan membagi hasilnya dan karena jumlah penduduk
selalu bertambah. Bahkan pejabat desa mengatakan bahwa anak akan lahir
commit
dengan pesat namun tanah luasnya to user
tetap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
110
111
112
sebaliknya makin kuat hak ulayat maka makin mengecil intensitas hak
milik. Konsep hak milik berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Belanda mendasarkan pengertiannya pada personifikasi pemilikan tanah
sebagai awal pemilikan yang berada ditangan penguasa pemerintahan.
Di daerah agraris tanah sudah barang tentu merupakan alat produksi
yang utama maka tidak mengherankan apabila para penguasa cenderung
untuk mengontrol pemakaian tanah tersebut. Struktur feodal sangat kuat di
wilayah kerajaan yang desposit dan yang telah berjalan beberapa abad. Raja
pada dasarnya mempunyai dua jenis hak atas tanah yaitu: yang pertama,
dapat disebut hak politik atau hak publik sebab hak ini menetapkan batas-
batas daerah yang boleh diataur, daerah tempat raja menjalankan keadilan
dan pertahanan dari serangan musuh. Yang kedua adalah hak raja yang lebih
berkenaan dengan tanah yaitu hak untuk mengaturhasil tanah sesuai dengan
adat. Dasar dari hak pengaturan ini nampaknya terdapat dalam adat
kampung yang telah lama (patron), yaitu bagi hasil tanah menjadi setengah
untuk penggarap dan setengah untuk orang yang mempunyai hak memetik
hasil.
Pengelolaan tanah perdikan pada era tahun 1830-1870 ini mengacu
pada sistem yang ada di kerajaan dimana seseorang yang diberikan hak
tanah perdikan ini diberikan otonomi kusus di dalam keraton itu untuk
mengatur dan mengelolanya sendiri sesuai dengan kebutuhan atas desa itu.
Desa perdikan ini juga memiliki hak istimewa dimana tanah ini tidak harus
menyerahkan pajak kepada keraton. Desa perdikan ini juga memiliki
keistimewaan tersendiri dikarenakan daerah ini bebas membangun apapun
diatasnya.
Pengolahan tanah perdikan masa 1830-1870 sangatlah bebas dari
pemerintahan Belanda yang mana di daerah Tegalsari ini tidak pernah
merasakan adanya kerja wajib untuk masyarakat sekitarnya pada tahun yang
bersamaan. (Hasil wawancara dengan Bapak Syamsudin selaku ahli sejarah
desa Tegalsari, 28 November 2014). Segala sesuatu yang menyangkut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
113
Namun dari data diatas dapat kita lihat bahwa penggunaan tanah
perdikan ini berdasarkan peraturan desa, dan kepemilikan atas tanah bekas
desa perdikan ini tercantum dalam Badan Pertanahan Nasional. Sehingga
fungsi, kepemilikan dan pengelolaan tanah yang sekarang sudah sama
seperti tanah-tanah yang lainnya dimana tidak memiliki hak istimewa lagi
seperti dahulu ketika Undang-Undang Pokok Agraria belum diterapkan.
Kepentingan dalam penguasaan tanah ini dipicu untuk kepentingan
secara bersama, kepemilikan tanah dan faktor kepentingan untuk
mengembangkan pondok pesantren serta untuk menghidupi pondok
pesantren, ulama yang sabagi penguasa tanah ini berhak mengatur dan
mengelola tanah ini secara maksimal atas tanah perdikan yang diberikan
kepadanya. Dimana tidak ada sistem apanage dan bekel maka hal ini
membuat sistem pengolahan tanah ini menjadi tanah yang bebas
menerapkan pengolahan dan tidak ada pembatasan jumlah hasil produksi
dari tanah tersebut. Mengakibatkan pengolahan yang terjadi secara bersama
commitpenggarapan
karena dalam pemikiran dahulu to user tanah bersama hal ini akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
114
membuat hubungan satu sama lain akan semakin erat. Makin kaut hak milik
maka makin lemah hak milik ulayat, sebaliknya makin kuat hak ulayat maka
makin mengecil intensitas hak milik.
115
116
117
untuk gaji) serta tanah perdikan sebagai tanah merdeka guna kepentingan
umum (agama). tanah“lungguh” sebagai daerah diserahkan dan yang
menerima penyerahan mempunyai hak atas keuntungan dari tanah itu dari
penduduk; dari sini raja dapat menarik keuntungan-keuntungan (pajak, jasa-
jasa, penghasilan dari daerah milik sendiri), tetapi raja tidak memiliki hak
atas tanah itu sendiri. Tanah bengkok atau tanah gaji adalah sebidang tanah
garapan dari sebagian tanah raja yang diserahkan kepada seorang pejabat,
keluarga atau seorang yang disenangi. Dan tanah perdikan ini juga
merupakan tanah yang diberikan raja kepada seseorang yang berjasa
kepadanya atau tanah perdikan ini diberikan kepada seseorang untuk
kepentingan pendidikan agama. Tanah itu di kerjakan dengan sistem
tradisionnal (pasproto/kloso gumelar) untuk kepentingan orang yang diberi
hadiah. Untuk tanah lungguh dan bengkok ini merupakan tanah gaji, namun
untuk tanah perdikan merupakan tanah pemberian yang terbebas dari pajak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
118
119
120
Perubahan atas pemilikan atanah dalam hak tersebut di atas harus diajukan
kepada presiden landrad di mana letak tanah yang bersangkutan berada,
berkenaan dengan itu perlu diperhatikan surat ukur tanah atau surat
transaksi bilamana tanah yang bersangkutan tidak dikenai pajak bumi.
Dari macam tanah yang ada berdasarkan kepemilikan secara adat ini
mempertegas bahwa tanah yang ada di masyarakat sebelum ada campur
tangan pemerintah kolonial ini bahwa tanah yang ada ini diatur oleh
kekuasaan raja yang diberikan kepada penguasa daerah atau desa untuk
mengelolanya yang dapat diwariskan secara turun temurun atau berdasrakan
kesepakatana masyarakat tersebut, serta luas untuk daerahnya masih
menggunakan satuan tradisional, biasanya jung.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
121
a. Hak Eigendom
Hak Eigendom diberikan kepada orang asing untuk selam-lamanya
guna keperluan perluasan kota atau mendirikan perusahaan kerajinan.
Tanah yang termasuk hak eigendom ini hanyalah tanah yang ada
didalam lingkungan kota saja dan tempat-tempat yang dipandang
perlu. Luasnya tidak boleh melebihi 10 bau, tanah hak eigendom tidak
termasuk milik negara, jika ingin memiliki tanah eigendom ini bisa
didapat dengan jalan membeli dari tanah rakyat Indonesia, meskipun
penjualan tanah ini dilarang, tetapi jual beli tanah ini dilkukan dengan
jalan tidak langsung, yaitu kalau seseorang pemilik tanah melepaskan
haknya, maka tanah itu diambil alih negara. Dari sisi negara berhak
menjual tanah kepada orang asing dengan hak eigendom.
b. Hak Erfpacht
Hak Erfpacht adlah hak untuk menggunakan tanah-tanah milik orang
lain dengan kewajiban membayar pajak atau sewa tiap tahun keoada
pemilik tanah, baik berupa uang maupun penghasilan. Hak Erfpacht ini
merupakan hak yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan
perkebunan swasta asing. Hak Erfpacht berarti juga hak sewa turun-
temurun, menjadi apabila pemegang hak Erfpacht meninggal dunia,
hak ini tetap berlaku dan beralih kepada pewarisnya. Tanah hak
Erfpach memiliki tiga macam yaitu:
1) Untuk Pertanian dan Perkebunan Besar
2) Untuk Pertanian dan perkebunan Kecil
3) Untuk mendirikan pekarangan atau rumah peristirahatan
c. Hak Sewa
Tanah dengan hak sewa diperlukan untuk pengusahaan jenis-jenis
tanaman semusim seperti tebu, tembakau dan nila. Disamping karena
umurnya yang pendek, untuk tanaman0tanaman ini secar teknis
dikehendaki tempat yang tidak terus menerus menetap tiap-tiap
musim. Di anatar berbagai macam undang-undang sewa tanah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
122
d. Hak Konsesi
Hak Konsensi diberikan dengan maksud untuk memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada kaum modal untuk menanmkan
modalnya dilapangan pertanian dengan mendapatkan tanah seluas-
luasnya. Dalam banyak sistem tanah konsesi, ada tanah dipinjamkan
pada penduduk yang tempat tinggalnya diwilayah konsesi, dimana
menurut ketentuan kontrak 1878 ada seluas 4 bau (2,84 ha) untuk
setiap penduduk.
Menurut Ririn Darini (tanpa tahun: 1) Dalam masyarakat agraris
tanah mempunyai arti yang sangat penting, baik sebagai sumber
penghidupan maupun sebagai penentu tinggi rendahnya status sosial dalam
masyarakat. Tanah mencerminkan bentuk dasar kemakmuran sebagai
sumber kekuasaan ekonomi dan politik, serta mencerminkan hubungan dan
klasifikasi sosial. Falsafah Jawa sadhumuk bathuk sanyari bumi, yen perlu
ditohi pati menunjukkan betapa eratnya hubungan antara manusia dengan
tanah yang dimilikinya. Setiap jengkal tanah merupakan harga diri yang
akan dipertahankan mati-matian dengan seluruh jiwa raga. Konflik
perebutan dan perjuangan atas tanah akan selalu terjadi selama tanah masih
menjadi sumber kehidupan masyarakat. Hal ini terbukti sampai saat ini
masalah tanah masih saja menjadi persoalan yang seringkali memunculkan
perlawanan rakyat. Bentuk perlawanan yang dilakukan juga bermacam-
macam, baik bersifat individual maupun kolektif, hanya sekedar berunjuk
rasa atau bahkan melakukan pemberontakan.
Menurut Ririn Darini (tanpa tahun: 2) Salah satu bentuk perlawanan
petani yang bersifat tersembunyi dan diam-diam disebut James Scott2
sebagai bentuk perlawanan sehari-hari (everyday forms of resistance).
Perlawanan sehari-hari merupakan upaya perjuangan petani yang biasa-
biasa saja namun terjadi secara terus-menerus antara kaum tani dengan
orang-orang yang berusaha untuk menghisap tenaga kerja, makanan, pajak,
sewa, dan keuntungan dari mereka. Perlawanan petani tidak selalu
commit
merupakan bentuk aksi bersama, to user
tetapi kadang-kadang merupakan resistensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
123
124
125
126
127
sosial yang nampak pada masyarakat dimana orang yang memilki banyak
tanah maka ia (pemilik tanah) dipandang sebagi orang yang kaya.
Kajian tentang Tanah perdikan ini sama halnya kita mempelajari
sistem pertanahan masa feodalisme yang masih erat kaitannya dengan
sistem-sistem yang mengatur dalam penguasaannya, dimana tanah
perdikan ini diberikan oleh raja untuk kepentingan Agama Islam atau
dengan alasan bahwa orang yang diberikan tanah itu berjasa atas hidup
raja. Dalam pemberian tanah perdikan ini juga melihat faktor politik,
yang salah satunya merupakan sebuah cara agar raja mendapatkan sebuah
legitimasi kekuasaan serta pengakuan atas kedudukannya. Pemberian
tanah perdikan ini juga merupakan salah satu cara raja mengontrol
keadaan sosial yang terjadi di daerahnya, pemberian tanah tersebut juga
untuk suatu legitimasi kekuasaan. Tanah perdikan ini memiliki perbedaan
yang mencolok dengan tanah-tanah lain seperti tanah lungguh, jika tanah
lungguh itu merupakan tanah jabatan. Maka tanah perdikan ini
merupakan tanah merdeka yang diberikan kepada seseorang raja dengan
piyagem.
Sebagai bahan ajar sejarah Agraria, maka tanah perdikan perlu
dikaji lebih mendalam terkait materi tanah ini dengan menggunakan
analisis sumber. Faktor yang terpenting dari tanah perdikan yaitu sebagai
daerah yang memiliki otonomi khusus, sehingga dalam praktek
pengelolaanya tanah ini di kelola sendiri berdasarkan kebutuhan desa.
Tanah ini memiliki hak dan status yang berbeda, perbedaan hak dan
status ini yang membuat kedudukan tanah menjadikan layak untuk
dikaji. Tidak semua tanah milik kerajaan memiliki hak dan staus yang
sama, karena tanah ini selain terbebas dari pajak karajaan juga
merupakan pusat pengembangan pendidikan Agama Islam.
128
b. Relevansi Hasil
1) Hasil Penelitian
Keterkaitan antara materi hasil penelitian dengan pembelajaran
mata Kuliah Sejarah Agraria ini merupakan unsur materi yang saling
terkait, dimana dari hasil penelitian ini kita dapat melihat betapa
kompleksnya sistem pertanahan yang ada di tanah Jawa pada masa silam
(kerajaan-kerajaan Jawa dahulu) yang salah satunya adalah Tanah
Perdikan Tegalsari yang masih jarang disinggung dalam pembelajaran
Sejarah Agraria. Penelitian ini memfokuskan di daerah Ponorogo
dikarenakan tanah perdikan ini merupakan tanah perdikan yang diberikan
Pakubuwana II kepada Mohammd Beshari sebagai hadiah atas jasa
Mohammad Beshari Kepada Pakubuwana II.
Tanah perdikan Tegalsari Ponorogo ini pada masa Mohammad
Hasan Beshari difungsikan sebagai pusat dari perkembangan Ajaran
Islam (Pondok Pesantren Tegalsari). Selain untuk pondok pesantren
tanah perdikan ini juga difungsikan sebagai tanah sawah dan ladang serta
tanah pemukiman bagi penduduk Tegalsari. Tanah sawah dan ladang ini
merupakan faktor terpenting bagi
commit masyarakat Tegalsari dan kehidupan
to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
129
130
131